BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 14 TAHUN 2018 TENTANG

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dana pemerintah yang seharusnya untuk rakyat menjadi disalah gunakan.

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dalam keuangan negara. Sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerataan pembangunan di masyarakat, pemerintah telah menetapkan

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 4/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 04 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan suatu daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah berhak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas otonom. Pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sarana Pemerintah untuk melaksanakan reformasi administrasi ditubuh Pemerintah dan bertujuan untuk memperbaiki praktek penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia. Hal ini didukung dengan diberlakukannya Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang baik harus didukung oleh semua pihak yang terkait, baik dari segi sumber dana (anggaran) serta sumber daya alam. Akan tetapi sumber daya tersebut tidak boleh dibiarkan saja namun harus dikelola secara maksimal agar menghasilkan sumber dana untuk daerah. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antar daerah. 1

Pada UU No. 23 tahun 2014 menjelaskan tentang daerah yang bersifat otonom dalam pelaksanaan kegiatan Pemerintahan menerapkan asas desentralisasi. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah adalah wujud dari reformasi yang mengharapkan tata kelola Pemerintah yang baik, pelaksanaan dari Pemerintahan yang baik dapat dilihat dengan adanya transparansi dan akuntabilitasi. Dimana setiap informasi yang bersifat umum dapat diakses dengan mudah bagi pihak yang membutuhkan. Tujuan umum kebijakan otonomi daerah/desentralisasi adalah memberi peluang dan kesempatan bagi terwujudnya Pemerintah yang baik dan bersih di daerah, dimana pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah harus didasarkan atas prinsip : efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel. Terdapat tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak terpisahkan dari penyelenggaraan otonomi daerah, dimana penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan unit terdepan (ujung tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta menjadi tonggak strategis untuk keberhasilan semua program yang dijalankan Pemerintah. Oleh sebab itu upaya untuk memperkuat desa (Pemerintahan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa) merupakan tahap awal 2

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai hakikat dari otonomi daerah. Memberikan otonomi daerah seluas-luasnya merupakan pemberian kewenangan dan keleluasan kepada masing-masing daerah untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Meskipun titik berat otonomi daerah terletak pada tingkat kabupaten/kota, namun pada praktek sebenarnya desa mempunyai peranan yang sangat penting. Selama ini pembangunan desa masih banyak bergantung dari Pendapatan Asli Daerah dan Swadaya Masyarakat dimana jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi. Untuk meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangan dan meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai potensi desa serta meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa. Tujuan dari penataan desa adalah mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintah Desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintah Desa dan meningkatkan daya saing Desa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengenai pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) untuk menunjang segala sektor di masyarakat. Alokasi Dana Desa bersumber dari bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima Kabupaten diluar Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan 3

bergulirnya dana-dana perimbangan tersebut melalui Alokasi Dana Desa dapat menjadikan desa benar-benar sejahtera. Alokasi Dana Desa dengan asas adil dan merata, tidak diskriminatif, transparan, mendorong kemajuan bagi desa penerima. Pedoman daerah untuk menghitung besarnya Alokasi Dana Desa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 93/PMK.07/2015 tentang tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa yang di dijabarkan didalam Peraturan Bupati. Di Kabupaten Pesisir Selatan Desa lebih dikenal dengan nama Nagari, dalam pemberian Dana Nagari pada tahun 2015 di Kabupaten Pesisir Selatan berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 sumber dana Nagari hanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tetapi pada tahun 2015 Alokasi Dana Nagari bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pemberian Alokasi Dana Nagari di Kabupaten Pesisir Selatan, Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan Petunjuk Teknis melalui Peraturan Bupati Pesisir Selatan No. 20 tahun 2015 tentang tata cara pembagian dan penetapan rincian dana Nagari yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Kabupaten Pesisir Selatan tahun anggaran 2015. Alokasi Dana Desa merupakan bantuan langsung yang dialokasikan kepada Pemerintah Desa, digunakan untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, kelembagaan dan prasarana desa. Dimana pemanfaatan dan administrasi pengelolaan dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam 4

membiayai program Pemerintah Desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan pemberian Alokasi Dana Desa adalah: 1. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya. 2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki. 3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial masyarakat. 4. Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penelitian ini mengambil topik utama mengenai Alokasi Dana Desa dengan tujuan untuk dapat melihat apakah dengan diberlakukannya kebijakan melalui Peraturan Bupati Pesisir Selatan No. 20 tahun 2015 dalam pengalokasian Dana Desa telah sesuai aturan yang berlaku dengan menggunakan formula dan data-data yang bersumber dari lembaga/instansi yang berwenang berdasarkan asas adil dan merata. Asas adil untuk setiap Desa berdasarkan nilai bobot Desa yang dihitung berdasarkan empat variabel yaitu jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah dan indeks kesulitan geografis. Sedangkan asas merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap Desa, atau Alokasi Dana Desa 5

minimal Untuk itu diharapkan Alokasi Dana Desa digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan masyarakat yang merupakan tujuan dari desentralisasi yaitu mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan, serta memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. 1.2 Perumusan Masalah Dalam penentuan jumlah Alokasi Dana Desa dalam era otonomi daerah, Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam pelaksanaannya. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan yang terdiri dari 15 (lima belas) Kecamatan dengan 182 Desa, harus menentukan besarnya Alokasi Dana Desa sesuai dengan karakter desa masing-masing dengan menekankan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba merumuskan masalah yang menjadi dasar dalam penyusunan proposal yaitu bagaimana pengalokasian dana desa di Kabupaten Pesisir Selatan apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa yang di dijabarkan melalui Peraturan Bupati Pesisir Selatan No. 20 Tahun 2015. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang dan permasalahan tersebut diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah Pengalokasian Dana Desa di Kabupaten Pesisir Selatan telah sesuai dengan Peraturan yang berlaku. 6

b. Manfaat Penelitian Penelitian tentang Pengalokasian Dana Desa ini mudah-mudahan bermanfaat bagi berbagai pihak terkait, untuk dapat dipergunakan dalam pengambilan kebijakan publik. 1. Bagi para pengambil keputusan di daerah dapat mengetahui pengaruh perhitungan Alokasi Dana Desa dengan formula yang ditetapkan Pemerintah Pusat terhadap Perekonomian Desa. 2. Bagi masyarakat pelaku ekonomi pedesaan dapat mengetahui berapa besarnya bantuan untuk desa-desa terkait yang berdampak positif dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi pedesaan. 3. Bagi civitas akademika, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian lanjutan atau penelitian yang terkait, terutama yang mempunyai fokus terhadap pemberdayaan masyarakat desa dalam upaya pengentasan kemiskinan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Alokasi Dana Desa merupakan dana yang diberikan langsung oleh Pemerintah Pusat dengan tujuan stimulant untuk dapat menggerakkan roda perekonomian desa dalam menunjang ekonomi perkotaan. Alokasi Dana Desa yang diperoleh oleh Pemerintah Desa menjadi Pendapatan Desa pada tahun anggaran tersebut. Perhitungan besarnya jumlah yang diterima setiap Desa didasarkan asas adil dan merata. Formula yang digunakan harus sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, 7

Penggunaan, Pemantauan Dan Evaluasi Dana Desa yang di dijabarkan melalui Peraturan Bupati Pesisir Selatan No. 20 Tahun 2015. 8