1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. 1 Kondisi yang demikian memebuat dunia usahapun ikut berkembang terutama usaha dibidang makanan. Berkembangnya dunia usaha dibidang makanan memebuat terbukanya kebebasan konsumen untuk memeilih aneka jenis dan kualitas makanan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi makanan yang akan dikonsumsi harus terjamin mutunya. Sebagai komoditas dagang, pangan memiliki peranan yang sangat besar dalam peningkatan citra pangan nasional di dunia internasional dan sekaligus penghasil devisa. Oleh karena itu, produksi panagan nasional harus mamapu memenuhi standar yang berlaku secara internasional dan memerlukan dukungan perdagangan pangan yang dapat member peluang bagi pengusaha dibidang pangan, baik yang besar, menengah, maupun kecil, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Disisi lain pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya 1 Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2 merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. 2 Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Sumberdaya manusia yang berkualitas selain sebagai unsure terpenting yang perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan, juga sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan, antara lain oleh kualitas pangan yang dikonsumsi. Kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan atau diperdagangkan harus memenuhi ketentuan tentang sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, residu cemaran, dan kemasan pangan. Hal lain yang patut diperhatikan oleh setiap oaring yang memproduksi pangan adalah pengguna metode tertentu dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, seperti rekayasa genetika atau iridasi, harus dilakukan berdasarkan persyaratan tertentu. Dalam kegiatan perdagangan pangan, masyarakat yang mengkonsumsi perlu diberikan sarana yang memadai agar memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan mengenai label dan iklan tentang pangan. Dengan demikian masyarakat yang 2 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 2006, hlm.357
3 mengkonsumsi pangan dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat sehingga tercipta perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab, yang akan menimbulkan persaingan yang sehat dikalangan para pengusaha pangan. Khususnya menyangkut label atau iklan tentang pangan yang mencantumkan pernyataan bahwa pangan telah susuai dengan persyaratan tersebut bertanggung jawab terhadap kebenaran pernyataan tersebut, Ketentuan mengenai keamanan, mutu, dan gizi pangan, serta label dan iklan pangan tidak hanya berlaku bagi pangan yang diproduksi dan atau diedarkan di wilayah Indonesia. Dalam hal-hal tertentu bagi produksi pangan nasional yang akan diedarkan di luar negeri, diberlakukan ketentuan yang sama. Bagi konsumen produk makanan, mereka memerlukan produk makanan yang aman bagi keselamatan dan kesehatan tubuh atau keamanan jiwa. Karena itu, yang diperlukan adalah kaidah-kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen untuk dikonsumsi manusia, dan dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur dan bertanggung jawab, karena pada umumnya konsumen tidak mengetahui bagaimana proses pembuatanya, maka diperlukan kaidah-kaidah hukum yang melindunginya. 3 Salah satu syarat-syarat yang menjamin produk makanan yang beredar adalah tentang label. 3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.26
4 Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyatakan setiap label dan iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. Adapun produk makanan yang beredar di masyarakat tidak memenuhi syarat, contohnya label tidak dicantumkan. Tetapi terkadang produk yang beredar luas di masyarakat khususnya pangan tidak mencantumkan label makanan secara lengkap atau memenuhi syarat-syarat yang seharusnya berlaku. Tidak hanya produk pangan saja, tetapi produk minuman juga ada yang tidak mencantumkan label padahal label itu sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam kemasan suatu produk. Label dikatakan bagian yang sangat penting dalam kemasan suatu produk karena melalui label konsumen dapat mengetahui apakah produk tersebut layak konsumsi atau tidak. Banyaknya pelaku usaha atau produsen pangan yang menghiraukan syarat-syarat beredarnya suatu produk pangan menimbulkan kerugian bagi masyarakat khususnya konsumen yang mengkonsumsi produk pangan tersebut. Sementara itu pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan tentang hal tersebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap pelnggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha atau produsen pangan. Pengawasan yang menyangkut tentang pangan khususnya dalam proses pelabelan atau labelisasi dilakukan oleh badan pemerintah yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
5 Kegiatan pengawasan yang dilakukan BPOM sendiri membuktikan bahwa masih banyak produk pangan yang beredar di masyarakat kurang memenuhi syarat edar. Seperti masalah label, meskipun pelaku usaha atau produsen sudah mencantumkan label tetapi label yang dicantumkan tidak lengkap. Misalnya, label yang dicantumkan dalam kemasan suatu produk tidak mencantumkan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa. Padahal hal tersebut merupakan bagian dari label atau proses pelabelisasian. Selama ini yang menjadi polemik hangat di masyarakat khususnya konsumen makanan kemasan (bungkus) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang menjadi permasalahan sekarang ini adalah diduga banyak produk makanan kemasan (bungkus) yang beredar di masyarakat tidak menyebutkan informasi yang jelas, baik dari segi komposisi (yang tidak menyebutkan bahan atau melebihi batas standar yang telah terdaftar pada dinas kesehatan), produk makanan kadaluarsa, ataupun informasi yang menyesatkan. Produk makanan kemasan (bungkus) inilah yang masih sering beredar di pasar-pasar tradisional. BPOM sering melakukan razia terhadap pedagang kebutuhan pokok dan makanan kemasan (bungkus) di pasar-pasar tradisional. Dalam hal ini BPOM bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Yogyakarta. Dari kerjasama tersebut, yang dihasilkan adalah banyak pedagang yang menjual makanan kemasan (bungkus) yang dalam kandungan makanan tersebut ternyata terdapat bahan yang tidak terdaftar atau bahan yang melebihi standar komposisi sehingga membuat makanan tersebut tidak layak konsumsi bagi konsumen.
6 Kenyataan inilah yang memperlihatkan bahwa keamanan pangan di Indonesia masih jauh dari keadaan aman, hal ini dapat dilihat dari produk makanan yang tidak layak edar, beredar di pasar-pasar tradisional. Fakta tersebut terjadi karena produsen atau pelaku usaha semata-mata ingin mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Akibat dari banyaknya produk makanan kemasan (bungkus) yang beredar di masyarakat yang tidak memenuhi syarat edar adalah konsumen mengalami kerugian. Kerugian dari segi materi atau dari segi kesehatan akibat mengkonsumsi produk tersebut. Kerugian dari segi kesehatan misalnya, konsumen merasa kesehatannya terganggu karena mengkonsumsi produk makanan yang tidak memenuhi syarat edar. Hal itu terjadi karena dalam kemasan (bungkus) makanan tersebut tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa, padahal makanan tersebut sudah kadaluarsa dan tidak layak dikonsumsi dan seharusnya tidak lagi beredar di masyarakat. Maka dari itu, produk makanan (bungkus) yang beredar di masyarakat harus lebih diperhatikan tentang layak atau tidak untuk beredar dan layak atu tudak untuk dikonsumsi. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pelaksanaan labelisasi di Yogyakarta?
7 2. Bagaimanakah langkah-langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menerapkan sistem labelisasi di Yogyakarta? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitiannya adalah : 1. Untuk mengetahui peranan badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pelaksanaan labelisasi di Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pelaksanaan labelisasi di Yogyakarta. D. TINJAUAN PUSTAKA Membahas mengenai pengertian perlindungan konsumen sangatlah penting terutama pengertian konsumen itu sendiri dan pelaku usaha, menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sebagai pemakai barang-barang hasil produksi seperti bahan pakaian, makanan, dan sebagainya. 4 Istilah konsumen (sebagai alih bahasa dari Consumer), secara harafiah berarti seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu juga sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. 5 4 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengenbangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm.255 5 AZ. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm.69
8 Pengertian konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan pada Pasal 1 angka 2, sebagai berikut : Konsumen adalah setiap orang atau pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut A.Z Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu 6 : 1. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; 2. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang atau jasa lain atau untuk diperdagangkan (dengan tujuan komersial); 3. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial). Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengartian perlindungan konsumen pada Pasal 1 ayat (1) yaitu Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk member perlindungan hukum pada konsumen. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adanya hak-hak serta kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha. 6 Ibid, hlm.13
9 Adanya pengetahuan terhadap hak-hak serta kewajiban yang dimiliki konsumen, ditanbah dengan adanya pengetahuan yang memadai produk yang akan dibeli dan dengan adanya peraturan yang ada, diharapkan konsumen dapat atau mampu untuk melindungi dirinya. Secara umum diakui adanya hak-hak konsumen yang secara umum juga harus dilindungi dan dihormati yaitu : a. Hak keamanan dan keselamatan. b. Hak atas informasi c. Hak untuk memilih d. Hak untuk didengar e. Hak atas lingkungan hidup Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha didalam penyelenggaraan kegiatanusahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Pengertian pelaku usaha juga dijelaskan pada Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 8 tentang perlindungan konsumen, yaitu : Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, beik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Disisi lain produsen atau pelaku usaha juga harus mempunyai tanggung jawab, khususnya di bidang pangan. Dalam Pasal 1 ayat (1)
10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pangan di atur tentang pertanggung jawaban tersebut. Dimana produsen pangan, baik berupa badan usahanya maupun orang perorangan yang diberi tanggung jawab atas usaha itu adalah bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya. Pasal ini memberi penegasan bahwa harus ada pihak yang bertanggung jawab atas keamanan pangan (produk), jika ternyata menimbulkan kerugian pada pihak lain (konsumen). 7 Pertanggungjawaban yang diberikan oleh pelaku usaha terhadap produk-produk yang dihasilkan harus sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban produk yang dikenal dalam dunia usaha Tanggung jawab produk adalah istilah hukum yang berasal dari alih bahasa istilah product lability yakini tanggung jawab produk disebabkan oleh keadaan tertentu (cacat atau membahayakan orang lain). Tanggung jawab produk timbul sebagai akibat dari product schare yaitu kerugian yang disebabkan oleh barang-barang produk yang dipasarkan oleh produsen. Ada dua perbedaan tuntutan kerugian konsumen terhadap produsen secara perdata, yakni : 1. Kerugian transaksi yaitu kerugian yang timbul dari jual-beli barang yang tidak sebagaimana mestinya dari wanprestasi. 7 Janus Sidabalok,Hukum.op cit,hlm.128
11 2. Kerugian produk adalah kerugian yang langsung atau tidak langsung yang diderita akibat hasil produksi, dimana masuk dalam resiko produksi akibat dari pembuatan melawan hukum. 8 Menurut penjalasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, hal-hal pokok diatur dalam Undang-Undang ini adalah : 1. Persyaratan teknis tentang pangan yang meliputi ketentuan keamanan pangan, ketentuan gizi dan mutu pangan, serta ketentuan label dan iklan pangan, sebagai suatu system standarisasi pangan yang bersifat menyeluruh; 2. Tanggung jawab setiap orang yang memproduks, menyimpan, mengangkut, dan/atau mengedarkan pangan, serta sanksi hukum yang sesuai agar mendiring pemenuhan atas ketentuan-ketentuan yang ditetapkan; 3. Peranan pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan tingkat kecukupan pangan di dalam negeri dan penganekaragaman pangan yang dikonsumsi secara tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat; 4. Tugas pemerintah untuk membina serta mengembangkan industri pangan nasional, terutama dalam upaya peningkatan citra pangan nasional dan oksport. 8 M. Ali Mansyur, Penengakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Perss, Yogyakarta, 2007, hlm.19
12 Tanggung kawab produsen atau pelaku usaha Indonesia untuk produk yang menyebabkan sakit, cidera atau mati konsumen pemakai produk tersebut, dapat diterapkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1367 ayat (1) KUHAP Perdata yang menyebutkan : Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasan. Tanggung jawab pelaku usaha atau produsen yang paing penting adalah tanggung jawab yang berkaitan dengan label. Karena label merupakan salah satu sumber informasi bagi konsuman yang terkait dengan produk yang akan dikonsumsi, dalam hal ini adalah produk pangan. Layak atau tidaknya makanan yang akan dikonsumsi dapat dilihat pada label kemasan produt tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan label menurut Pasal 1 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan
13 wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau dikemasan pangan, label yang harus dicantumkan memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai : 9 a. Nama produk b. Daftar bahan yang digunakan c. Berat bersih atau isi bersih d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia e. Keterangan tentang halal f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa Selain keterangan yang disebutkan di atas pemerintah juga dapat menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada label pangan. Menurut Pasal 31 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentan Pangan menyatakan : 1. Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, ditulis atau dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelsa sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat. 2. Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin. 3. Penggunaan isilah asing, selai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, atau digunakan untuk kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri. 9 Janus Sidabalok,Hukum., op.cit, hlm.333
14 Setiap pelaku usaha atau produsen dilarang mengganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pangan atau produk yang diedarkan. Iklan juga ada kaitannya dengan label, karena terkadang terdapat iklan yang beredar di masyarakat tentang produk pangan memuat keterangan secara lengkap yang berkaitan dengan label makanan tersebut Tujuan pemberian label pada pangan yang dikemas adalah agar masyarakat yang membelidan atau mengkonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan atau mengkonsumsi pangan tersebut. Hal ini berlaku bagi pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan, tetapi tidak bagi perdagangan pangan yang dibungkus langsung dihadapan pembeli. 10 E. METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pelaksanaan labelisasi dan langkah-langkah badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menerapkan sistem labelisasi. 2. Subjek Penelitian Kepala Balai Basar POM Yogyakarta 10 Ibid, hlm.375
15 3. Sumber Data a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya sehingga diharapkan menghasilkan informasi yang lebih valid dan dapat dipercaya. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis, yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan, 2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku literature, artikelartikel, laporan penelitian terdahulu, makalah-makalah. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Yaitu dengan mempelajari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan materi yang diteliti. b. Studi Lapangan Untuk pengumpulan data digunakan metode wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan responden. Pedoman wawancara ini dipakai pada saat melakukan pengumpilan data berupa daftar pertanyaan, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengembangkan lebih lanjut.
16 5. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridis normatif, yaitu data dan fakta yang diteliti, dikaji, dikembangkan berdasarkan hukum. 6. Analisa Data Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun penelitian di lapangan akan dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan menguraikan data-data yang diperoleh dihubungkan dengan masalahmasalah yang diteliti, menganalisa dan menggambarkan kenyataankenyataan yang terjadi dalam obyek penelitian sehingga akan diperoleh kesimpulan dan pemecahan permasalahan tersebut. F. Kerangka Skripsi Peneliti akan menguraikan materi penelitian ini dengan sistematika sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, keramgka sekripsi dan daftar pustaka. Bab II : Tinjaun Tentang Perlindungan Konsumen Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Adapun uraian pada bab ini meliputi tinjauan tentang konsumen yang terdiri dari pengertian konsumen,
17 hak, kewajiban dan tanggung jawab konsumen, perlindungan hukum konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen, hak, kewajiban dan larangan bagi pelaku usaha,pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen, dan penyelesaian sengketa konsumen. Bab III : Peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dalam Pelaksanaan Labelisasi Produk Makanan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan sekaligus dilakukan pembahasan terhadap peranan BPOM dalam pelaksanaan labelisasi produk makanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun uraian dan pembahasan pada bab ini meliputi perlindungan hukum bagi konsumen selaku pengkonsumsi produk yang berupa makanan yang syarat-syaratnya harus terpenuhi khususnya dalam labelisasi produk makanan tersebut. Bab IV : Penutup Pada bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian serta pengajuan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.