PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM ANTENA GPR YANG ADAPTIF TERHADAP FOOTPRINT DENGAN METODE FDTD

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA ROLLED DIPOLE UNTUK KEPERLUAN GPR DENGAN MENGGUNAKAN METODE FDTD

Pengaturan Impedansi Input pada Antena UWB

KEYWORDS Array, Return Loss, Coupling Level, Standing Wave Ratio, Resistive Loading

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN FABRIKASI ANTENA WIDEBAND MIKROSTRIP SLOT BOWTIE GANDA DUA LAPIS SUBSTRATE UNTUK KOMUNIKASI WIRELESS ABSTRAK

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

Studi Parametrik Antena Vivaldi Slot dengan Pencatuan Mikrostrip

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak

Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah

PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP ULTRA WIDEBAND UNTUK DETEKSI KANKER PAYUDARA

: Widi Pramudito NPM :

DUAL FREQUENCY ANTENA MIKROSTRIP

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DESAIN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR GERIGI UNTUK RADAR ALTIMETER

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

DESAIN ANTENA TEKNOLOGI ULTRA WIDEBAND

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

PPET-LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

STUDI PENYESUAIAN IMPEDANSI PADA ANTENA ULTRA WIDEBAND

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA CO-PLANAR DENGAN METODE BAND GAP UNTUK PENINGKATAN BANDWIDTH PADA FREKUENSI S-BAND

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT

PENGARUH JARAK ANTAR ELEMEN PADA ANTENA SMART YANG MENGGUNAKAN MATRIKS BUTLER

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

SKRIPSI. PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ALFIN HIDAYAT

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH STACKED DUAL-BAND PADA FREKUENSI WiMAX (3,3 GHZ DAN 5,8 GHZ)

Desain Antena Hexagonal Patch Array untuk Peningkatan Gain dan Bandwidth pada Frekuensi 2,4 GHz

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH

Kata Kunci: Antena, CCTV, Crown Patch, Slot Lingkaran II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN. 2.1 Antena Mikrostrip

Karakterisasi Antena Mikrostrip dengan Metode FDTD dalam Substrat FR4 untuk Frekuensi Kerja 2,4 GHz

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

Optimasi Posisi Antena pada UAV Alap-Alap BPPT menggunakan Computer Simulation Technology

RANCANG BANGUN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENGGUNAAN STUB

Bab IV Pemodelan, Simulasi dan Realisasi

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dalam implementasi Passive

ANTENA DUAL-BAND BERBASIS METODE DUALl-SLOT

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP. bahan substrat yang digunakan. Kemudian, menentukan bentuk patch yang

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

Simulasi Pengaruh Kombinasi Slot Horisontal dan Slot Vertikal Pada Antena Microstrip 2.4 GHz

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

Bab II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI. Gbr. 2.1 Grafik Faktor Refleksi Terhadap. Faktor Refleksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Antena merupakan suatu bagian yang mutlak diperlukan dalam sistem

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

STUDI PERANCANGAN SALURAN PENCATU UNTUK ANTENA MIKROSTRIP ARRAY ELEMEN 2X2 DENGAN PENCATUAN APERTURE COUPLED

Desain Antena Helix Dan Loop Pada Frekuensi 2.4 GHz Dan 430 MHz Untuk Perangkat Ground Station Satelit Nano

Bab III Pemodelan, Simulasi dan Realisasi

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB III GROUND PENETRATING RADAR

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

PERANCANGAN FILTER SQUARE LOOP RESONATOR PADA FREKUENSI 2350 MHZ UNTUK APLIKASI SATELIT NANO

Antena Array Mikrostrip Slot Dengan Tuning-Stubs Untuk Ku-Band Electronic Support Measure (ESM)

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 Id paper: SM142

PERANCANGAN ANTENA ARRAY 1 2 RECTANGULAR PATCH DENGAN U-SLOT UNTUK APLIKASI 5G

Perancangan Antena Mikrostrip Planar Monopole dengan Pencatuan Coplanar Waveguide untuk Antena ESM

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB I PENDAHULUAN. Radio Detecting and Ranging (Radar) merupakan salah satu alat yang

Perancangan Antena Metamaterial Berbasis NFRP Pada Frekuensi GPS L1 (1,5754 GHz) Untuk Sistem Transfer daya Nirkabel

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2,3 GHz dan 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI BAHAN PADA PEMBUATAN ANTENA HORN SEKTORAL BIDANG MEDAN LISTRIK (E)

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano

Desain dan Pembuatan Antena Whip Dual-Band pada VHF 144 MHz dan UHF 430 MHz untuk Perangkat Transceiver Portabel

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

geofisika yang cukup popular. Metode ini merupakan metode Nondestructive Test yang banyak digunakan untuk pengamatan dekat

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

ANALISIS PENGARUH UKURAN GROUND PLANE TERHADAP KINERJA ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PADA FREKUENSI 2.45 GHz

PERANCANGAN DAN REALISASI DUAL BAND WILKINSON POWER DIVIDER PADA FREKUENSI 1,27 GHZ DAN 2,3 GHZ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL- BAND ( 2,4 GHz dan 3,3 GHz) DENGAN STUB PADA SALURAN PENCATU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

PERANCANGAN PEMBANGKITAN FREKUENSI GANDA ANTENA MIKROSTRIP SEGITIGA SAMA SISI MENGGUNAKAN TEKNIK SAMBATAN ELEKTROMAGNETIK

BAB II DASAR TEORI. yang dibangkitkan dengan frekuensi yang lain[1]. Filter digunakan untuk

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

Abstrak. Kata Kunci: smart antenna,phase shifter, phase error, return loss, insertion loss. 2.2 Phase Shifter. a. Switched-Line Phase Shifter

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 2 DASAR PERANCANGAN COUPLER. Gambar 2.1 Skema rangkaian directional coupler S S S S. ij ji

PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP DOUBEL BIQUAD PADA FREKUENSI

Transkripsi:

PERANCANGAN DAN SIMULASI SISTEM ANTENA GPR YANG ADAPTIF TERHADAP FOOTPRINT DENGAN METODE FDTD Swardiman Esron W Nainggolan (13204214/ Teknik Telekomunikasi) Program Studi Teknik Elektro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Abstrak - Footprint antena merupakan salah satu parameter yang penting untuk mendapatkan hasil deteksi yang baik dalam survei (GPR). Pada aplikasi GPR, pencitraan radar menjadi lebih baik ketika bentuk dan ukuran footprint sebanding dengan target. Dengan pertimbangan tersebut, ini kami mengusulkan suatu sistem antena GPR yang adaptif terhadap footprint. Sistem antena yang diusulkan berjumlah 9 buah (konfigurasi 3 x 3) antena rolleddipole dengan pembebanan resistif. Pemilihan elemen antena yang aktif akan menentukan footprint yang dihasilkan. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa susunan antena akan adaptif ketika jarak antar feedpoint antena pada arah vertikal maupun horizontal berjarak setengah dari panjang gelombang (λ/2). Kata kunci : antena GPR, footprint, FDTD, antena adaptif. I. Pendahuluan GPR merupakan device yang berguna untuk proses pendeteksian objek yang terkubur di bawah permukaan tanah hingga kedalaman tertentu tanpa perlu dilakukan penggalian tanah. Dengan GPR, berbagai kegiatan atau penelitian untuk mengetahui informasi tentang keadaan di bawah permukaan tanah dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Dalam sistem GPR antena memainkan peran yang sangat penting, karena performansi umum dari GPR yang menggunakan impuls radar sangat ditentukan oleh kemampuan antena untuk meradiasikan impuls ke tanah dengan tingkat loss dan distorsi yang seminimal mungkin. Ini berarti bahwa impuls antena GPR harus mampu meminimalkan late-time ringing. Pembebanan resistif digunakan untuk mengatasi refleksi internal tersebut [1]. Footprint didefinisikan sebagai daerah (bidang) horizontal yang discan antena GPR pada kedalaman tertentu. Untuk mendapatkan hasil penggambaran yang optimal, bentuk dan ukuran footprint harus sebanding dengan target. Jika footprint terlalu besar dibandingkan dengan objek, maka ground clutter juga ikut meningkat. Ground clutter merupakan benda-benda di luar objek pada daerah yang discan antena GPR, yang ikut memantulkan sinyal dari transmitter sehingga dapat mengaburkan penggambaran dari objek. Sebaliknya jika footprint terlalu kecil dibandingkan objek, maka objek akan sulit untuk dideteksi. Umumnya suatu antena memiliki footprint tertentu. Dengan kata lain satu antena akan optimal untuk mendeteksi objek dengan bentuk dan ukuran tertentu saja. Pada kenyataannya, bentuk dan ukuran objek tidak selalu sama. Untuk itu pada aplikasi GPR diperlukan sistem antena yang footprint nya dapat diubah-ubah (adaptif). Untuk menganalisa footprint dan kinerja antena, digunakan pemodelan numerik dengan metode finitedifference time-domain (FDTD) dengan menggunakan software FDTD3D. Pemilihan metode ini dengan pertimbangan bahwa untuk melihat footprint antena perlu diukur nilai puncak-ke-puncak dari bentuk gelombang yang ditransmisikan dalam domain waktu sehingga hasil simulasi yang di dapat langsung dapat di proses untuk melihat footprintnya tanpa perlu dilakukannya transformasi. Keuntungan lain penggunaan FDTD diantaranya : FDTD bekerja efektif pada sistem yang menggunakan pulsa monocycle sebagai sumber eksitasi, kemudian FDTD memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan sifat material pada semua titik di dalam domain simulasi, sehingga antena yang di desain lebih nyata atau realistis [2]. II. Desain Sistem Antena Antena GPR yang diusulkan yaitu antena rolleddipole dengan pembebanan resistif. Penggunaan dipole tak lain adalah karena dipole merupakan merupakan antena yang sering digunakan untuk aplikasi GPR terutama karena kesederhanaannya [3]. Permasalahan utama antena dipole untuk aplikasi ini adalah sifat dasarnya yang narowband, padahal untuk aplikasi GPR dibutuhkan antena dengan karakteristik ultra wideband. Untuk mengatasi hal ini pada lengan antena dilakukan pembebanan resistif (sebut saja lengan ini lengan beban) dengan profil Wu-King untuk mengurangi late-time ringing akibat multiple 1

reflection antara ujung antena dan feedpoint. Untuk mengurangi dimensi panjang dari antena, maka lengan beban di gulung melingkar (rolled) ke bagian atas lengan yang tidak dilakukan pembebanan resistif hingga membentuk seperti spiral seperti yang terlihat pada gambar 3.1 [4]. Garis putus-putus menggambarkan lengan beban, sedangkan celah yang memisahkan garis merupakan tempat pembebanan resistif dengan menyisipkan elemen lumped resistor sesuai dengan profil Wu-King. Dengan menggulung antena, dimensi panjang antena dapat berkurang dengan faktor pengurangan sekitar 4. Sehingga dari sisi ruang, jelas antena yang dirancang menjadi lebih efisien. Dari [5] diketahui bahwa jarak antara feedpoint dengan resistor pertama dipilih sejauh c/( fc ε r) dimana c merupakan kecepatan cahaya, f c merupakan frekuensi tengah pulsa, dan ε r merupakan permitivitas relatif substrat, agar radiasi dari resistor pertama saling menguatkan dengan radiasi dari feedpoint pada arah broadside antena. III. Hasil Simulasi Footprint untuk beberapa konfigurasi pencatuan (x) = 45 cm, dan jarak antar feedpoint vertikal (z) = 40cm. Gambar 3.3 Footprint (dalam db) ketika antena nomor 2,5,8 dicatu Gambar 3.1 Geometri antena rolled-dipole Selanjutnya dibuat 9 buah antena yang identik dengan susunan dan penomoran seperti pada gambar 3.2. Ide dasar dari penelitian ini ialah konfigurasi pengaktifan elemen antena yang berbeda akan menghasilkan footprint yang berbeda. Yang diinginkan ialah semakin banyak elemen antena yang aktif, semakin besar juga footprint yang dihasilkan kemudian footprint juga menyatu (tidak pecah). Namun perlu diteliti jarak antar feedpoint antena pada arah vertikal maupun horizontal agar sistem antena yang dirancang benar-benar adaptif terhadap footprint. Gambar 3.4 Footprint (dalam db) ketika semua antena dicatu 7 8 9 4 5 6 1 2 3 Jarak antar feed point vertikal (z) Y Jarak antar feed point horizontal (x) Z X (Z positif mendekati pembaca) Gambar 3.2 Susunan antena yang diusulkan 2

Footprint untuk beberapa konfigurasi pencatuan (x) = 45cm, dan jarak antar feedpoint vertikal (z) = 15cm. Footprint untuk beberapa konfigurasi pencatuan (x) = 25cm, dan jarak antar feedpoint vertikal (z) = 25cm. Gambar 3.5 Footprint (dalam db) ketika hanya antena nomor 5 yang dicatu. Gambar 3.8 Footprint (dalam db) ketika hanya antena nomor 5 yang dicatu. Gambar 3.6 Footprint (dalam db) ketika hanya antena nomor 2,5,8 yang dicatu. Gambar 3.9 Footprint (dalam db) ketika hanya antena nomor 2,5,8 yang dicatu. Gambar 3.7 Footprint (dalam db) ketika seluruh antena dicatu. Gambar 3.10 Footprint (dalam db) ketika hanya antena nomor 4,5,6 yang dicatu. 3

Gambar 3.11 Footprint (dalam db) ketika seluruh antena dicatu. IV. Analisis Susunan pertama dengan jarak antar feedpoint vertikal 40 cm dan jarak antar feedpoint horizontal 45 cm. Dari gambar 3.3 dapat dilihat bahwa footprint yang dihasilkan akan pecah (tidak menyatu). Hal ini disebabkan karena jarak antar feedpoint vertikal yang terlalu jauh sehingga ketiga antena tersebut (antena 2,5,8 pada gambar 3.11a ) membentuk footprintnya masing-masing. Tentu saja hal ini tidak diingingkan dalam aplikasi GPR, karena dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi target. Demikian juga ketika semua elemen antena aktif, footprint untuk konfigurasi tersebut (gambar 3.4) juga pecah (tidak menyatu). Hal ini juga disebabkan karena jarak antar feedpoint vertikal dan jarak antar feedpoint horizontal yang terlalu jauh sehingga setiap elemen antena yang aktif membentuk footprintnya masing - masing. Dengan demikian susunan tersebut tidak efektif karena footprintnya yang pecah (tidak menyatu), sehingga perlu dicari susunan lain yang footprint nya memenuhi dua syarat yaitu footprint tidak pecah dan adaptif (dengan kata lain semakin banyak elemen antena yang diaktifkan makin besar juga footprint). Dari susunan pertama dapat disimpulkan bahwa jarak antar feedpoint nya terlalu jauh (antar feedpoint vertikal maupun antar feedpoint horizontal) untuk itu untuk susunan berikutnya jarak antar feedpoint vertikal diperkecil menjadi 15 cm, sedangkan jarak antar feedpoint horizontal dibuat tetap 45 cm. Dari gambar 3.5 dan 3.6 dapat dilihat bahwa susunan antena tersebut telah memenuhi syarat pertama yaitu footprint tidak pecah (telah menyatu) tetapi susunan antena masih belum memenuhi syarat kedua yaitu adaptif. Hal ini dapat dijelaskan dari gambar 3.14 dan 3.15, dapat dilihat dari gambar tersebut bahwa semakin banyak elemen antena yang aktif, footprint yang dibentuk akan semakin kecil. Tentunya hal ini tidak diinginkan. Footprint ketika seluruh elemen antena diaktifkan ditunjukkan oleh gambar 3.7. Dari gambar tersebut jelas dilihat bahwa footprint untuk susunan antena tersebut masih pecah. Sama seperti susunan yang pertama, hal tersebut dikarenakan jarak antar feedpoint horizontal yang terlalu jauh sehingga ketiga antena dalam satu kolom yang sama membuat footprintnya masing-masing, tentunya footprint yang seperti ini tidak diinginkan. Perbedaannya dengan susunan yang pertama yaitu pada susunan ini antena pada kolom yang sama footprintnya telah menyatu (berbeda dengan susunanan pertama dimana footprint pada kolom yang sama masih belum menyatu) walaupun sifat adaptif masih belum tercapai, untuk itu perlu dicari lagi susunan lain yang memenuhi kedua syarat di atas. Dari hasil simulasi kedua susunan diatas dapat dianalisis sebagai berikut : dari susunan pertama dapat disimpulkan bahwa jarak antar feedpoint harus lebih kecil dari 40 cm untuk mendapatkan bentuk footprint yang tidak pecah, kemudian dari susunan kedua dapat disimpulkan bahwa jarak antar feedpoint harus lebih besar dari 15 cm agar susunan antena yang dirancang adaptif terhadap footprint atau dengan kata lain semakin banyak elemen antena yang aktif semakin besar juga footprint yang dibentuk. Untuk itu kami mencoba jarak antar feedpoint horizontal maupun vertikal antena sejauh 25 cm. Hasil simulasi untuk beberapa konfigurasi pencatuan ditunjukkan mulai dari gambar 3.8 hingga gambar 3.11. Dari gambar 3.8 dan gambar 3.9 dapat dilihat 2 hal penting : pertama, semakin banyak elemen antena yang aktif footprint yang dibentuk kemudian akan semakin besar, kemudian kedua footprint tidak pecah (sudah menyatu). Dari kedua konfigurasi pencatuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan jarak antar feedpoint vertikal sejauh 25 cm, persyaratan untuk merancang susunan antena yang adaptif terhadap footprint telah dipenuhi. Kedua konfigurasi tersebut hanya untuk mengecek jarak antar feedpoint vertikal antena, selanjutnya perlu diketahui juga jarak antar feedpoint horizontal antena dengan mengaktifkan elemen yang bersebelahan. Dari gambar 3.10 dapat dilihat bahwa footprint yang dibentuk tidak pecah dan ukurannya lebih besar jika dibandingkan dengan footprint ketika elemen antena nomor 5 saja yang diaktifkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan jarak antar feedpoint horizontal sejauh 25 cm, persyaratan untuk merancang susunan antena yang adaptif terhadap footprint telah dipenuhi. Untuk memastikan dapat dilihat pada gambar 3.11. Pada gambar tersebut jelas terlihat bahwa tidak ada footprint yang pecah dan footprint yang dibentuk 4

semakin besar seiring dengan semakin banyaknya elemen antena yang aktif. Dengan demikian susunan antena yang dirancang telah berhasil diadaptasi terhadap footprint, karena dengan semakin banyaknya elemen antena yang aktif semakin besar juga ukuran dari footprintnya dan footprint yang dibentuk juga tidak ada yang pecah. Untuk lebih melihat keadaptifan sistem antena yang dirancang dapat dilihat pada tabel 3.1 yang menunjukkan panjang maksimum footprint pada bidang yang terletak 15 cm dibawah susunan antena pada arah x dan y. Tabel 3.1 Ukuran footprint pada arah x dan y (dalam cm) untuk beberapa konfigurasi pencatuan dengan jarak antar feedpoint vertikal dan feedpoint horizontal=25 cm. Elemen 3 aktif Elemen 2, 5, 8 aktif Elemen 4, 5, 6 aktif Seluruh elemen aktif Level (db) X Y X Y x Y x y 3 10 42 12 60 54 56 68 46 6 22 62 30 95 62 75 76 100 10 37 82 45 116 84 96 96 132 V. Kesimpulan dan Rekomendasi. Dari keseluruhan simulasi di atas diketahui bahwa skenario susunan antena yang adaptif terhadap footprint akan berhasil ketika jarak antar feedpoint horizontal maupun antar feedpoint vertikal antena sejauh 25 cm atau setengah dari panjang gelombang (λ/2). Kinerja susunan antena yang diusulkan juga telah memenuhi standar untuk dilakukan pendeteksian. Dari simulasi diketahui bahwa level ringing untuk setiap konfigurasi pada titik pengamatan yang diletakkan 15 cm pada arah broadside antena lebih kecil dari -40 db (1%). Maka pembebanan resistif dengan profil Wu-King yang diaplikasikan di sepanjang lengan beban berhasil dalam menekan ringing. Level kopling antar antena yang berdekatan juga telah di bawah -40 db (data bentuk gelombang untuk melihat level ringing dan level kopling tidak ditampilkan pada ringkasan ini karena hal tersebut bukanlah fokus dari penelitian ini). meralisasikannya. Dalam artian dengan pemilihan elemen antena yang aktif, dapat diatur ukuran dan bentuk footprint sesai dengan aplikasi yang dibutuhkan. Geometri dan profil pembebanan resistif yang optimum perlu diselidiki lebih lanjut untuk meningkatkan performansi dari antena GPR yang diusulkan, kemudian untuk pendefinisian geometri antena yang terlalu banyak, penggunaan software FDTD3D kurang efisien diantaranya : waktu simulasinya yang akan semakin lama, spesifikasi komputer yang dibutuhkan harus lebih canggih, dan pendefinisian geometri antena pada file input yang akan semakin rumit. Referensi [1]. A.A. Lestari, A.G. Yarovoy, L. P. Ligthart, Adaptive Antenna for Ground Penetrating Radar, Delft University of Technology, The Netherlands. [2]. D.J.Daniels, Ground Penetrating Radar 2 nd edition, The Institution of Electrical Engineers, London, United Kingdom. [3]. TP.Montoya, G.S.Smith, A study of pulse radiation from several broad-band loaded monopoles,iee Trans. Antennas Propagat., vol.44,no.8, pp.1172-1182, Aug.1996-a. [4]. A.A.Lestari,D.Yulian,A.B.Sukmono, E.Bharata, A.G.Yarovoy, and L.P.Ligthart, Rolled Dipole Antenna for Low-resolution GPR, Progress In Electromagnetics Research Symposium 2007, Beijing, China. [5]. A.A. Lestari, A.G. Yarovoy, L.P. Ligthart, RC loaded bow-tie antenna for improved pulse radiation, IEEE Trans. An-tennas Propagat., vol. 52, no. 10, pp. 2555-2563, Oct. 2004. Rekomendasi yang kami sampaikan yang sekiranya dapat membantu dalam pengembangan lanjutan susunan antena GPR yang adaptif terhadap footprint supaya menjadi lebih baik ke depannya diantaranya: Perlu dicari lagi penyusunan antena yang paling optimum dengan aplikasi yang diinginkan sebelum 5