Usman Budi * Staf Pengajar Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

MATERI DAN METODE. Materi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian berlangsung mulai tanggal 23 Juli 2011 sampai dengan 23 Agustus

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Pemberian Probiotik dalam Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan Kambing Kacang

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries

MATERI DAN METODE. Metode

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI. Lokasi dan Waktu

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

MATERI DAN METODE. Materi

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

5 KINERJA REPRODUKSI

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) PADA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

KAMBING ETAWA SEBAGAI PENGHASIL SUSU DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA. (Etawa Goat as A Milk Producer in District of Sleman, Yogyakarta)

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE. Materi. Metode

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

Transkripsi:

Pengaruh Interval Pemerahan Terhadap Aktivitas Seksual Setelah Beranak Pada Kambing Peranakan Etawah The effects of Milking Intervals on Post-Partum Sexual Activity of Etawah Cross-Bredgoats Usman Budi * Staf Pengajar Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Abstract: Research was conducted to study the influence of milking interval of Etawah Cross-bred in post-partum sexual activity in Indonesian Animal Production Research Institute (IANPRI), Ciawi, Bogor and Faculty of Animal Husbandry IPB, Bogor from October, 2000 to May, 2001. 5-7 years of 18 heads of Etawah Cross-bred weregrouped of body weight for threegroups. All samples have received same feed and management. The randomized complete block design was used with there were three treatments, (1) 12 hours of milking interval, (2) 16:8 hours of milking interval, and (3) 24 hours of milking interval. According to data processing, all treatments did not shown significantly difference on concentration of progesterone hormone, post-partum estrous, percentage of pregnant and litter size, however milking interval 16:8 shown inclination faster more than another treatment on post-partum estrous. Feed consumption of etawah cross-bredgoats at all treatments did not also show significantly different. The result of this reseach indicated that no significant effect of milking intervals on post-partum sexual activity of etawah cross-bredgoats. Key words: milking interval, sexual activity, post partum,goat, etawah cross-bred. Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh interval pemerahan terhadap aktivitas seksual setelah beranak kambing Peranakan Etawah (PE) di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor dan Fakultas Peternakan IPB, Bogor dari Bulan Oktober 2000 sampai Mei 2001. Ternak yang digunakan adalah 18 ekor kambing betina PE dengan umur 5-7 tahun, dikelompokkan berdasarkan bobot badan menjadi tiga kelompok. Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok nonfaktorial dengan perlakuan interval pemerahan 12 jam, interval pemerahan 16:8 jam dan interval pemerahan 24 jam. Semua ternak mendapat pakan dan manajemen pemeliharaan yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interval pemerahan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada aktivitas seksual setelah beranak yaitu terhadap kandungan hormon progesteron, berahi setelah beranak, persentase kebuntingan dan jumlah anak sekelahiran, namun demikian interval pemerahan 16:8 menunjukkan kecenderungan lebih cepat dibanding dua perlakuan lainnya terhadap munculnya berahi setelah beranak. Konsumsi pakan kambing PE pada ketiga perlakuan juga tidak berbeda secara statistik. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini mengindikasikan bahwa aktivitas seksual setelah beranak pada kambing PE tidak nyata dipengaruhi oleh interval pemerahan. Kata kunci: interval pemerahan, aktivitas seksual, setelah beranak, kambing, peranakan etawah Pendahuluan Kambing sebagai salah satu ternak, keberadaannya di Indonesia memberikan andil yang cukup besar bagi pendapatan masyarakat utamanya masyarakat peternak kecil. Di samping sebagai penghasil daging dan hasil ikutannya berupa kulit dan pupuk yang sudah memasyarakat, kambing juga berpotensi untuk menghasilkan susu, namun keberadaan dan produksi susu kambing di Indonesia saat ini belum optimal, karena selain belum begitu luas dikonsumsi oleh masyarakat, tata laksana pemerahannya juga belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam upaya meningkatkan produksi susu kambing dan mengetahui tata laksana pemerahan yang baik sehingga 53

Usman Budi: Pengaruh Interval Pemerahan Terhadap Aktivitas Seksual Setelah Beranak... dapat diterapkan di peternakan rakyat, diperlukan suatu cara yang penerapannya tidak sukar dilaksanakan seperti frekuensi pemerahan (interval pemerahan) yang optimal, sehingga dapat diperoleh produksi susu yang optimal yang didukung dengan pakan dan manajemen yang baik. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah ditemukan bahwa jumlah maksimum air susu yang dihasilkan oleh induk dibatasi tidak hanya oleh kesanggupan genetiknya, tetapi juga oleh frekuensi penyusuan dan kesanggupan anak menyusu serta makanan yang dikonsumsi. Berbeda halnya dengan beberapa jenis hewan yang telah banyak diteliti, seperti pada sapi, domba, dan kuda, sejauh ini banyaknya frekuensi pemerahan yang optimal pada kambing belum banyak diketahui. Salah satu bangsa kambing di Indonesia yang diharapkan dapat ditingkatkan produksinya adalah kambing Peranakan Etawah (PE) yaitu bangsa kambing yang diperoleh dari kawin tatar (grading-up) antara kambing asli Indonesia (kambing kacang) dengan kambing Etawah yang didatangkan dari India. Hasil perkawinan dari dua bangsa kambing ini menghasilkan peranakan kambing Etawah yang ciri-ciri dan kemampuan produksinya mendekati sifat-sifat karakteristik kambing Etawah. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interval pemerahan kambing PE terhadap aktivitas seksual setelah beranak yaitu kandungan hormon progesteron di dalam darah, persentase kebuntingan, timbulnya berahi setelah beranak, dan jumlah anak sekelahiran dan bobot lahir. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh interval pemerahan terhadap konsumsi pakan. Bahan dan Metode Materi Penelitian Ternak yang digunakan adalah 18 ekor kambing betina Peranakan Etawah (PE) terpilih dengan bobot badan 35,0 45,2kg dan umur berkisar 5-7 tahun. Kambing PE dipelihara dalam kandang individu dengan ukuran 2 x 1 m 2 dan rumput raja (Penisetum purpureophoides) segar (protein kasar 9,84% dan serat kasar 39,57%), dan konsentrat (protein kasar 19,25% dan serat kasar 10,73%). Proporsi bahan kering hijauan dan konsentrat yang diberikan adalah 30:70. Hijauan diberikan dalam bentuk cacahan sepanjang ± 5 cm. Jumlah pemberian pakan konsentrat adalah sebesar 5% dari bobot hidup berdasarkan bahan kering (NRC, 1975). Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) nonfaktorial, dengan pengelompokkan ternak berdasarkan bobot badan. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini diurutkan dari bobot badan yang paling rendah hingga ke bobot badan yang paling tinggi, selanjutnya dari 18 ekor ternak yang digunakan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot badan sehingga diperoleh tiap kelompok ada 6 ekor ternak. Adapun perlakuan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas tiga perlakuan pemerahan, yaitu pemerahan dengan interval 12 jam (2 kali pemerahan sehari); pemerahan dengan interval 16:8 jam (2 kali pemerahan sehari); dan pemerahan dengan interval 24 jam (1 kali pemerahan sehari). Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah yang diamati, dipelajari dengan sidik ragam dengan model matematik: Y ij = μ + τ i + β j + ε ij Perbedaan antara perlakuan terhadap parameter kuantitatif yang diuji menggunakan analisis sidik ragam (analysis of variance) atas dasar rancangan acak kelompok nonfaktorial menurut Steel dan Torrie (1991) dan jika hasilnya berbeda nyata diadakan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2000 sampai dengan Mei 2001. Dimulai saat ternak bunting 4 bulan atau satu bulan sebelum beranak, ternak dimasukkan ke dalam kandang individu dan diberi pakan yang seragam, yaitu: Hijauan rumput raja yang ditimbang beratnya antara 3-4kg/hari/ekor yang telah dipotong menggunakan alat pemotong rumput dan konsentrat buatan BPT Ciawi sebanyak 800g/hari/ekor. Jumlah pakan yang diberikan dan sisanya ditimbang setiap hari. Dengan cara dikumpulkan dari beberapa sampel harian yang diambil secara acak, rumput dan konsentrat disimpan dan selanjutnya dilakukan analisis kandungan zat makanannya secara analisis proksimat di Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Sebelum penelitian diadakan persiapan ternak dan kandang 54

dibersihkan, tiap petak kandang diberi nomor yang sesuai dengan nomor yang ada pada ternak. Untuk rancangan acak kelompok, masing-masing ternak ditempatkan pada kandang individu dan diberi perlakuan secara acak. Adapun interval pemerahan yang digunakan pada penelitian ini ada tiga, yaitu: (a) Pemerahan yang dilakukan dengan interval selama 12 jam dalam sehari (2 kali pemerahan sehari), yaitu pemerahan dilakukan pada pukul 06.00 Wib dan pukul 18.00 Wib (b) Pemerahan yang dilakukan dengan perbandingan 16:8 jam (2 kali sehari) dalam arti 16 jam interval pemerahan sebelum dilakukan pemerahan pukul 06.00 WIB kemudian 8 jam interval pemerahan sebelum dilakukan pemerahan pukul 14.00 WIB (c) Pemerahan yang dilakukan dengan interval selama 24 jam dalam sehari (1 kali pemerahan sehari), yaitu pada pukul 06.00 WIB. Sampel darah diambil setiap dua minggu pada awal laktasi sampai akhir laktasi dengan alat suntik steril dari vena jugularis sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung gelas yang diberi tutup karet kemudian ditempatkan pada termos berisi es dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar hormon progesteron dengan metode RIA di Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Peubah yang diamati adalah kandungan hormon progesteron di dalam darah, timbulnya berahi setelah beranak, persentase kebuntingan, jumlah anak sekelahiran (litter size), dan bobot lahir anak. Selain itu diukur juga konsumsi pakan. Kandungan hormon progesteron ini diukur setiap dua minggu sekali yang dimulai setelah ternak beranak sampai berakhirnya laktasi pada penelitian ini. Sampel darah 10 ml diambil dari vena jugularis dengan menggunakan alat suntik steril pada pagi hari (Ryley, 1983; Subhagiana, 1998). Sampel darah dimasukkan ke dalam termos es atau wadah berisi es, selama beberapa jam dibiarkan menggumpal. Kemudian serum dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 2500-3000 rpm selama 30 menit di laboratorium. Serum disimpan dalam tabung plastik kecil dalam keadaan beku sampai diadakan analisis hormon progesteron yang diukur dengan metode Radioimmunoassay (RIA) teknik fase padat (Diagnostic Products Corporation, Los Angeles, CA). Timbulnya berahi setelah beranak diamati kira-kira satu minggu setelah ternak beranak dengan cara mengamati tandatanda berahi yang terjadi pada ternak dan melihat tingkah laku ternak tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Prasad (1979) bahwa ditemukan sebanyak 17 ekor induk kembali berahi setelah beranak dalam waktu 5 sampai 20 hari, walaupun beberapa sumber lain menyatakan bahwa timbulnya berahi setelah beranak beragam mulai dari satu sampai tiga bulan ataupun lebih lama lagi. Persentase kebuntingan diamati setelah dihentikan pemerahan (empat bulan setelah beranak) dan setiap ternak dikawinkan sebanyak dua kali menggunakan kambing PE jantan (kawin alam) saat ternak diketahui berahi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara melihat timbul atau tidaknya kembali berahi ternak setelah proses perkawinan tersebut. Persentase kebuntingan diperoleh dari jumlah ternak yang bunting setelah dikawinkan dibagi dengan jumlah ternak yang dikawinkan. Jumlah anak sekelahiran diamati dengan menghitung banyaknya anak yang lahir dari setiap induk yang beranak pada seluruh induk yang diteliti. Bobot lahir ditimbang dengan menimbang bobot anak yang baru lahir per ekor dalam kilogram. Selanjutnya diamati juga jenis kelamin anak yang dilahirkan untuk melihat apakah perlakuan interval pemerahan berpengaruh pada rasio jenis kelamin anak yang dilahirkan. Konsumsi pakan harian dalamg/bk/hari ditentukan dengan cara menimbang pakan yang diberikan per hari dikurangi dengan sisanya, jenis pakan yang digunakan dianalisis kandungan zat makanannya dengan cara mengambil sampel harian untuk analisis proksimat. Pengujian statistik terhadap parameter kuantitatif yang diukur menggunakan analisis sidik ragam atas dasar rancangan acak kelompok nonfaktorial menurut Steel dan Torrie (1991) dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil dan Pembahasan Kandungan Hormon Progesteron di Dalam Darah Kandungan hormon progesteron kambing PE dalam penelitian ini pada perlakuan interval pemerahan 12 jam (IP 12), interval pemerahan 16:8 jam (IP 16:8) dan interval pemerahan 24 jam (IP 24) 55

Usman Budi: Pengaruh Interval Pemerahan Terhadap Aktivitas Seksual Setelah Beranak... masing-masing adalah 0,125 2,4 ng/ml dengan rataan 1,35 ± 0,82 ng/ml, 1,047 2,71 ng/ml dengan rataan 1,75 ± 0,6 ng/ml dan 0,81 3,07 ng/ml dengan rataan 2,08 ± 0,47 ng/ml. Hasil analisis data menunjukkan bahwa interval pemerahan tidak nyata mempengaruhi kandungan hormon progesteron di dalam darah kambing PE. Pola umum kandungan hormon progesteron pada masing-masing perlakuan disajikan pada gambar 1, 2, dan 3. Secara umum, awal pengamatan kandungan hormon progesteron dalam penelitian ini pada masing-masing ternak tidak sama, bervariasi dari 1 14 hari setelah beranak dan selanjutnya diamati setiap dua minggu sekali. Hal ini terjadi karena penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya dan ternak yang digunakan merupakan ternak yang dipakai pada penelitian-penelitian tersebut, sehingga pengamatan kandungan hormon progesteron dengan pengambilan darah pada setiap ternak melanjutkan pengambilan darah pada penelitian sebelumnya. Pada gambar 1 (interval pemerahan 12 jam) dapat dilihat bahwa permulaan terjadinya siklus, dengan terlihat adanya peningkatan kandungan hormon progesteron, bervariasi pada masing-masing ternak yaitu dari 28 81 hari setelah beranak. Pada gambar 1 terlihat ada dua ternak yang tidak menunjukkan siklus dengan tidak terlihatnya peningkatan kandungan hormon progesteron dalam darah yaitu pada grafik keempat dan grafik kelima. Grafik 1 Grafik 2 Grafik 3 Grafik 4 Grafik 5 Grafik 6 Gambar 1. Konsentrasi progesteron secara individual pada IP 12 56

Grafik 1 Grafik 2 Grafik 3 Grafik 4 Grafik 5 Gambar 2. Konsentrasi Progesteron secara Individu pada IP 16:8 Grafik 1 Grafik 2 Grafik 3 Grafik 4 Gambar 3. Konsentrasi Progesteron secara Individu pada IP 24 57

Usman Budi: Pengaruh Interval Pemerahan Terhadap Aktivitas Seksual Setelah Beranak... Pada grafik keempat dari gambar 1, terlihat bahwa jumlah sampel yang diamati hanya empat dari sembilan sampel yang seharusnya ada pada masing-masing ternak dan sampel yang ada hanya terdapat pada minggu-minggu awal pengamatan. Hal ini terjadi karena sampel yang berupa serum darah tidak ada (tumpah) dari tabung sampel, sehingga tidak dapat dijadikan bahan untuk melihat kandungan hormon progesteron. Pada grafik kelima juga tidak terlihat adanya peningkatan kandungan hormon progesteron selama pengamatan. Hal ini terjadi mungkin karena ovulasi tidak terjadi selama pengamatan dan mungkin ovulasi terjadi di luar waktu pengamatan (setelah pengambilan darah tidak lagi dilakukan), sehingga tidak terlihat adanya peningkatan kandungan hormon progesteron. Gambar 2 juga terdapat variasi awal peningkatan kandungan hormon progesteron dalam darah yaitu dari 22 41 hari setelah beranak. Pada gambar ini terlihat bahwa jumlah ternak yang diamati adalah sebanyak lima ekor yang seharusnya enam ekor. Hal ini terjadi karena saat pengambilan sampel, darah yang telah disentrifuge untuk diambil serumnya dimasukkan ke dalam tabung plastik, selanjutnya disimpan di dalam mesin pembeku (freezer). Saat penyimpanan ini, beberapa sampel keluar dari tabung sampel saat serum dalam keadaan beku, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengamati hormon progesteron. Pada gambar 3 juga terdapat variasi awal peningkatan kandungan hormon progesteron yaitu dari 24 43 hari setelah beranak. Pada gambar 4 terlihat bahwa jumlah ternak yang diamati hanya empat ekor. Seperti pada gambar 2 dan gambar 3, bahwa tidak lengkapnya jumlah ternak yang diamati disebabkan keluarnya sampel yang berupa serum pada saat dibekukan di dalam freezerr karena tutup tabung plastik terbuka. Terjadinya variasi awal peningkatan kandungan hormon progesteron pada gambar 1, 2, dan 3 dapat dijadikan pertanda telah terjadinya siklus berahi pada kambing PE dalam penelitian ini mungkin disebabkan adanya variasi saat terjadinya ovulasi setelah berahi pada masing-masing ternak. Dengan terjadinya berahi dan jika diikuti dengan ovulasi terbentuklah corpus luteum (CL). CL merupakan jaringan utama di dalam ovarium yang mensekresikan hormon progesteron ke dalam darah sehingga terjadi peningkatan kandungan hormon progesteron. Sutama et.al. (1997) melaporkan bahwa rataan siklus berahi pada kambing PE adalah 19-24 hari. Berahi Setelah Beranak Data berahi setelah beranak kambing PE dalam penelitian ini pada perlakuan IP 12, IP 16:8 dan IP 24 masingmasing adalah 48.75±21.09, 39.80±5.50 dan 52.25±9.78 hari dengan rataan 46.93±5.24 hari (Tabel 5). Data berahi setelah beranak dalam penelitian ini diperoleh dari data kandungan hormon progesteron pada kambing PE selama penelitian. Hal ini dilakukan karena pengamatan berahi setelah beranak seharusnya dilakukan dengan melihat tandatanda berahi pada ternak secara langsung, namun hasil yang didapat kurang akurat, karena sulitnya melihat tanda-tanda berahi pada ternak yang dipelihara dalam kandang individu. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sutama et.al. (1997) yang melaporkan bahwa terjadinya berahi setelah beranak pada kambing PE terjadi antara 32-103 hari. Kondisi ternak sebelum dan sesudah beranak berpengaruh terhadap aktivitas seksual setelah beranak (Sutama et.al., 1993). Selanjutnya Sutama et.al. (1997) melaporkan bahwa timbulnya berahi setelah beranak pada kambing PE dengan tingkat produsi susu yang berbeda bervariasi antara 32-103 hari. Kecepatan munculnya aktivitas seksual setelah beranak bervariasi diantara bangsa kambing, dan dipengaruhi oleh panjang laktasi dan kondisi pakan yang dikonsumsi. Selanjutnya Riera (1982, 1984); Sutama et.al. (1997) melaporkan bahwa terdapat variasi yang cukup besar terhadap berahi pertama setelah beranak yaitu 5-27 minggu pada kambing di daerah beriklim sedang (temperate zone). Persentase Kebuntingan Persentase kebuntingan (PK) dalam penelitian ini pada perlakuan IP 12, IP 16:8 dan IP 24 masing-masing adalah 33.33%, 16.67%, dan 66.67% (Tabel 5). Dari data tersebut terlihat bahwa perlakuan IP 24 lebih tinggi dari dua perlakuan lainnya. 58

Tabel 5. Rataan Berahi Setelah Beranak, Persentase Kebuntingan, Jumlah Anak Sekelahiran, dan Bobot Lahir Anak Kambing PE Peubah BSB (hari) PK (%) JAS (ekor) BL (kg) Interval Pemerahan (IP) dalam Jam 12 16:8 24 Rataan 39.80±5.50 52.25±9.78 46.93±5.24 16.67 66.67 38.89 1.00 (n=1) 1.75 (n=4) 1.71 2.6 (n=4) 4.4 (n=1) 2.88 48.75±21.09 33.33 2.00 (n=2) 2.83 (n=7) Keterangan: BSB = berahi setelah beranak, n = jumlah sampel yang diamati, PK = persentase kebuntingan, JAS = jumlah anak sekelahiran, BL = bobot lahir anak Perbedaan pada persentase kebuntingan ini diduga bukan karena pengaruh dari perlakuan, namun terjadi karena jumlah sampel yang terlalu sedikit sehingga menimbulkan variasi perbedaan yang mencolok. Terjadinya persentase kebuntingan yang cukup rendah (16.67%) kemungkinan disebabkan kurang telitinya dalam melakukan pengamatan berahi, sehingga pada waktu mengawinkan ternak kurang tepat yang mengakibatkan ternak yang dikawinkan tidak bunting. Menurut Devendra dan Burns (1983); Adiati et.al. (1997) waktu yang terbaik mengawinkan kambing minimal 12 jam setelah timbulnya tanda-tanda berahi pertama. Persentase kebuntingan dalam penelitian ini lebih rendah dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada kambing PE. Adiati et.al. (1997) melaporkan bahwa persentase kebuntingan pada kambing PE berkisar antara 30-100%, Budiarsana et.al. (1999) melaporkan bahwa persentase kebuntingan pada kambing PE dalam penelitiannya antara 37-84.2%, lebih tinggi lagi perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan Sutama et.al. (1997) yang mendapatkan persentase kebuntingan pada kambing PE sebesar 71.4-85.7%. Terjadinya perbedaan hasil-hasil penelitian tersebut, tergantung pada jumlah sampel ternak yang digunakan, kualitas ternak yang dipakai, lokasi (tempat) dilaksanakannya penelitian dan keadaan pakan yang dikonsumsi oleh ternak pada masing-masing penelitian. Jumlah Anak Sekelahiran (litter size) Kambing PE Jumlah anak sekelahiran dalam penelitian ini pada perlakuan IP 12, IP 16:8, dan IP 24 masing-masing adalah 2 ekor, 1 ekor dan 1.75 ekor dengan rataan 1.71 ekor (Tabel 5). Hasil dari penelitian ini lebih tinggi dari laporan Adiati et.al. (1997) yang mendapati rataan jumlah anak sekelahiran sebanyak 1.5 ekor. Demikian juga hasil penelitian Budiarsana et.al. (1999) yang melaporkan bahwa rataan jumlah anak sekelahiran sebanyak 1.46 ekor dan laporan Adiati et.al. (2001) bahwa jumlah anak sekelahiran kambing PE sebanyak 1.65 ekor. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena kambing PE yang digunakan dalam penelitian ini telah berumur sekitar tujuh tahun, sehingga berpeluang untuk menghasilkan jumlah anak sekelahiran lebih banyak dibandingkan dengan kambing PE yang berumur lebih muda. Setiadi et.al. (1997) menyatakan bahwa jumlah anak sekelahiran cenderung meningkat dengan meningkatnya umur induk 2-6 tahun, keadaan ini didukung oleh pengamatan yang dilakukan Sutama et.al. (1995) pada kambing PE betina muda, bahwa jumlah anak sekelahiran sebesar 1.04 ekor. Bobot Lahir Anak Kambing PE Bobot lahir pada penelitian ini pada perlakuan IP 12, IP 16:8, dan IP 24 masingmasing adalah 2.83kg, 2.6kg, dan 4.4kg dengan rataan 2.88kg (Tabel 5). Hasil penelitian ini hampir lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian pada kambing PE sebelumnya. Adiati et.al. (2001) melaporkan bahwa rataan bobot lahir kambing PE seberat 3.74kg dan dengan yang dilaporkan Sutama et.al. (1997) yang menyatakan bahwa bobot lahir kambing PE rata-rata sebesar 3.6kg. Selanjutnya Budiarsana et.al. (1999) mendapatkan rataan bobot lahir kambing PE seberat 3.63kg. Demikian juga halnya dengan penelitian tentang bobot lahir terhadap kambing PE dilakukan oleh Setiadi et.al. (1997), dan Adiati et.al. (1997) yang melaporkan bahwa rataan bobot lahir anak jantan adalah 3.7kg dan 4.0kg sedang anak betina 3.2kg dan 3.5kg dan Adiati et.al. (1999) melaporkan bahwa rataan bobot lahir anak kambing PE bervariasi antara 2.86-3.17kg. Lebih rendahnya rataan bobot lahir 59

Usman Budi: Pengaruh Interval Pemerahan Terhadap Aktivitas Seksual Setelah Beranak... anak kambing PE dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, kemungkinan disebabkan ada induk yang anaknya mati saat dilahirkan dan bobot lahir anak yang lahir tersebut (2 ekor) relatif ringan, sehingga mengurangi rataan bobot lahir anak kambing PE secara keseluruhan dalam penelitian ini. Kemungkinan lain adalah pakan yang diberikan kepada induk yang sedang bunting kurang mencukupi kebutuhannya, sehingga berakibat rendahnya bobot lahir anak. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan kambing PE pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8. Dari hasil analisis data ternyata bahwa interval pemerahan tidak mempengaruhi secara nyata terhadap konsumsi pakan. Namun dari rataan terlihat bahwa konsumsi pakan paling tinggi terdapat pada perlakuan interval pemerahan 24 jam yaitu sebesar 1194.22gBK/hari. Dari data konsumsi pakan diperoleh bahwa konsumsi bahan kering dibandingkan dengan bobot badan pada perlakuan IP 12, IP 16:8, dan IP 24 masing-masing adalah 2.7, 2.85, dan 2.86%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Devendra dan Leroy (1980) bahwa kambing Etawah serta bangsa kambing perah mengkonsumsi bahan kering harian bervariasi dari 2.0 4.7% dari bobot badan atau setara dengan konsumsi sebesar 41.1 131.1g/kg bobot badan 0.75 per hari Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Interval pemerahan 16:8 jam dapat meningkatkan produksi susu 32.82% pada kambing peranakan Etawah dibandingkan dengan interval pemerahan 12 jam. 2. Komposisi susu tidak terpengaruh dengan perlakuan interval pemerahan. 3. Efisiensi produksi susu pada perlakuan interval pemerahan 16:8 jam lebih baik dari dua interval pemerahan lainnya. 4. Aktivitas seksual setelah beranak pada kambing peranakan Etawah tidak terpengaruh dengan perlakuan interval pemerahan. Saran Perlu dilakukan penelitian lain dengan menggunakan kambing-kambing induk peranakan Etawah yang umurnya relatif lebih muda dan jumlah sampel yang cukup, agar responsnya terhadap perlakuan yang diberikan lebih akurat, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil dari penelitian ini dan jika memungkinkan perlu kiranya menambah perlakuan dengan frekuensi pemerahan tiga kali dalam sehari. Daftar Pustaka Adiati, U., Hastono, R. S. G. Sianturi, T. D. Chaniago, dan I. K. Sutama. 1997. Sinkronisasi Berahi Secara Biologis Pada Kambing PE. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner II: 411-416. Devendra, C. and C. B. Mc. Leroy. 1980. Goat and Sheep Production in The Tropics. Intermediate Tropical Agriculture Series. London. New York. Singapore: First Publ. Longmans. Devendra, C. dan M. Burns. 1983. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerjemah IDK Harya Putra. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Maryati, T. dan L. Nunik. 1990. Penentuan Kandungan Hormon Progesteron Dalam Darah dan Susu Pada Ternak Kambing dan Sapi. Risalah Pertemuan Ilmiah Pusat Aplikasi Radio Isotop. BATAN. Jakarta. Ryley, J. W. 1983. Collection of Samples for Laboratory Investigation. In: Dairy Cattle Research Techniques. Edited by J. H. Ternouth. Quensland Dept. of Primary Industries. Brisbane, Australia. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. Ed. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Subhagiana, I. W. 1998. Keadaan Konsentrasi Progesteron dan Estradiol Selama Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jumlah Anak Pada Kambing Peranakan Etawah Pada Tingkat Produksi Susu yang Berbeda. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program 60

Pascasarjana, Program Studi Ilmu Ternak. Sutama, I. K.,.IG.M. Budiarsana, dan Y. Saepudin. 1993. Kinerja Reproduksi sekitar pubertas dan beranak pertama kambing PE. Ilmu dan Peternakan, 8: 9-12. Sutama, I. K., B. Setiadi, I.G.M. Budiarsana dan U. Adiati. 1997. Aktivitas Seksual Setelah Beranak dari Kambing PE Dengan Tingkat Produksi Susu yang Berbeda. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, 18-19 November 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 401-409. 61