RISALAH KETUHANAN DALAM TEOLOGI ISLAM: MENELUSURI PEMIKIRAN FILOSOFIS MUSYA ASY ARI. Imron Rosyadi ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Resensi Buku EKONOMI POLITIK: Peradaban Islam Klasik, karangan Suwarsono Muhammad Oleh: Musa Asy arie

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan tersebar hampir di seluruh nusantara. Amal usaha. perguruan tinggi yang berjumlah 172 buah 1.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

IPTEK, DAN SENI DALAM ISLAM 1. Konsep Ipteks Dalam Islam a. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan Pengetahuan : segala sesuatu yang diketahui manusia

BAB I PENDAHULUAN. 2005, Hlm, 28

BAB IV PEMBAHASAN. segala hal yang akan dijalankan dalam usahanya. dan tidak dapat melihat pasar yang sesungguhnya benar - benar ada.

ج اء ك م ر س ول ن ا ي ب ي ن ل ك م ك ث ير ا م ما ك ن ت م ت خ ف و ن م ن ال ك ت اب و ي ع ف و ع ن ك ث ير ق د ج اء ك م م ن الل ه ن ور و ك ت اب

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk lainnya, oleh karena dia dibekali akal pikiran, dan ilmu. didik dengan segala lingkungan dan sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. secara sistematis dan terencana dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

ALLAH, UNIVERSALITAS, DAN PLURALITAS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ditopang oleh empat

SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

Sebuah hadis mengatakan bahwa shalat

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Kholiq, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. dalam al-qur an dan al-sunah ke dalam diri manusia. Proses tersebut tidak

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH PILIHAN DOA IFTITAH MENURUT PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa:

Pensyarah: Ustazah Nek Mah Bte Batri Master in Islamic Studies Calon PhD- Fiqh Sains & Teknologi Calon PhD -Pendidikan Agama Islam

KYAI DAN POLITIK PRAKTIS

AL QUR AN SEBAGAI PEDOMAN BAGI MANUSIA

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

HALAMAN PERSEMBAHAN. karya tulis ini untuk: Bapak Ibuku yang telah menumbuhkembangkanku. Para Guruku yang telah ikhlas mendidikku

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat adalah orang-orang dewasa, orang-orang yang. dan para pemimpin formal maupun informal.

KONSEP KHAUF DAN RAJÂ AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYÂ ULÛM AL-DÎN SEBAGAI TERAPI TERHADAP GANGGUAN KECEMASAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-quran karena

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. negara akan dapat memasuki era globalisasi ini dengan tegas dan jelas apabila

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang dipeluk mayoritas masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

KOPERASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

PENGGUNAAN STRATEGI PETA KONSEP PADA PEMBELAJARAN FIKIH DI MIN MODEL TAMBAK SIRANG KEC. GAMBUT

Cece Abdulwaly. Diterbitkan oleh: melalui:

BAB 1 PENDAHULUAN. Membaca adalah pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dialakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara. 1 Di atas sudah jelas bahwa pendidikan hendaknya direncanakan agar

BAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285

Islam adalah satu-satunya agama yang haq dan diridhoi Alloh SWT yang. disampaikan melalui nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia agar

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI SHALAT KEPADA SISWA SMAN DI KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahfud Junaedi. Ilmu Pendidikan Islam Filsafat dan pengembangan. (Semarang : Rasail. 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. diantara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. guna meraih bekal-bekal keilmuan untuk keberlangsungan hidupnya. Islam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup secara tepat dimasa akan datang atau dapat juga didefinisikan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai kunci ilmu pengetahuan adalah mata pelajaran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Selain ayat al-qur an juga terdapat sunnah Rasulallah SAW yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

والنظرية الرتبوية اإلسالمية ادلستمد من الكتاب والسنة- أي منتشريع اإلسال م الكلي للوجود اإلنساين وعال قا ته با خلا لق والكوان واحلياة...

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain untuk memberikan informasi dan bahkan dapat merubah sikap,

BAB I. Pendidikan mampu mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik

BAB I PENDAHULUAN. tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa

Nawaqidhul Islam: Matan dan Terjemah Pustakasyabab.blogspot.com

BAB IV ANALISA TAKDIR MENURUT MAUHAMMAD ABDUH DAN AGUS MUSTOFA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern sekarang ini, tuntutan untuk mendapatkan pendidikan

KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

KERJASAMA UMAT BERAGAMA DALAM AL-QUR AN Perspektif Hermenutika Farid Esack

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR PAI SISWA KELAS XI SMAIT ABU BAKAR JOGJAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

PENDIDIKAN JASMANI MENURUT IBNU QAYYIM AL JAUZIYAH SKRIPSI

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SDM (STUDI KASUS DI SD MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS KOTTA BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan

TOLERANSI BERAGAMA MENURUT PANDANGAN HAMKA DAN NURCHOLISH MADJID

Kesadaran Akan Keberadaan. Ahmad Munir

BAB I PENDAHULUAN. Al-Quran adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan utama

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembelajaran. Secara tidak langsung, kualitas instrument. penilaian juga menentukan kualitas pendidikan.

PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup.

UPAYA GURU AQIDAH AKHLAK DALAM MENDISIPLINKAN SISWA DI MAN 2 MODEL BANJARMASIN OLEH ANNISA DAMAYANTI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari bentuk kegiatan muamalah adalah utang-piutang untuk

Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya

BAB I PENDAHULUAN. persaingan di berbagai negara. Dengan bantuan dari berbagai media, pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. samawi lain yang datang sebelumnya. Allah Swt. mewahyukan al-quran kepada

ن أ ح س ن ق و لا م من د ع ا إ ل ى الل ه و ع م ل ص ال ح ا و ق ال إ ن ن ي م ن ال م س ل م ين و م. Menempuh Jalan Dakwah

Transkripsi:

RISALAH KETUHANAN DALAM TEOLOGI ISLAM: MENELUSURI PEMIKIRAN FILOSOFIS MUSYA ASY ARI Imron Rosyadi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448 Email: imronkham40@yahoo.co.id ABSTRAK Tradisi perbincangan tentang Tuhan ini dalam studi keilmuan Islam biasanya dibahas dalam teologi. Di dalam kajian teologi ini, banyak tokoh intelektual mencoba memperbincangkan persoalan-persoalan yang terkait dengan Tuhan, termasuk diantaranya Musa Asy ari yang menjadi kajian dalam makalah ini. Kesimpulan yang didapat dalam kajian pemikiran filosofis konsep ketuhanan dalam teologi Islam versi Musa asy ari adalah eksistensi Diri Tuhan dalam pemikran Musa itu tidak akan bisa dijangkau oleh akal manusia. Mengapa demikian? Oleh karena Diri Tuhan itu Mutlak dan tak terbatas, yang bisa dijangkau oleh manusia adalah wujud eksistensinya yang ada dalam permukaan bumi ini. Itulah relatifitas diri manusia. Dengan demikian, Tuhan yang dikonsepsikan dan dipersepsikan itu bukan Tuhan yang sebenarnya. Diri manusia yang relatif itu dapat melakukan perjumpaan dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual yang diperolehnya, misalnya, ketika melakukan shalat. Dalam perjumpaan melalui shalat itu, yang ditemui sebagai wujud spiritual adalah komitmen kepada ihsan, yaitu kebenaran dan kemanusiaan. Kedua hal ini bukan Tuhan karena itu tidak akan disembah. Semakin manusia itu intens dalam menghampiri Tuhan melalui pengalaman spiritualnya maka semakin luas amal shaleh yang dilakukan. Dalam perspektif ini, peradaban yang muncul ke permukaan bukan perusakan. Kata Kunci: Musya Asy ari, Ketuhanan, spiritual, filosofis 133

Manusia akan selalu berfikir tentang Tuhan, bahkan pemikiran tentang Tuhan itu akan terus berlangsung sepanjang sejarah manusia itu sendiri. Oleh karena itu, aktualitas pemikiran tentang Tuhan tidak akan pernah sirna dalam kehidupan manusia. Dari persepektif ini, menunjukkan bahwa pemikiran tentang Tuhan itu menyimpan misteri, bahkan bisa jadi manusia tidak akan mampu untuk menemukan dan mencapai eksistensi Tuhan itu sendiri. Tradisi perbincangan tentang Tuhan ini dalam studi keilmuan Islam biasanya dibahas dalam teologi. 1 Di dalam kajian teologi ini, banyak tokoh intelektual mencoba untuk memperbincangkan persoalan-persoalan yang terkait dengan Tuhan dengan berbagai perspektif, namun sebanyak tokoh itu pula ditemukan beragam pendapat tentang Tuhan. Dengan berbagai sudut pandang, mungkinkah manusia memperbincangan tentang Tuhan bisa sampai dan menjangkau pada eksistensi Tuhan yanmg sebenarnya? Tuhan yang bersifat Mutlak untuk dijadikan sebagai obyek kajian akan selalu menghadirkan beragam pendapat. Pencarian pemikiran tentang Tuhan ini akan terus berlangsung sepanjang zaman, mulai dari pencarian melalui pengalaman empirik, intuitif, filosofis sampai pada sudut keilmuan, namun hasilnya tetap masih dapat diperdebatkan. Bahkan bisa jadi, Tuhan yang diperbincangan itu bukan Tuhan yang sebenanrnya. Tulisan berikut mencoba untuk menghadirkan eksplorasi filosofis pemikiran Musa Asy ari tentang ketuhanan dalam kajian teologi Islam. Kajian ketuhanan dalam teologi Islam selama ini dirasa masih belum memuaskan, karenanya harus dilakukan kajian terus menerus, khususnya tidak semata dalam tataran ilmu kalam, tetapi perlu dilakukan dalam perspektif filsafat Islam: sunnah Nabi dalam berfikir. 2 1 Dalam kajian teologi Islam atau ilmu kalam, sering persoalan yang dibahas adalah aktifitas dan eksistensi Tuhan secara dogmatis. Dalam pembahasan ini, relasi Tuhan-manusia mendapat porsi yang besar. Perdebatan-perdebatan tentang relasi ini mewarnai kajian-kajian teologi dalam, yang kemudian melahirkan firqah-firqah dalam Islam. Bahasan seperti ini, dapat dibaca dalam, Majid Fakhri, A History of Islamic Philosophy, New York: Colombia University Press, 1970; Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka Salman, 1984; Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UIP, 1986; dsb. 2 Sebetulnya, kegelisahan dan gugatan atas kajian teologi Islam seperti ini tidak hanya dilakukan Musa Asy ari, jauh sebelumnya, misalnya oleh M. Amin Abdullah, mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, telah melakukan gugatan dengan menawarkan kajian secara filosofis. Lihat, M. Amin Abdullah, Agama Masa Depan: Intersubjektif dan Post Dogmatik, dalam Basis, Nomor 05-06, Tahun ke-51, mei-juni 2002. Tulisan Musa Asy ri yang dijadikan rujukan dalam tulisan ini, khususnya karyanya: Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berfikir, Yogyakarta: Lesfi, 1999; Filsafat Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Lesfi, 1999 dan Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam al-quran, Yogyakarta: Lesfi, 1992. 134 SUHUF, Vol. 21, No. 2, Nopember 2009: 133-141

Biografi Singkat Musa Asy ari Musa Asy ari, tokoh yang dikaji pemikirannya ini, dilahirkan di Pekalongan, 31 Disember 1951 lalu. Guru Besar Filsafat Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya sampai kelas dua di perguruan Muhammadiyah Pekajangan. Merasa belum puas atas keilmuan Islam yang diraihnya, Musa kemudian melanjutkan ke Pondok Tremas Pacitan, Jawa Timur, sebuah institusi pendidikan agama yang termasyhur di zamannya. Di Pondok ini, Musa menjadi santri selama 6 tahun. Setelah tamat pendidikan menengahnya, Musa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi lagi, yaitu IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Fakultas yang dipilih adalah jurusan filsafat yang kemudian kesarjanannya dapat ditempuh pada tahun 1977. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1983, Musa secara resmi menjadi staf pengajar pada Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada tahun 1991, Musa meraih gelar doktor di IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekarang, ia menjadi Guru Besar bidang filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Perhatian dan minatnya yang dalam pada filsafat menjadikan para koleganya terhegemoni, sehingga pada tahun 1983-1989, Musa Asy ari diminta menjadi Kepala Pusat Studi Filsafat dan Kebudayaan Islam IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Atas prestasi akademiknya, Musa memangku beberapa jabatan di luar akademik, misalnya, Ketua Umum Koperasi Batur Jaya, periode 1990-1992, Direktur Utama PT. Sankyo Kurnia Indonesia (patungan pengecoran logam dengan jepang), Direktur Utama PT. Baja Kurnia, dan ketua bidang industri kecil APLINDO (Asosiai Pengecoran Logam Indonesia). 3 Ragam Pemikiran Ketuhanan Dalam Penilaian Musa Sejak zaman Yunani, orang-orang telah memikirkan persoalan ketuhanan ini. Hal ini dapat dilihat dari pemikiran mereka tentang dinamika kehidupan dunia ini. Dalam perspektif pemikiran mereka, eksistensi dunia yang beragam ini tentu ada yang menggerakkan, bahkan diyakini ada asal usul kejadian dari semua yang ada ini. Dalam pemikiran mereka, Tuhan itulah sebagai asal muasal dunia ini berasal. 4 Dalam perkembangan selanjutnya, Tuhan diidenfikasikan sebagai yang menentukan segala kehidupan ini. Pada dataran ini, untuk menggambarkan Tuhan, dibuat simbol-simbol sebagai 3 Riwayat hidup lengkap Musa Asy ai, baca M. Nashruddin Anshory, Potret Kewiraswastaan Musa Asy arie, Jakarta: LP3ES, 1995. 4 Bandingkan dengan Karen Armstrong, A History of God: 4000 Tahun Pengembaraan Manusia Menuju Tuhan, Jakarta: Nizam Press, 2001. 135

cermin dari kekuatan yang menentukan kehidupan ini: Raja, Ilmu pengetahuan, ideologi, berhala-berhala, uang dan sebagainya. Menariknya, semua simbol ini dianggap sebagai Tuhan karena fungsi sosialnya. Karena itu, mereka mempertuhankan simbol-simbol tersebut. Semua dijadikan sebagai tujuan hidup. Dengan demikian, simbol-simbol tersebut memerankan fungsi sosial Tuhan. Begitulah konsepsi ketuhanan mereka. Apakah konsep-konsep mengenai Tuhan seperti yang dikenal dalam perkembangan pemikiran manusia itu adalah Tuhan dalam pengertian yang sesungguhnya, atau yang dipertuhan saja? Bukankan itu Tuhan dalam konsepsi manusia saja, yang bisa jadi salah, hanya dugaan dan bisa jadi memang bukan Tuhan. Jika Tuhan memang tidak bisa ditangkap oleh pemikiran manusia, maka bukan berarti bahwa Tuhan itu tidak ada. Tuhan yang dikonsepsikan dan dipersepsi itu berarti tidak layak untuk disembah dan mengabdikan kepadanya. Dengan demikian, mempertuhankan sesuatu yang bukan Tuhan bisa membawa dan menjatuhkan manusia kepada derajat dan martabat yang lebih rendah dan itu bisa dikategorikan sebagai memperse-kutukan-nya, yang itu dilarang oleh agama. 5 Agama sendiri membentuk persepsi tentang Tuhan, dan bukan konsepsi tentang Tuhan. Persepsi tentang Tuhan itu diperoleh melalui praktik menjalankan tata cara peribadatan kepada Tuhan, yang diatur secara detail dan operasional oleh agama. Melalui institusi lembaga agama ini seorang pemeluk agama diharapkan mempunyai persepsi tentang Tuhan yang disembahnya itu. Persepsi tentang Tuhan yang dibentuk agama ini, 6 akan sangat tergantung bagaimana ajaran tentang Tuhan itu dikemas oleh suatu agama. Jika Tuhan diajarkan sebagai Yang Maha Kuasa maka dengan sendirinya maka manusia menempatkan dirinya yang berlawanan yaitu yang maha lemah. Dalam persepsi yang demikian, pengalaman bertuhan yang diperoleh dalam ritus selalu membentuk dan melahirkan pola perilaku keagamaan yang dipengaruhi oleh persepsinya tentang Tuhan. Jika persepsi tentang Tuhan sebagai Yang Maha Pedih siksaan-nya, maka akan melahirkan pola perilaku beragama yang berorientasi pada pahala dalam rangka untuk menghindari kepedihan siksanya. Sebaliknya, persepsi tentang Tuhan sebagai Yang Maha Kasih Sayang, akan melahirkan pola beragama yang selalu ingin menerima kasih sayang dari- Nya. 7 Di sini motif beragama bukan untuk 5 Di dalam al-quran, banyak dijumpai kecamanan terhadap perilaku syirik ini, ia termasuk perbuatan doa besar dan tidak diampuni oleh Allah. 6 Dalam Islam, Tuhan memiliki sifat dan 99 nama, atau biasa disebut dengan al-asma al-husna. 7 Penggambaran Tuhan seperti ini sering dijumpai dalam pengajaran tauhid di lembaga-lembaga pendidikan, baik di pesantren maupun di lembaga pendidikan keagamaan lainnya. 136 SUHUF, Vol. 21, No. 2, Nopember 2009: 133-141

mencari pahala, tetapi ingin bertemu dengannya. Pola seperti ini biasanya dilakukan oleh seorang sufi. Berdasarkan uraikan di atas, kemasan pemeluk agama menjadi penting dalam melahirkan persepsi tentang Tuhan. 8 Padahal bisa jadi persepsi tentang Tuhan yang demikian itu bukan Tuhan yang sebenarnya oleh karena persepsi sangat terbatas, situasional dan dipengaruhui oleh keadaan kualitas masing-masing pribadi pemeluk agama, sifatnya sangat subyektif dan relatif. Persepsi tentang Tuhan yang dikemas dan diajarkan dalam agama, memang dibangun atas dasar wahyu Tuhan sendiri melalui pemahaman teksteks dalam kitab suci, dan juga dipraktikkan dalam pengalaman berhubungn dengan Tuhan, misalnya, dalam upacara peribadatan sehingga memperoleh landasan yang lebih kuat daripada pnsepsi tentang Tuhan yang dibangun oleh pemikiran filsafat. Tetapi bila peribadatan itu berhenti sampai pada bentuk formalisme semata, pada ritus saja, maka pengalaman penyatuan dalam dinamika kegaiban Ilahi itu tidak akan tercapai dan membuat persepsinya tentang Tuhan hanya sebatas persepsi yang kosong, hanya persepsi tentang nama, ia hanya menyembah sebuah nama yang formal, tidak mendalam, tidak berbobot dan tidak substansial. 9 Dalam dataran ini, isi kesadaran ketuhanan yang dibangun oleh agama yang sama, pada masing-masing pemeluk agama yang sama pula bisa terjadi isi kesadaran ketuhanannya juga berlainan. Dilihat dari kita suci, nabi dan sebutan nama Allah, seorang muslim yang sufi sama dengan seorang muslim yang fikih, tapi isi kesadaran yang ada di kepala si sufi dan si fakih mengenai Allah itu masing-masing bisa berlainan. Apakah persepsi seperti itu berarti berbeda, dan menyembah persepsinya tentang Tuhan bukan Tuhan yang sebenarnya? Allah mengehendaki adanya pluralitas dalam kehidupan masyarakat karena jika Allah menghendaki hanya ada satu umat saja tentu sangat mudah bagi Allah untuk mewujudkannya. Pluralitas ini bisa kita pakai untuk melihat konflik agama dewasa ini bahwa konflik antar agama itu terjadi tidak pada sumber ajaran agama yang pada hakikatnya berasal dari Tuhan yang satu, namun konflik itu muncul karena perspepsi dan interpretasi yang berbeda mengenai agama. Perbedaan persepsi dan interpretasi ini diperkuat dengan perjalanan agama itu sendiri yang muncul dalam 8 Menurut para pengamat, konflik horizontal antar agama di era Indonesia kontemporer ini, salah satunya disebabkan karena kemasan agama ini dalam menafsirkan tentang Tuhannya. Pada tahap ini, pemahaman tentang Tuhan masih didekati dalam sudut pandang ilmu kalam. 9 Bandingkan dengan Syu ba Asa, Ritualisme Islam dan Etika Sosial, dalam Budhy Munawar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1994, h. 483-493. 137

wajah historis, kultural dan bahasa yang berbeda. 10 Membangun ketuhanan pada diri dalam Islam, misalnya, bisa dilakukan melalui shalat. Melalui institusi keagamaan ini iman dibangun secara intens. Untuk dapat melakukan upaya penghampiran dengan Tuhan, seseorang harus memahami isi bacaan yang dibaca dalam shalat, oleh karena, bacaan tersebut merupakan media dialog dengan Tuhan. Dengan cara demikian, pembebasan dapat mewujud dalam diri orang yang melakukan. Selanjutnya, dari pembebasan itu, membersihkan manusia dari pemikiran, perilaku dan keyakinan yang benar. 11 Pengalaman komunikasi dalam shalat di atas, dengan sendirinya dapat melahirkan konsepsi dan persepsi tentang Tuhan. Melalui pengalaman spiritual ini secara relatif mewujud perilaku dan komitmen moral sebagai dasar pijakan dalam melakukan tindakan sosialnya. Di dalam pengalaman spiritualnya tersebut, persepsi dan konsepsi tentang ketuhanan bukan Tuhan oleh karena itu, tidak akan disembahnya. Persepsinya tentang Tuhan akan terus mengalami perubahan, tidak dimutlakan dan akan semakin kaya oleh semakin banyaknya pengalaman spiritualnya yang masih akan dijalaninya dan berlanjut. Berkomunikasi dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual dimungkinkan karena Tuhan memiliki Nafs, Keakuan, Ego yang bersifat Mutlak, sedangkan manusia adalah nafs, keakuan dan ego yang tidak mutlak sehingga pengalaman spiritual dapat dilakukan oleh dua nafs. Semua itu berlangsung melalui perjalanan Nafs Mutlak pada ayat-ayat-nya yang tertangkap, terserap dalam dimensi spiritualnya. Di samping itu, pertemuan dua nafs di atas, dapat terlaksana karena ada kehendak dari dua nafs itu sendiri. Pada Diri Tuhan itu sendiri telah mewajibkan Dirinya untuk memberikan Rahmat. Pengalaman spiritualnya mengharuskan secara aktif kreatif dan aktual melalui keterlibatan dalam pemihakan pada kebenaran dan kemanusiaan (ihsan 12 ). Pengalaman iman dalam proses komunikasi dan dialog dari dua nafs, pada hakikatnya merupakan proses pencerahan bagi diri yang terbata, dan melalui proses pencerahan diri itu, ia memasuki dalam dan menjadi cahaya kebenaran itu sendiri. Di dalam konsep diri, nafs manusia tidak statis tetapi dinamis, bukan kata benda tetapi kata kerja, bukan materi tetapi form dan dinamikanya berbeda dalam rangkaian eksistensi dirinya melalui perbuatan dan karya kreatifnya. Karena Diri yang Mutlak itu bersifat Mutlak, maka tidak ada yang dapat melawan dan menghalangi eksistensinya bekerja. 10 Lihat M. Amin Abdullah, Agama Masa Depan. 11 Lihat Q.S. 29: 45 dan (29: 45) 138 SUHUF, Vol. 21, No. 2, Nopember 2009: 133-141

Sedangkan eksistensi diri manusia akan saling berhadapan dengan eksistensi sesamanya, terhalang dan terjadi konflik eksistensial. Berhadapan dengan eksistensi Diri Yang Mutlak, diri manusia seharusnya menyelaraskan diri secara kreatif dalam proses penciptaan, dan pada tahap ini terjadi kerjasama eksistensial antara Diri Yang Mutlak dengan diri manusia berupa peradaban dan kebudayaan. Dalam proses ini, moralitas agama menjadi penting karena bisa jadi akan melahirkan kerusakan di muka bumi, ini menunjukkan indikasi merusak wujud eksistensi Tuhan. Perbuatan manusia yang merusak wujud penjelmaan eksistensi Tuhan pada hakikatnya merusak diri manusia sendiri karena manusia juga bagian dari eksistensi-nya, sehingga perbuatan yang merusak itu menumbuhkan ketidakseimbangan kosmik, dan manusia terkena dampaknya karena manusia itu menggantungkan hidupnya kepada wujud eksistensi-nya. 13 Denga demikian, lapangan perjumpaan dengan Tuhan amat luas, bukan hanya dalam ibadah mahdhah tetapi juga dilakukan dalam lapangan kegiatan kreatif atau amal shaleh yang amat luas. Dengan kata lain, semua bentuk peradaban dan kebudayaan dapat menjadi wacana proses komunikasi dan dialog kreatif dengan Tuhan dan karenanya menjadi wujud ibadah seseorang kepada Tuhannya, bahkan menjadi saat-saat perjumpaan yang mencerahkan kreatifitasnya. 14 Ciptaan Allah tidak seperti cetakan yang sudah selesai, yang tidak bisa diubah lagi, akan tetapi dalam ciptaan- Nya, Allah memberikan ruang bagi manusia untuk mewujudkan eksistensinya melalui kemampuan kreatifnya. Dalam ciptaan Allah selalu tyerkandung di dalamnya potensi dan manfaat yang benar bagi orang yang menggunakan akalnya, yang dapat digali, diolah, direkayasa dan dikembangkan untuk kesejahteraan kehidupan manusia. 15 Tidak ada hidup dan kehidupan di luar Tuhan, tidak ada ruang dan waktu di luar Tuhan, hidup dan kehidupan pada hakikatnya hanya ada dalam Tuhan. Di manapun dan ke manapun berpijak, 12 Pengertian ihsan ini dijelaskan dalam hadis: ع ن ا ب ي ه ر ي ر ة قا ل كا ن الن ب ي ص لى ال له ع لي ه و س ل م قا ل... م ا ا لا ح س ا ن قا ل ا ن ت ع ب د ال له ك ا ن ك ت ر اه فا ن لم ت كن ت ر اه فا ن ه ي ر اك..(رواه البخارى) 13 Al-Quran menyebutkan bahwa kerusakan wujud eksistensi Tuhan di dunia ini akibat ulah manusia sendiri: 14 Kehadiran manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah dan hamba Allah. Sebagai khalifah, manusia memiliki kemampuan kreatif dalam mengelola bumi ini, sedangkan sebagai hamba Allah, ia harus tunduk pada aturan Allah, sehingga kehambaannya dapat dijadikan panduan moral dalam menjalankan fungsi kekhalihannya. 15 Al-Quran menyatakan bahwa kehadiran manusia di bumi ini untuk mensejahterakan: 139

maka itu adalah bumi Tunan. Konsep teologi Islam adalah tauhid. Di dalam Islam, konsep teologi atau akidah sesungguhnya menjadi dasar dari system ajaran itu sendiri. Teologi tauhid pada dasarnya menegaskan bahwa Tuhan itu tunggal, tidak terbagibagi, berfungsi untuk menunggalkan keanekaragaman ciptaan-nya dan Tuhan itu sendiri satu, tetapi tidak arti awal bilangan, karena Tuhan menjadi awal dan akhir kembalinya segala sesuatu yang diciptakan-nya dan semuanya dalam kesatuan Dirinya. Itu yang disebut dengan tauhid itu. Penutup Untuk memberikan kata akhir dari perbincangan ini, perlu disarikan dari paparan yang telah dikemukan tentang pemikiran filosofis konsep ketuhanan dalam teologi Islam versi Musa asy ari, bahwa eksistensi Diri Tuhan dalam pemikran Musa itu tidak akan bisa dijangkau oleh akal manusia. Mengapa demikian? Oleh karena Diri Tuhan itu Mutlak dan tak terbatas, yang bisa dijangkau oleh manusia adalah wujud eksistensi-nya yang ada dalam permukaan bumi ini. Itulah relatifitas diri manusia. Dengan demikian, Tuhan yang dikonsepsikan dan dipersepsikan itu bukan Tuhan yang sebenarnya. Diri manusia yang relatif itu dapat melakukan perjumpaan dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual yang diperolehnya, misalnya, ketika melakukan shalat. Dalam perjumpaan melalui shalat itu, yang ditemui sebagai wujud spiritual adalah komitmen kepada ihsan, yaitu kebenaran dan kemanusiaan. Kedua hal ini bukan Tuhan karena itu tidak akan disembah. Semakin manusia itu intens dalam menghampiri Tuhan melalui pengalaman spiritualnya maka semakin luas amal shaleh yang dilakukan. Dalam perspektif ini, peradaban yang muncul ke permukaan pasti bukan perusakan. Agaknya, apa yang dikemukan Musa dapat menguarai konflik-konflik antar agama yang diakibatkan oleh klaimklaim teologis pemeluk agama terhadap Tuhannya. Tuhan yang diklaim sebagai Tuhan oleh berbagai pemeluk agama itu hanya sebatas persepsi mereka tentang Tuhan, karenanya bukan Tuhan yang sebenarnya. Namun, Musa tampaknya tidak menjelaskan bahwa konflik selama ini justru muncul dari pemahaman pemeluk agama atas teks kitab suci yang menurut keyakinan pemeluknya berasl dari Nya. Di sini, metodologi pemahaman atas teks kitab suci menjadi sangat penting untuk dimiliki. Dalam kajian-kajian Musa, ia tidak menyebutkan penawaran secara metodologis pemahaman atas teks yang secara dhahir kadang nampak bertentangan dengan realitas kehidupan itu. Barangkali persoalan teknis metodologis ini bukan tugas Musa, ia hanya memberikan pemikiran-pemikiran filosofis bahwa klaim-klaim ekstrim pada tingkat tertentu, meski berasal dari kitab suci, itu bisa memposisikan sederajat dengan 140 SUHUF, Vol. 21, No. 2, 2 Nopember 2009: 133-141

Tuhan, yang seharusnya ketuhananan sesorang itu adalah pada komitmen kebenaran dan kemusiaan. Dengan demikian, tauhid yang benar dalam pemikiran Musa adalah transformatif, kreatif dan aktual, baik dalam lisan, pemikiran, keyakinan dan tindakan praksis. Wallah A lam bi al-shawab. DAFTAR PUSTAKA Fazlur Rahman.1984. Islam. Bandung: Pustaka Salman. Harun Nasution. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UIP. Karen Armstrong. 2001. A History of God: 4000 Tahun Pengembaraan Manusia Menuju Tuhan. Jakarta: Nizam Press. M. Amin Abdullah. Agama Masa Depan: Intersubjektif dan Post Dogmatik. dalam Basis, Nomor 05-06, Tahun ke-51, mei-juni 2002. M. Nashruddin Anshory. 1995. Potret Kewiraswastaan Musa Asy arie. Jakarta: LP3ES. Majid Fakhri. 1970. A History of Islamic Philosophy. New York: Colombia University Press. Musa Asy ri. 1999. Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berfikir. Yogyakarta: Lesfi..1992. Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam al-quran. Yogyakarta: Lesfi..1999. Filsafat Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Lesfi. Syu ba Asa. Ritualisme Islam dan Etika Sosial. dalam Budhy Munawar Rahman. 1994. Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. 141