2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penyakit trombosis

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Lampiran 1 Rancangan penelitian

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia

Mekanisme Pembekuan Darah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

Hasil dan Pembahasan

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Asam Amino dan Protein

HASIL DAN PEMBAHASAN

BIOMOLEKUL II PROTEIN

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

makalah pembekuan darah

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 60-80% dari berat

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

4 Hasil dan Pembahasan

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

4 Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

Pemisahan dengan Pengendapan

Protein. Kuliah Biokimia ke-3 PROTEIN

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

PENGARUH METODE PENGERINGAN TERHADAP AKTIVITAS ENZIM FIBRINOLITIK CACING Lumbricus rubellus EKO SETIAWAN

4 Hasil dan Pembahasan

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI

ENZIM DAN APLIKASI MEDIS

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah bagian dari tubuh yang berbentuk cair dengan jumlah %

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

R E A K S I U J I P R O T E I N

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

Karakterisasi Enzim Fibrinolitik dari Cacing Tanah Perionyx excavatus

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

protein PROTEIN BERASAL DARI BAHASA YUNANI PROTOS THAT MEAN THE PRIME IMPORTANCE

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

MAKALAH ASAM AMINO. (Tugas Biokimia) Oleh : Nurul Cahyani

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

Asam Amino, Peptida dan Protein. Oleh Zaenal Arifin S.Kep.Ns.M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

Pertukaran cairan tubuh sehari-hari (antar kompartemen) Keseimbangan cairan dan elektrolit:

PEMERIKSAAN KADAR TOTAL PROTEIN

Transkripsi:

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit trombosis Hemostasis merupakan peristiwa penghentian pendarahan akibat gumpalan darah yang terjadi di sekitar pembuluh darah yang rusak. Sedangkan trombosis merupakan peristiwa yang terjadi ketika endotelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau robek. Peristiwa trombosis ini mencakup proses pembekuan darah (koagulasi) yang melibatkan pembuluh darah, trombosit, dan protein plasma penyebab pembekuan darah maupun pelarutan bekuan darah. Hemostasis dan trombosis memiliki tiga fase yang sama, yaitu: (1) Pengaktifan trombosit oleh trombin membentuk agregrat trombosit sementara yang dalam hemostatis disebut sumbat hemostatik dan dalam trombosis dikenal sebagai trombus; (2) Pembentukan jaring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatik atau thrombus yang lebih stabil; dan (3) Pelarutan sebagian atau keseluruhan agregrat hemostatik atau trombus oleh plasmin (Murray et al., 1992). Trombosis telah menjadi penyebab kegawatan medis yang serius. Penyakit trombosis berlangsung ketika tubuh mengalami ketidakseimbangan proses pembekuan darah dan pencairannya kembali. Penyakit trombosis yang banyak dikenal diantaranya adalah cerebral stroke, myocardial infarction, venous thromboembolism, dan hemofilia. Penyakit trombosis pada pembuluh arteri jantung merupakan penyebab utama kematian di banyak bagian dunia. Stroke merupakan salah satu penyakit trombosis akibat pendarahan di otak. Pendarahan ini menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak yang mengakifkan trombin untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin ini mengakibatkan pembekuan darah di pembuluh yang rusak. Pada penderita penyakit stroke, tubuh tidak dapat mencairkan gumpalan darah yang sudah terjadi sehingga aliran darah dan nutrisi pada otak terhenti.

Penanganan terhadap penyakit stroke sudah banyak dilakukan dalam bentuk pemberian aktivator agen-agen pencairan darah (fibrinolisis) diantaranya adalah: (1) t-pa, protease serin yang merupakan aktivator alami dalam tubuh; (2) u-pa yang zat diisolasi dari urine. u- PA yang disintesis oleh tipe sel seperti monosit/makrofag, fibroblast, dan sel-sel epitel merupakan prazat aktivator sekunder plasminogen; dan (3) streptokinase, aktivator plasminogen yang dihasilkan oleh bakteri Streptococci. Biasanya, jumlah plasmin yang diaktifkan oleh streptokinase melebihi kapasitas α2-antiplasmin yang bersirkulasi di dalam darah sehingga menyebabkan fibrin terurai dan juga mengakibatkan perdarahan saat dilakukan terapi fibrinolitik. Tabel 2.1 memperlihatkan perbandingan antara t-pa dan streptokinase dipandang sebagai preparat trombolitik. Tabel 2.1 Perbandingan beberapa sifat streptokinase dan t-pa SK t-pa Selektif untuk bekuan fibrin + Menurunkan kematian + + Menimbulkan reaksi alergi + Menyebabkan hipotensi + Biaya untuk tiap perawatan $ 400 $ 2.900 Sumber Webb and Thompson, 1992. SK adalah streptokinase, dan t-pa adalah aktivator plasminogen jaringan. Biaya perawatan dalam mata uang dolar Kanada. Dari data di atas tampak bahwa kelemahan dari agen trombolitik yang digunakan saat ini yaitu biaya pengobatan mahal dan efek samping dari penggunaan obat. Namun, kini tersedia obat antitrombosis lain yang dapat digunakan untuk alternatif pengobatan. Obat-obat ini merupakan golongan enzim fibrinolitik yang diisolasi dari berbagai jenis makhluk hidup seperti lalat (Ahn et al., 2005), ular (Bolger, 2001), dan cacing tanah (Mihara, 1991; Nakajima,1993) yang memiliki efek samping yang rendah dan harga yang murah. 4

2.1.1 Mekanisme pembekuan darah Terdapat dua faktor yang menyebabkan pembekuan darah yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respon terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Sedangkan lintasan instrinsik terjadi karena pengaruh dari protein kolagen dan kalikrein di dalam tubuh (Bhagavan, 2002). Lintasan ekstrinsik dan instrinsik menyatu dalam lintasan akhir yang sama yaitu pengaktifan protrombin menjadi trombin (Gambar 2.1). Gambar 2.1 Proses pembekuan darah 5

Lintasan intrinsik, ekstrinsik, dan lintasan terakhir melibatkan banyak macam protein (Tabel 2.2) yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: zimogen protease, kofaktor, fibrinogen, transglutaminase, dan protein pengatur. Tabel 2.2 Faktor pembekuan darah, nama umum, dan fungsi Kategori dan faktor Nama umum Fungsi Zimogen protease serin Faktor XII Faktor Hageman Terikat dengan permukaan negatif pada tempat pembuluh darah yang mengalami cedera; diaktifkan oleh kinogen dan kalikrein Faktor XI Plasma Thromboplastin Diaktifkan oleh faktor XIIa Antecedent (PTA) Faktor X Faktor Stuart-power Diaktifkan pada permukaan trombosit aktif oleh kompleks tenase (Ca 2+, faktor VIIa dan IXa) dan oleh faktor VIIa dengan adanya faktor jaringan dan Ca 2+ Faktor IX Faktor antihemofilia B, Diaktifkan oleh faktor XIa dengan Christmas, komponen adanya Ca 2+ tromboplastin plasma (PTC) Faktor VII Prokonventin, unsur Diaktifkan oleh trombin dengan akselerator konversi adanya Ca 2+ protrombin serum (SPCA), kotromboplastin Faktor II Protrombin Diaktifkan pada permukaan trombosit aktif oleh kompleks protrombinase Kofaktor Faktor VIII Antihemofilia A, globulin antihemofilia (AHG) Faktor VI Proacelerin, faktor labil, unsur globulin akselerator atau (Ac-) Faktor III Faktor jaringan, Ca 2+ faktor-faktor ini biasanya tidak disebut sebagai faktor pembekuan Diaktifkan oleh trombin; faktor VIIIa merupakan kofaktor dalam aktrivasi faktor X oleh faktor IXa Diaktifkan oleh trombin; faktor VIa merupakan kofaktor dalam aktivasi protrombin oleh faktor Xa Glikoprotein yang diekspresikan pada permukaan sel endotel yang cedera atau distimulasi untuk bekerja sebagai kofaktor bagi faktor VIIa Fibrinogen Faktor I Fibrinogen Dipecahkan oleh trombin untuk membentuk bekuan fibrin Transglutaminase yang bergantung-tiol Faktor XIII Faktor penstabil fibrin (FSF), fibrinoligase Protein pengatur dan protein lain Diaktifkan oleh trombin dengan adanya Ca 2+ ; menstabilkan bekuan fibrin melalui ikatan silang kovalen 6

Protein C Diaktifkan menjadi protein Ca dengan pengikatan trombin menjadi trombomodulin; kemudian memecahkan faktor VIIIa dan Va Protein S Bekerja sebagai kofaktor protein C; baik protein yang mengandung residu Gla (γ-karboksiglutamat) Trombomodulin Protein pada permukaan sel endotel mengikat trombin yang kemudian mengaktifkan protein C Sumber Murray et al.,1992. Proses pembekuan darah ini merupakan mekanisme bertingkat yang melibatkan kesinambungan pengaktifan faktor yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap terakhir trombin akan mengubah fibrinogen menjadi serat fibrin yang dapat menjaring platelet trombosit, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk bekuan darah. Fibrinogen (340 kda) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut, terdiri atas tiga pasang rantai polipeptida nonidentik, pada kedua rantainya terdapat fibrinopeptida yang mengandung muatan negatif berlebihan yang turut memberikan sifat dapat larut. Benang fibrin merupakan produk degradasi fibrinogen oleh trombin, yang masih memiliki 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Trombin menghidrolisis empat ikatan Arg-Gli diantara molekul-molekul fibrinopeptida sehingga memungkinkan monomer fibrin mengadakan agregrasi spontan dengan susunan bergiliran sehingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Polimerisasi fibrin terjadi akibat adanya ikatan hidrogen yang distabilkan oleh ikatan kovalen. 2.1.2 Mekanisme pencairan darah beku Sistem koagulasi dalam tubuh seharusnya mengalami keseimbangan dinamis. Ketika bekuan fibrin terus-menerus dibentuk, maka harus terdapat suatu proses untuk melarutkannya kembali. Proses pelarutan benang-benang fibrin ini disebut fibrinolisis. Komponen penting dalam proses fibrinolisis ini adalah plasmin. Plasmin dalam darah berada dalam bentuk zimogen inaktif, yaitu plasminogen (90 kda). Plasmin merupakan protease serin yang dapat menguraikan benang fibrin dan fibrinogen. Plasmin yang terbentuk dengan jumlah kecil dalam fase cair di bawah kondisi fisiologis akan dihilangkan aktivitasnya dengan cepat oleh inhibitor plasmin, yaitu α 2 -antiplasmin. Pada bekuan darah, plasminogen terikat dengan fibrin, oleh karena itu plasmin yang terbentuk dapat terlindungi dari inhibitornya. Diperlukan zat aktivator untuk mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Berbagai tipe zat aktivator plasminogen ditemukan di sebagian besar jaringan tubuh dan semuanya memutuskan ikatan Arg-Val dalam plasminogen untuk menghasilkan protease serin dua rantai yaitu plasmin. 7

Aktivator plasminogen jaringan (alteplase atau t-pa) merupakan protease serin dengan Mr 72 kda. t-pa dilepas ke dalam sirkulasi darah pada saat luka atau tekanan, dan memiliki sifat katalitik aktif bila terikat dengan fibrin. Setelah terikat dengan fibrin, t-pa memecah plasminogen menjadi plasmin, selanjutnya plasmin mencerna fibrin hingga terbentuk produk degradasi yang dapat larut. Tidak satu pun dari plasmin, plasminogen, dan aktivator plasminogen yang dapat tetap terikat dengan produk penguraian ini sehingga semuanya akan dilepas ke dalam media cair yang kemudian dihilangkan aktivitasnya oleh inhibitor alaminya (Murray, 1992). Proses regulasi pencairan darah beku selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Proses pencairan darah beku 2.2 Enzim fibrinolitik dari cacing tanah Cacing tanah mampu menghasilkan protease yang dapat mendegradasi kasein, gelatin, dan fibrin. Protease ini memiliki aktivitas fibrinolitik yang tinggi karena mampu mendegradasi benang-benang fibrin yang berperan penting dalam pembekuan darah sehingga berpotensi sebagai agen trombolitik. Dibandingkan dengan obat-obatan trombolitik yang sudah ada, enzim fibrinolitik dari cacing tanah memiliki lebih banyak kelebihan seperti: murah, mudah disimpan, dapat digunakan secara oral, tidak beracun, memiliki ketahanan tinggi, dan tidak memiliki efek samping (Mihara et al., 1991; Nakajima et al., 1993). Penelitian enzim fibrinolitik dari cacing tanah L. rubellus pertama kali dilakukan oleh Mihara dan koleganya. Enzim ini kemudian dikenal dengan nama lumbrokinase. Selanjutnya penelitian tentang enzim ini berlanjut pada spesies-spesies cacing tanah yang lain seperti: E. fetida (Yang and Ru, 1997), L. bimastuss (Tao et al., 2005), Pheretima sp (Sahlan, 2002; 8

Hardiany, 2005), dan P. excavatus (Elyani, 2005; Fulyani, 2006). Lumbrokinase kini telah dijual di daerah Jepang dan Korea. 2.2.1 Lumbrokinase Riset mengenai enzim fibrinolitik dari cacing tanah dilakukan oleh Mihara dan koleganya pada 1991. Penelitian ini menghasilkan suatu penemuan berupa adanya protease yang memiliki aktivitas fibrinolitik pada cacing tanah L. rubellus. Enzim ini kemudian diberi nama lumbrokinase sesuai dengan nama genus/marga cacing tanah yang digunakan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nakajima dan koleganya pada tahun 1993 sampai 2003 yang berhasil mengklon gen pengode lumbrokinase untuk mengarakterisasi enzim ini lebih lanjut. Lumbrokinase pada L. rubellus disekresikan di daerah kerongkongan, tembolok, lambung, dan bagian usus depan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya zona bening pada piringan kaya fibrin yang di atasnya diletakan potongan tubuh cacing tanah L. rubellus (Gambar 2.3). Gambar 2.3 Aktivitas fibrinolitik cacing tanah Potongan cacing tanah disimpan diatas piring fibrin yang mengandung plasminogen selama 18 jam pada suhu 37 o C. Sumber: Nakajima et al., 2003 Lumbrokinase merupakan kumpulan protein yang terdiri dari enam buah isoenzim. Enzim homolog yang memiliki aktivitas fibrinolitik pada hasil filtrasi gel tersebut terdiri dari fraksi pertama (F-I) yang terdiri dari 3 subbagian fraksi (F-I-0, F-I-1, F-I-2), fraksi kedua (F-II) dan fraksi yang ketiga (F-III) terdiri dari 2 subbagian F-III-1, F-III-2 (Mihara, 1991). Masing-masing isoenzim merupakan rantai polipeptida tunggal dan bukan termasuk glikoprotein. Keenam isoenzim memiliki berat molekul rata-rata 23 30 kda, dan nilai pi (ph isoelektrik) 3,4 4,85. Keenam fraksi ini diinhibisi oleh inhibitor tripsin kedelai (SBTI) dan 9

diisopropilflorofosfat (DFP), yang menunjukkan bahwa enzim ini termasuk ke dalam kelompok protease serin. Enzim ini memiliki aktivitas kaseinolitik sebaik aktivitas fibrinolitiknya. Dari penelitian terhadap substrat ditunjukkan bahwa fraksi I dapat memotong residu tirosin yang menunjukkan sifat mirip kimotripsin, fraksi III dapat memotong residu arginin dan lisin yang menunjukkan sifat mirip tripsin, sedangkan untuk fraksi kedua (F-II) yang semula diperkirakan tidak memiliki sifat mirip tripsin, kimotripsin, maupun elastase (Mihara, 1991), ternyata mampu memotong residu valin, alanin, glisin, serin, histidin, dan serin yang menunjukkan sifat mirip elastase (Nakajima, 2003). Dibandingkan dengan protease serin yang umum digunakan seperti plasmin dan urokinase, enzim ini memiliki sifat yang sama sekali berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya residu aspartat dan arginin dan sedikitnya residu prolin dan lisin pada keenam isoenzim tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa lumbrokinase termasuk ke dalam alkali protease serin (Mihara, 1991). Kestabilan aktivitas enzim terhadap ph dan suhu dari lumbrokinase dapat diperlihatkan oleh grafik berikut ini (Gambar 2.4 dan Gambar 2.5). Gambar 2.4 Kurva kestabilan enzim pada berbagai suhu dan ph Sumber: Mihara et al., 1991 10

Gambar 2.5 Kurva Aktivitas enzim pada berbagai ph Sumber: Mihara et al., 1991 Pada Gambar 2.4 diperlihatkan bahwa aktivitas enzim stabil pada kisaran ph 2 10 saat suhu 37 o C, sedangkan pada suhu 60 o C aktivitas enzim stabil pada kisaran ph 6 9. Aktivitas enzim tertinggi dicapai pada saat suhu 55 o C. Akan tetapi, pada suhu tinggi (80 o C), aktivitas enzim sudah tidak ada sama sekali. Observasi terhadap ph optimum dilakukan terhadap aktivitas fibrinolitik enzim pada piring fibrin berbagai ph. Gambar 2.5 menunjukkan ph optimum enzim antara 7,4 dan 9. Tidak seperti enzim lain, pada lumbrokinase tidak ditemukan ph optimum pada satu titik, sehingga disimpulkan bahwa enzim memiliki jangkauan ph yang luas terhadap aktivitas optimumnya. Kisaran ph yang besar pada suhu tubuh 37 o C memungkinkan penggunaan lumbrokinase sebagai agen trombolitik yang digunakan secara oral. Kelebihan lain dari lumbrokinase adalah memiliki kestabilan penyimpanan yang sangat baik. Aktivitas enzim lumbrokinase turun 20% setelah disimpan selama 5 tahun dalam bufer Tris- Cl 0,1 mm ph 8 yang mengandung NaN 3 1% pada suhu ruang. Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa enzim lumbrokinase dikategorikan sebagai enzim yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap panas, ph, dan lama penyimpanan. Lumbrokinase tahan terhadap pelarut-pelarut organik seperti propanol, aseton, toluen, dan heksan serta detergen dan NaCl (Nakajima, 2003). Hal ini memungkinkan lumbrokinase sebagai biokatalis dalam media organik. Enzim ini pun memiliki karakater berbeda dari agen trombolitik lainnya karena bekerja hanya sebagai pendegradasi benang-benang fibrin saja, bukan sebagai aktivator plasminogen. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya perbedaan aktivitas fibrinolitik pada piring fibrin yang bebas plasminogen dan kaya plasminogen (Nakajima, 2003). Dengan 11

demikian, penggunaan lumbrokinase tidak memiliki efek samping pendarahan yang lebih lanjut. 2.2.2 Protease serin Lumbrokinase merupakan enzim pendegradasi fibrin yang memiliki aktivitas seperti protease serin. Protease serin adalah kelas enzim yang dapat memutuskan ikatan peptida pada protein. Enzim ini memiliki sifat khas yaitu residu serin yang memegang peranan dalam proses katalitik. Pada tubuh manusia, serin protease yang sering ditemui adalah keluarga mirip kimotripsin dan keluarga mirip subsitilis. Terdapat tiga jenis protease serin yang termasuk ke dalam enzim mirip kimotripsin yaitu kimotripsin, tripsin, dan elastase. Ketiganya merupakan enzim yang disintesis oleh pankreas dan disekresikan oleh usus kecil. Enzim-enzim ini memiliki struktur tiga dimensi yang identik dan memiliki residu aspartat, histidin, dan serin sebagai tritunggal katalitik (Fersht, 2000). Perbedaan antara enzim-enzim ini terletak pada daerah pemotongan substrat pada sisi karboksilat dari residu asam amino yang spesifik. Kimotripsin memotong ikatan peptida pada sisi karboksilat dari residu asam amino hidrofobik seperti fenilalanin, triptofan, dan tirosin. Tripsin memotong ikatan peptida pada sisi karboksilat dari residu asam amino yang mengandung muatan positif, karena memiliki residu asam aspartat yang mampu menarik muatan positif pada asam amino seperti arginin dan lisin. Sedangkan elastase dapat memotong ikatan peptida pada residu asam amino netral yang kecil seperti alanin, glisin, dan valin. Pada sisi katalitik elastase, kantong hidrofobik pada sisi katalitik sebagian diisi oleh valin dan treonin sehingga menyebabkan tekanan dalam kantong menjadi rendah, dan dapat mengakomodasi residu asam amino yang kecil. Biasanya ketiga enzim ini bekerja bersama untuk mendegradasi protein-protein yang penting dalam tubuh. Mekanisme reaksi kimotripsin ditunjukkan pada Gambar 2.6. 12

Gambar 2.6 Mekanisme katalitik kimotripsin Sumber: http://www.umfiasi.ro/temp/mg/biochemie/rom/stud_files/imagini/emzyme/chymotrypsin3.gif Reaksi kimotripsin dimulai dari pengikatan substrat polipeptida pada sisi aktifnya. Pada kompleks enzim-substrat, ikatan peptida yang akan diputus berada pada orientasi yang tepat di mana residu hidrofob spesifik dari substrat (R 2 ) terikat pada daerah kantong hidrofob enzim. Serangan nukleofilik atom oksigen dari gugus hidroksi residu serin ke atom karbon karbonil dari ikatan peptida substrat mengakibatkan ikatan peptida ini putus membentuk dua fragmen pendek. Satu fragmen berikatan asil dengan residu serin sedangkan fragmen lainnya terlepas dari sisi katalitik enzim. Residu histidin mampu menarik air dan berikatan dengan asilenzim sehingga menyebabkan ikatan fragmen substrat yang tersisa terputus dari residu serin (Mathews et al., 2000). 13

2.3 Cacing tanah Perionyx excavatus Perionyx excavatus merupakan salah satu spesies cacing tanah yang banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia (Stephenson,1930). Taksonomi P. excavatus secara lengkap adalah sebagai berikut (Smith, 1991): Divisi Kelas Subkelas Bangsa Subbangsa Suku Marga Jenis : Annelida : Chaetopoda : Oligochaeta : Haplotaxida : Lumbricina : Megascolecidae : Perionyx Perrier : Perionyx excavatus Gambar 2.7 Cacing tanah P. excavatus P. excavatus termasuk dalam golongan hewan tidak bertulang belakang yang memiliki struktur tubuh bersegmen. Karakteristik yang khas dari cacing ini adalah tubuhnya yang berwarna ungu tua dan kemerahan dan sifatnya yang agresif. Cacing ini memiliki panjang tubuh 10 18cm dan tebal 5 6 mm (Bhattacharjee and Chauduri, 2002). Cacing tanah pada umumnya memiliki sistem organ reproduksi hermaprodit dimana organ reproduksi jantan dan betina terdapat dalam satu tubuh cacing. Hal ini menyebabkan cacing memiliki sistem reproduksi biparental (bereproduksi dengan sesama jenis cacing) dan uniparental (bereproduksi tanpa kehadiran sesama jenisnya). Hasil reproduksinya adalah 14

kokon yang akan dikeluarkan melalui klitelium. Biasanya kokon tersebut akan menghasilkan 1 atau 2 cacing tanah. Masa pendewasaan cacing tanah memakan waktu minimal selama 3 minggu. Sistem pernapasan dilakukan dengan mengabsorbsi oksigen oleh kelenjar mukus yang terdapat pada seluruh permukaan tubuhnya. Untuk bergerak, cacing menggunakan setae atau bulu halus yang terdapat diseluruh permukaan tubuhnya (Edward and Lofty, 1972). Sistem pergerakan ini dinamakan gelombang peristaltik karena melibatkan penggembungan dan pemampatan segmen-segmennya (Pechenik, 2005). Sistem pencernaan terbentang dari mulut sampai anusnya. Cacing tanah menerima nutrisi sebagai makanan dari komponen-komponen sederhana material organik seperti tanaman, protozoa, bakteri, dan jamur. Pemeliharaan terhadap P. excavatus membutuhkan media yang mengandung bahan organik seperti kotoran ternak dan sampah organik. Kotoran ternak yang paling baik digunakan adalah kotoran babi dan sapi (Edwards et al, 1998). Kondisi media harus dijaga antara suhu 15 25 o C dengan rentang ph 6 7,4. Komposisi media dapat terdiri dari kotoran ternak 50%, jerami 15%, serbuk gergaji 15%, kapur tembok 5% dan pakan tambahan yang berasal dari sampah organik yang telah direndam selama 2 hari (Wallwork, 1920). Air merupakan komponen penting dari pemeliharaan karena 85% tubuh cacing terdiri dari air. Oleh karena itu, kelembaban media dijaga pada 40 60%. 2.4 Pemurnian enzim Ekstrak kasar enzim tidak dapat memberikan informasi yang tepat dan akurat tentang karakteristik enzim tertentu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kandungan substansi dan pengotor. Pemurnian enzim merupakan strategi yang dilakukan oleh banyak peneliti untuk mendapatkan informasi tentang karakter enzim lebih tepat. Lima hal yang harus dipertimbangkan untuk mencapai kesuksesan dalam pemurnian protein adalah: sensitifitas, akurasi, presisi, kemampuan berinteraksi dengan substrat, dan harga (Deutscher, 1990). Hal ini mempengaruhi pemilihan metode pemurnian yang digunakan terhadap suatu enzim. Pada penelitian ini dilakukan pemurnian enzim sebagian yang meliputi pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat dan pemisahan enzim menggunakan kromatografi filtrasi gel. 2.4.1 Fraksinasi amonium sulfat Amonium sulfat, (NH 4 ) 2 SO 4, telah lama digunakan dalam proses salting out yang bertujuan untuk memekatkan maupun memurnikan enzim. Alasan penggunaan garam ini adalah karena 15

kelarutannya yang tinggi dalam air, tingkat inhibisi yang rendah pada sebagian besar enzim, murah, dan dalam beberapa kasus memiliki efek penstabil enzim (Wiseman, 1986). Kelarutan protein pada proses fraksinasi sangat bergantung pada kekuatan ionik dari garamnya. Kekuatan ionik dari garam bertambah seiring dengan naiknya kadar garam. Proses salting out terjadi ketika kadar garam yang ditambahkan cukup besar. Hal ini menyebabkan molekul-molekul air yang berada di permukaan protein akan tertarik oleh ionion garam sehingga protein menjadi tidak larut. Sisi hidrofob protein akan terekspos keluar dan berinteraksi dengan sisi hidrofob protein lainnya membentuk agregat kemudian mengendap. Protein satu dengan lainnya memiliki kelarutan yang berbeda-beda terhadap konsentrasi garamnya. Hal inilah yang menjadi dasar dari pemurnian protein menggunakan fraksinasi. Lumbrokinase merupakan enzim berkomponen banyak yang dapat dimurnikan menggunakan fraksinasi amonium sulfat 60% jenuh (Park et al., 1998). Berdasarkan penelitian tersebut, lumbrokinase dari P. excavatus dipekatkan oleh amonium sulfat 60% jenuh kemudian dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan kromatografi filtrasi gel. 2.4.2 Filtrasi gel Metode kromatografi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemurnian enzim. Berbagai jenis kromatografi seperti filtrasi gel, kromatografi penukar ion, affinitas, dan interaksi hidrofobik telah banyak digunakan dalam proses pemurnian. Salah satu metode kromatografi yang sering digunakan dalam pemurnian protein adalah filtrasi gel. Filtrasi gel merupakan metode pemisahan protein berdasarkan bobot molekulnya. Filtrasi gel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fast Protein Liquid Chromatography (FPLC). Matriks gel yang digunakan adalah Sephacryl S300HR yang dapat memisahkan molekul protein berukuran 10 1500 kda. Matriks gel ini berperan sebagai fasa diam yang terbuat dari polisakarida dextran. Bufer digunakan sebagai fasa gerak yang berfungsi untuk mengelusi sampel keluar dari kolom. Pemilihan bufer harus sesuai dengan sifat protein yang diinginkan, sehingga protein tidak rusak selama proses pemurnian. Proses yang terjadi pada filtrasi gel ini adalah pemisahan secara difusi dari molekul sampel diantara fasa gerak dan ruang-ruang pori pada fasa diam. Protein dengan bobot yang kecil akan tertahan pada poripori matriks sehingga protein dengan bobot molekul lebih besar akan keluar terlebih dahulu. 16

2.5 Uji aktivitas protease Uji aktivitas enzim diperlukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pada enzim. Dalam penelitian ini, analisis uji aktivitas enzim proteolitik protease pada enzim fibrinolitik dari cacing tanah P. excavatus meliputi uji aktivitas fibrinolitik dan uji aktivitas azokaseinolitik. Uji aktivitas fibrinolitik merupakan analisis kualitatif terhadap aktivitas enzim dalam mendegradasi benang-benang fibrin pada koagulan darah manusia (Nakajima et al., 1993). Pada uji aktivitas ini, koagulan darah diinkubasi bersama dengan enzim pada temperatur ruang. Apabila koagulan tadi dapat mencair dengan adanya enzim, maka uji aktivitas menunjukkan hasil yang positif terhadap adanya enzim fibrinolitik. Pengujian ini merupakan cara visualisasi yang baik dan mudah dalam mengidentifikasi enzim fibrinolitik (Nurachman et al., 2003). Uji aktivitas azokaseinolitik digunakan sebagai analisis kualitatif dan kuantitatif pada enzim fibrinolitik. Azokasein merupakan substrat protein kasein yang terikat pada gugus kromofor azo. Substrat ini dapat digunakan untuk menguji aktivitas protease serin protease mirip tripsin karena aktivitas proteolitik tripsin terhadap kasein. Ketika protease mampu menghidrolisis azokasein, maka gugus kromofor azo ( N=N ) dapat terekspos keluar. Gugus ini dapat memberikan absorbansi pada panjang gelombang 340 nm. Lumbrokinase merupakan enzim mirip tripsin, kimotripsin, dan elastase yang termasuk dalam keluarga serin protease sehingga metode uji aktivitas ini dapat digunakan (Mihara et al., 1991). 2.6 Elektroforesis SDS-PAGE Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan suatu metode umum untuk mengidentifikasi protein dan hasil pemurnian protein berdasarkan pemisahan berat molekul protein. Konsep dasar dari metode SDS-PAGE adalah elektroforesis yang melibatkan pergerakan partikel bermuatan dalam suatu medan listrik. Kation akan bergerak ke arah katoda sedangkan anion akan bergerak ke arah anoda. Kecepatan migrasi dari suatu protein akan bergantung pada kekuatan medan listrik dan muatan proteinnya. Pemisahan elektroforesis pada SDS-PAGE berlangsung pada medium gel poliakrilamid yang tipis, terbentang secara vertikal sehingga molekul dapat bergerak dari atas ke bawah. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerisasi akrilamid dan ikatan silang oleh metilenbisakrilamid (Berg et al., 2002). Gel ini dipilih karena sifatnya yang inert dan mudah terbentuk. Protein dapat bergerak ke arah suatu kutub apabila dilingkupi oleh muatan listrik yang sama. Oleh karena itu, dilakukan pendenaturasian protein terlebih dahulu oleh detergen SDS 17

(Sodium Dodecyl Sulphate) yang bermuatan negatif sebelum memasuki matriks gel. SDS mampu membuka struktur protein dengan memutuskan ikatan nonkovalen pada protein sehingga protein berada dalam keadaan rantai tunggal saja. Pendenaturasian protein dibantu pula oleh merkaptoetanol yang dapat memutuskan ikatan sulfida. Anion dari SDS akan berikatan dengan rantai tunggal protein dengan rasio perbandingan satu SDS mengikat dua residu asam amino. Komplek SDS dengan denaturan protein yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah anoda pada proses elektroforesis. Protein yang berukuran lebih kecil dari pori-pori gel akan cepat bermigrasi sedangkan protein yang berukuran besar akan lebih lama tertahan pada gel. Dari metode ini bobot molekul dapat diidentifikasi karena protein berada pada keadaan struktur primernya. Setelah proses elektroforesis selesai, gel diwarnai oleh metode pewarnaan menggunakan perak. Sistem pewarnaan ini lebih sensitif dibandingkan dengan sistem pewarnaan dengan reagen pewarna seperti Coomassie blue. Batas deteksi protein menggunakan Coomassie blue adalah ~0,1 μg sedangkan menggunakan Ag adalah ~0,02 μg (Berg et al., 2002). Selain itu, proses pewarnaan pada Coomassie blue yang dapat berlangsung selama 24 jam, sedangkan pewarnaan dengan perak hanya memakan waktu sekitar 2 jam. Pewarnaan menggunakan metode perak meliputi beberapa tahap yaitu: 1) Fiksasi yang berfungsi untuk mengeluarkan ion pengganggu dan detergen dari gel dan juga membantu pencegahan protein keluar dari matrik gel; 2) Pemekaan, berfungsi untuk meningkatkan kepekaan dan kekontrasan pada pewarnaan; 3) Pencucian, berfungsi untuk mengeluarkan sisa zat pemekaan dan rehidrasi gel untuk tahap berikutnya; 4) Pewarnaan, berfungsi untuk mengikatkan ion Ag + ke protein dan membentuk bakal gambar; 5) Pencucian kembali untuk mengeluarkan kelebihan pewarna; 6) Pengembangan, berfungsi untuk mereduksi ion perak menjadi perak sehingga menimbulkan warna metalik pada pita protein; dan 7) Pemberhentian, berfungsi untuk mengkompleksan perak bebas dengan EDTA sehingga mencegah reduksi lanjutan. 18