BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG :

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka Penulis berkesimpulan sebagai berikut: Seksual Terhadap Anak dalam Hukum Pidana Indonesia

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

Rasulullah saw. memotong tangan pencuri dalam (pencurian) sebanyak seperempat dinar ke atas. (Shahih Muslim No.3189)

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA PENDAPAT MAŻHAB ANAK LUAR NIKAH

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Sanksi pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam putusan Kasasi dari Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Bangkalan

BAB V PENUTUP. sebelumnya, serta arahan dari pembimbing maka dalam bab ini penulis dapat

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS KONSEP KESAKSIAN ISTIFA>D{AH DAN KONSEP KESAKSIAN DE AUDITU BERKENAAN DENGAN PERBEDAAN FUNGSI KESAKSIAN DI PENGADILAN

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Dirasah Hadis Edisi 8: Hadits-hadits incest dan perkosaan, Pendampingan yang belum tuntas

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB V PENUTUP. mengambil kesimpulan bahwa:

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

E٤٢ J٣٣ W F : :

Seorang Bapak Tidak Boleh Memaksa Putrinya Menikah

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB II PENGATURAN TENTANG ZINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

KAIDAH FIQH. Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

Barangsiapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai hendak membaktikannya (mengaqiqahinya), maka hendaklah ia melakukannya.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO.470/PID.B/2010/PN.SMG TENTANG PEMERKOSAAN ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

Hari ini adalah hari Asyura, dan saya puasa pada hari tersebut, siapa yang suka maka hendaklah dia puasa dan siapa yang suka dia berbuka

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

Pendidikan Agama Islam

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV ANALISIS SOP PENYIDIKAN DAN PROSES GREBEKAN DUGAAN PERZINAHAN DI NGALIYAN DALAM PERSPEKTIF QADZAF

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV KOMPARASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF MENGENAI SANKSI PROSTITUSI ONLINE. A. Persamaan Sanksi Prostitusi Online Menurut Hukum Positif dan

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

dan kepada kaum perempuan (sesama) mereka (QS an-nur [24]: 31).

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB V PENUTUP. menghadap ke bangunan Ka bah, shalatnya tidak sah. Sedangkan orang. perbedaan pendapat, adapun pendapat itu adalah :

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

Pendidikan Agama Islam

BAB IV. Larangan Menikahi Pezinah Dalam Al-Qur an Surat An-Nur Ayat 3; Studi Komparatif Penafsiran Kiya Al-Haras Dan Ibnu Al-Arabi

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

ISTRI-ISTRI PENGHUNI SURGA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at

BAB II KAFA AH DALAM HUKUM ISLAM

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021)

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB II TATA CARA PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. A. Tindak pidana yang Diancam dengan Hukuman Mati dalam Hukum Pidana Islam

SIAPAKAH MAHRAMMU? Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan1)

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

PERKAWINAN WANITA HAMIL DILUAR NIKAH SERTA AKIBAT HUKUMNYA PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF Oleh. Wahyu Wibisana

BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PENCURIAN. A. Pengertian Pencurian dalam Hukum Pidana Islam

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), bahwa Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun, dan Pasal 291 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH P), bahwa apabila kejahatan seksual mengakibatkan luka-luka, maka pelakunya diancam hukuman maksiamal 12 tahun, (2) Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang menyatakan bahwa Kekerasan seksual (pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. dan Pasal 59 yang menyatakan Pelaku kekerasan seksual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 36 juta rupiah dan apabila dilakukan untuk tujuan komersial dipidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit 12 juta dan paling banyak 300 juta, dan 174

(3) Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana sanksi hukum yang diberikan maksimal dipenjara selama 15 tahun. Dalam tinjauan Hukum Islam, seorang ayah yang berzina/memperkosa anak kandungnya berarti berzina dengan mahramnya atau dikenal dengan istilah incest, menurut ulama Fiqh sama dengan zina yang harus dihukum, akan tetapi ada perbedaan di antara mereka dalam hal sanksi hukum yang diberlakukan. Mahzab Maliki, Syafi i, Hambali, al-laits, Zahiri, Syi ah Zaidi, dan lain-lain menghukumnya sama dengan hadd zina muhshan. Hanya saja menurut Imam Malik bahwa orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (b ukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Sementara menurut Abu Hanifah dan al-tsauri bahwa pemerkosa mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar. Hukuman had dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan hak makhluk. Dalil yang digunakan antara lain hadis riwayat al-turmudzi dan Ibnu Majah bersumber dari al-bara ra., dan hadis Nabi riwayat Imam al-turmudzi bersumber dari Abdullah bin Abbas ra. Menurut Ibnu al-qayyim al-jauziyyah, hadis ini menjadi dalil tentang hukuman bunuh dengan cara memotong bagian tengah (tubuh). Siapa saja yang menyetubuhi seseorang yang tidak diperbolehkan hal itu dilakukan kepadanya 175

secara hukum asal maka hukuman baginya ialah dibunuh. Dalilnya sebagaimana orang yang menyetubuhi ibu atau anak perempuannya sendiri, seperti itu pulalah yang dikatakan dalam permasalahan menyetubuhi mahram dan menyetubuhi seseorang yang tidak diperbolehkan. Dalam hal ini, kaum Muslimin telah bersepakat bahwa seseorang yang berzina dengan mahramnya harus dihukum mati. Akan tetapi, mereka berselisih mengenai tata caranya, apakah dibunuh (bagaimanapun keadaannya) atau dihukum sesuai dengan hukuman bagi pelaku zina. Kedudukan hak perwalian ayah yang memperkosa anak kandungnya; dalam tinjauan hukum Islam, seorang ayah yang berzina/memperkosa anak kandungnya berarti berzina dengan mahramnya, dan sanksi hukumnya adalah hukuman mati dengan cara dirajam sebagaimana pelaku zina muhshan. Oleh karena, sanksi hukum rajam bagi pelaku zina dan pemerkosa tidak dapat diberlakukan di Indonesia, dan yang ada hanyalah sanksi hukum penjara sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum Positif, maka bagi pelaku zina dan pemerkosa diwajibkan untuk bertaubat kepada Allah SWT. Menurut pendapat ulama Hanabilah dan sebagian Ulama Syafi iyah, jika seseorang yang berzina telah bertaubat sebelum ditegakkan hukuman had kepadanya dan pemerintah belum mengetahui perbuatannya, maka hukuman tersebut menjadi gugur. Dalildalil yang digunakan adalah : (1) QS. al -Nisa ayat 16, yang secara tegas memerintahkan untuk berpaling dari orang yang berzina, kemudian dia bertaubat dari perbuatannya. Perintah berpaling berarti tidak boleh menerapkan hukuman 176

had atasnya, (2) QS. al-maidah ayat 39, yang berisi petunjuk bahwa orang yang mencuri, kemudian bertaubat dan memperbaiki diri, maka Allah menerima taubatnya, serta tidak dikenakan hukuman had kepadanya. Hal ini berlaku juga bagi orang yang berzina dan bertaubat, (3) QS. al-maidah ayat 34, di mana para perampok dan pengacau keamanan yang mengancam nyawa dan harta masyarakat, jika mereka bertaubat sebelum ditangkap, maka tidak boleh diterapkan hukuman had kepada mereka. Kalau saja mereka yang melakukan kejahatan yang sangat besar tersebut diterima taubat mereka tanpa diterapkan hukuman had, tentunya kejahatan perzinaan yang tidak mengancam hara dan nyawa, lebih berhak untuk diterima taubat mereka tanpa harus diterapkan الت اي ب م ن ال ذن ب ك م ن لا ذ ن ب ( al-baihaqi hukuman had, (4) Hadis riwayat Ibnu Majah dan bahwa orang yang telah bertaubat seakan-akan dia tidak melakukan perbuatan (ل ھ tersebut, dan taubat itu sendiri menutupi dosa-dosa sebelumnya, maka hukuman had menjadi gugur dengan taubat tersebut. Demikian juga pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-jauziyyah bahwa seorang yang berzina dan memperkos kemudia bertaubat, maka ia terbebas dari hukuman, karena perbuatan zina berhubungan dengan hak Allah. Kecuali jika pezina sendiri meminta diterapkan hukuman had kepadanaya untuk membersihkan dirinya. Ketika seorang ayah melakukan tindak pidana memperkosa anak kandungnya berdasarkan ketentuan Pasal 285 dan Pasal 291 Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 8 dan Pasal 59b Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT, dan Pasal 81Undang-undang Nomor 23 tahun 177

2002 tentang Perlindungan Anak, dengan sanksi hukum dipenjara selama 12 tahun dan maksimal selama 15 tahun. Ketika seorang ayah yang secara sah terbukti memperkosa anak kandungnya, dan selama 12-15 tahun dipenjara sesuai dengan putusan hakim pengadilan, maka dengan sendirinya ia tidak dapat bertindak sebagai wali dalam pernikahan anak kandungnya tersebut. Hal ini menjadi sebab berpindahnya hak perwalian dari ayah kandung sebagai wali nasab kepada urutan wali berikutnya ( intiqal al-wali/tawkil al-wali); baik dari nasab (aqrab) ke nasab (sederajat atau ab ad), maupun dari nasab ke hakim. Status hukum pernikahan anak yang dinikahkan oleh ayah yang memperkosanya ; salah satu persyaratan seorang wali dalam pernikahan adalah bersifat adil yang berarti senantiasa dalam ketaatan dan tidak melakukan kedurhakaan /perbuatan dosa besar di sisi Allah, dan kebalikannya adalah fasiq keluar dari ketaatan. Seorang yang berzina adalah orang,(الفسق dari kata الفاسق) yang fasiq, selama dia belum bertaubat. Dengan mengikuti pendapat jumhur ulama pernikahan tersebut dipandang sah. Alasannya, walaupun si ayah telah termasuk wali yang fasiq/tidak adil dengan berzina/memperkosa anak kandungnya tersebut, tetapi seorang wali yang fasiq kefasikan tidak menghalangi seseorang menjadi wali sebagaimana pendapat sebagian besar fuqaha yang membenarkan perwalian orang fasiq. Demikian menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas dan Imam al-syafi iy, di mana mereka berpendapat bahwa adil bukanlah merupakan syarat bagi seorang wali. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibn Abd al-salam dan al-ghazali, ulama mutaakhirin, dan dipertegas oleh 178

179 al-allamah Alwy bin Ahmad al-haddad dalam kitabnya Bughyah al- Mustarsyidin yang menyatakan bahwa disyaratkan dalam wali tidak adanya kefasikan menurut pendapat yang kuat. Sedang pendapat yang kedua yang sering dijumpai dan dikerjakan di kalangan orang-orang dan difatwakan oleh ulamaulama mutaakhkhirin serta dibenarkan oleh Ibn Abd al-salam dan al-ghazali juga merupakan madzhab dari Imam Malik dan Abu Hanifah sesungguhnya ia boleh menjadi wali secara mutlak. Demikian juga pendapat al-allamah Zaynuddin al-malibari dalam kitabnya, Fath al-mu in bahwa Disyaratkan dalam wali pernikahan sifat adil, merdeka dan taklif seorang wali, maka tidak ada kewalian bagi orang yang fasik selain al-imam al-a dzam sebab kefasikan adalah sifat kurang yang dapat mencederai persaksian maka tidak boleh kewalian dari orang fasik sebagai sifat sahaya, pendapat inilah yang dijadikan madzhab berdasarkan hadis shahih Tidak ada pernikahan tanpa wali wali yang adil. Namun sebagian pendapat menyatakan kebolehan perwalian darinya, pendapat inilah yang dipilih oleh al-nawawy, Ibn Shalah al-subky dan al-ghazali. B. Saran-saran Agar penelitian bermanfaat bagi masyarakat Muslim, para Ulama, Pemerintah dan Penegak Hukum, penulis menyampaikan saran-saran : agar masyarakat Muslim kiranya perlu meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan keluarga, agar terhindar dari perbuatan asusila, amoral, tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual, dan para Ulama kiranya tidak bosan dan henti-hentinya dalam membimbing umat Islam

180 menuju kepada perbaikan kualitas kehidupan beragama dengan cara bekerja sama dengan Pemerintah dan Penegak Hukum agar masyarakat Muslim dapat terhindar dari perbuatan asusila, amoral, tindak pidana pemerkosaan, tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual.