Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W

dokumen-dokumen yang mirip
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam yang digunakan adalah broiler strain cobb sebanyak 200 ekor yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jantan dengan bobot badan rata-rata 29,66 ± 2,74 kg sebanyak 20 ekor dan umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kabupaten Bogor. Pada umur 0-14 hari ayam diberi ransum yang sama yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. starter sampai finisher (1-35 hari) sebanyak 100 ekor dan koefisien variasi kurang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. jenis sentul dengan umur 1 hari (day old chick) yang diperoleh dari Balai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan penelitian yang digunakan adalah itik pedaging jantan dengan bobot

III BAHAN/OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian, yaitu 20 ekor Domba Priangan

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tradisional Babah Kuya yang terletak di pasar baru. Pasak bumi yang digunakan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang menjadi percobaan yaitu puyuh jepang (Coturnix-coturnix

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan yaitu meliputi : sekitar kebun di Sukabumi Jawa Barat.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Produksi Ternak Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau pada bulan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November - Desember 2014 di

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang diamati dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain cobb

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Kandang Penelitian Laboratorium UIN. Agriculture Recearch Development Station (UARDS)

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 ekor sapi perah Fries

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di kandang Mutiara Robani Jalan Sekuntum Gang

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Jimmy Farm Cianjur. Pemeliharaan dimulai dari 0 sampai 12 minggu sebanyak 100

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap kandang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. mulai fase starter sampai finisher (1-45 hari) sebanyak 100 ekor. Ayam dibagi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. diperoleh dari sawah dengan spesies Pomacea canaliculata Lamarck. Keong mas

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmot Cavia porcellus

Tij FK = = = = p.r 3 x 6 18 JK(G) = JK(T) JK(P) = ,50 = ,50

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah puyuh (Coturnix coturnix

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

r = =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium. Research and Development Station (UARDS) Universitas Islam Negeri Sultan

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari bulan

III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak percobaan yang digunakan adalah 100 ekor ayam lokal diperoleh

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ayam broiler berumur hari dengan bobot badan 1,0-1,3 kg. berasal dari pedagang sayur pasar Cileunyi.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

Keterangan : A = Berat Cawan Alumunium B = Berat cawan alumunium + sampel sebelum dioven C = Berat cawan alumunium + sampel setelah dioven

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

Lampiran 1. Prosedur Analisis Protein Kasar (Analisis Kjeldahl) (1) Mengambil contoh sampel sebanyak 2 mililiter (Catat sebabai A gram)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumedang sebanyak 60 ekor. Itik lokal berumur 35 hari dengan bobot badan 0,8-1,2

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

MATERI. Lokasi dan Waktu

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN Indigofera sp TERHADAP KONSUMSI, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM KELINCI PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

Lampiran 1. Prosedur Pengambilan Sampel dan Data. kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 12 jam untuk

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

Lampiran 1. Prosedur Kerja Mesin AAS

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Kering dengan Metode Analisis. 2. Mendinginkan cawan alumunium dalam eksikator selama 15 menit dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berisi 5 ekor dan anak ayam diberi nomor (wing tag) sesuai perlakuan untuk

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

MATERI DAN METODE. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Bali betina umur

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data nilai HU telur itik tegal pada Tabel 5 diperoleh perhitungan

Lampiran 1. Skema Penelitian

Transkripsi:

PENGARUH TINGKAT SERAT KASAR DALAM RANSUM PELET TERHADAP IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN PADA KELINCI REX THE EFFECT LEVEL OF CRUDE FIBER IN RATION OF PELLETS ON THE PROTEIN EFFICIENCY RATIO OF REX RABBIT Yanuar Adi P.W *, Rd. Hery Supratman**, Rachmat Wiradimadja ** * Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 ** Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: yanuaradi338@gmail.com ABSTRAK Penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Serat Kasar dalam Ransum Pelet Terhadap Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat serat kasar yang terbaik terhadap imbangan efesiensi protein. Penelitian menggunakan kelinci rex sebanyak 18 ekor, umur 60 hari sebagai objek. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga tingkat serat kasar dalam ransum (P1=10% ; P2=14% ; P3=18%) dengan enam kali ulangan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian tingkat serat kasar dalam ransum pelet kelinci rex 10% - 18% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap Imbangan Efisiensi Protein. Imbangan Efisiensi Protein terbaik dihasilkan pada tingkat pemberian serat kasar 14% dalam ransum pelet dengan nilai IEP 1,09. Kata Kunci : Kelinci rex, serat kasar, ransum pelet, imbangan efisiensi protein ABSTRACT A research The Effect Level of Crude Fiber in Ration of Pellets on The Protein Efficiency Ratio for Rex Rabbit was aimed to find out level of crude fiber that have a good effect for protein efficiency ratio for rex rabbit. The research using 18 heads of rex rabbit with 60 days in age for object. The research using experimental design with complete random design for method. There was three kinds treatment various level of crude fiber in ration of pellets (P1=10% ; P2=14% ; P3=18%) with six repeattation. Result of analysis statistic show that crude fiber in ration for rex rabbit with protein efficiency ratio. The protein efficiency ratio most good at ration for rex rabbit is giving 14% proportion of crude fiber in ratio of pellets with value 1.09. Keywords : Rex Rabbit, Crude Fiber, Ration of Pellets, Protein efficiency ratio

PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap daging dari tahun ke tahun menunjukkan suatu peningkatan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pertambahan penduduk yang tinggi. Menanggapi hal tersebut perlu dilakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ternak kelinci adalah salah satu komoditas peternakan yang memiliki kualitas daging lebih baik dibandingkan dengan daging sapi, domba dan kambing. Struktur serat lebih halus dengan warna dan bentuk fisik menyerupai daging ayam. Salah satu jenis kelinci penghasil daging yaitu kelinci rex. Kelinci rex mempunyai bentuk tubuh yang bulat dan berisi sehingga cocok untuk dijadikan penghasil daging, dan diminati oleh para peternak sebagai kelinci pedaging. Pengembangan ternak kelinci mempunyai prospek yang menjanjikan, karena tidak membutuhkan lahan yang luas, modal awal relatif sedikit, cepat berkembang biak, mudah dipelihara, relatif mudah dalam penyediaan makanan. Produksi kelinci sangat ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi. Untuk meningkatkan produktivitas, kelinci perlu diberi pakan yang cukup, berkualitas dan mudah dicerna. Salah satu dari komponen zat makanan adalah serat kasar. Kelinci termasuk pseudo ruminan yaitu monogastrik herbivor yang tidak dapat mencerna serat kasar dengan maksimal. Serat kasar merupakan komponen yang sukar dicerna oleh organ pencernaan kelinci sehingga akan mempengaruhi kecernaan zat-zat makanan lainnya seperti protein, lemak, mineral dan vitamin. Serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian zat-zat makanan terutama protein dan energi keluar bersama feses sehingga protein ransum tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu keuntungan ternak kelinci mempunyai sifat coprophagy yaitu aktifitas memakan kembali feses yang lunak hasil fermentasi dalam tubuh menjadi zat-zat makanan yang mudah dicerna dan memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Kekurangan serat kasar dalam ransum kelinci dapat menimbulkan enteritis, yaitu penyakit yang menyerang alat pencernaan (diare) sedangkan serat yang berlebihan akan mengurangi karbohidrat yang terlarut dan menurunkan kecernaan ransum. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat serat kasar dalam ransum pelet terhadap imbangan efisiensi protein pada kelinci.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah kelinci rex lepas sapih (60 hari) dengan rataan bobot badan ± 1000 g (KV = 12,27%) yang diperoleh dari peternakan Rajawali Rabbit, Sumedang. Nasoetion, 1992 menyatakan bahwa koefisien variasi dibawah 15% di anggap seragam. Jumlah kelinci yang digunakan sebanyak 18 ekor, Secara acak kelinci dibagi ke dalam 18 kandang, sehingga setiap kandang berisi satu ekor. Setiap kandang diberi tanda untuk memudahkan pencatatan data. 2. Peubah yang diamati 1. Konsumsi Ransum Diukur berdasarkan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa (Cheeke, 1987). Konsumsi ransum = (Jumlah pakan yang diberikan) - (Jumlah pakan yang tersisa). 2. Konsumsi Protein Konsumsi protein, diperoleh dengan cara menghitung konsumsi ransum yang diberikan dikalikan dengan kandungan protein ransum. Konsumsi protein(g) = (Konsumsi ransum (g)) (kandungan protein ransum (%)) 3. Pertambahan Bobot Badan Diperoleh dengan cara menimbang kelinci setiap akhir minggu berdasarkan bobot pada saat ditimbang dikurangi bobot sebulan sebelumnya, lalu dibagi tiga puluh (jumlah hari dalam sebulan) untuk mendapat bobot badan per hari (Soeharsono, 1979). Penimbangan dilakukan satu kali selama penelitian. Rumus : Keterangan : PBB = Pertambahan Bobot Badan W 1 = Bobot Badan Awal W 2 = Bobot Badan Akhir T 1 = Waktu Penimbangan Awal T 2 = Waktu Penimbangan Akhir

4. Imbangan Efisiensi Protein Imbangan Efisiensi Protein (IEP), diperoleh dengan cara menghitung Pertambahan Bobot Badan (PBB) dibagi dengan konsumsi protein (Anggorodi, 1994). Rumus = Keterangan : IEP PBB KP = Imbangan Efisiensi Protein = Pertambahan Bobot Badan = Konsumsi Protein 3. Metode Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan diawali dengan memilih bahan pakan yang disusun menjadi ransum dan telah diketahui kandungan nutrisinya. Tahap selanjutnya menggabungkan bahan-bahan pakan. Setelah ransum tercampur dibentuk menjadi pelet. 2. Tahap Pelaksanaan - Sebelum Percobaan, dilakukan masa penyesuaian untuk semua perlakuan selama 1 minggu. Tujuannya untuk menghilangkan pengaruh ransum terdahulu dan membiasakan dengan ransum percobaan, serta mengetahui besarnya kebutuhan ransum kelinci. - Ransum percobaan diberikan dua kali setiap harinya (pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB). Jumlah pemberian ransum sesuai hasil perkiraan kebutuhan ransum kelinci pemberian air minum diberikan ad libitum. - Pengumpulan data konsumsi ransum dilakukan dengan menimbang ransum yang diberikan dikurangi ransum tersisa. Penimbangan bobot badan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari saat kelinci belum diberi pakan. Data Imbangan Efisiensi Protein diperoleh berdasarkan data konsumsi protein dan pertambahan bobot badan. 4. Analisis statistik Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (Complitely Randomized Design). yang terdiri atas tiga tingkat perlakuan serat kasar, masing-masing diulang sebanyak enam kali sehingga didapat 18 ekor kelinci. Perlakuan yang dicobakan sebagai berikut: P1 = Ransum yang mengandung serat kasar 10% P2 = Ransum yang mengandung serat kasar 14% P3 = Ransum yang mengandung serat kasar 18%

Untuk mengetahui setiap perlakuan digunakan sidik ragam dengan model matematika, sebagai berikut: Y ij j Keterangan rumus : Y ij = Respon (peubah yang diamati) µ = Rataan umum τ ᵢ = Pengaruh perlakuan ke-i ϵ ij = Pengaruh komponen galat i = Banyaknya perlakuan j = Banyaknya pengulangan Asumsi : 1. Nilai ϵ ij menyebar normal. 2. Nilai harapan ϵ ij = 0. Hipotesis yang diuji: H 0 H 1 : P1 = P2 = P3 : P1 P2 P3 atau paling sedikit ada sepasang perlakuan (P i ) yang berbeda. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam yang di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman DB JK KT F hit F tabel 0,05 Perlakuan t - 1 = 2 JKp KTp KTp/KTg Galat t(r 1) = 15 JKg KTg Total tr 1 = 17 JKt Keterangan : DB = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Tengah Kaidah Keputusan : 1. Bila F hit < F tab 0,05 maka terima H0, berarti tidak ada perbedaan diantara setiap perlakuan. 2. Bila F hit > F tab 0,05 maka tolak H0, berarti ada perbedaan paling sedikit sepasang perlakuan yang tidak sama. Untuk mengetahui tingkat perbedaan antara pengaruh perlakuan digunakan uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 5% dengan rumus sebagai berikut :

LSR = SSR. Sx Keterangan : Sx = Standar error r = Ulangan LSR = Least Significant Range SSR = Studentized Significant Range KTg = Kuadrat Tengah Galat Kaidah Keputusan : Apabila ada selisih antar perlakuan (d) dibandingkan dengan LSR ternyata: d < LSR, maka tidak berbeda nyata d > LSR, maka berbeda nyata HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi Ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak bila ransum tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1986). tingkat serat kasar terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 3. Hasil pengamatan mengenai pengaruh Tabel 3. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Ransum Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 86,30 85,00 87,30 2 81,00 86,60 86,00 3 82,30 85,30 86,60 4 80,00 82,30 90,30 5 84,30 83,30 91,30 6 82,60 81,60 88,60 Total 496,80 504,10 530,10 Rataan 82,80 84,00 88,35 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum kelinci yang mengandung serat kasar sebesar 10% (P 1 ) memiliki rataan jumlah konsumsi ransum 82,80 g/ekor/hari, Pemberian ransum yang mengandung serat kasar sebesar 14% (P 2 ) memiliki rataan jumlah konsumsi ransum 84,00 g/ekor/hari dan pemberian ransum yang mengandung serat kasar sebesar 18% (P 3 ) 88,35 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam pengaruh tingkat serat kasar terhadap jumlah konsumsi ransum pada kelinci rex menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antar perlakuan (P>0,05). Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh tingkat serat kasar pada ransum kelinci rex memberikan pengaruh pada konsumsi ransum, Serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menyebabkan konsumsi yang tinggi, dan dapat disimpulkan dengan memberikan serat kasar yang cukup pada kelinci akan berpengaruh optimal terhadap konsumsi ransum. 2. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Protein Konsumsi protein merupakan salah satu cara untuk mengukur jumlah protein yang dikonsumsi oleh ternak. Protein dibutuhkan oleh ternak salah satunya untuk pertumbuhan. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Konsumsi Protein Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 14,60 14,40 14,80 2 13,70 14,70 14,60 3 13,90 14,50 14,70 4 13,60 13,90 15,30 5 14,30 14,10 15,50 6 14,00 13,80 15,00 Total 84,10 85,40 89,90 Rataan 14,00 14,23 14,90 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi protein yang diberi tingkat serat kasar berbeda berada pada kisaran 14,00 14,90 g/ekor/hari. Untuk mengetahui pengaruh tingkat serat kasar terhadap konsumsi protein dilakukan analisis sidik ragam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa rataan konsumsi protein pada kelinci memberikan pengaruh yang berbeda antar perlakuan. Dinyatakan oleh Parakkasi (1986) bahwa hewan akan mengkonsumsi protein seiring dengan kuantitas ransum yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh tingkat serat kasar pada kelinci rex memberikan pengaruh terhadap konsumsi protein, karena konsumsi protein dipengaruhi oleh konsumsi ransum sehingga semakin tinggi konsumsi ransum maka semakin tinggi seekor ternak mengkonsumsi protein. 3. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Pertambahan Bobot Badan Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pertambahan bobot badan pada kelinci Rex. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menambahkan serat kasar pada tingkat 10%, 14%, dan 18%. Hasil pengamatan penelitian yang dilakukan selama satu bulan mengenai pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan setiap ekor perhari dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 12,00 14,30 12,30 2 15,30 17,60 13,30 3 14,60 21,60 10,60 4 12,60 15,30 12,00 5 10,00 13,30 12,30 6 12,60 12,30 14,00 Total 77,10 94,40 74,50 Rataan 12,85 15,73 12,41 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan kelinci yang diberi perlakuan berbagai tingkat serat kasar dalam ransum adalah 12,41 15,73 g/ekor/hari. Kelinci yang diberikan perlakuan ransum mengandung serat kasar 14% memiliki pertambahan bobot badan tertinggi dengan rataan sebesar 15,73 g/ekor/hari. P 1 dan P 3 memiliki rataan bobot badan harian masing-masing sebesar 12,85 dan 12,41 g/ekor/hari. Menurut Reksohadiprojo (1995), pertambahan bobot badan kelinci secara umum berkisar antara 8 sampai 20 gram. Kelinci rex yang diberi ransum dengan tingkat serat kasar berbeda menghasilkan pertambahan bobot badan yang berbeda, ransum yang mengandung serat kasar berbeda berpengaruh dalam pertambahan bobot badan, tetapi dengan memberikan serat kasar yang tinggi mengakibatkan konsumsi ransum yang tinggi sedangkan serat kasar rendah akan mengkonsumsi ransum rendah. 4. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Penelitian ditujukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap imbangan efesiensi protein. Imbangan Efisiensi Protein (IEP), diperoleh dengan cara menghitung pertambahan bobot badan dibagi dengan konsumsi protein (Anggorodi, 1994). Hasil pengamatan penelitian yang dilakukan selama satu bulan mengenai pengaruh perlakuan terhadap imbangan efisiensi protein ekor/hari disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 g/ekor/hari 1 0,82 0,99 0,83 2 1,11 1,19 0,91 3 1,05 1,48 0,72 4 0,92 1,10 0,78 5 0,69 0,94 0,79 6 0,90 0,89 0,93 Total 5,49 6,59 4,96 Rataan 0,91 1,09 0,82 Keterangan : P1 : Ransum mengandung 10% serat kasar. P2 : Ransum mengandung 14% serat kasar. P3 : Ransum mengandung 18% serat kasar.

Hasil pengamatan pada penelitian pengaruh perlakuan terhadap imbangan efisiensi protein berkisar antara 0,82 1,09. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh tingkat serat kasar terhadap imbangan efisiensi protein pada kelinci rex dihitung dengan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rataan imbangan efisiensi protein pada perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda antar perlakuan. Perbedaan antar perlakuan terhadap efisiensi protein tersebut disebabkan oleh faktor serat kasar. Serat kasar merupakan komponen yang sukar dicerna oleh organ pencernaan kelinci sehingga akan mempengaruhi kecernaan zat-zat makanan lainnya seperti protein, lemak, mineral dan vitamin. Serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian zat-zat makanan terutama protein dan energi keluar bersama feses sehingga protein ransum tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Kandungan serat yang tinggi dalam ransum akan mempersingkat penahanan partikel ransum tersebut di dalam saluran pencernaan dan kemudian dengan cepat partikel yang tidak dapat dicerna dikeluarkan bersama feses keras sehingga pada akhirnya memperbesar kesempatan untuk mengkonsumsi ransum (Farel dan Rahardjo, 1984). Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan imbangan efisiensi protein coprophagy, yaitu proses memakan kembali feses lunak dan mencerna kembali (Blakely dan Bade, 1992), semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum maka akan memaksimalkan proses coprophagy yang terjadi dalam pencernaan kelinci dan akan menyumbangkan beberapa zat nutrisi yang dihasilkan dari proses ini. Proses coprophagy pada kelinci rex menyumbangkan beberapa zat nutrisi seperti asam amino, asam lemak terbang, vitamin B dan vitamin K, tetapi dalam penelitian ini banyak proses coprophagy yang terganggu akibat feses lunak hasil fermentasi (caecotrophy) jatuh ke dalam bak penampungan feses sehingga proses coprophagy tidak maksimal. Selain itu, sistem pencernaan pada kelinci tidak optimal seperti milik ternak ruminansia yang dapat mencerna pakan hasil fermentasi di dalam tubuh dengan maksimal. Berdasarkan hasil analisis uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa kelinci rex yang diberi perlakuan serat kasar 14% memberikan hasil yang optimal dalam efisiensi protein pada rataan 1,09 ekor/hari. Pemberian serat kasar sebesar 14% dapat mempengaruhi penyerapan protein di dalam tubuh kelinci rex. Hasil penelitian ini diperkuat oleh pernyataan Lebas (1980), bahwa serat kasar sebesar 14% dapat memberikan hasil yang optimal pada kelinci.

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pengaruh tingkat serat kasar pada ransum kelinci memberikan nilai imbangan efisiensi protein yang berbeda. Pemberian tingkat serat kasar sampai dengan 18% dalam ransum pelet berpengaruh terhadap imbangan efisiensi protein kelinci rex lepas sapih. Pemberian tingkat serat kasar dalam ransum pelet sebesar 14% memberikan pengaruh terbaik terhadap imbangan efisiensi protein ransum kelinci rex yaitu 1,09. SARAN Untuk mendapatkan Imbangan Efisiensi Protein terbaik pada pemeliharaan kelinci lepas sapih, disarankan pemberian ransum pelet dengan tingkat serat kasar sebesar 14%. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Chekee, P. R. 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Oregon State University. Corvalis, Oregon. Kartadisastra, H, R. 1994. Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta. Lebas, F., P. Coudert, R. Rouvier dan H. De Rachambeau. 1980. The Rabbits, Husbandry, Health and Production. Food AgricultureOrganization of The United Nation, Rome. Nasoetion, A.H. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja. Gramedia. Jakarta. Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soeharsono. 1979. Pengaruh Berbagai Macam Makanan Penguat Pada Tingkat Protein Kasar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ternak Kelinci. Proccendin Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Yanuar Adi Prasetyo Wibowo NPM : 200110110156 Judul Artikel : Pengaruh Tingkat Serat Kasar dalam Ransum Pelet Terhadap Imbangan Efisiensi Protein Pada Kelinci Rex Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini. Mengetahui, Jatinangor, tanggal 9 September 2016 Pembimbing Utama, Penulis, (Dr. Ir. Rd. Hery Supratman, MS.) (Yanuar Adi Prasetyo Wibowo) Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Rachmat Wiradimadja, MS.)