BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

WALIKOTA BUKITTINGGI

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2012 NOMOR 5

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN ACEH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANDAERAHKOTASURAKARTA NOMOR 8 TAHUN2012 TENTANG PENANAMANMODAL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA,

Transkripsi:

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian daerah, pembiayaan pembangunan daerah dan dapat menciptakan lapangan kerja serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya jaminan kepastian hukum dan kemudahan bagi penanam modal yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Muara Enim; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal di Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 4. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal; 7. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM Dan BUPATI MUARA ENIM MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Muara Enim. 2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Muara Enim. 3. Bupati adalah Bupati Muara Enim. 4. Perangkat Daerah Kabupaten Bidang Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat PDKPM merupakan Instansi yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di Pemerintah Kabupaten. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten. 6. Modal Dalam Negeri adalah modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 7. Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan Warga Negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 8. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. 9. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 10. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

11. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. 12. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. 13. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha menengah. 14. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. 15. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Kabupaten yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal dan non fiskal, serta informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 17. Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal. 18. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu

kesatuan proses mulai dari tahap permohonan sampai dengan penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. 19. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem elektronik pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi. 20. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang. BAB II ASAS, TUJUAN, SASARAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Asas penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan : a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal penanaman modal; e. kebersamaan; f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan; h. berwawasan lingkungan; i. kemandirian; dan j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi daerah. Pasal 3 Tujuan penyelenggaraan penanaman modal adalah : a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah; b. menciptakan lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha daerah; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi daerah;

f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pasal 4 Sasaran penanaman modal meliputi : a. meningkatnya iklim investasi yang kondusif; b. meningkatnya sarana pendukung penanaman modal; c. meningkatnya kemampuan sumber daya manusia; d. meningkatnya jumlah penanam modal; dan e. meningkatnya realisasi penanaman modal. Pasal 5 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi penyelenggaraan kegiatan penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten berdasarkan ketentuan yang berlaku. BAB III KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL DAERAH Pasal 6 (1) Pemerintah Kabupaten menyusun dan menetapkan kebijakan pengembangan penanaman modal di daerah dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal Daerah mengacu pada Rencana Umum Penanaman Modal Pemerintah, Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi, dan Program pembangunan daerah. (2) Penyusunan Rencana Umum Penanaman Modal Daerah dikoordinasikan oleh PDKPM dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB IV BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN Pasal 7

(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Penanamanan modal asing wajib dilakukan dalam bentuk Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. (3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk Perseroan Terbatas dilakukan dengan : a. mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB V LOKASI PENANAMAN MODAL Pasal 8 Pemerintah Kabupaten dalam menetapkan lokasi pengembangan usaha penanaman modal berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. BAB VI PELAYANAN DAN PENYELENGGARAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Pelayanan Penanaman Modal Pasal 9 (1) Pelayanan penanaman modal di daerah dilaksanakan oleh SKPD yang menyelenggarakan PTSP.

(2) Bupati mendelegasikan wewenang perizinan dan nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Kabupaten kepada SKPD yang menyelenggarakan PTSP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Bagian Kedua Penyelenggaraan Penanaman Modal Pasal 10 (1) Kebijakan penyelenggaraan penanaman modal di daerah berdasarkan Rencana Umum Penanaman Modal Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. kerjasama penanaman modal; b. promosi penanaman modal; c. jenis pelayanan penanaman modal; d. pengendalian pelaksanaan penanaman modal; e. pengelolaan data dan sistem informasi penanaman modal; dan f. penyebarluasan, pendidikan dan pelatihan penanaman modal. (3) Pelaksanaan kebijakan penanaman modal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam rangka : a. menjamin kepastian hukum dan keamanan dalam berusaha bagi penanam modal sejak proses perizinan sampai berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku; dan b. memberi perlakuan dan peluang yang sama bagi penanam modal di daerah. Bagian Ketiga Kerjasama Penanaman Modal

Pasal 11 (1) Pemerintah Kabupaten dapat melakukan kerjasama dengan dunia usaha dan/ atau pihak ketiga di bidang Penanaman modal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Promosi Penanaman Modal Pasal 12 (1) Pemerintah Kabupaten dalam melaksanakan promosi penanaman modal dapat dilakukan sebagai berikut : a. mengkaji, merumuskan dan menyusun kebijakan teknis pelaksanaan pemberian bimbingan dan pembinaan promosi penanaman modal di daerah; b. mengkoordinasikan dan melaksanakan promosi penanaman modal daerah baik di dalam negeri maupun ke luar negeri; dan c. mengkoordinasikan, mengkaji, merumuskan dan menyusun materi promosi penanaman modal skala daerah. (2) Pelaksanaan promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak lain dan/atau Pihak Ketiga. Bagian Kelima Jenis Pelayanan Penanaman Modal Pasal 13 (1) Jenis pelayanan di bidang penanaman modal meliputi : a. pelayanan perizinan penanaman modal; dan b. pelayanan nonperizinan penanaman modal.

(2) Pelayanan Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. izin prinsip penanaman modal; b. izin prinsip perluasan penanaman modal; c. izin prinsip perubahan penanaman modal; d. izin usaha, izin usaha perluasan, izin usaha pengabungan perusahaan penanaman modal (merger) dan izin usaha perubahan; e. perizinan lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelayanan nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a. perpanjangan izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA); b. pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal; c. pelayanan informasi dan pelayanan pengaduan. (4) Pelaksanaan Pelayanan Perizinan dan non perizinan di bidang penanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan oleh SKPD yang menyelenggarakan PTSP. (5) Tata cara dan persyaratan perizinan dan nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keenam Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pasal 14 (1) Pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal dilaksanakan melalui Pemantauan, Pembinaan dan Pengawasan Penanaman Modal dengan cara : a. Pemantauan dengan cara melakukan verifikasi dan evaluasi data pelaksanaan Penanaman modal untuk memperoleh data realisasi Kegiatan Penanaman Modal. b. Pembinaan dilakukan dengan cara :

1. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang Pelayanan Penanaman Modal; 2. Memberikan konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai ketentuan perizinan yang diperoleh. c. Pengawasan dilakukan dengan cara : 1. Melakukan evaluasi dan penelitian atas laporan tentang pelaksanaan penanaman modal, penyimpangan atau pelanggaran oleh Penanaman Modal. 2. Mengadakan pemeriksaan langsung ke lokasi proyek penanaman modal. 3. Menindaklanjuti terhadap penyimpangan /pelanggaran yang dilakukan penanaman modal atas ketentuan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. Bagian Ketujuh Pengolahan Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pasal 15 Pengolahan data dan sistem informasi penanaman modal meliputi pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal melalui SKPD yang menyelenggarakan PTSP yang dapat dilaksanakan secara manual atau melalui SPIPISE yang terintegrasi dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota lainnya. Bagian Kedelapan Penyebarluasan, Pendidikan dan Pelatihan Penanaman Modal Pasal 16 (1) Penyebarluasan, Pendidikan dan Pelatihan Penanaman Modal meliputi : a. membina dan mengawasi pelaksanaan di bidang sistem informasi penanaman modal; b. mengkoordinasikan pelaksanaan sosialisasi atas kebijakan dan perencanaan, pengembangan, kerjasama luar negeri, promosi, pemberian pelayanan perizinan, pengendalian

pelaksanaan, dan sistem informasi penanaman modal kepada aparatur pemerintah dan dunia usaha; dan c. mengkoordinasikan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan penanaman modal. (2) Pelaksanaan penyebarluasan, pendidikan dan pelatihan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PDKPM. BAB VII LKPM Pasal 17 (1) Perusahaan yang telah mendapat izin Prinsip dan atau persetujuan Penanaman Modal wajib menyampaikan LKPM secara berkala kepada BKPM RI, PDPPM, dan Bupati melalui PDKPM. (2) Kewajiban penyampaian LKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN SERTA TANGGUNG JAWAB Pasal 18 Setiap penanam modal berhak mendapatkan : a. kepastian hukum dan perlindungan; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan d. berbagai bentuk fasilitas dan kemudahan sesuai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 Setiap penanam modal berkewajiban : a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR);

c. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan d. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 Setiap penanam modal bertanggung jawab : a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli, dan hal lain yang merugikan daerah; c. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; d. menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau menelantarkan kegiatan usahanya; dan f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX KETENAGAKERJAAN Pasal 21 (1) Penanam modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja dari daerah sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan. (2) Penanam modal berhak menggunakan tenaga ahli dari luar daerah dan warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu dengan memperhatikan karakter dan budaya bangsa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (3) Penanam modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja daerah melalui pelatihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penanam Modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi

kepada tenaga kerja daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja. (2) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai hasil, penyelesaiannya dilakukan melalui mekanisme tripartit. (3) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai hasil, penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial. BAB X PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI Pasal 23 (1) Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi melalui kemitraan usaha, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan usaha serta penyebaran informasi seluas-luasnya. (2) Pembinaan dan pengembangan penanaman modal usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dilakukan oleh PDKPM dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yang bekerja sama dengan Penanam Modal. (3) Pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati

BAB XI PERSELISIHAN Pasal 24 (1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah Kabupaten dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah Kabupaten dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melaui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. (4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah Kabupaten dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Pasal 25 (1) Apabila terjadi perselisihan antara penanam modal dengan masyarakat dan atau sesama penanam modal, maka Pemerintah Kabupaten harus mengupayakan dan atau memfasilitasi penyelesaiannya secara musyawarah dan mufakat. (2) Bila upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, maka penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 26 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluasluasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan penanaman modal dengan cara: a. penyampaian saran; dan b. penyampaian informasi potensi daerah. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. mewujudkan penanaman modal yang berkelanjutan; b. mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan; c. mencegah dampak negatif sebagai akibat penanaman modal; dan d. menumbuhkan kebersamaan antara masyarakat dengan penanam modal. (3) Untuk menunjang terselenggaranya peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) difasilitasi PDKPM. BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 27 (1) Penanam modal yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23 ayat (2) dapat dikenakan sanksi berupa : a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. Pencabutan izin usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. (2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh PDKPM yang membidangi penanaman modal sesuai ketentuan Peraturan Perundangundangan.

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Muara Enim. Ditetapkan di Muara Enim pada tanggal 26 Mei 2015 BUPATI MUARA ENIM, Dto Diundangkan di Muara Enim pada tanggal 26 Mei 2015 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM, MUZAKIR SAI SOHAR Dto HASANUDIN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2015 NOMOR 1 NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN : (1/ME/2015).