KERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Hukum Laut Indonesia

LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

h. 17. h.1. 4 Ibid, h C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DI INDONESIA. Oleh : Dina Sunyowati

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENATAAN RUANG LAUT BERDASARKAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT

Kata kunci: GO-JEK, angkutan umum, perlindungan hukum

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

Universitas Kristen Maranatha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

7. SIMPULAN DAN SARAN

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERINTEGRASI DI INDONESIA. Dirhamsyah 1)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Kata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keberhasilan diplomatik yang monumental. Perjuangan Indonesia

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

The Exclusive Economic Zone. Batas/Delimitasi ZEE. Definisi Umum ZONA MARITIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

Keywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan

dan pengelolaan wilayah perairan Indonesia yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

Kata Kunci: BUMN, Penunjukan Langsung, Good Corporate Governance, Asas Kewajaran.

I Ketut Partha Cahyadi I Made Arya Utama Kadek Sarna. Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Abstract

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TARGET INDIKATOR KETERANGAN

KEDAULATAN NEGARA PANTAI (INDONESIA) TERHADAP KONSERVASI KELAUTAN DALAM WILAYAH TERITORIAL LAUT (TERRITORIAL SEA) INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

KONSEP NEGARA KEPULAUAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NIGER GESONG ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN INITIAL PUBLIC OFFERING TERHADAP EMITEN DAN INVESTOR

PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup lainnya dan sebagai sumber daya alam. Ruang baik sebagai

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

Prinsip-Prinsip Penentuan Garis Pangkal dan Garis Batas Laut Teritorial antara Republik Indonesia dan Republik Demokratis Timor Leste

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata kunci: Laporan Keuangan Bank, Pencatatan Palsu,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENILAIAN PROPORSI LUAS LAUT INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KERANGKA HUKUM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERDASARKAN KONSEP INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DALAM RANGKA PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN SUNYOWATI, DINA JURISDICTION, TERRITORIAL LAW AND LEGISLATION KKB KK-2 Dis H 14 / 09 Sun k Promotor : Prof.Dr. Siti Sundari Rangkuti, SH. Copyright : @ 2008 by Airlangga University Library RINGKASAN Wilayah pesisir Indonesia memiliki nilai strategic dengan berbagai keunggulannya, dari segi fisik, geografis dan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Potensi wilayah pesisir tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam, jumlah penduduk di wilayah pesisir, dan pemanfaatan lain yang diperlukan bagi pembangunan. Sumberdaya alam di wilayah pesisir sangat penting bagi perekonomian dan pembangunan, harus dikelola secara terpadu dan berkelanjutan. Pembangunan kelautan pada dasarnya harus memperhatikan lingkungan laut secara keseluruhan, termasuk di dalamnya wilayah pesisir, karena lingkungan laut merupakan komponen penting sistem penyangga kehidupan global dan asset positif yang membuka peluang bagi pembangunan berkelanjutan (Agenda 21 Chapter 17). Ketentuan mengenai pentingnya perlindungan dan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan di atur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Bab XII tentang Protection and Preservation of The Marine Environment Pasal 192 sampai dengan 237. Dengan UU Nomor 17 Tabun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia memiliki dasar hukum tentang perlindungan dan pelestarian

lingkungan laut, karena berlakunya UNCLOS 1982 memiliki sifat sebagai "hard law" bagi Indonesia dengan segala akibat hukumnya. UNCLOS 1982 bare mempunyai kekuatan berlaku sejak tanggal 26 November 1994. Pembangunan kelautan berkelanjutan, menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dengan daya dukung lingkungan baik di pesisir maupun Iaut, didasarkan pada Agenda 21 Chapter 17 yang merupakan hash dari United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro 1992. Sebagai salah satu basil Konferensi Rio, Agenda 21 Chapter 17 Progam (a) secara implisit mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir berdasar konsep integrated coastal management, yaitu Integrated management and sustainable development of coastal areas, including exclusive economic zones. Bagi Indonesia, Agenda 21 merupakan "soft Iaw" dari aspek hukum internasional. Mengacu pada Agenda 21, dan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya di wilayah pesisir tanpa harus mengurangi kualitas lingkungan laut, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Agenda 21 Indonesia (1996); Bab 18 mengatur mengenai Pengelolaan Terpadu Daerah Pesisir dan Laut. Pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan Agenda 21 Indonesia menjadi bagian dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tabun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005-2025. Selanjutnya, diimplementasikan pada peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sumberdaya alam yang terkait dengan kewenangan dan kelembagaan di bidang kelautan. Ketentuan mengenai pengelolaan wilayah pesisir diatur dalam Undang-undang Nomor 27

Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4739, selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK, disahkan tanggal 17 Juli 2007. Tujuan umum penelitian ini, untuk menemukan dan mengkaji kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir yang mengacu pada hukum internasional, hukum nasional dan ketentuan lain yang terkait, sebagai implementasi konsep integrated coastal management untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan. Penelitian ini mengarahkan analisisnya terhadap latar belakang, dan pengaturan serta analisis substansial, prinsip-prinsip yang terkandung dalam pengelolaan wilayah pesisir berdasar konsep integrated coastal management, sebagai upaya untuk menemukan penyelesaian konflik norma dalam pengelolaan wilayah pesisir. Penelitian untuk Disertasi ini merupakan penelitian hukum (legal research), dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Bab XII tentang Protection and Preservation of The Marine Environment Pasal 192 sampai dengan 237. Untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Integrated coastal management, suatu pendekatan holistic dalam pengelolaan wilayah pesisir, sebagai upaya untuk memperkecil potensi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir. Wilayah pesisir mempunyai nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan, dan mempunyai fungsi yang terkait satu dengan yang lain, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir memerlukan pengaturan secara terencana dan terpadu. Integrated coastal management merupakan konsep pengelolaan wilayah pesisir yang diatur dalam Agenda 21 Chapter 17 Program (a). Pelaksanaan program ini berkaitan dengan prinsip-prinsip sustainable development, karena sustainable development tidak akan dapat dilaksanakan tanpa pengelolaan yang terintegrasi diantara para pengguna dan pemerintah sebagai pelaksana pengelolaan. Untuk itu diperlukan perencanaan program kerjasama dan koordinasi diantara pengguna dan pengelola yang terangkum dalam integrated coastal management. Integrated coastal management merupakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir, dengan cara melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang wilayah pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian Untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Integrated coastal management,

suatu pendekatan holistic dalam pengelolaan wilayah pesisir, sebagai upaya untuk memperkecil potensi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir. Wilayah pesisir mempunyai nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan, dan mempunyai fungsi yang terkait sate dengan yang lain, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir memerlukan pengaturan secara terencana dan terpadu. Integrated coastal management merupakan konsep pengelolaan wilayah pesisir yang diatur dalam Agenda 21 Chapter 17 Program (a). Pelaksanaan program ini berkaitan dengan prinsip-prinsip sustainable development, karena sustainable development tidak akan dapat dilaksanakan tanpa pengelolaan yang terintegrasi diantara para pengguna dan pemerintah sebagai pelaksana pengelolaan. Untuk itu diperlukan perencanaan program kerjasama dan koordinasi diantara pengguna dan pengelola yang terangkum dalam integrated coastal management. Integrated coastal management merupakan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir, dengan cara melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assessment) tentang wilayah pesisir beserta sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya, guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Pedoman untuk pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir berdasarkan pada aturan-aturan atau norma internasional untuk lingkungan dan pembangunan yang berasal dari kesepakatan negara-negara yang dipelopori oleh PBB (soft law) dan perjanjian-perjanjian internasional yang menghasilkan prinsip-prinsip dasar yang berhubungan dengan karakter khusus wilayah pesisir yang telah dituangkan dalam perangkat hukum nasional dan aturanaturan lain yang terkait (hard law). Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil (selanjutnya disebut Undang-undang PWP-PK). Dalam pelaksanaannya, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWPPK membawa implikasi terhadap pengaturan perundangan terkait lainnya, karena pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir melibatkan banyak kepentingan, baik pemerintah maupun swasta. Berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK berakibat pada benturan kepentingan dan tumpang tindih wewenang di wilayah pesisir. Sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut bersifat sektoral mengatur sektorsektor pembangunan tertentu dan bersifat sektoral, yang secara Iangsung dan tidak langsung terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir, seperti misalnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan, Undangundang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penentuan batasan zonasi pengelolaan wilayah pesisir didasarkan pada batasan kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan bukan merupakan kedaulatan yang dimiliki oieh daerah. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Wilayah Perairan Indonesia mencakup: (a) Laut Teritorial Indonesia, (b) Perairan Kepulauan, (c) Perairan Pedalaman. Di luar wilayah kedaulatannya Indonesia mempunyai hakhak eksklusif dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan yang terkandung dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen menurut UNCLOS 1982. Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu bagian wilayah laut di Iuar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab V UNCLOS 1982 dan diiinplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Perencanaan tata ruang pesisir hams diletakkan dalam sistem perencanaan ruang yang berlaku. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada faktanya terkait dengan tata ruang daratan, sehingga Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa ruang laut dan ruang udara pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Batas wilayah perencanaan, termasuk baths taut, disesuaikan dengan batas kewenangan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Seperti halnya di beberapa negara maka kerangka hukum (Legal Framework) untuk pengaturan pengelolaan wilayah pesisir menggunakan konsep integrated coastal management dengan penekanan pada sistem kewenangan kewilayahan/zonasi. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mengatasi konflik dalam pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan, atau berupa konflik kewenangan, konflik kepentingan, konflik pembangunan antar sektor dan ketidakserasian antar peraturan perundangundangan. Kerangka hukum dalam penyusunan pengaturan pengelolaan wilayah pesisir di setiap Negara memadukan dan menyelaraskan antara hukum internasional (seperti Konvensi, perjanjian internasional, protocol dan lainnya) dan hukum nasional (sesuai dengan struktur hirarkhi perundang-undangan yang berlaku). Kebijakan kelautan nasional menurut Draft Kebijakan Kelautan Indonesia, 2005, mencakup 2 (dua) dimensi, Pertama, kepentingan dan kewenangan nasional terhadap wilayah kedaulatan dan yurisdiksi, dan kedua, kepentingan dan keterkaitan Indonesia terhadap peraturan global di perairan laut internasional. Pengaturan yang diinginkan diwujudkan

dalam bentuk tata kelola kelautan (ocean governance) sebagai instrumen kebijakan kelautan (ocean policy). Tujuan yang ingin dicapai dalam pemantapan tata kelola kelautan (ocean governance) adalah terselenggaranya tata kelola kelautan yang baik (good ocean governance) di tingkat nasional sehingga dapat melaksanakan koordinasi dan memadu-serasikan pembangunan kelautan di berbagai sektor mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. 2 (dua) hal pokok dalam pelaksanaan tata kelola kelautan (ocean governance), yaitu pertama secara eksternal, adalah menata batas-batas maritim dengan negara-negara tetangga sesuai dengan ketentuan internasional yang berlaku dan kedua, secara internal adalah menata wilayah taut khususnya batas-batas peruntukan ruang laut sebagai suatu langkah pengaturan untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang laut antar sektor yang memiliki kepentingan dalam mengelola sumberdaya kelautan. Berdasarkan basil penelitian, dapat dikemukakan simpulan yang dikonstruksikan sebagai temuan sebagai berikut: Impiementasi konsep integrated coastal management pada wilayah pesisir menurut hukum internasional berhubungan dengan karakter khusus wilayah pesisir mengacu kepada Agenda 21-Chapter 17 Program (a). Konsep integrated coastal management telah diterapkan oleh banyak Negara dalam peraturan pengelolaan wilayah pesisirnya. Sebagaimana praktek negara-negara dalam pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan konsep integrated coastal management, maka Indonesia mengimplementasikan konsep integrated coastal management dengan menuangkannya dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP-PK). Dalam pelaksanaannya, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK membawa implikasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya, karena sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut bersifat sektoral yang mengatur sektor-sektor pembangunan tertentu, yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir. Berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK mengakibatkan konflik norma berupa benturan kepentingan dan tumpang tindih wewenang di wilayah pesisir. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK dan peraturan perundangundangan terkait yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir belum seluruhnya mengimplementasikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam integrated coastal management dan prinsip sustainable development. Tata kelola kelautan sebagai bagian dari Ocean Policy disusun dalam kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir dengan menggunakan konsep integrated coastal management yang menekankan pada sistem kewenangan kewilayahan/zonasi. Hal ini

dimaksudkan sebagai upaya mengatasi konflik dalam pemanfaatan atau eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan. Kerangka hukum pengelolaan wilayah pesisir memadukan dan menyelaraskan antara aturan-aturan hukum internasional, hukum nasional dan peraturan daerah untuk mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan. Dari simpulan berupa temuan di atas, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: Konsep integrated coastal management dan sustainable development, hendaknya dituangkan juga dalam undang-undang sektoral terkait yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir. Pengaturan mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir, hendaknya ditindaklanjuti dengan penetapan penataan ruang wilayah. Untuk itu sinkronisasi terhadap peraturan pengelolaan wilayah pesisir sangat diperlukan dengan cara melakukan integrasi dan koordinasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya, sehingga akan meminimalisir konflik norma dalam penataan ruang wilayah pesisir. Kerangka hukum yang mengacu pada konsep integrated coastal management dengan menyelaraskan antara aturan hukum internasional dan hukum nasional dapat digunakan sebagai acuan dalam evaluasi peraturan perundang-undangan yang berlaku baik Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK maupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Peraturan Daerah. Pemberdayaan semua komponen atau stakeholders di daerah, terutama masyarakat adat akan mengurangi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir.

ABSTRACT THE LEGAL FRAMEWORK OF COASTAL MANAGEMENT CONCERNING THE IMPLEMENTATION OF INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT CONCEPT RELATING TO SUSTAINABLE MARINE DEVELOPMENT Sustainable marine development can be pursued when it is supported by a legal framework that refers to coastal zone management plan. Regulation that suitable with to legal framework is more focused on national maritime jurisdictional zones and administrative areas approach, and on dispute settlement related to coastal zone management, whether procedure managed through agreement, arbitration, and other solution that has been ag The purpose of this research are : (1) studying principles of integrated coastal management concept to be used in the coastal zone management, examining its relevance from international law aspect, its implementation in national positive law and state practices, (2) analyzing the implementation of integrated coastal management principles in the rules concerning with coastal zone management, and finding out any possible legal conflicts in implementing of coastal zone management rules, (3) finding out and examining legal framework in the form of rules necessary to be developed in the future (fus eonstituendurn) which related to the management of coastal zone in the ocean management, based on the concept of integrated coastal management as an effort to actualize sustainable marine development. This research for dissertation is a legal research and utilizes statute approach, conceptual approach, and comparative approach. This research concluded that: (1) Protection and preservation of the marine environment to support ocean development are provided in United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Part XII of Protection and Preservation of the Marine Environment-Article 192-237. There is an implication of principles of integrated coastal management in the management of coastal zones, when it is seen from international law aspect and practices in several countries, (2) Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Islands has an implication to other related regulation, that arrange certain development sectors, therefore the existence of Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Lslands may cause conflict of law, conflict of interest, and authority problems, (3) legal framework that refers to the concept of Coastal Zone Management can be used as a model in changing or revising the existing law, i.e., whether or not Law Number 27 of 2007 concerning The Management of Coastal Zones and Small Islands shall be revised. The development of every component or stakeholders in the region, especially indigenous community would decrease any conflict in the utilization of coastal areas. Keywords : Integrated Coastal Management; Sustainable Development; Marine Natural Resources; Good Ocean Governance.