BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

PENELITIAN KAJIAN WANITA

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB V PENUTUP. A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Mantan Pekerja Seks Komersial

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

UCAPAN TERIMAKASIH...

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan dapat menimpa siapa saja, baik laki- laki maupun perempuan,

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB 1 PENDAHULUAN. An-nisa, ayat 13 surah Al Hujurat, ayat surah As-Syura, ayat 45 surah An Najm dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB III PENUTUP. maka pada bab ini penulis menyimpulkan sebagai rumusan terakhir dengan

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR- 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DANANAKKORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun oleh korban sendiri. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu perilaku tindak kekerasan yang sangat banyak terjadi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan data dari Komnas Perempuan yang mencatat bahwa pada tahun 2004 terjadi 14.020 kasus KDRT, lalu bertambah menjadi 20.391 pada tahun 2005, dan bertambah lagi pada tahun 2006 menjadi 22.517 kasus, kemudian tercatat pada tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus. Pada tahun 2008 terjadi 54.425 kasus kekerasan, dan tahun 2009 terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 263% atau 143.586 dibanding tahun lalu yaitu sebesar 54.425 kasus kekerasan. Dari fakta yang terjadi di lapangan, pihak yang sering menjadi korban persoalan KDRT adalah kebanyakan perempuan dan anak. Menurut Kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan, tingkat kekerasan yang dialami perempuan Indonesia sangat tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau 11,4% dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak kekerasan. Tindak kekerasan dominan yang dialami oleh perempuan Indonesia adalah kekerasan domestik atau kekerasan dalam rumah tangga, misalnya penganiayaan, 1

2 perkosaan, pelecehan atau perselingkuhan yang dilakukan oleh suami (Soeroso, 2010:2). Maka dari itu perempuan-perempuan korban kekerasan harus mendapatkan perlindungan hak-hak dari negara atau masyarakat agar terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia. Irmaya (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Perlindungan Hak Asasi Perempuan Dalam Rumah Tangga untuk Mewujudkan Keadilan Jender ditemukan bahwa kekerasan terhadap perempuan, baik berupa kekerasan fisik, psikologis, seksual maupun ekonomi, terutama terhadap perempuan dapat mengakibatkan dampak kesehatan yang berat. Dampak fisik umumnya tidak mencolok, tetapi dampak psikologis umumnya cukup berat seperti jatuhnya harga diri dan konsep diri korban. Rasa takut terhadap pasangannya yang dianggap dapat mengancam keselamatan jiwanya sering muncul, merasa harga diri rendah, dan trauma yang korban rasakan dari orang yang seharusnya menyayangi, menghormati, dan melindunginya. Selain itu ditemukan juga bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan tidak terbatas pada usia, tingkat pendidikan, agama, suku, maupun status sosial-ekonomi, dan perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada semua golongan. Baik golongan ekonomi bawah maupun golongan ekonomi atas. Menurut Soeroso ( 2010:4) hal tersebut menunjukkan bahwa: kekerasan terhadap perempuan bukan disebabkan oleh situasi ekonomi atau tinggi rendahnya pendidikan seseorang, tetapi lebih pada ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Pembagian peran sosial terhadap perempuan dan laki-laki menyebabkan terjadinya

3 ketidaksamaan kedudukan dan ketidakadilan terhadap perempuan. Namun tidak sedikit perempuan di Indonesia yang tidak mempunyai keberanian untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya baik kepada polisi, maupun ke lembaga yang berperan sebagai wadah perlindungan dan pemberdayaan perempuan. Data tahun 2002 dari 21 organisasi yang memberikan pelayanan bagi perempuan korban kekerasan di 15 kota di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 17% dari kasus-kasus yang mereka tangani berhasil dibawa ke polisi. Sedangkan dari kasus yang sampai ke polisi, hanya 21% yang berhasil sampai dituntaskan di pengadilan. (http://h0404055.wordpress.com). Pandangan masyarakat yang menganggap bahwa masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah urusan suami-istri yang bersangkutan, yang harus diselesaikan oleh mereka berdua, juga ikut menghambat proses perlindungan terhadap perempuan. Menurut Poerwandari (2004:200) bahwa sulitnya masyarakat memahami fenomena kekerasan terhadap perempuan juga terefleksikan secara ironis dari bagaimana pihak penegak hukum di Indonesia menanggapi masalah ini. Jadi jelas bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan yang telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, telah membuat banyak kaum perempuan menjadi pihak yang selalu dirugikan dan telah membuat mereka mengalami kekecewaan sepanjang hidupnya. Keadaan seperti itu apabila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan penderitaan perempuan yang berkepanjangan, yang akan menjadikan kaum perempuan kurang

4 mendapatkan kesempatan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, serta kurang mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan serta ikut menikmati hasil pembangunan negaranya. Melihat kondisi-kondisi seperti di atas, maka peranan lembaga yang berperan sebagai wadah pelayanan pemberdayaan perempuan sangatlah penting. Lembaga pemberdayaan perempuan yang membantu para perempuan yang sudah terlanjur menjadi korban kekerasan untuk dapat bangkit kembali dari keadaan yang dilanda krisis, baik secara emosional, fisik maupun keadaan mentalnya. Di Kota Bandung sendiri, lembaga pemerintah yang cukup aktif menerima pengaduan KDRT dan memperjuangkannya adalah UPT P2TP2A. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh mengenai permasalahan terhadap perempuan yang jumlahnya cukup besar tahun ini, yang bisa dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1 Permasalahan terhadap Perempuan NO MASALAH JUMLAH 1 Ekonomi 27 2 Perselingkuhan 5 3 Pemukulan 5 4 Pelecehan seksual 6 5 Penelantaran 3 6 Penghinaan 1 7 Legalitas status (Pernikahan/Akta Nikah dan 5 Akta Lahir) JUMLAH 52 Sumber: UPT P2TP2A (2010) Sejalan dengan itu, maka pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena

5 kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Diharapkan dengan lahirnya undang-undang yang baru tersebut bisa menjadi angin segar bagi para korban kekerasan dalam mencari keadilan. Sosialisasi dilakukan untuk mengenalkan adanya undang-undang baru yang dilakukan oleh berbagai kalangan. Misalnya pemerintah (penegak hukum), organisasi-organisasi sosial yang bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan, maupun organisasi wanita di tingkat pusat maupun daerah. Di samping itu, dengan diundangkannya dan disosialisasikannya undangundang tersebut, mendorong masyarakat dan korban untuk lebih terbuka serta menjadi lebih berani melaporkan tentang tindak kekerasan yang dialaminya. Bersamaan dengan meningkatnya kesadaran akan hak asasi manusia, maka keberanian para korban kekerasan semakin tinggi. Peran UPT P2TP2A Kota Bandung sendiri dalam memperjuangkan perempuan yang mengalami kekerasan rumah tangga di Kota Bandung cukup besar. Selain memberikan pendampingan moril, spiritual dan bantuan hukum, UPT P2TP2A juga memberikan pendidikan non formal yaitu berupa pelatihan-pelatihan keterampilan gratis untuk korban KDRT dan perempuanperempuan kota Bandung yang kehidupannya di bawah rata-rata agar mereka bisa hidup mandiri. Melihat begitu besarnya peranan UPT P2TP2A dalam memperjuangkan para perempuan yang menjadi korban kekerasan, mendorong peneliti untuk mengetahui sejauh mana peran, tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dalam upaya menanggulangi dan menyelesaikan

6 tindak kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan program yang diselenggarakan di lembaga tersebut. Maka secara langsung peneliti akan melihat peranan tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul UPAYA PENANGGULANGAN DAN PENYELESAIAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran, tugas pokok dan fungsi dari UPT P2TP2A dalam menanggulangi tindak KDRT terhadap perempuan? 2. Karakteristik kasus-kasus kekerasan apa yang ditangani oleh UPT P2TP2A? 3. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penanganan kasus perempuan korban KDRT di UPT P2TP2A? 4. Bagaimana upaya penyelesaian UPT P2TP2A dalam menangani kasus perempuan korban KDRT? C. Tujuan Penelitian Agar penelitian ini bisa mencapai hasil yang optimal, maka terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan yang terarah. Untuk maksud tersebut, peneliti merumuskan tujuan sebagai berikut:

7 1. Tujuan umum Sesuai dengan rumusan masalah di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara faktual dan akurat mengenai upaya penanggulangan dan penyelesaian tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ditinjau dari peran, tugas pokok dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Kota Bandung. 2. Tujuan khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi peran, tugas pokok dan fungsi dari UPT P2TP2A dalam menanggulangi tindak KDRT terhadap perempuan. b. Mengidentifikasi karakteristik kasus-kasus kekerasan apa yang ditangani oleh UPT P2TP2A. c. Mengidentifikasi kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penanganan kasus perempuan korban KDRT di UPT P2TP2A. d. Mengidentifikasi bagaimana upaya penyelesaian UPT P2TP2A dalam menangani kasus perempuan korban KDRT. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, yang berhubungan dengan perlindungan hak asasi manusia

8 dan perlindungan terhadap perempuan, khususnya perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 2. Secara Praktis a. Bagi perempuan Sebagai bahan pemikiran agar lebih termotivasi untuk berani melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya sehingga bisa memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. b. Bagi UPT P2TP2A Kota Bandung Memberikan umpan balik (feed back) kepada program UPT P2TP2A dalam menangani dan menyelesaikan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) khususnya terhadap perempuan. c. Bagi masyarakat umum Sebagai informasi untuk masyarakat agar ikut berpartisipasi aktif dalam meminimalisir tindak kekerasan dalam rumah tangga. E. Penjelasan Istilah Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam menginterpretasikan istilah-istilah yang digunakan untuk menata konsep penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut perlu didefinisikan sebagai berikut:

9 a. Upaya adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb); daya upaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1250). b. Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1138). c. Penyelesaian adalah proses, cara, perbuatan, menyelesaikan (dalam berbagai-bagai arti seperti pemberesan, pemecahan); (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1020). d. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010). e. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010).

10 f. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (UU Nomor 23 Tahun 2004). F. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasution (2003:5) bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam pendekatan kualitatif ini, peneliti sebagai instrumen utama yang berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data. Sesuai dengan pernyataan di atas, melalui pendekatan kualitatif maka peneliti bisa mengamati aktivitas yang dilakukan oleh UPT P2TP2A dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian tindak kekerasan dalam rumah tangga khususnya perempuan, sehingga dapat diungkapkan secara lebih luas dan mendalam.

11 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Penelitian deskriptif menurut Sudjana dan Ibrahim (1989:64) yaitu: Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian pada saat sekarang dengan perkataan lain penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, maka peneliti menggunakan metode deskriptif dikarenakan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui upaya penanggulangan dan penyelesaian tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dapat membuat peneliti mengetahui gambaran menyeluruh mengenai peran, tugas pokok, dan fungsi UPT P2TP2A dalam upaya menanggulangi dan menyelesaikan kasus perempuan korban KDRT. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Wawancara Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara lisan terhadap responden, dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disediakan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sarwono (1995), bahwa wawancara digunakan untuk menggali pendapat, perasaan, sikap, pandangan, proses berpikir, proses penginderaan, dan berbagai hal yang merupakan tingkah laku covert yang tidak bisa ditangkap melalui metode observasi.

12 Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang mendalam tentang bagaimana upaya penanggulangan dan penyelesaian tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu Kepala UPT P2TP2A, Kepala Sub Bag Tata Usaha, konselor dan masyarakat. 2. Observasi Yaitu pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Dalam observasi, peneliti melaksanakan pekerjannya di lapangan, yaitu dalam situasi yang sesungguhnya dimana situasi tidak dikendalikan oleh peneliti, melainkan semata-mata dipengaruhi oleh proses alamiah saja (Sarwono:1995). Merujuk pada pernyataan di atas, maka dengan menggunakan teknik observasi peneliti mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan data yang lebih mendalam, terinci dan cermat untuk dijadikan dasar yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengamati langsung di lapangan tentang bagaimana upaya penanganan dan penyelesaian kasus KDRT yang dilakukan oleh para pendamping atau konselor di UPT P2TP2A. 3. Studi Dokumentasi Yaitu teknik penelitian dengan melakukan kajian dokumentasi untuk memperoleh keterangan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Menurut Soehartono (2008: 70-71) studi dokumentasi merupakan teknik

13 pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2006:158). Dalam penelitian ini, data yang diperoleh melalui kajian dokumentasi dapat dipandang sebagai narasumber yang dapat menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Jadi dengan mempelajari dan menganalsis sumber-sumber dokumentasi baik itu berupa foto, surat-surat, catatan rapat, maupun bentuk dokumentasi lainnya, peneliti dapat memperkuat data hasil observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. 4. Studi Literatur Studi literatur adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkif, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan sebagainya (Arikunto, 2002:202). Dalam penelitian ini peneliti membaca, mempelajari buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data teoretis yang sekiranya dapat mendukung kebenaran data yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti berusaha mengumpulkan data berdasarkan referensi buku yang memiliki kaitan dengan kajian. Adapun yang termasuk ke dalam studi literatur pada penelitian ini adalah buku, skripsi, majalah, koran, artikel dan lain sebagainya.

14 G. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pelayanan Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A), tepatnya di Jl. H. Ibrahim Adjie (Kiaracondong) No. 84 Bandung. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto, 2006:145). Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu pengurus UPT P2TP2A Kota Bandung dan informan yang dapat memberikan informasi kepada peneliti, diantaranya yaitu: a. Kepala UPT P2TP2A b. Kepala Sub Bag Tata Usaha UPT P2TP2A c. Konselor UPT P2TP2A d. Anggota masyarakat