BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara Prestasi Akademik (Y) dengan Self-Efficacy (X1) dan Optimisme (X2).

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB II KAJIAN TEORI. element. At perhaps the most fundamental level, the termindicates that one or

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

juga kelebihan yang dimiliki

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan Berbicara Saat Persentasi. kecemasan berbicara seperti, demam panggung (stage fright), kecemasan berbicara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP KOGNISI SOSIAL - BANDURA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Gita Nurliana Putri, 2013

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persaingan global saat ini menuntut individu agar mampu mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kebijakan yang akan menunjukkan kemana bangsa ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karir adalah keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

93 Suci Nurul Fitriani, 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF-EFFICACY Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Sebagai suatu sistem

Self-Efficacy Mahasiswa Prodi PMA Dalam Pembelajaran Kalkulus Oleh: Budi Irwansyah, M.Si 1

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DAN PEMODELAN TERHADAP SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI.

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan teknologi mempercepat modernsasi

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada peserta didik, seperti kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang memuaskan. Dengan merasa memiliki keyakinan untuk berhasil dalam proses pembelajaran, maka individu akan terdorong untuk memperoleh prestasi akademik yang lebih baik. Keyakinan atau yang disebut self-efficacy yang diungkapkan oleh Bandura (1997) yakni merupakan persepsi diri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self-efficacy atau efikasi diri ini berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Self-efficacy juga merupakan penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Maka dapat dilihat bahwa self-efficacy menggambarkan penilaian kemampuan diri (Alwilsol, 2004). Self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Selfefficacy akan mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997). 8

9 Sejalan dengan Bandura, Pervin (dalam Bart Smet, 1994) menyatakan bahwa self-efficacy mengacu pada kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Untuk memutuskan perilaku tertentu, akan dibentuk atau tidak, seseorang tidak hanya mempertimbagkan informasi dan keyakinan tentang kemungkinan kerugian atau keuntungan, tetapi juga mempertimbangkan sejauh mana dirinya dapat mengatur perilaku tersebut. Seseorang yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung melakukan sesuatu dengan usaha yang besar dan penuh tantangan, sebaliknya individu yang memiliki self-efficacy yang rendah akan cenderung menghindari tugas dan menyerah dengan mudah ketika masalah muncul (Retno, 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang mampu menyadari potensi yang dimilikinya akan mampu mengoptimalkan dan mengarahkan kemampuan yang dimilikinya dalam sebuah pencapaian. Dalam proses pembelajaran, dengan menyadari kemampuan yang dimiliki mahasiswa dapat terdorong dan berusaha untuk mendapatkan prestasi akademik yang lebih baik dengan kemampuan yang dimilikinya. 2. Fungsi Self-Efficacy Fungsi self-efficacy menurut Bandura (1997) yakni: a. Fungsi Kognitif, Bandura menyatakan bahwa pengaruh self-efficacy pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi. Self-efficacy yang kuat akan mempengaruhi upaya seseorang untuk mencapai tujuan pribadinya.

10 b. Fungsi Motivasi, sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu memotivasi dirinya dan menuntun tindakan-tindakan yang menimbulkan keyakinan yang dilandasi oleh pemikiran tentang masa depan. c. Fungsi Sikap, self-efficacy meningkatkan kemampuan coping individu dalam mengatasi besaarnya stress dan depresi yang dialami pada situasi yang sulit dan menekan. d. Fungsi Selektif, self-efficacy akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang akan diambil oleh individu. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat fungsi self-efficacy yakni fungsi kognitif, fungsi motivasi, fungsi sikap dan fungsi selektif dimana keempatnya dapat menjadi gambaran bagaimana self-efficacy dapat mempengaruhi individu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan untuk dapat mencapai tujuan dan harapan yang dibuat, 3. Dimensi Self-Efficacy Bandura (1997) mengemukakan beberapa dimensi self-efficacy, yakni sebagai berikut: 1. Magnitude atau level yakni persepsi individu mengenai kemampuannya yang diukur melalui tingkat kesulitan dengan berbagai macam kesulitan tugas. Individu yang memiliki tingkat kesulitan tugas yang tinggi memiliki kekyakinan bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar dan juga memiliki self-efficacy yang tinggi, sedangkan individu dengan tingkat kesulitan tugas yang rendah memiliki keyakinan bahwa dirinya hanya mampu

11 mengerjakan tugas-tugas yang mudah serta memiliki self-efficacy yang rendah. 2. Generality, dimana individu menilai keyakinan mereka berada pada tingkat kesulitan tugas tertentu dalam arti luas individu mempunyai keyakinan dalam melaksanakan tugas-tugas. Generalisasi memiliki perbedaan dimensi yang bervariasi yaitu intensitas kesamaan aktivitas, kemampuan yang ditunjukkan dengan tingkah laku, kognitif, afektif. Menggambarkan secara nyata mengenai situasi dan karakteristik perilaku individu yang ditunjukkan. Penilaian ini berkaitan dengan perilaku dan konteks situasi yang mengungkapkan keyakinan individu terhadap keberhasilan mereka. 3. Strength, berkaitan dengan kuat-lemahnya keyakinan seorang individu. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada banyak kesulitan dan hambatan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan suatu keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu dalam menghadapi setiap kesulitan untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi tertentu. Keyakinan tersebut dibagi lagi kedalam 3 dimensi yakni magnitude, generality, dan strength sehingga akan mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi terhadap situasi yang menekan. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Self-Efficacy Menurut Bandura (Alwilsol, 2004) terdapat beberapa fa ktor yang mempengaruhi self-efficacy, yaitu:

12 1. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Exsperiences) Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacy dirinya. Ketika keberhasilan yang didapat seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Sebaliknya, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacy. 2. Pengalaman Orang Lain (Vicarious Exsperiences) Pengalaman keberhaslan orang lain yang memiliki kemiripan dengan pengalaman individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. 3. Persuasi Sosial (Social Persuation) Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa dirinya cukup mampu melakukan suatu tugas. 4. Keadaan Fisiologis dan Emosional (Physiology and Emotional States) Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umunya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy yang tinggi biasanya ditandai oleh rendahnya

13 tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula. Adapun strategi dalam efikasi diri (Alwilsol, 2004) berdasarkan faktor - faktor self-efficacy mencakup : 1. Pengalaman Performansi a. Participant modeling, yaitu meniru model yang berprestasi, b. Performance desensitization, yaitu menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu, c. Performance exposure, yaitu menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih, d. Self-instructed performance, yaitu melatih diri untuk melakukan yang terbaik. 2. Pengalaman vikarius a. Live modeling, yaitu mengamati model yang nyata, b. Syimbolic modeling, yaitu mengamati model simbolik, film, komik, dan cerita. 3. Persuasi verbal a. Suggestion, yaitu mempengaruhi dengan kata-kata berdasarkan kepercayaan, b. Exbortation, yaitu nasihat, peringatan yang mendesak atau memaksa, c. Self-instruction, yaitu memerintah diri sendiri, d. Interpretative treatment, yaitu interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah.

14 4. Pembangkitan emosi a. Attribution, yaitu mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional, b. Relaxation biodeedback, yaitu relaksasi, c. Syimbolic desensitization, yaitu menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik, d. Symbolic exposure, yaitu memunculkan emosi secara simbolik. Self-efficacy akan mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997). Namun, tinggi rendahnya selfefficacy akan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu pengalaman keberhasilan (mastery exsperiences), pengalaman orang lain (vicarious exsperiences), persuasi sosial (social persuation), dan keadaan fisiologis dan emosional (physiology and emotional states). B. Optimisme 1. Definisi Optimisme Optimisme adalah bagaimana seseorang bersikap positif terhadap suatu keadaan. Optimisme lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan mengenai sebab terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk (Seligman, 1995). Seligman (1990) mengatakan bahwa optimisme berpengaruh terhadap kesuksesan di dalam pekerjaan, sekolah, kesehatan, dan relasi sosial. Dalam studinya, Seligman membuktikan bahwa sikap optimis bermanfaat untuk memotivasi seseorang di segala bidang kehidupan.

15 Menurut Csoulter (1999) optimisme merupakan suatu sikap positif saat ini dan harapan yang mengarah pada orientasi masa depan yang positif. Suatu sikap positif yang ditunjukan oleh individu semata-mata berharap mendapatkan hasil yang positif pada waktu yang akan datang. Beberapa ahli lain juga memberian makna terhadap individu yang optimis. Menurut Chang (dalam Elfida, 2002) menyatakan bahwa individu yang optimis memiliki kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik, karena individu tersebut sering mengubah kondisi-kondisi yang berhubungan dengan situasi yang menekan. Orang yang optimis adalah individu dengan ekspektasi relatif realistis tentang kemampua mereka, jika mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani tantangan, maka pada umumnya mereka akan menyatakan demikian kepada orang lain dan kepada diri mereka sendiri dan tidak terlalu merasakan kecemasan (Norem, 2001) (Scheier & Carver, 2002) menjelaskan bahwa individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal yang baik terjadi pada mereka, sedangkan individu yang pesimis cenderung mengharapkan hal-hal buruk terjadi kepada mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang optimis merupakan individu yang mampu mengendalikan dirinya untuk tetap berfikir positif akan pencapaian terhadap tujuan dan mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dengan selalu berfikir positif dapat mengendalikan dan mengarahkan tingkah laku untuk menyelesaikan permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam mencapai tujuan dan harapan.

16 2. Dimensi Optimisme Menurut Seligman (2006) terdapat tiga dimensi dalam optimisme, yaitu Permanensi, Permasiveness, Personalisasi : a. Permanensi Permanensi yakni ketetapan suatu peristiwa, pada dimensi ini kita berbicara mengenai waktu. Individu yang mudah menyerah mempercayai bahwa penyebab kejadian buruknya adalah permanen. Kejadian-kejadian buruk itu akan terus berlangsung dan mempengaruhi kehidupan individu. Individu yang optimis akan menanggapi peristiwa yang buruk itu hanya berlangsung sementara (temporer). Penjelasan individu yang optimis terhadap peristiwa baik berbeda dengan penjelasan optimis terhadap kejadian buruk. Individu yang optimis terhadap kejadian baik menjelaskan kejadian-kejadian tersebut pada diri mereka sendiri dengan penyebab-penyebab yang permanen seperti karakter, kemampuan dan keinginan yang harus selalu tercapai. Individu yang percaya bahwa kejadiankejadian baik bersifat permanen akan berusaha keras setelah mencapai suatu keberhasilan. b. Pervasiveness Pervasiveness yakni gambaran sebagai keluasaan suatu peristiwa yang berkaitan dengan berbagai hal spesifik dan global. Individu yang memberikan penjelasan-penjelasan yang secara umum untuk suatu kegagalan dan akan menyerah pada berbagai hal saat individu mengalami suatu kegagalan, maka individu inilah yang jika satu hal dalam hidupnya hancur, maka seluruh kehidupannya terganggu, berbeda dengan individu yang optimis yang membuat

17 penjelasan-penjelasan spesifik yang mungkin terjadi, akan lebih mudah tahu kapan mereka menjadi orang yang tidak berdaya atau lemah dalam hidupnya dan kapan dirinya merasa kuat pada bagian kehidupan yang lain. c. Personalisasi Personalisasi merupakan sumber suatu peristiwa terjadi, baik secara internal maupun eksternal. Ketika suatu hal buruk terjadi, individu bisa menyalahkan diri sendiri (internal) atau menyalahkan orang lain atau keadaan (eksternal). Individu yang menyalahkan dirinya sendiri saat gagal akan menyebabkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri menjadi rendah. Individu akan berfikir dirinya tidak berguna, tidak punya kemampuan, dan tidak dicintai. Sebaliknya pada individu yang menyalahkan kejadian-kejadian eksternal tidak kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadian buruk menimpanya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa optimisme merupakan bagaimana persepsi individu terhadap suatu kejadian yang nantinya akan berpengaruh terhadap individu dalam memandang kejadian tersebut diwaktu yang akan datang yang nantinya akan membentuk sikap optimis dalam diri individu. Sikap optimis tersebut dibentuk melalui tiga dimensi yaitu Permanensi, Permasiveness, Personalisasi sehingga akan mempengaruhi bagaimana individu memandang suatu peristiwa atau kejadian. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Optimisme Vinacle (dalam Shof ia, 2009) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi pola pikir pesimis-optimis, yaitu:

18 a. Faktor etnosentris, Yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok atau orang lain yang menjadi ciri khas dari kelompok atau jenis lain. Faktor etnosentris ini berupa keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama dan kebudayaan. b. Faktor egosentris, Yaitu sifat-sifat yang dimiliki tiap individu yang didasarkan pada fakta bahwa setiap pribadi adalah unik dan berbeda dengan pribadi lain. Faktor egosentris ini berupa aspek-aspek kepribadian yang memiliki keunikan sendiri dan berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain. C. Prestasi Akademik 1. Definisi Prestasi Akademik Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian (Tu u, 2004). Menurut Kartono (1995) prestasi adalah hasil keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian, dan ulangan yang dilakukan dalam satu semester. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang bersifat kognitif dan sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang sudah diberikan serta dinilai oleh para pengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan). Sedangkan akademik adalah pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan

19 biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Haldane (dalam Tjundjing, 2001) menjelaskan bahwa seorang siswa baru dapat disebut berhasil bila siswa meraih suatu prestasi yang tinggi dalam pendidikan atau studinya. Selanjutnya Sudjana (2004) mendefinisikan prestasi akademik sebagai kemampuan yang diperoleh oleh mahasiswa setelah menerima pengalaman pembelajaran. Menurut Sudarsono (1997) prestasi akademik adalah hasil yang diperoleh mahasiswa dari usaha-usahanya selama mengikuti proses interaksi belajar mengajar dikampus yang akan mengakibatkan adanya perubahan perilaku pada mahasiswa tersebut. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik Menurut Djamarah (1994) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar, antara lain : 1. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan mahasiswa, lingkungan tempat mahasiswa hidup dan berinteraksi. Lingkungan dibagi menjadi dua bagian ; a. Lingkungan alami Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal mahasiswa hidup dan berusaha didalamnya, kondisi lingkungan yang baik dan nyaman dapat membuat mahasiswa lebih baik dala proses belajar. b. Lingkungan sosial budaya Mahasiswa merupakan bagian dari anggota masyarakat, mahasiswa tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial, susila dan norma-norma hukum yang berlaku dimasyarakat.

20 2. Faktor instrumental Setiap universitas memiliki tujuan yang akan dicapai, dalam rangka mencapai tujuan tersebut dan untuk memudahkannya diperlukan sejumlah prangkat kelengkapan dalam berbagai bentuk dan jenis diantaranya, kurikulum, program pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan dan dosen. 3. Kondisi fisiologis Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Kondisi jasmani yang sehat sangat berpengaruh terhadap proses belajar dan beraktivitas. 4. Kondisi psikologis Kondisi psikologis juga menjadi bagian penting yang dapat mempengaruhi mahasiswa dalam proses belajar diantaranya minat, kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif. Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu hal, sedangkan kecerdasan lebih berorientasi kepada tingkat intelegensi yang dimiliki individu, sedangkan bakat sendiri merupakan kemampuan bawaan yang dibawa pada masing-masing individu, selanjutnya motivasi merupakan dorongan yang membuat individu melakukan sesuatu tindakan dan kemampuan kognitif yaitu kemampuan individu untuk dapat mengolah setiap informasi yang dimiliki baik pengetahuan dari luar maupun pengetahuan terhadap diri dalam hal ini selfefficacy dan optimisme individu, serta sejauh mana individu dapat mampu mengambil keputusan dalam tindakan berdasarkan informasi yang telah diperoleh.

21 Lebih lanjut self-efficacy dan optimisme merupakan kemampuan kognitif pada diri mahasiswa yang mampu menilai dan mengolah informasi yang telah diperoleh dalam mencapai sebuah tujuan. Selanjutnya hal ini dapat memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk dapat bertindak dalam mewujudkan sebuah pencapaian yang diinginkan. 3. Norma hasil prestasi akademik Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari prestasi akademik. Selama proses pembelajaran yang dilakukan dalam periode waktu akan dilakukan evaluasi untuk dapat mengukur sejauh mana keberhasilan dan hasil dari proses belajar yang telah dilakukan. Suryabrata (2002) mengatakan un tuk mengetahui prestasi akademik sesorang, pendidik atau dosen harus melakukan pengukuran atau evaluasi. Pengukuran terhadap prestasi belajar ini biasanya dilakukan dengan memberikan tes pada waktu atau periode tertentu kepada mahasiswa yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka. Selanjutnya hasil dari proses belajar mahasiswa akan dikeluarkan dalam bentuk Kartu Hasil Sementara yang merupakan perumusan terakhir yang diberikan dosen mengenai kemajuan dan hasil belajar mahasiswa selama masa atau periode tertentu. Dalam Buku Panduan dan informasi Akademik Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (2011) keberhasilan belajar mahasiswa akan dinyatakan dalam bentuk indek prestasi (IP). IP adalah angka yang menunjukkan hasil prestasi mahasiswa dalam periode waktu satu semester. IP dihitung menurut semester yang bersangkutan, IP juga digunakan untuk mengikuti kemajuan belajar

22 mahasiswa setiap semester dan menentukan jumlah beban studi (SKS) pada semester berikutnya. Adapun alternatif norma pengukuran prestasi mahasiswa dan beban SKS yang dapat diambil pada semester berikutnya, terdapat pada table 2.1 dan 2.2. Table 2.1 Kategorisasi Nilai Indeks Prestasi (IP) No Indeks Prestasi Kategorisasi 1 2 3 4 5 Lebih atau sama dengan 3.00 2.50 2,99 2,00 2,49 1,50 1,99 Kurang Dari 1,50 Baik sekali Baik Cukup Kurang Gagal Sumber: Panduan Dan Informasi Akademik UIN SUSKA RIAU (2011) Table 2.2 Jumlah Maksimal Kredit (SKS) Yang Dapat Diambil Pada Semester Berikutnya No Indeks Prestasi Jumlah SKS 1 2 3 4 5 Lebih atau sama dengan 3.00 2.50 2,99 2,00 2,49 1,50 1,99 Kurang Dari 1,50 24 21 18 15 12 Sumber: Panduan Dan Informasi Akademik UIN SUSKA RIAU (2011) D. Kerangka Berfikir Prestasi akademik merupakan bentuk dari hasil proses belajar mengajar yang dilakukan mahasiswa dalam satu periode waktu, yang dapat dilihat dalam bentuk angka yang terdapat pada Kartu Hasil Studi (KHS). Suryabrata (2002) mengatakan untuk mengetahui prestasi akademik sesorang, pendidik atau dosen

23 harus melakukan pengukuran atau evaluasi. Untuk memperoleh dan mendapatkan hasil yang baik dan sesuai dengan harapan yang diinginkan, sebagai mahasiswa dalam proses pembelajaran dituntut untuk mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan dalam setiap mata kuliah yang diambil dengan baik. Dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut tentunya ada faktor yang mempengaruhinya, dalam hal ini keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri (self-efficacy) dan juga sikap optimisme untuk mampu menyelesaikan tugas yang diberikan menjadi faktor penting dalam mencapai prestasi akademik yang baik. Keyakinan dengan kemampuan diri sendiri ( self-efficacy) dapat berkontribusi besar bagi mahasiswa dalam meningkatkan prestasi akademiknya. Dengan memiliki self-efficacy yang tinggi maka diasumsikan mahasiswa mampu menyadari potensi yang dimilikinya, mahasiswa akan mampu mengoptimalkan dan mengarahkan kemampuan yang dimilikinya dalam sebuah pencapaian. Dalam proses pembelajaran, dengan menyadari kemampuan yang dimiliki mahasiswa dapat terdorong dan berusaha untuk mendapatkan prestasi akademik yang lebih baik dengan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang rendah akan merasa tidak memiliki kemampuan dan tidak terdorong untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Self-efficacy menjadi penting dimiliki bagi mahasiswa karena dengan memiliki self-efficacy yang baik maka mahasiswa mampu untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan merasa yakin terhadap kemampuannya untuk meraih prestasi akademik yang lebih baik.

24 Selanjutnya sikap optimis dari mahasiswa dalam memandang setiap situasi dan kondisi, terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan dalam proses belajar. Mahasiswa yang selalu optimis merupakan individu yang mampu mengendalikan dirinya untuk tetap berfikir positif akan pencapaian terhadap tujuan dan mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dengan selalu berfikir positif dapat mengendalikan dan mengarahkan tingkah laku untuk menyelesaikan permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam mencapai tujuan dan harapan. Individu yang optimis adalah individu yang mampu memandang masalah dengan cara yang baik dan menyelesaikan masalahnya dengan baik juga. Selanjutnya individu yang optimis selalu bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kesulitan. Individu merasa yakin mempunyai pengendalian atas pemikiran negatif, meningkatkan kekuatan apresiasi, menggunakan imajinasi untuk melatih kesuksesan (Mc Ginnis dalam Mutmainah, 2005). Dengan demikian sikap optimis perlu dimiliki oleh mahasiswa untuk dapat mengatasi dan mencari pemecah masalah dalam proses pembelajaran, dengan selalu berfikir positif terhadap hambatan-hambatan yang dihadapnya dan berusaha melihat kondisi dengan baik dan mencari jalan keluar. Sehingga mahasiswa mampu meraih dan mencapai harapan dan keinginannya. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas, terlihat bahwa selfefficacy dan optimisme memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pencapaian akademik mahasiswa. Karena itu peneliti melihat adanya pengaruh dari selfefficacy dan optimisme dengan prestasi akademik mahasiswa.

25 E. Hipotesis Berdasarkan kajian kepustakaan dan kerangka berfikir yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diajukan yakni ada hubungan positif antara selfefficacy dan optimisme dengan prestasi akademik mahasiswa. Artinya, semakin tinggi self-efficacy dan optimisme mahasiswa maka semakin tinggi prestasi akademik yang diraih oleh mahasiswa, begitu pula sebaliknya semakin rendah self-efficacy dan optimisme mahasiswa maka semakin rendah prestasi akademik yang diraih oleh mahasiswa.