BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KRITERIA DESAIN

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE KAJIAN

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND)

ANALISA KONSOLIDASI DAN KESTABILAN LERENG BENDUNG KOSINGGOLAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

Bab IV STABILITAS LERENG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

III. KUAT GESER TANAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA STABILITAS LERENG LIMIT EQUILIBRIUM vs FINITE ELEMENT METHOD

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

HARIANTI WIRA PRATAMA

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB II TI JAUA PUSTAKA

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK

TEKANAN TANAH LATERAL

BAB V PENUTUP. Melalui analisa dan perhitungan nilai faktor keamanan yang telah

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA BENDUNGAN TITAB

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Kestabilan Struktur Embankment Di Daerah Reklamasi (Studi Kasus : Malalayang)

Analisis Stabilitas dan Penurunan pada Timbunan Mortar Busa Ringan Menggunakan Metode Elemen Hingga

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN GEOSLOPE/W Tri Handayani 1 Sri Wulandari 2 Asri Wulan 3

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

ANALISIS KESTABILAN LERENG GALIAN DALAM SEGMEN C PADA PROYEK JALAN SOROWAKO BAHODOPI SULAWESI Andri Hermawan NRP:

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

mm). Tanah berbutir kasar terbagi atas kerikil (G) dan pasir (S). Kerikil dan pasir

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap

BAB III PROSEDUR ANALISIS

STUDI PENGARUH TEBAL TANAH LUNAK DAN GEOMETRI TIMBUNAN TERHADAP STABILITAS TIMBUNAN

BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

PENGARUH PEMBASAHAN BERULANG TERHADAP PARAMETER KUAT GESER TANAH LONGSORAN RUAS JALAN TAWAELI TOBOLI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

juga termasuk mempertahankan kekuatan geser yang dimiliki oleh tanah bidang geser dalam tanah yang diuji. Sifat ketahanan pergeseran tanah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. mencari data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kornelis Bria 1, Ag. Isjudarto 2. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Jogjakarta

LABORATORIUM UJI BAHA JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lereng Lereng adalah sebuah permukaan tanah yang terbuka, yang berdiri membentuk sudut tertentu terhadap sumbu horisontal, atau dapat dikatakan lereng adalah permukaan tanah yang memiliki dua elevasi yang berbeda dimana permukaan tanah tersebut membentuk sudut. Dari proses terbentuknya, sebuah lereng dapat terjadi secara alamiah dan buatan manusia. Yang dimaksud dengan lereng alamiah adalah lereng yang terbentuk karena proses alam tanpa campur tangan manusia, sedangkan lereng buatan adalah lereng yang dibentuk oleh manusia seperti lereng akibat sebuah galian dan lereng akibat timbunan. Gambar 2.1 Lereng (www.antarafoto.com)

Perbedaan elevasi pada permukaan tanah seperti lereng dapat mengakibatkan pergerakan massa tanah dari bidang dengan elevasi yang tinggi menuju bidang dengan elevasi yang lebih rendah, pergerakan ini diakibatkan oleh gravitasi. Pergerakan massa tanah tersebut juga dapat dipengaruhi oleh air dan gaya gempa. Pergerakan atau gaya tersebut akan menghasilkan tegangan geser yang berfungsi sebagai gaya penahan dan apabila berat massa tanah yang bekerja sebagai gaya pendorong itu lebih besar dari tegangan geser tersebut maka akan mengakibatkan kelongsoran. 2.1.1 Kelongsoran Lereng Permasalahan dari sebuah lereng adalah kelongsoran, definisi kelongsoran adalah luncuran atau gelinciran atau jaruhan dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya dari elevasi yang lebih tinggi menuju elevasi yang lebih rendah. Kelongsoran sendiri terjadi karena pergerakan tanah untuk mencari keseimbangan atau kestabilan daya dukung tanah karena tanah terjadinya penambahan tegangan geser yang lebih besar dari kuat geser lereng tersebut. Gambar 2.2 Kelongsoran Lereng (www.sindikasi.inilah.com)

Longsoran merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas : Jatuhan ( Fall ) Jatuhan adalah massa batuan bergerak melalui udara dari posisi yang lebih tinggi menuju posisi yang lebih rendah. Massa yang jatuh terlepas dari lereng yang curam dan tidak ditahan oleh suatu geseran dengan material yang berbatasan. Umumnya terjadi pada massa tanah atau batuan yang mana permukaan bidang longsor tidak terbentuk. Pada jenis runtuhan batuan umumnya terjadi dengan sangat cepat dan ada kemungkinan didahului dengan gerakan awal. Tanah sering jatuh bila suatu material yang dapat tererosi dengan mudah terletak di bawah material yang lebih tahan erosi seperti suatu lapisan pasir halus atau lempung terletak di bawah lapisan lempung terkonsolidasi berlebih. Jenis kelongsoran ini dapat terjadi seketika pada saat gempa. Longsoran-longsoran gelinciran ( slides ) Longsoran adalah gerakan yang disebabkan oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu longsoran translasi dan longsoran rotasi. Longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak banyak berubah, dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional. Dalam kelongsoran rotasi, gerakan terdiri dari regangan geser dan perpindahan sepanjang satu atau beberapa permukaan. Longsoran rotasi merupakan suatu longsoran yang membentuk bidang busur yang bergerak dari arah atas lereng secara rotasi hingga ke bagian kaki lereng. Dalam banyak kasus dari jenis kelongsoran ini, pada permukaannya berbentuk sendok dan gerakan rotasi yang terjadi bergerak terhadap suatu sumbu yang sejajar dengan lereng. Kelongsoran rotasi terjadi pada permukaan kelengkungan yang

halus dan umumnya terjadi pada jenis tanah yang homogen. Pada tipe kelongsoran lereng yang diakibatkan oleh pergerakan material tanah secara rotasi, terjadi pada tanah yang bersifat kohesi seperti tanah lempung dan lanau. Gaya kohesi tersebut yang berpengaruh terhadap gerakan rotasi ini karena jika tanah tersebut tidak memiliki koresi maka akan terjadi gerakan tanah yang lebih bersifat planar. Umumnya gerakan rotasi ini terjadi pada tanah yang memiliki butiran halus. Rotasi Gambar 2.3 Kelongsoran Rotasi Jenis-jenis kelongsoran rotasi yang sering terjadi : - Kelongsoran dasar (base slide), kelongsoran yang bidang kelongsorannya membentuk bidang busur lingkaran pada seluruh bidang lereng. Pada umumnya terjadi karena adanya lapisan tanah lunak di atas tanah keras. Dikatakan kelongosoran dasar karena bidang kelongsoran yang terbentuk melewati bidang dasar dari lereng tersebut. Dan bidang kelongsorannya melebihi bidang lereng yang terbentuk. - Kelongsoran lereng (slope slide), kelongsoran yang permukaan kelongsorannya sampai bidang lereng dan belum melewati ujung kaki lereng. Kelongsoran ini hanya

terjadi dari bagian permukaan lereng hingga kaki lereng tanpa melewati dasar dari lereng tersebut. - Kelongsoran di ujung kaki lereng (toe slide), kelongsoran yang permukaan bidang kelongsorannya melalui ujung kaki lereng. Slope Slide Toe Slide Failure Arc Failure Arc Base Slide Failure Arc Gambar 2.4 Jenis-Jenis Kelongsoran Rotasi Jenis kelongsoran lainnya adalah kelongsoran dengan gerakan translasi. Gerakan ini umumnya terjadi pada lereng dengan permukaan lemah dan memiliki butiran tanah yang lebih kasar. Dalam kelongsoran dengan gerakan translasi ini, massa tanah yang bergerak berlangsung turun dan keluar sepanjang permukaan yang kurang lebih memiliki bentuk planar atau lembut bergelombang dan memiliki sedikit gerakan rotasi tetapi gerakan rotasi tersebut tidak dalam dan tidak dominan. Gerakan kelongsoran secara translasi di mana massa bergerak umumnya terjadi pada tanah yang tidak homogen, karena umumnya terjadi kelongsoran dimana suatu jenis tanah yang lebih lemah terletak diatas jenis tanah yang lebih kuat. Gerakan slide translasi umumnya dikendalikan oleh permukaan struktural lemah, Pergerakan translasi juga dapat terjadi dalam suatu massa tanah homogen. Secara khusus, bahan granular seperti pasir dan kerikil lebih memiliki sifat kelongsoran secara translasi, hal ini diakibatkan karena tanah

jenis ini memiliki nilai kohesi yang sangat rendah. Analisis kemiringan lereng yang tak terbatas sering mewakili dari kegagalan tersebut karena asumsi dari analisa ini adalah bidang kelongsoran terjadi secara paralel dengan bidang kemiringan lereng. Dengan rasio kecil dari jenis analisis ini sering tepat karena umumnya dengan skala yang lebih kecil runtuhan translasi lebih sering terjadi. TRANSLASI Gambar 2.5 Kelongsoran Translasi Aliran ( flow ) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya karena jenis material tanah tersebut akan mempengaruhi nilai permeabilitas yang mana akan mempengaruhi aliran air yang bergerak tersebut. Longsoran majemuk ( complex landslide ) adalah gabungan dari dua atau tiga jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan. Rayapan ( creep ) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan gerakannya yang secara alami biasanya lambat.

Gerak horisontal / bentangan lateral ( lateral spread ), merupakan jenis longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan secara horisontal. 2.1.2 Stabilitas lereng Sebuah lereng dikatakan stabil apabila lereng tersebut tidak mengalami kelongsoran. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilitas lereng secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan yaitu naiknya berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau penggalian dan bekerjanya beban guncangan. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan ; meliputi penyerapan air, kenaikan tekanan air pori, beban guncangan atau beban berulang, pengaruh pembekuan dan pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan dan regangan berlebihan pada lempung sensitif Faktor-faktor yang memiliki perngaruh terhadap ketidak stabilian suatu lereng seperti yang sudah disebutkan diatas secara khusus dipengaruhi oleh : a. Curah Hujan/iklim Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air (water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989;

Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan tanah selain kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun karena semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah yang mempunyai masalah lereng rawan longsor. b. Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real estate) atau bangunan lain di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan faktor keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan dan lain lain, atau erosi (Hirnawan, 1993). c. Vegetasi Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi. Letak atau

posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi faktor keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di puncak lereng justru akan menurunkan faktor keamanan lereng sehingga memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng. d. Naik Turunnya Muka Air tanah Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kehadiran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah. Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993). e. Lereng Terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

f. Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. g. Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. h. Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama. i. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

Kestabilan lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacammacam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain. Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan berat isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kestabilan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa ditentukan geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi caracara lain yang dapat membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap. Nilai suatu stabilitas lereng dinyatakan dalam Faktor keamanan. Faktor keamanan sendiri adalah rasio perbandingan kuat geser (shear strength) dengan tegangan geser (shear stress). (2.1)

Shear Stress Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser yang terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser (Shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa kelongsoran suatu lereng berarti telah terjadi pergeseran dalam butir-butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh : Pada tanah berbutir halus (kohesif),misalnya lempung kekuatan geser yang dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butir-butir tanah (c soil). Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena adanya gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek dalam (φ soil). Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah kasar (c dan φ soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan (karena kohesi) dan gesekan antara butir-butir tanah (karena φ). Kuat geser tanah dipengaruhi oleh dua parameter tanah yaitu nilai kohesi dan friksi dari tanah tersebut. Kuat geser tanah dinyatakan dalam rumus : (2.2) Dimana : c = kohesi σ = gaya normal pada bidang kelongsoran

= sudut geser tanah τ f τ f c σ Gambar 2.6 Teori Mohr Coulomb Rumus diatas juga berlaku untuk tekanan geser tanah, menjadi : (2.3) Dimana : c d = kohesi σ = gaya normal pada bidang kelongsoran d = sudut geser tanah Dari kedua rumus diatas (2.2) dan (2.3) disubtitusikan pada rumus (2.1) maka didapat (2.4)

Dari persamaan ini dapat kita bagi menjadi 2 didapatkan rumus lain untuk menghitung nilai faktor keamanan berdasarkan nilai kohesi dan pengaruh friksi. (2.5) dan (2.6) 2.2 METODE ELEMEN HINGGA Metode elemen hinga merupakan metode perhitungan yang didasarkan pada konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu system struktur, massa, atau benda padat menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan system ini memiliki derajat kebebasan tidak terhingga menjadi derajat kebebasan terhingga, sehingga memudahkan perhitungan masing-masing, sehingga memudahkan proses perhitungan karena benda tersebut sudah dibuat menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Metode Elemen Hingga juga merupakan metode pendekatan, semakin kecil pembagian elemen-elemen kecil semakin akurat perhitungan pendekatan melalui Metode Elemen Hingga. Metode Elemen Hingga dapat digunakan untuk menghitung distribusi beban yang terjadi pada elemen seperti deformasi dan tegangan.

2.3 PLAXIS PLAXIS merupakan sebuah program dalam bidang geoteknik yang menggunakan Metode Elemen Hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah. Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft (Delft University of Technology) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management /Rijkswaterstaat). Tujuan awal dari pembuatan Program PLAXIS adalah untuk menciptakan sebuah program komputer berdasarkan Metode Elemen Hingga dua dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah di Belanda. Pada tahun-tahun berikutnya, PLAXIS dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek perencanaan geoteknik lainnya. Didalam Plaxis pemodelan struktur geoteknik pada umumnya dapat dimodelkan menjadi regangan bidang (plane strain) atau model axi-simetri. Pada model regangan bidang model geometri penampang melintang yang kurang lebih seragam dengan kondisi regangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut (arah z). Perpindahan dan regangan dalam arah z diasumsikan tidak memiliki pengaruh ( berbinilai 0) karena arah tersebut di asumsikan memiliki panjang yang tidak terbatas. Walaupun demikian tegangan normal pada arah z diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Pada model axisimetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang radial melintang yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu

aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama disetiap arah radial. Koordinat x menyatakan radius dan koordinat y merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Dalam pemodelan geometri struktur geoteknik, dibentuk berdasarkan komponenkomponen yaitu Titik, Garis, dan Cluster. Titik merupakan titik awal dan akhir dari sebuah garis. Garis digunakan untuk mendefinisikan batasan-batasan geometri dari struktur geoteknik yang dimodelkan, sedangkan Cluster merupakan suatu daerah tertutup yang terbuat dari beberapa garis yang saling berhubungan dan membentuk sutu bidang. TITIK CLUSTER GARIS Gambar 2.7 Titik,garis,cluster dalam Plaxis Setelah pembuatan geometri, pemodelan elemen hingga dapat dianalisa, berdasarkan komposisi cluster dan garis pada pemodelan geometri. Komponenkomponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah elemen, nodal, dan titik tegangan. Pada pembuatan bentuk geometri, cluster dibagi menjadi elemen-elemen segitiga. Elemen segitiga tersebut ada dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal elemen. 15 nodal elemen memiliki 15 nodal di dalam sebuah elemen segitiganya dan 6 nodal elemen hanya memiliki 6 nodal. Perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan lebih teliti dibandingkan 6 nodal elemen, karena semakin banyak nodal yang dianalisa

dalam perhitungan. Namun perhitungan dengan menggunakan 15 nodal akan memakan waktu analisa yang lebih lama, karena proses perhitungan semakin banyak untuk setiap nodal di dalam elemen. Tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu bentuk diperhitungkan secara individual dengan menggunakan Gaussian intergration points(titik tegangan) bukan pada titik nodal. Pada 15 nodal terdapat 12 titik tegangan dan pada 6 nodal elemen terdapat 3 titik tegangan. Gambar 2.8 Pembagian Elemen-Elemen Segitiga pada Cluster Gambar 2.9 Titik Nodal pada Elemen Gambar 2.10 Titik Tegangan pada Elemen (Plaxis b.v2. 2002)

Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan meggunakan berbagai macam jenis mode. Pemodelan hubungan tegangan-tengan yang paling sederhana adalah pemodelan hukum linier Hooke, elastisitas isotropik, yang hanya memerlukan dua input yaitu modulus Young (E), dan poisson rasio (ν). Dengan pemodelan linier hasil yang didapatkan terlalu besar untuk dipakai dalam pemodelan. Oleh sebab itu terdapat berbagai macam pemodelan sifat mekanis material dalam program Plaxis, yaitu Mohr Coulomb Model, Jointed Rock Model, Hardening Soil Model, Soft Soil Creep Model dan Soft Soil model. Pada pemodelan material Mohr Coulomb model terdapat 5 parameter yang perlu dimasukan yaitu Modulus Elastisitas (E) dan Poisson Ratio ν untuk elastisitas tanah, sudut geser (ϕ) dan kohesi (c) untuk plastisitas tanah, dan ψ untuk dilatansi tanah. Pemodelan Mohr Coulomb menggunakan pendekatan yang mendekati perilaku mekanis pada tanah.

Gambar 2.11 Pemodelan Mohr-Coulomb Pada pemodelan Mohr Coulomb setiap lapisan diperkirakan memiliki kekakuan rata-rata yang konstan, akibat kekakuan yang konstan perhitungan dalam program akan lebih cepat dan dapat menghasilkan perkiraan deformasi dari perhitungan tersebut. Untuk model lainya tidak dibahas dalam penelitian ini karena tidak digunakan dalam analisa. Salah satu perencanaan geoteknik tersebut adalah menganalisa stabilitas lereng. Pada Plaxis analisa stabilitas lereng menggunakan metode Shear Strenght Reduction- Finite Element Method yaitu perhitungan faktor keamanan dengan mereduksi parameter-parameter yang mempengaruhi kuat geser tanah yaitu nilai kohesi dan sudut geser tanah. Sehingga faktor keamanan stabilitas lereng berdasarkan metode ini menjadi

(2.7) dan (2.8) τ 1 tan 1 tanϕ reduc σ Gambar 2.12 Shear Strenght Reduction Dalam metode ini, parameter kekuatan geser tanah yang didapat dari hasil perhitungan dengan parameter tanah asli seperti pada gambar (2.12) akan direduksi secara otomatis hingga garis keruntuhan bersinggungan denghan beban yang ada sehingga kelongsoran terjadi. Dalam program Plaxis metode ini disebut Phi-c reduction. 2.4 GEOSTUDIO Geostudio merupakan software di bidang geoteknik yang dikembangkan dari Kanada. Dalam penelitian ini program ini dipakai untuk menganalisa stabilitas lereng. Dalam pemodelan lereng di program ini dibentuk berdasarkan 2 komponen yaitu titik dan region. Titik mewakili sebuah acuan untuk pembuatan geometri untuk membentuk

suatu bidang, dan region merupakan bidang untuk mewakili suatu material lapisan material tanah. TITIK REGION Gambar 2.13 Titik dan Region pada Geostudio Dalam menganalisa stabilitas lereng pada program ini kita menggunakan SlopeW, adapun metode yang digunakan di dalam program ini adalah Metode Limit Equilibrium. Metode Limit Equilibrium adalah metode yang menggunakan prinsip kesetimbangan gaya, metode ini juga dikenal dengan metode irisan karena bidang kelongsoran dari lereng tersebut dibagi menjadi beberapa bagian. Dalam Metode Limit Equilibrium terdapat dua asumsi bidang kelongsoran yaitu bidang kelongsorannya yang diasumsikan berbentuk circular dan bidang kelongsoran yang diasumsikan berbentuk non-circular. Pada metode kesetimbangan batas dengan asumsi bidang kelongsoran berbentuk circular.

Bidang kelongsoran yang dibagi-bagi menjadi beberapa bagian Bidang kelongsoran berbentuk busur Gambar 2.14 Metode Limit Equilibrium Circular Bidang kelongsoran yang dibagi-bagi menjadi beberapa bagian Bidang kelongsoran non-circular Gambar 2.15 Metode Limit Equilibrium Non-Circular Dalam program ini terdapat beberapa Metode Limit Equilibrium yang sudah cukup dikenal. Pemilihan metode yang akan di gunakan, dipilih pada awal pembuatan dokumen. Gambar 2.16 Pemilihan Metode di dalam Slope/W

Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah Bishop,Ordinary,Janbu, Morgenstern- Price, Spencer, dan Sarma. Sehingga pembahasan teori dasar dari metode yang dipakai hanya sebatas yang dipakai dalam penelitian ini. Secara manual perhitungan menggunakan metode Limit Equilibrium dimulai dengan menentukan sebuah titik yang akan digunakan sebagai titik pusat untuk mengasumsikan bidang kelongsoran dan titik pusat itu juga sebagai pusat dari gaya moment yang diasumsikan bekerja disepanjang bidang kelongsoran. Dalam Geostudio pemilihan titik pusat bidang momen dapat kita asumsikan posisinya ataupun secara otomatis dapat dicari titik minimumnya. Gambar 2.17 Pemilihan Titik Pusat Momen secara Manual atau Otomatis

2.4.1 Metode Swedish Circle/ = 0 Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam menganalisa stabilitas lereng short-term. Dalam metode ini bidang kelongsoran di asumsikan berbentuk busur, dalam metode ini parameter kuat geser yaitu sudut geser dalam di asumsikan 0 sehingga kuat geser tanah tersebut tergantung dari nilai kohesi tanah tersebut. Faktor keamanannya dapat dihitung dengan menjumlahkan gaya momen yang bekerja pada bidang kelongsoran. F = Resisting moment/driving moment (2.9) Dimana : FS = Faktor Keamanan Cu = kuat geser tanah dalam kondisi undrained R = radius bidang kelongsoran dari pusat lingkaran W = gaya akibat beban tanah ke-n x = jarak horizontal dari pusat lingkaran terhadap titik berat bidang kelongsoran

a X R R Wn Cu Cu Cu Cu Cu T = Cu L = Cu Ra Gambar 2.18 Metode Swedish Circle/ = 0 Pada metode ini proses perhitungan kesetimbangan momen didapatkan dengan mengasumsikan gaya normal yang bekerja lurus terhadap pusat dari lingkaran bidang kelongsoran dan gaya geser yang bekerja diasumsikan memiliki jarak yang sama dengan radius dari pusat lingkaran ke bidang kelongsoran. Dalam metode ini digunakan analisa dalam kondisi undrained sehingga kuat geser yang bekerja di sepanjang bidang kelongsoran. Dalam analisa menggunakan tegangan efektif, kuat geser di sepanjang bidang kelongsoran berhubungan dengan tegangan efektif normal dari kriteria kegagalan teori Mohr-Coloumn sehingga tegangan normal yang bekerja di sekitar bidang kelongsoran harus ditentukan. 2.4.2 Metode irisan sederhana (Ordinary Method of Slices/Fellinius Method) Metode ini ditemukan oleh Fellinius pada tahun 1936. Pada metode ini gaya horisontal yang mendorong bidang kerja dari kedua arah diabaikan karena diasumsikan memiliki besaran nilai yang sama

R sec a R bn Wn a a Sn Pn ln Gambar 2.19 Gaya yang Bekerja pada Bidang Kelongsoran Pada metode ini Wn dan Pn di asumsikan berada di tengah dari bidang kerja, dari metode ini didapatkan faktor keamanan sebagai berikut: (2.10) Dimana : FS = Faktor Keamanan

c = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) ln = panjang sisi miring irisan ke-n Wn = gaya akibat beban tanah ke-n α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u = tekanan air pori 2.4.3 Metode irisan Bishop yang disederhanakan ( Bishop Simplified Method) Pada tahun 1955 Alan W.Bishop memperkenalkan metode yang lebih teliti untuk menganalisa kestabilan lereng, dalam metode ini pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada tepi irisan diperhitungkan. bn En Wn En+1 a Sn Pn ln

Gambar 2.20 Gaya-gaya yang Bekerja Bidang Irisan (Metode Bishop) Pada metode ini ada beberapa hal yang asumsi yang dibuat pada metode ini : 1. Pada metode ini keruntuhan diasumsikan akibat gerakan rotasi dari tanah tersebut yang mana keruntuhan tersebut berbentuk lingkaran. Metode ini tidak bisa digunakan untuk menghitung faktor keamanan dari sebuah keruntuhan yang tidak memiliki bidang keruntuhan berbentuk lingkaran. 2. Nilai dari gaya horisontal pada kedua sisi dapat diabaikan karena tidak diketahui nilainya dan sulit untuk dihitung. 3. Gaya normal yang bekerja diasumsikan bekerja ditengah bidang irisan dan diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal. Maka nilai faktor keamanan dalam metode ini dapat dihitung dengan rumus (2.11) FS = Faktor Keamanan c = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) bn = panjang horisontal bidang irisan ke-n

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u = tekanan air pori 2.4.4 Metode Irisan Janbu yang disederhanakan ( Janbu Simplified Method) Metode ini tidak mengasumsikan bidang keruntuhan berbentuk busur, dan tidak menggunakan penyelesaian persamaan dengan metode momen, tetapi menggunakan gaya-gaya yang bekerja secara vertikal dan horisontal. Asumsi yang digunakan pada metode ini sama dengan pada metode Bishop dimana gaya di kedua sisi irisan di eliminasikan. Bidang kelongsoran yang dibagi-bagi menjadi beberapa bagian Bidang kelongsoran non-circular Gambar 2.21 Metode Limit Equilibrium Non-Circular dari bentuk irisan diatas di dapatkan gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan adalah sebagai berikut :

bn En Wn En+1 a Sn Pn ln Gambar 2.22 Gaya-gaya yang Bekerja Bidang Irisan (Metode Janbu) Dari gaya-gaya yang bekerja di dapatkan rumus faktor keamananya (2.12) FS = Faktor Keamanan c = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) bn = panjang horisontal bidang irisan ke-n

Wn = gaya akibat beban tanah ke-n α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u = tekanan air pori Pada metode Janbu ini nilai faktor keamanan yang didapat dari persamaan diatas harus dikalikan lagi dengan faktor koreksi (2.13) Dimana F = Faktor Keamanan setelah di koreksi FS = Faktor Keamanan dari hasil kalkulasi awal f 0 = faktor koreksi faktor koreksi pada metode Janbu ini didapat dari : (2.14)

L Bidang kelongsoran d Gambar 2.23 Gambar Perbandingan Nilai d dan l Dimana nilai b 1 didapat berdasarkan tipe tanah : = 0 maka nilai b 1 = 0,69 c = 0 maka nilai b 1 = 0,31 c > 0, >0 maka nilai b 1 = 0,0,5 2.4.5 Metode Morgenstern-Price Metode ini adalah salah satu metode yang berdasarkan prinsip kesetimbangan batas yang dikembangkan oleh Morgenstern dan Price pada tahun 1965, dimana proses analisanya merupakan hasil dari kesetimbangan setiap gaya-gaya normal dan momen yang bekerja pada tiap irisan dari bidang kelongsoran lereng tersebut baik gaya. Dalam metode ini, dilakukan asumsi penyederhanaan untuk menunjukkan hubungan antara gaya geser di sekitar irisan (X) dan gaya normal di sekitar irisan(e) dengan persamaan : (2.17) dimana f(x) adalah asumsi dari sebuah nilai suatu fungsi dan λ adalah suatu faktor pengali yang nilainya akan diasumsi dalam perhitungan ini.

Nilai dari asumsi yang tidak diketahui dalam metode Morgenstern-Price yaitu factor of safety (F), faktor pengali (λ), gaya normal yang bekerja pada dasar bidang irisan(p), Gaya di sekitar bidang irisan yang bekerja secara horizontal dan titik dimana gaya di sekitar bidang irisan bekerja (Thrust Line). Dari hasil analisa dengan kesetimbangan maka asumsi diatas akan dapat diketahui, dan komponen gaya geser yang bekerja di sekitar bidang irisan (X) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (2.18) Gaya-gaya yang bekerja pada pada tiap irisan bidang kelongsoran terdapat pada gambar dibawah ini. b Wn XL ER EL l XR a T P Gambar 2.24 Gaya yang Bekerja pada Bidang Irisan pada Metode Morgenstern-Price (2.18) P = Gaya normal c = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) Wn = gaya akibat beban tanah ke-n

α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u = tekanan air pori X L, X R = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan Dalam metode ini analisa faktor keamanan dilakukan dengan dua prinsip yaitu kesetimbangan momen (F m ) dan kesetimbangan gaya (F f ). Faktor keamanan dari prinsip kesetimbangan momen adalah untuk bidang kelongsoran circular : (2.19) Dan nilai faktor keamanan dengan prinsip kesetimbangan gaya : (2.20) Pada proses iterasi pertama, gaya geser di sekitar irisan (X L dan X R ) diasumsikan nol. Kemudian pada proses iterasi selanjutnya gaya tersebut didapatkan dari rumus : (2.21) Kemudian gaya geser tersebut dihitung dengan mengasumsikan nilai λ dan f(x).

2.4.6 Metode Sarma Metode Sarma (1973) memiliki pendekatan yang berbeda dalam analisa untuk mencari faktor keamanan karena dalam metode ini menggunakan koefisien gempa (kc) yang tidak diketahui besarnya dan nilai faktor keamananya harus diasumsikan terlebih dahulu. Umumnya nilai faktor keamanan pada awalnya diasumsikan bernilai 1 dan koefisien gempa tersebut dianalisa balik untuk didapatkan nilainya dengan asumsi nilai faktor keamanan 1. Koefisien ini menunjukkan bahwa kekuatan gempa yang terjadi yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Gambar 2.25 Gaya Yang Bekerja Pada Bidang Irisan pada Metode Sarma Nilai Ei dan Xi adalah nilai dari gaya normal dan gaya geser diantara tiap irisan, Wi adalah gaya yang diakibatkan oleh beban dari tanah tersebut, sedangkan Kh.Wi adalah suatu gaya horizontal yang diakibatkan oleh koefisien gempa. Terdapat hubungan linear antara faktor keamanan dengan persamaan. F= 1+ 3,33 Kc (2.22) Kesetimbangan gaya secara horizontal di tiap blok:

Kesetimbangan gaya secara vertikal di tiap blok: Kesetimbangan momen di tiap blok: dimana rx i dan ry ii adalah lengan dari gaya Fx i and Fy i E N T X z l Kh = gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan = gaya normal yang bekerja di bidang kelongsoran = gaya geser yang bekerja di bidang kelongsoran = gaya geser yang bekerja di sekitar bidang irisan = lokasi dimana disekitar bidang irisan bekerja = bidang dimana gaya normal dan geser bekerja = koefisien akselerasi gaya horizontal (faktor gempa) Di dalam metode ini gaya geser diantara blok irisan dihubungkan dengan prinsip tegangan geser Mohr Coulomb X= c x h + E tan ϕ X = Gaya geser di sekitar irisan c = kohesi material tanah

h = tinggi bidang irisan dimana gaya geser bekerja E = gaya yang bekerja terhadap bidang irisan Φ = sudut geser dalam material tanah Di dalam program Geostudio, hanya memperhitungkan faktor keamanan dari kesetimbangan gaya yang bekerja secara vertikal saja 2.4.7 Metode Spencer Metode Spencer merupakan metode yang mengasumsikan bidang kelongsoran yang berbentuk non-circular. Metode ini berdasarkan pada asumsi dari gaya-gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan adalah paralel sehingga gaya-gaya tersebut memiliki sudut kemiringan yang sama yaitu : Dimana θ adalah sudut dari resultan gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan terhadap horizontal. Metode ini menjumlahkan setiap gaya yang tegak lurus memperoleh gaya normal yang bekerja pada bidang irisan (2.23) Dengan memperhitungkan keetimbangan gaya dan momen, akan dihasilkan 2 jenis faktor keamanan, yaitu Ff dan Fm. Faktor keamanan berdasarkan momen (Fm) yang berpusat pada satu titik menghasilkan persamaan faktor keamanan

(2.24) Faktor keamanan berdasarkan kesetimbangan gaya (Ff) dengan menggunakan asumsi dari spencer maka nilai dari faktor keamanannya didapat dari persamaan (2.25) P = Gaya normal c = kohesi ( jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif) Wn = gaya akibat beban tanah ke-n α = sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang longsor = sudut geser tanah (jika dalam kondisi undrained nilai sudut geser 0) u = tekanan air pori X L, X R = gaya gesek yang bekerja di tepi irisan Dalam analisa perhitungan ini dilakukan dengan cara trial and error untuk menyelesaikan persamaan ini. Faktor keamanan didefinisikan sebagai faktor dimana kekuatan material harus dikurangi hingga mendapatkan kesetimbangan batas yang tetap yaitu dimana suatu gaya pendorong yang bekerja sama dengan gaya penahan yang bekerja. Faktor ini didapatkan dengan serangkaian perhitungan dengan pengurangan

kekuatan dengan metode trial and error hingga koefisien gaya horizontal mencapai nilai 0 dimana hal tesebut menandakan bahwa nilai faktor keamanannya sama dengan 1.Proses untuk mendapatkan nilai faktor keamanan dalam metode ini dilakukan perhitungan hingga didapatkan nilai faktor keamanan yang serupa dari tiap proses analisa.