BAB III PELANGGARAN HAK CIPTA PEMBUAT KOSTUM COSPLAY DAN UPAYA PEMULIHANNYA. pengalihannya. Namun pengalihan Hak bukan satu satu nya cara untuk

dokumen-dokumen yang mirip
*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA FOTOGRAFI DALAM KAITANNYA DENGAN PELANGGARAN MELALUI INTERNET

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN ATAS PERLINDUNGAN TERHADAP PENULIS BUKU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

RAHASIA DAGANG. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UURD)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV. A. Pelaksanaan Perjanjian Lisensi Program Komputer menurut Undang- Menurut Soebekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa di

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah kendaraan yang tinggi.

BAB III UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA. A. Profil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

DESAIN INDUSTRI. Pendesain: seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 Tentang : Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

ABSTRACT. Keyword: copyright law, content infringement, blog, website

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan UUDTLST yang menjadi payung hukum DTLST di Indonesia,

Tindakan Parodi terhadap Merek Terdaftar Ditinjau dari Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG

NOMOR: 08/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR AJUDIKASI PERBANKAN INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN HAK TERKAIT DENGAN HAK CIPTA DAN UPAYA PEMULIHAN DALAM KERANGKA KONTES KECANTIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG MEREK DONA PRAWISUDA, SH KANTOR WILAYAH JAWA BARAT KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

dengan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 03/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ADJUDIKASI

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

RGS Mitra 1 of 10 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

Tinjauan Umum Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia Undang-Undang Hak Cipta atas Kekayaan Intelektual (termasuk program-program komputer) UU No.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENYEDIA JASA PELAYANAN PENYELESAI AN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR PENGADILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XVI/2018 Kewenangan Asosiasi Menyelenggarakan Pendidikan Profesi

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 PENJELASAN ATAS TENTANG DESAIN INDUSTRI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000

Transkripsi:

BAB III PELANGGARAN HAK CIPTA PEMBUAT KOSTUM COSPLAY DAN UPAYA PEMULIHANNYA 1. Pelanggaran Hak Cipta Pembuat Kostum Cosplay Pada Bab sebelumnya telah dibahas oleh Penulis tentang Hak Ekonomi dan pengalihannya. Namun pengalihan Hak bukan satu satu nya cara untuk melakukan Eksploitasi Hak Cipta, namun dapat juga dilakukan dengan Lisensi 40. Lisensi diatur dalam Pasal 80 sampai dengan pasal 86 UUHC. Pemberian Lisensi oleh Pencipta dapat memberikan izin kepada Pihak lain untuk melaksanakan Hak Ekonomi seperti yang tertera pada pasal 9 UUHC atas Ciptaan tersebut. Lisensi dibagi menjadi dua bagian yaitu Lisensi yang diatur dalam pasal 80 sampai pasal 83 UUHC dan Lisensi Wajib yang diatur dalam pasal 84 sampai pasal 86 UUHC. Pembuat Kostum Cosplay telah melakukan Pengadaptasian Ciptaan seperti yang tertera pada pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC dan memperjual belikannya sehingga muncul unsur komersial seperti yang dilarang pada pasal 9 ayat (3) UUHC, untuk itu Lisensi yang tepat untuk adalah Lisensi Sukarela (Voluntary Lisence). Perlu diketahui sebelumnya bahwa tidak dipenuhinya keberadaan lisensi, ada atau tidaknya pelanggaran dalam penciptaan sebuah Kostum Cosplay, namun 40 Berdasarkan Pasal 1 UUHC Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau Produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. 36

37 tidak dapat langsung diputuskan bahwa telah terjadi pelanggaran sebab terdapat pembatasan pembatasan yang dapat digunakan dalam kasus yang berkaitan dengan Cosplay. Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Civil Law, pembatasan yang digunakan antara lain adalah Three-Step Test untuk menentukan adanya pembatasan Hak Cipta. Three-Step Test merupakan sebuah tes yang digunakan sebagai batasan antara Hak Eksklusif Pencipta dan Hak Istimewa dan keseimbangan utama untuk menggunakan (privilage to use) 41. Three-Step Test mencakup tiga tahapan yang bersifat kumulatif dan berdasarkan urutan, yakni 42 : 1. Criterion 1: Basic Rule: limitation must be certain special case 2. Criterion 2: First condition delimiting the basic rule: no conflict with a norma explotation-compulsory licences impossible. 3. Criterion 3: Second condition delimiting the basic rule: no unreasonable prejudice to legitimate interest-compulsory licences posible. Pada langkah yang pertama, aturan dasar yang digunakan adalah bahwa pembatasan berlaku hanya untuk kasus khusus tertentu dan tidak terdapat tujuan yang bersifat komersial 43. Commercial activity menurut Black Law Dictionary 44 versi Brian A. Garner adalah an activity, such as operating business, conducted 41 Rahmi Jened I, h.157 42 Ibid., seperti yang dikutip dalam Martin Stentfleben, Copyright, Limitations and Three Step Test in International and EC Copyright Law, Kluwer, Den Haag, 2003, h. 112. 43 Ibid., h. 158 44 Bryan A. Garner, ed., Black s Law Dictionary (Ninth Edition), West, Dallas, 2009, h 38.

38 to make profit. (Suatu kegiatan, seperti menjalankan bisnis, yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan). Pemakaian yang tidak bersifat komersial tidak mendatangkan keuntungan finansial bagi pihak yang melakukannya. Contoh pemakaian non-komersial adalah pemakaian untuk kepentingan pendidikan, penggunaan pribadi, dan lain lain. Pembuatan Kostum Cosplay untuk pribadi tidak mendatangkan keuntungan finansial bagi penciptanya, karena perbuatannya hanya sekedar cara untuk menyalurkan kecintaannya terhadap Karakter yang dia Cosplay kan. Namun Pembuatan Kostum Cosplay yang bertujuan untuk untuk diperjual belikan membawa keuntungan finansial dan bersifat komersial bagi pembuat kostumnya. Tahap Ke-dua, tindakan menggunakan ciptaan orang lain tanpa izin, harus tidak bertentangan dengan pemanfaatan normal (normal exploitation) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. 45 Dalam pembuatan Kostum Cosplay elemen yang dipinjam dari Desain Karakter adalah Kostum dari Karakter tersebut. Meskipun bentuknya baru namun unsur unsur dari Kostumnya adalah sepenuhnya milik Pencipta Desain Karakter tersebut. Sehingga kurang memenuhi unsur kreativitasnya sendiri. Namun, apabila terdapat improvisasi yang cukup dari Kostum Cosplay tersebut maka unsur kreativitas masih bisa dikatakan terpenuhi karena adanya ide dan Obsesi dari pencipta Kostum Cosplay tersebut. Improvisasi yang cukup yang dimaksud disini adalah ketika ada krativitas personal dari pencipta kostumnya sehingga menjadi unsur pembeda terhdap Desain Karakternya. 45 Rahmi Jened I, Loc.Cit.

39 Dan pada tahap ke tiga, Tindakan menggunaka ciptaan orang lain tanpa izin harus tidak mengurangi kepentingan yang sah (prejudice legitimate interest) dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. 46 Seperti yang telah dibahas pada Bab sebelumnya Cosplay memang dapat meningkatkan penjualan produk dari Desain Karakter seperti Komik, film, video game dan lain lain. Karena semakin banyak orang yang melakukan Cosplay terhadap suatu Karakter maka Karakter tersebut akan semakin terkenal. Namun dalam kasus tertentu penjualan kostum Cosplay justru mengakibatkan kerugian pada agen resmi yang menjual aksesoris dari karakter tersebut yang telah mendapatkan izin resmi dari pencipta atau pemegang hak cipta. Contohnya dalam kasus penjualan kostum Cosplay Ironman, penjualan kostum tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya pembeli topeng Ironman yang dijual resmi oleh perusahaan yang memegang hak cipta, karena penggemar Ironman yang hendak membeli topeng tersebut akan lebih tertarik untuk membeli kostumnya secara utuh. Hal ini tentu akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh pemegang hak cipta, karena pangsa pasar topeng Ironman dan aksesoris lain yang berhubungan dengan Karakter tersebut akan berkurang. Sehingga membahayakan kepentingan pemegang hak cipta yang telah mendapatkan izin atau lisensi dari pencipta. Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa dalam Penciptaan Kostum Cosplay ada yang dapat memenuhi Three-step Test sebagai norma dasar pembatasan Hak Cipta dan ada yang tidak memenuhinya. Dilihat dari sudut kegunaannya, apabila digunakan untuk pengunaan pribadi (Personal use), 46 Ibid.

40 kemudian memiliki daya pembeda sehingga tidak bertentangan dengan pemanfaatan normal, dan tidak diperjual belikan, maka Kostum Cosplay tersebut dapat dikategorikan dalam norma pembatasan hak cipta berdasarkan dari hasil Three Step Test. Sebaliknya jika pengunaannya adalah untuk kepentingan komersial, kemudian tidak memiliki daya pembeda sama sekali dengan desain karakter aslinya, dan diperjual belikan sehingga mempengaruhi penjualan aksesoris suatu karakter maka dapat disimpulkan bahwa Kostum Cosplay tersebut tidak dapat dikategorikan dalam norma pembatasan hak cipta berdasarkan dari hasil Three-Step Test. Pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh pembuat Kostum Cosplay dalam menggunakan Hak Eksklusif dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta dari Desain Karakter dapat ditindak lanjuti oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas Desain karakter yang bersangkutan dengan melakukan upaya pemulihan. 2. Upaya Pemulihan atas Pelanggaran Bentuk Perlindungan Hukum ada dua hal yaitu Preventif dan Represif, menurut Hadjon bentuk Perlindungan Hukum Preventif adalah bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, sedangkan bentuk Perlindungan Hukum represif yakni perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa. 47 47 http://statushukum.com/perlindungan-hukum.html, di kunjungi pada 20 September 2015.

41 Atas kegiatan Pembuatan dan Jual Beli Kostum Cosplay yang merupakan pelanggaran Hak Cipta, maka upaya represif yang dapat dilakukan dalam rangka penegakan Hukum Hak Cipta adalah penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan atau melalui jalur Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian sengketa. Untuk upaya pemulihan atas pelanggaran melalui jalur pengadilan, ada dua jalur yang dapat digunakan yaitu jalur keperdataan yang mengajukan gugatan perdata dan jalur kriminalitas dengan tuntutan pidana. Kedua jalur ini dapat digunakan sekaligus, dalam arti disamping melakukan gugatan perdata oleh pihak yang merasa dirugikan dan melakukan tuntutan pidana oleh penegak hukum untuk kepentingan negara / masyarakat 48. a. Gugatan Keperdataan Upaya Pemulihan dari aspek perdata adalah untuk ganti kerugian ekonomi dari si pemilik Hak 49. Pada dasarnya efek jera dan penghentian pelanggaran merupakan tujuan utama dari jalur litigasi dalam bidang HKI, termasuk Hak Cipta. upaya tersebut termasuk upaya penghancuran barang yang diduga hasil pelanggaran termasuk alat alat yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut 50. Dasar gugatan ganti rugi dalam UUHC adalah pasal 96 ayat (1) UUHC. Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa pihak Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli waris adalah pihak yang berhak 48 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, h.60. 49 Rahmi Jened I, OP.Cit., h.224 50 Ibid.

42 memperoleh ganti rugi 51 atas kerugian hak ekonomi yang dideritanya. Dalam hal adanya kepemilikan bersama dari Hak Cipta maka pihak yang dapat mengajukan gugatan pelanggaran Hak Cipta adalah salah satu dari pemegang hak. Pemegang lisensi eksklusif juga berhak mengajukan gugatan, sedangkan pemegang lisensi biasanya membutuhkan adanya kuasa dari pemegang hak 52. Karena Hak Cipta yang timbul secara otomatis, maka segala alat bukti dapat didayagunakan, mengingat tidak semua pencipta mendaftarkan ciptaannya dan memperoleh surat pendaftaran Hak Cipta 53. aturan tentang pembuktian kasus hak cipta sama seperti pembuktian dalam kasus perdata biasa yang merujuk pada pasal 1865 BW yang menyatakan bahwa: Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri ataupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Kemudian Alat bukti diatur dalam pasal 1866 BW yang terdiri atas: bukti tulisan, bukti dengan sanksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan aturan yang ditetapkan dalam bab bab yang berikut. 51 Ganti rugi menurut pasal 1 angka 25 UUHC adalah pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait. 52 Rahmi Jened I, Op.Cit., h.225. 53 Ibid.

43 Dalam UUHC, Perihal gugatan keperdataan diatur dalam pasal 99 sampai dengan pasal 101 UUHC. Tidak hanya hak ekonomi saja yang dapat perlindungan hukum dalam UUHC, pada pasal 98 ayat (1) UUHC mengatur tentang upaya pemulihan terhadap hak moral dari pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat orang yang melanggar hak moral pencipta sebagaimana yang dimaksud pasal 5 ayat (1) UUHC. Namun perlu diingat bahwa pasal 105 UUHC mengatur bahwa Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait untuk menuntut secara pidana. b. Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa UUHC memberikan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Terkait masalah ini Pasal 95 UUHC memberikan pilihan untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Berdasarkan Undang undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Selanjutnya disebut UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa) pada Pasal 1 angka 1 disebutkan mengenai definisi dari Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.sedangkan menurut penjelasan pasal 95 UUHC yang dimaksud alternatif penyelesaian sengketa adalah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi.

44 UU Arbitrase dan Alternatif penyeesaian sengketa mengatur tentang proses penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan menurut peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Tentang ruang lingkup hukum perdagangan dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Dalam penjelasan pasal tersebut kegiatan kegiatan yang dimaksud ruang lingkup hukum perdagangan antara lain: a. Perniagaan; b. Perbankan; c. Keuangan; d. Penanaman modal; e. Industri; f. Hak kekayaan intelektual. Penjelasan pasal tersebut menunjukan bahwa Hak kekayaan intelektual yang didalamnya termasuk Hak Cipta adalah Obyek arbitrase menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam alternatif penyelesaian sengketa penyelesaiannya di dasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri 54. Penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan pertemuan langsung oleh 54 Pasal 6 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

45 para pihak dalam hal ini pencipta atau pemegang hak cipta desain karakter dan pembuat Kostum Cosplay dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis 55. Untuk dapat mengadakan Arbitrase berdasarkan pasal 8 ayat (2) huruf c UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, para pihak harus terlebih dahulu menunjukan adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase yang berlaku. Sedangkan dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pembuat Kostum Cosplay tidak terdapat perjanjian apapun. Karena pelanggaran tersebut dilakukan dengan tanpa izin maupun lisensi dari Pemilik Desain Karakter yang bersangkutan, sehingga tidak terdapat klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase apapun antara para pihak dalam kasus semacam ini. Namun meskipun tidak ada perjanjian sebelumnya tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase. Pasal 9 ayat (1) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi dapat dilakukan dengan persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang ditanda tangani. Apabila para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tersebut, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam akta notaris sesuai dengan pasal 9 ayat (2) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Perjanjian tertulis tersebut harus memenuhi syarat yang di cantumkan dalam pasal 9 ayat (3) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang antara lain isinya: 55 Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

46 a. Masalah yang dipersengketakan; b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; c. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase; d. Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e. Nama lengkap sekretaris; f. Jangka waktu penyelesaian sengketa; g. Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan h. Pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase. c. Tuntutan Pidana Seperti yang telah dibahas penulis sebelumnya, dengan diajukannya gugatan perdata terhadap pelanggaran Hak Cipta tidak mengurangi dalam hal dapat dilakukannya Tuntutan Pidana oleh Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait sesuai pasal 105 UUHC. Tindak Pidana dalam Hak Cipta merupakan delik aduan sebagaimana yang diatur pasal 120 UUHC. Ketentuan pidana dalam UUHC diatur dalam pasal 112 UUHC sampai pasal 120 UUHC. Pelanggaran hak moral seperti menghilangkan, merubah, atau merusak informasi manajemen Hak Cipta dan/atau informasi elektronik Hak Cipta dapat dipidana dengan pidana paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Ketentuan ini diatur pasal 112 UUHC.

47 Sedangkan Pasal 113 ayat (2) UUHC mengatur Pelanggaran hak ekonomi dalam bentuk pengadaptasian seperti Pembuatan Kostum Cosplay tanpa hak dan/atau izin Pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara komersial dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pemberlakuan hukuman pidana penjara dan denda secara kumulatif dimaksudkan untuk meningkatkan efek jera kepada pelanggar dan untuk memperkuat posisi UUHC sebagai salah satu instrument hukum yang dimiliki oleh negara sebagai sarana kontrol dan pengendalian masyarakat. d. Penetapan Sementara Pengadilan Selain jalur jalur diatas Upaya Pemulihan pertama yang sering digunakan sebagai penyelesaian akhir untuk Hak Cipta adalah penetapan sementara pengadilan 56. Penetapan sementara bertujuan untuk 57 : 1. Pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta. 2. Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta tersebut. Pengadilan dapat menetapkan agar pihak yang melanggar untuk menghentikan perbuatannya lebih jauh atas pelanggaran tersebut dalam jalur pemasaran. Aturan lebih lanjut tentang penetapan sementara pengadilan merujuk pada Pasal 106 sampai Pasal 109 UUHC. Berdasarkan pasal 107 ayat (1) UUHC, 56 Rahmi Jened I, Op.Cit., h.222. 57 Ibid., h.223

48 Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasa hukum nya dapat mengajukan permohonan penetapan sementara secara tertulis dengan syarat: a. Melampirkan bukti kepemilikan Hak Cipta atau Hak Terkait; b. Melampirkan petunjuk awal terjadinya pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait; c. Melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan atau diamankan untuk keperluan pembuktian; d. Melampirkan pernyataan adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait akan menghilangkan barang bukti; dan e. Membayar jaminan yang besaran jumlahnya sebanding dengan nilai barang yang akan dikenai penetapan semenatara.