RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM TAHUN 2002 T E N T A N G KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL MENTERI PERHUBUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 34 TAHUN 2004 T E N T A N G KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 84 TAHUN 2002 TENTANG KLIRING TRAFIK TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 11 / PER / M.KOMINFO / 04 / 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DAN MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 33 TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP LOKAL TANPA KABEL DENGAN MOBILITAS TERBATAS

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA INTERNET TELEPONI UNTUK KEPERLUAN PUBLIK

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA T E N T A N G PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor: 166, Tambahan Le

2017, No b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika te

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS UNTUK KEPERLUAN INSTANSI PEMERINTAH DAN BADAN HUKUM

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2001 T E N T A N G PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

`PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 19 / PER/M.KOMINFO / 12 / 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01/PER/M.KOMINFO/01/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 05 /PER/M.KOMINFO/I/2006 TENTANG PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 2 TAHUN 2001 T E N T A N G TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT TIPE ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 66 TAHUN 2003 T E N T A N G TATA CARA SALING PENGAKUAN HASIL UJI ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 TENTANG

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Operator Radio. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

2011, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunika

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : TAHUN 2005 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: 02/PER/M.KOMINFO/1/2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT

2016, No Service Obligation sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; c. bahwa d

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR.. TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI TERHADAP PENGGUNA JASA TELEKOMUNIKASI

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01 /PER/M. KOMINFO/01/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI INFORMATIKA. Sertifikasi. Izin. Tatacara.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : TAHUN 2002 T E N T A N G BIAYA INTERKONEKSI ANTAR PENYELENGGARA JARINGAN TELEKOMUNIKASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2012

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PANGGILAN TUNGGAL DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 3 TAHUN 2001 T E N T A N G PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

3. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor: 107,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 3 TAHUN 2001 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM.23 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA INTERNET TELEPONI UNTUK KEPERLUAN PUBLIK MENTERI PERHUBUNGAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN TARIF RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : /PER/M.KOMINFO/ /2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M.KOMINFO/ /2009 TENTANG KAMPANYE PEMILIHAN UMUM MELALUI JASA TELEKOMUNIKASI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM.46 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN WARUNG TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 43/P/M.KOMINFO/12/ 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 13 TAHUN 2010

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 16 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 09 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 40 /P/M.KOMINFO/12/ 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154 Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 21 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA TELEKOMUNIKASI MENTERI PERHUBUNGAN,

B U P A T I B A L A N G A N

Transkripsi:

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM TAHUN 2002 T E N T A N G KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban pelayanan universal; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai kewajiban pelayanan universal dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981); 4. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2001; 5. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 2001;

2 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.91/OT.002/PHB-80 dan Nomor KM.164/OT.002/PHB-80 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaiman telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 2000. M E M U T U S K A N : Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya; 2. Jaringan Telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi; 3. Jasa Telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi; 4. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara; 5. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi; 6. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi; 7. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;

3 8. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda; 9. Akses Universal adalah penyediaan akses telekomunikasi di wilayah kewajiban pelayanan universal; 10. Jasa Universal adalah penyediaan jasa telekomunikasi... ; 11. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang telekomunikasi; 12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. BAB II PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL Pasal 2 (1) Kewajiban membangun dan menyelenggarakan jaringan di wilayah pelayanan universal dibebankan kepada penyelenggara jaringan tetap lokal; (2) Dalam hal penyelenggara jaringan tetap lokal tidak dapat melaksanakan kewajiban dan atau untuk mempercepat pembangunan di wilayah pelayanan universal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah dapat menunjuk penyelenggara telekomunikasi lainnya untuk melaksanakan pembangunan dan penyelenggaraan jaringan di wilayah pelayanan universal; (3) Penyelenggara telekomunikasi lainnya sebagaimana dimaksud ayat (2) akan mendapat izin penyelenggara jaringan tetap lokal khusus di daerah kewajiban palayanan universal. Pasal 3 Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib menyediakan ketersambungan (interkoneksi) di daerah kewajiban pelayanan universal. Pasal 3a Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib menggunakan sistem penomoran yang berlaku di daerah tersebut. Pasal 4 Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib mengikuti ketentuan dalam Rencana Dasar Teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

4 BAB III PENYELENGGARAAN Bagian kesatu Wilayah Pelayanan Universal Pasal 5 (1) Dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal, Menteri menetapkan: a. wilayah tertentu sebagai wilayah pelayanan universal; b. jumlah kapasitas jaringan di setiap wilayah pelayanan universal; c. jenis jasa telekomunikasi yang harus disediakan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi di setiap wilayah pelayanan universal; d. penyelenggara jaringan telekomunikasi yang ditunjuk untuk menyediakan jaringan telekomunikasi di wilayah pelayanan universal. (2) Dalam hal wilayah tertentu sebagaiamana dimaksud dalam ayat (1) terikat dengan hak tertentu menurut peraturan perundang-undangan, wilayah pelayanan universal ditetapkan berdasarkan: a. wilayah belum terjangkau fasilitas telekomunikasi; b. tidak termasuk dalam rencana pembangunan penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi tetap lokal hingga tahun 2010. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, berakhir sesuai perkembangan penyelenggaraan jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi jaringan tetap lokal. Pasal 6 (1) Dalam hal wilayah pelayanan universal sangat luas, ditetapkan urutan prioritas. (2) Urutan prioritas sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal; Bagian kedua Seleksi penyelenggara Pasal 7 (1) Penentuan penyelenggara kewajiban pelayanan universal dilakukan melalui seleksi; (2) Seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melalui mekanisme pelelangan; (3) Penentuan pemenang lelang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.

5 Pasal 8 Dalam hal tidak terdapat peserta lelang pada suatu wilayah pelayanan universal, Menteri dapat menunjuk Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Penyelenggara Pasal 9 (1) Setiap penyelenggara jaringan dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melaksanakan pencatatan atas pendapatan dari hasil kontribusi kewajiban pelayanan universal yang berasal dari pendapatan interkoneksi; (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan secara berkala kepada Menteri. Pasal 10 (1) Pemenang lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib menandatangani kontrak; (2) Kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi antara lain: a. jangka waktu sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 10 tahun; b. sesuai ketetapan Direktur Jenderal sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 7. Pasal 11 Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib melaksanakan pembangunan fisik fasilitas telekomunikasi kewajiban pelayanan universal selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak penunjukkan pemenang oleh Direktur Jenderal. Pasal 12 (1) Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib menyediakan fasilitas teleponi dasar sampai berakhirnya masa kontrak; (2) Dalam hal tidak dapat menyelesaikan kewajibannya sesuai ketentuan kontrak Direktur Jenderal atau badan pengelola dapat menunjuk penyelenggara lain; (3) Beban biaya dari penunjukan penyelenggara lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib menjadi beban penyelenggara yang menandatangani kontrak. Pasal 13 (1) Masa penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diperpanjang; (2) Dalam hal tidak dilakukan perpanjangan kontrak Direktur Jenderal menetapkan seleksi kembali penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal;

6 (3) Perpanjangan kontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa kontrak. Pasal 14 (1) Penyelenggara setelah masa kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) berhak memperoleh bantuan dana subsidi; (2) Bantuan dana subsisdi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan nilai-kini bersih (net present value) perkiraan manfaat biaya ekonomi (economic cost benefit) terhadap penyelenggaraan tahap berikut memperlihatkan angka negatif; (3) Perhitungan manfaat biaya ekonomi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disepakati bersama antara penyelenggara dengan Direktur Jenderal atau badan pengelola; (4) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, penyelenggara tidak berhak menerima bantuan dana subsidi. Bagian Keempat Lingkungan operasional Pasal 14a Penyelenggara kewajiban pelayanan universal dapat menjamin terselenggaranya operasional perangkat 24 jam sehari dan 365 hari per tahun. Pasal 14b Untuk menjamin terselenggaranya operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 14a penyelenggara kewajiban pelayanan universal dalam hal pemilihan lokasi perangkat dapat menjamin antara lain : a. Keterjangkauan lokasi perangkat; b. Keamanan perangkat; c. Lahan perangkat sebagainya dilahan fasilitas sosial. Pasal 15 (1) Dalam satu wilayah pelayanan universal dapat dilakukan persaingan antar penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi; (2) Dalam hal terjadi persaingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) subsidi dihapuskan. Pasal 16 (1) Kecuali keadaan tertentu, setiap pemakaian jaringan dan atau jasa telekomunikasi dalam kewajiban pelayanan universal berlaku tarif umum; (2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. tahap awal penyelenggaraan ; atau b. keadaan darurat.

7 (3) Dalam hal tahap awal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a berlaku tarif subsidi; (4) Dalam hal keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b berlaku tarif subsidi rendah; (5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Bagian kelima Kerjasama antar penyelenggara telekomunikasi Pasal 17 (1) Penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib: a. memanfaatkan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang tersedia; b. mempertimbangkan rencana pengembangan jaringannya dengan jaringan milik penyelenggara jaringan yang telah ada. (2) Penyelenggaraan telekomunikasi yang telah ada harus mendukung pengembangan penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal. BAB IV PENDANAAN Bagian Kesatu Sumber Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal Pasal 17a Pemungutan kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal dilakukan melalui mekanisme Pendapatan Negara Bukan Pajak. Pasal 18 Kontribusi kewajiban pelayanan universal berupa : a. Penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi; b. Kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi; atau c. Kontribusi lainnya. Pasal 19 (1) Kewajiban Pelayanan Universal dalam bentuk penyediaan jaringan telekomunikasi berupa : a. Kontribusi sebesar X % dari realisasi investasi pembangunan sistem jaringan tetap lokal tahun sebelumnya; b. Dalam hal di daerah penyelenggara jaringan tetap lokal tidak terdapat daerah KPU, Menteri menetapkan lebih lanjut daerah sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan.

8 (2) Kewajiban pelayanan universal dalam bentuk penyediaan jasa telekomunikasi diselenggarakan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal yang membangun dan atau menyediakan jaringan di wilayah KPU. Pasal 20 (1) Kontribusi kewajiban pelayanan universal dalam bentuk komponen biaya interkoneksi merupakan kontribusi yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan lainnya yang menyalurkan trafik kepada penyelenggara jaringan tetap lokal; (2) Biaya KPU yang dibayarkan oleh penyelenggara jaringan yang menyalurkan trafik kepada penyelenggara jaringan tetap lokal sebesar Y % dari keseluruhan kewajiban pembayaran interkoneksi dalam 1 bulan; (3) Biaya KPU yang telah terkumpul diperuntukkan untuk biaya pemeliharaan, operasional dan atau pembangunan jaringan baru diwilayah KPU. Pasal 21 (1) Kontribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) huruf c merupakan kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi, jasa multimedia, jaringan tetap tertutup, dan jaringan bergerak terestrial; (2) Penyelenggara jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penyelenggara teleponi dasar yang bukan penyelenggara jaringan tetap lokal; Pasal 22 (1) Kontribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) huruf c berupa kontribusi sebesar Z % dari pendapatan yang dikenakan kepada penyelenggara jasa teleponi dasar, jasa nilai tambah teleponi, jasa multimedia, jaringan tetap tertutup, dan jaringan bergerak terestrial; (2) Bagi penyelenggara jasa teleponi dasar, kontribusi lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) huruf c dapat berbentuk pembebasan biaya akses dan atau subsidi tarif; (3) Pembebasan biaya akses dan/atau subsidi tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan pada rumah sakit, yayasan sosial, sekolah, rumah jompo, tempat peribadatan dan kantor pemerintahan di daerah pelayanan universal; (4) Pemberian pembebasan biaya akses sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 23 (1) Pungutan kontribusi dilakukan secara terpusat di tingkat nasional;

9 (2) Tatacara penyerahan kontribusi untuk program kewajiban pelayanan universal ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pasal 23a Sumber dana selain kontribusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 dapat juga di terima dari : a. kontribusi dari Pemerintah Daerah; b. hibah dari pihak lain. Pasal 23b Kontribusi dari Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 23a butir a ditetapkan dalam bentuk kontrak. Bagian kedua Pengelolaan Pasal 24 (1) Pengelola KPU adalah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; (2) Pengelola KPU memiliki tugas sebagai berikut : c. Perencanaan KPU secara umum; d. Penetapan penyelenggara KPU; e. Kebutuhan dan pengelolaan pendanaan KPU; f. Evaluasi. Pasal 25 Dana kewajiban pelayanan universal dapat digunakan oleh penyelenggara kewajiban pelayanan universal dengan status sebagai : a. Bantuan; atau b. pinjaman jangka panjang. Pasal 26 Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 wajib memperhatikan analisa manfaat biaya. Pasal 27 Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 meliputi antara lain : a. berjangka waktu paling lama 10 tahun. b. Berbunga rendah atau tanpa bunga

10 Pasal 28 Pengelolaan dan Penggunaan dana kewajiban pelayanan universal wajib secara transparan, efisien, dan diarahkan untuk pemberdayaan industri dalam negeri sektor telekomunikasi. Pasal 29 Pengaturan,pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan dana dilakukan oleh Direktur Jenderal atau badan pengelola. BAB V PERIZINAN Pasal 30 (1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi di wilayah kewajiban pelayanan universal wajib mendapatkan izin; (2) Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh penyelenggara kewajiban pelayanan universal wajib : a. Setiap alat dan perangkat telekomunikasi wajib mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. memenuhi persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam Rencana dasar teknis (Fundamental Technical Plan); c. memiliki sertifikat laik operasi dari Direktur Jenderal. Pasal 31 (1) Penyelenggara kewajiban pelayanan universal dalam pengembangan layanan kewajiban pelayanan universal dapat memperoleh insentif; (2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. Pengurangan besaran kontribusi biaya interkoneksi; b. Kontribusi kewajiban pelayanan universal dibebaskan selama masa pinjaman dana bantuan dana kewajiban pelayanan universal; atau c. Penyediaan fasilitas pelatihan dan asistensi praktis. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pemberian insentip sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 32 Menteri melaksanakan pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan kewajiban pelayanan universal.

11 Pasal 33 Fungsi pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh Menteri, sekurangkurangnya meliputi : a. penentuan prioritas wilayah kewajiban pelayanan universal; b. penentuan kontribusi kewajiban pelayanan universal; c. pendayagunaan kontribusi kewajiban pelayanan universal; d. penunjukan penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal; e. perizinan penyelenggaraan kewajiban universal; f. penelitian dan pengembangan penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi; g. koordinasi penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal dalam rangka mendukung kepentingan nasional; h. monitoring, observasi, dan penertiban penyelenggaraan kewajiban pelayanan universal. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI PERHUBUNGAN, AGUM GUMELAR, M.Sc.