BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. maupun ilegal dan melebihi batas imbang ekologis serta masalah pembakaran

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2. Abstrak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN OLEH PENYIDIK POLRI DI WILAYAH HUKUM POLRES PADANG PARIAMAN. Skripsi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI HASIL HUTAN (RHH)

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BAB I PENDAHULUAN Penegasan Judul Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB V PENUTUP. 1. Penegakan hukum terhadap Illegal Logging di Kabupaten Bone Bolango

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG HUTAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ATAS IJIN PENEBANGAN KAYU RAKYAT (IPKR) DAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU)

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 yang

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN PADA TANAH MILIK DAN KEBUN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA TAHUN 2008 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO. Nomor : 24 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKKAN KAYU DARI LUAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN DAN PEREDARAN KAYU RAKYAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PEMBALAKAN LIAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2006

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELARANGAN PENEBANGAN, PEREDARAN DAN PERDAGANGAN KAYU DOLKEN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. penebangan liar atau yang lebih dikenal dengan istilah illegal logging. Illegal

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki keindahan alam dan hutan yang sangat luas. Keindahan alam dan hutan yang dimiliki mulai dari Sabang sampai Merauke. Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country, karena memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Indonesia merupakan peringkat lima besar di dunia sebagai Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Hal tersebut disebabkan karena hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 25% dari spesies ikan dan 1.519 spesies burung, lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, di mana 55 persen di antaranya merupakan jenis endemik (Kompasiana, 22 April 2012). Hutan merupakan paru-paru dunia. Fungsi dan kegunaannya adalah untuk menyaring udara. Oleh karena hutan begitu penting bagi kehidupan umat manusia, maka sudah sepantasnya harus dijaga kelestariannya demi generasi di masa yang akan datang. Namun, saat ini hutan Indonesia sedang berada dalam ancaman besar terutama dari kegiatan manusia seperti perkebunan, kerusakan karena kebakaran hutan dan yang sangat fatal diakibatkan oleh pembalakan hutan secara liar atau yang disebut illegal logging. Kerusakan hutan yang terjadi saat ini bukanlah merjadi persoalan yang baru, namun hal ini merupakan persoalan yang sudah lama terjadi. Hanya saja penanganan 1

2 dalam menindak lanjut kasus ini belum dapat dituntaskan. Hal ini disebabkan pembalakan yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut diatur dalam sindikat yang terkoordinasi rapi sehingga pihak berwajib sulit untuk membongkarnya. Perusakan hutan yang terjadi di Sumatera utara yang dilakukan Adelin lis dan DL Sitorus menimbulkan kejahatan berupa illegal loging. Tujuan dari kedua pelaku kejahatan tersebut yaitu demi keuntungan pribadi dengan cara memanfaatkan hasil hutan berupa pohon yang telah ditebang dan memanfaatkan lahan yang telah ditebang tersebut dengan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil hutan yang ditebang tersebut diangkut dengan truk menuju tempat lain untuk diolah menjadi kayu. Adapun lahan yang kosong akibat pohon yang telah ditebang tersebut dibuat menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Menghadapi permasalahan seperti ini diperlukan langkahlangkah pengamanan yang efisien dan seefektif mungkin, agar pelaku-pelaku tersebut dapat ditangani oleh pihak yang berwajib. Pengamanan hutan, seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, baik polri (Kepolisian Republik Indonesia) maupun masyarakat Indonesia dalam menjaga dan memelihara keamanan Negara termasuk keamanan hutan. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya UU Kehutanan) mengatur pemanfaatan hutan secara berkelanjutan dan berwawasan ekologi. Pasal 23 UU Kehutanan menentukan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Meskipun UU Kehutanan telah mengatur pemanfaatan hutan, namun sampai saat ini masih banyak yang melakukan illegal logging.

3 Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah illegal logging tersebut. Namun hingga saat ini pemerintah belum mampu menyelesaikan masalah tersebut secara tuntas. UU Kehutanan merupakan dasar untuk menegakkan hukum terhadap aksi illegal logging di Indonesia. Sehingga diperlukan penyidikan tindak pidana bidang Kehutanan sebagai salah satu bentuk penyidikan yang dilakukan oleh pejabat pegawari negeri sipil. Penyidikan ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan atas keterangan tentang tindak pidana di bidang illegal logging. Pada hakikatnya penyidikan tindak pidana dalam bidang kehutanan merupakan salah satu upaya untuk menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan Kehutanan. Penyidikan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan yang diinstruksikan untuk diperiksa atau disidik. Pelaksanaan tugas penyidik di bidang tindak pidana kehutanan oleh penyidik pegawai negeri sipil harus didasarkan UU Kehutanan dan KUHAP (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana). Dalam UU Kehutanan penyidik PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) diatur dalam Pasal 77. Adapun dalam KUHAP penyidik diatur dalam Pasal 1 ayat (1) penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. Penyidik pegawai negeri sipil memiliki wewenang sesuai yang ditetapkan dalam Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya (Pasal 6 ayat (1)) selanjutnya Pasal 7 ayat (2).

4 Penyidik pegawai negeri sipil dalam sistem peradilan pidana berada dalam satu komponen dengan polisi oleh karena KUHAP mengatur bahwa dalam pelaksanaan tugas penyidik pegawai negeri sipil berada dibawa koordinasi dan pengawasan penyidik polri. Hal tersebut disesuaikan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa penyidik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b memiliki wewenang sesuai dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawa koordinasi dan pengawasan dari penyidik polri yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP. Dengan keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut, maka tindak pidana tertentu yang terjadi di luar KUHAP telah ada organ yang menanganinya, termasuk tindak pidana di bidang Kehutanan yang penyidikannya dan penanganannya dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil. Meskipun demikian dengan adanya pihak PPNS yang menangani tindak pidana illegal logging tidak menutup kemungkinan para pelaku tidak melakukan illegal logging dikawasan hutan yang tidak memiliki ijin menebang. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian dengan judul Peran PPNS Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging (Studi Di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara) B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

5 1. Upaya yang dilakukan PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging di Sumatera Utara. 2. Kendala-kendala yang dihadapi PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging. 3. Kinerja PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging di Sumatera Utara. 4. Sanksi bagi pelaku illegal logging. 5. Pengaruh dan akibat yang ditimbulkan illegal logging. C. Pembatasan Masalah Adapun yang menjadi batasan masalah dalam proposal ini adalah: 1. Upaya yang dilakukan PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging di Sumatera Utara. 2. Kendala-kendala yang dihadapi PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging. D. Perumusan Masalah Dengan sedikit permasalahan yang sudah dibahas di latar belakang, maka yang menjadi masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging? 2. Apa kendala-kendala yang dihadapi PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging?

6 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan PPNS dalam menanggulagi tindak pidana illegal logging di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi PPNS dalam menanggulangi tindak pidana illegal logging di Sumatera Utara. F. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi ilmu pengetahuan: sebagai informasi tentang larangan dan adanya peraturan perundang-undang mengenai penebangan liar atau illegal logging. 2. Bagi masyarakat dan generasi muda: membentuk kesadaran tentang bahaya pembalakan liar atau illegal logging secara berlebihan dan pemanfaat hutan yang tidak memiliki izin. 3. Sebagai bahan masukan dan acuan untuk penelitian selanjutnya. 4. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.