Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB III BAHAN DAN METODE

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAB III BAHAN DAN METODE

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

Pematangan Gonad di kolam tanah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

PENGARUH SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG TULANG TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus.

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. BAHAN DAN METODE

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN :

Pengaruh Dosis Ekstrak Hipofisis Ikan Patin (Pangasius hypothalamus) Terhadap Keberhasilan Pemijahan Ikan Bawal Air Tawar (Collosoma macropomum)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

3 METODOLOGI PENELITIAN

Efektivitas Suplemen Herbal Terhadap Pertumbuhan dan Kululushidupan Benih Ikan Lele (Clarias sp.)

BAB III BAHAN DAN METODE

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) : (2013) ISSN :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

II. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi )

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier)

RESPONS PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) YANG DIBERI PAKAN BUATAN BERBASIS LIMBAH SAYURAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

Tingkat Kelangsungan Hidup

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

III. METODOLOGI PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN RESPON PAKAN PADA IKAN MAS KOKI (Carasias auratus) DENGAN RANSANGAN WARNA LAMPU

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

VARIASI PADAT PENEBARAN TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) YANG DIPELIHARA DALAM HAPA

PENGARUH PEMBERIAN ENZIM PAPAIN PADA PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

BAB 4. METODE PENELITIAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Further Effect of Egg Hatching Temperature on the Baung Fish (Hemibagrus nemurus) Seed Growth and Survival Muhammad Ali 1*) dan Raider Sigit Junianto 1 1 Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Jln. Beringin No. 308, Mariana *) Tel./Faks. +62 711 7537194 / +62 711 7537205, email: m_ali_brppu@yahoo.co.id ABSTRACT Baung (Hemibagrus nemurus) is a freshwater fish in sub optimal areal that have important economic value. Baung Fish farming activities potential to be developed. One of cultivation critical success factors is the availability of good seed with sufficient and sustainable number. Temperature is one of the parameters that affect the hatchability of eggs. This study aims to determine the hatchability of eggs and further effect of egg hatching temperature on the Baung fish seed growth and survival. The study was conducted at the Fish Laboratory, Research Institute of Inland Fisheries, Palembang from February to March 2012. Research activities include parent selection, injections, artificial insemination, egg hatching, larval rearing, measurement of water quality parameters, and measurement sample. The data which obtained are egg hatchability, growth, and survival rates. The results showed that the highest egg hatchability occurs at a temperature 27 o C, which is 67%. Highest daily weight growth occurs at a temperature 31 o C which is 0.029 g and highest survival rates occurs at the hatching temperature 25 o C which is 49.3%. Key words : Baung Fish, Temperature, Hatching, seed growth and survival rate. ABSTRAK Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) merupakan ikan air tawar yang mampu hidup dilahan sub optimal, bernilai ekonomis penting. Kegiatan budidaya Ikan Baung sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya adalah ketersediaan benih yang baik dengan jumlah cukup dan berkesinambungan. Suhu merupakan salah satu parameter yang berpengaruh pada daya tetas telur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tetas telur dan pengaruh lanjut suhu penetasan telur terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih Ikan Baung. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ikan, Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang pada bulan Februari sampai Maret 2012. kegiatan penelitian meliputi seleksi induk, penyuntikan, pembuahan buatan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pengukuran parameter kualitas air, pengukuran sampel. Data yang diperoleh yaitu daya tetas telur, pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur tertinggi terjadi pada suhu 27 o C, yaitu 67%. Pertumbuhan bobot harian tertinggi terjadi pada suhu penetasan 31 o C yaitu 0,029 g dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada suhu penetasan 25 o C yaitu 49,3%. Kata kunci : ikan baung, suhu, penetasan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup 301

PENDAHULUAN Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) merupakan salah satu ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sampai ke bagian hulu sungai dan dapat hidup pada areal sub optimal/lahan marjinal. Ikan ini termasuk dalam kelompok Catfish (lele-lelean) yang bernilai ekonomis penting, harga yang cukup tinggi berkisar Rp. 30.000 - Rp. 40.000 per kg dalam bentuk segar dan banyak dipasarkan dalam bentuk olahan seperti ikan asap dan pindang baung. Pemenuhan pasar didapatkan dari alam baik berupa ikan konsumsi maupun dalam ukuran benih. Faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan adalah kondisi perairan dan persedian stok ikan di alam (Muflikhah, at al., 1998). Kegiatan budidaya ikan ini sangat potensial untuk di kembangkan, karena disamping diminati dan disukai oleh masyarakat, ikan ini juga mempunyai respon yang baik terhadap teknologi budidaya intensif, seperti pemberian pakan tambahan berupa pelet yang menyebabkan percepatan pertumbuhan, disamping itu juga Ikan Baung dapat di pelihara dalam berbagai wadah pemeliharaan seperti karamba, kolam dan juga keramba jaring apung, (Masrizal, at al., 2001). Usaha budidaya Ikan Baung telah berkembang dengan pesat, tetapi pesatnya perkembangan budidaya ikan ini belum sejalan dengan tingkat produksi yang tinggi karena tidak didukung oleh produksi benih dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Ketersediaan benih ikan yang berkualitas baik dengan jumlah yang cukup dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam pembesaran, benih yang tersedia dalam jumlah banyak tetapi kualitasnya rendah hanya akan memberatkan para petani karena hasilnya tidak seimbang dengan jumlah pakan yang diberikan Sementara benih dengan kualitas bagus tetapi jumlahnya terbatas akan menimbulkan permasalahan dalam produksi yang tidak lancar, (Susanto, 1999). Rendahnya ketersediaan benih disebabkan antara lain sulitnya mendapatkan induk matang gonad. Selain itu beberapa peneliti menunjukkan bahwa daya tetas telur Ikan Baung masih rendah yaitu sebesar 34.5% (Muflikhah, at al., 1998). Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur Ikan Baung diantaranya adalah suhu atau temperatur pada waktu masa inkubasi telur. Woynarovich dan Horvath (1980) mengemukakan bahwa semakin tinggi suhu penetasan maka akan semakin cepat telur akan menetas, tetapi juga akan menyebabkan larva lahir prematur, sehingga larva tersebut tidak dapat hidup dengan baik. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan uji lanjut pengaruh aplikasi suhu pada penetasan telur terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih Ikan Baung. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan bulan Februari sampai Maret 2012. Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Ikan, Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti tertera pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Bahan Penelitian NO BAHAN 1 Telur ikan baung yang didapat dari hasil pemijahan secara intensif 2 Induk Ikan Baung matang gonad dengan berat berkisar 200-500 gr 3 Ovaprim 0,50 cc/kg 4 Pakan alami (infusaria, artemia dan cacing rambut) 302

Tabel 2. Alat Penelitian NO ALAT 1 Bak pemijahan 2 Thermometer 3 Pengatur suhu air (heater), 4 Akuarium wadah penetasan 5 Aerator untuk mensuplai oksigen 6 Hapa tempat melekatkan telur 7 Timbangan untuk menimbang berat induk ikan dan berat telur 8 Mangkok kaca untuk menampung telur 9 Hand counter untuk menghitung jumlah telur 10 Jarum suntik untuk menyuntikan hormon kedalam tubuh unduk ikan 11 Mikroskop 12 Kamera digital. Penelitian ini bersifat percobaan atau eksperimen yang dilakukan dua tahap yaitu uji berbagai suhu dan percobaan uji lanjut. a. Uji Berbagai Suhu. Penelitian ini untuk mengetahui daya tetas telur Ikan Baung terhadap berbagai suhu berbeda dengan suhu yang telah di tentukan, yaitu : 25 0 C, 27 0 C, 29 0 C dan 31 0 C. Prosedur Penelitian : Induk ikan diseleksi yang sehat, tidak cacat dan dengan tingkat kematangan gonad empat (TKG 4). Induk Ikan Baung diberok selama satu hari, setelah itu dilakukan penyuntikan hormon ovaprim dilakukan dua kali kedalam otot punggung Ikan Baung. Selang waktu antara penyuntikan pertama dengan kedua adalah enam jam, selang suntikan kedua sampai ovulasi berkisar 8-9 jam. Dosis yang digunakan adalah 0,50 cc/kg. Penyuntikan pertama 25% dan penyuntikan kedua 75% (Muflikhah, et al., 1998). Telur dikeluarkan dengan cara mengurut (striping) perut induk betina ke arah kloaka, telur yang keluar ditampung dalam wadah yang kering, kemudian dilakukan pembuahan dengan menuangkan larutan sperma dan mengaduknya secara perlahan-lahan dengan menggunakan bulu ayam selama 1-2 menit. Sperma diperoleh dengan membedah bagian perut induk Ikan Baung jantan dan mengambil testis serta dibersihkan dari darah dengan air. Kemudian testis digerus dalam wadah dan diberi larutan fisiologis kurang lebih 1 cc. Setelah pembuahan atau pengadukan selesai, telur-telur tersebut ditebarkan secara merata ke hapa dalam akuarium dengan kepadatan telur 1 gr/500cm 2 (1gr = 746 butir) telur Ikan Baung. Muflikhah at al. (1998). Heater dinyalakan sesuai dengan suhu yang telah di tentukan. Perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui besarnya daya tetas seperti yang di kemukakan oleh Arsianingtyas, (2009) dalam Mukti at al., (2007), yaitu: HR (%) : Jumlah telur menetas normal X 100% Jumlah telur menetas normal, cacat dan mati Ket : HR = Hatching rate (daya tetas) b. Percobaan Uji Lanjut. Rancangan yang digunakan pada uji lanjut adalah sama dengan rancangan yang digunakan pada uji sebelumnya yaitu rancangan acak lengkap. Namun pada uji lanjut ini yang dimaksud perlakuan adalah larva ikan hasil penetasan dari masing-masing perlakuan 303

berbagai suhu dan ulangan. Wadah yang digunakan 12 unit akuarium berukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing adalah 25, 35, 20 cm dengan tinggi air 10-15 cm. Pada masing-masing unit akuarium dimasukan 100 ekor post larva (PL) 3 yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan suhu pada uji penetasan telur sebelumnya. Larva dipelihara selama 30 hari pada suhu ruang (26-29 o C). Selama uji lanjut larva diberi pakan alami infusoria, nauplii artemia dan cacing rambut secara bertahap. Infusoria diberikan selama 2 hari pertama dilanjutkan dengan nauplii artemia selama 10-15 hari kemudian diteruskan pemberian cacing rambut hingga akhir penelitian. Pengukuran pertumbuhan berat dilakukan setiap dua minggu. Jumlah larva yang diukur sebanyak 10% dari jumlah larva yang ditebar atau 10 ekor. Teknik penimbangan dilakukan dengan cara batch dan basah. Pada setiap penimbangan jumlah larva digunakan 5 ekor yang dipilih secara acak Pertumbuhan ikan diukur dengan menggunakan rumus laju pertumbuhan mutlak (Effendi, 2003). Sebagai berikut : W = Wt Wo t Ket : Wt : berat rata-rata ikan pada waktu tertentu (gram) Wo : berat rata-rata ikan pada waktu t = 0 (gram) t : waktu (hari) Perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui besarnya kelangsungan hidup, yaitu: SR (%) = Jumlah ikan yg hidup pd akhir penelitian X 100 % Jumlah ikan yang hidup pd awal penelitian Ket : SR = Survivel Rate (Kelangsungan hidup) (Effendie, 2003) Parameter penunjang yang diukur, yaitu pengukuran kualitas air yang meliputi oksigen (O 2 ), derajat keasaman (ph), amoniak (NH 3 ) Penelitian ini menggunakan percobaan Rancangan Acak Lengkap (Srigandono, 1989), yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga kali ulangan, sehingga satuan percobaan seluruhnya berjumlah 12 satuan percobaan, adapun keempat perlakuan tersebut adalah A = 25 o C, B = 27 o C, C = 29 o C dan D = 31 o C. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 ulangan, Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap daya tetas telur, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kemudian diuji dahulu normalitas dan homogenitas kemudian dilanjutkan dengan analisis sidik ragam satu arah (Anova) dengan derajat error (α) 1-5%. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa F hitung α 1% dan 5% lebih besar F tabel maka dilakuakan uji lanjut terhadap nilai tengah dengan menggunakan Duncan pada α 1 dan 5 %. HASIL Suhu penetasan yang berbeda akan memberikan prosentase daya tetas telur yang berbeda pula, daya tetas telur tersebut tertinggi terjadi pada suhu 27 C dengan daya tetas 68.7% dan terendah pada suhu 31 C dengan daya tetas 28.33%. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa semua perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05) (Gambar 1) 304

Gambar 1. Nilai rata-rata daya tetas telur Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) yang dipelihara pada suhu 25, 27, 29, 31 C Pertumbuhan bobot Dampak lanjut dari uji berbagai suhu penetasan ini dilakukan pemeliharaan larva dan diambil data pertumbuhan bobot. Bobot larva Ikan Baung mengalami peningkatan dengan berjalannya masa pemeliharaan pada tiap perlakuan. Bobot larva pada akhir penelitian relatif tinggi pada hasil penetasan suhu 29 dan 31 C sedangkan pada suhu penetasan 25 dan 27 C didapatkan pertumbuhan yang rendah (Gambar 2). Gambar 2. Laju pertumbuhan bobot larva Ikan Baung sampai umur 30 hari Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau bobot pada periode waktu tertentu (Effendie, 2002). Hasil pengamatan terhadap parameter pertumbuhan bobot, dapat terlihat bahwa peningkatan suhu diiringi meningkatnya pertumbuhan larva. Pertumbuhan bobot akhir larva yang terberat terjadi pada suhu penetasan tinggi yang yaitu suhu 31 C. 305

A. Kelangsungan hidup Efek lanjut berikutnya di ambil data tingkat kelangsungan hidup larva. Hasil pengamatan populasi Ikan Baung selama penelitian dapat di lihat pada (Gambar 3). Tingkat kelangsungan larva tertinggi diperoleh pada pemeliharaan dari hasil penetasan suhu 25 C (49.3 %) dan terendah pada suhu 31 C (40.3%). Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa pada semua perlakuan dari hasil penetasan mempunyai nilai yang berbeda nyata (P < 0.05). Gambar 3. Nilai rata-rata dan standar deviasi tingkat kelangsungan hidup benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) B. Data kualitas air Parameter kimia air yang diamati pada penelitian ini meliputi ph, amoniak, dan oksigen terlarut. Nilai ph pada setiap perlakuan umumnya mengalami penurunan sampai akhir penelitian. Kandungan amoniak perairan selama penelitian terus mengalami peningkatan. Meskipun amoniak mengalami peningkatan namun tidak sampai berakibat fatal bagi benih Ikan Baung. Kandungan DO dari awal sampai akhir penelitian terus mengalami penurunan. Penurunan kadar DO tidak berpengaruh terhadap benih. Nilai ph, amoniak dan kadar DO untuk semua perlakuan masih berada pada kisaran yang layak untuk benih Ikan Baung. Hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air selama penelitian dan baku mutu air menurut Perda Kota Palembang nomor 2 tahun 2003 dapat dilihat di tabel 3 dan 4 dibawah ini. Tabel 3. Kualitas air media penetasan telur dan pemeliharaan larva Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) Penetasan Pemeliharaan Parameter Suhu ( C) Awal Akhir Awal Akhir 25 7 7 7 6.75 ph 27 7 7 7 6.75 29 7 7 7 6.75 31 7 7 7 6.75 Amoniak 25 0.12 0.13 0.13 0.24 (ppm) 27 0.09 0.12 0.13 0.19 29 0.14 0.15 0.14 0.26 31 0.12 0.15 0.13 0.3 DO 25 6.89 6.77 6.5 6.05 (ppm) 27 6.37 6.34 6.4 6 29 6.09 6.09 6.08 5.61 31 6.46 6.45 6.09 5.61 306

Tabel 4. Baku mutu air. Kadar Maksimum Kelas Parameter Satuan I II III IV ph mg/l 6-9 6-9 6-9 5-9 Amoniak mg/l 0.5 - - - DO mg/l 6 4 3 0 Sumber. Perda Kota Palembang No 2 Tahun 2003 PEMBAHASAN Suhu 27 C mampu meningkatkan daya tetas telur sebesar 68.72%. Suhu ini merupakan suhu yang layak bagi penetasan telur Ikan Baung. Sesuai dengan yang yang dilakukan oleh Mufhlikhah (1998) yang mengatakan bahwa suhu air pada media penetasan berkisar 26 27 C. Pada suhu yang optimal peningkatan metabolisme akan mendukung proses penetasan dengan daya tetas yang tinggi. Hal ini disebabkan energi yang di hasilkan dalam proses metabolisme mampu meningkatkan daya tahan organisme terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Selain hal tersebut suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh terhadap berbagai ukuran, efesiensi penggunaan kuning telur, pertumbuhan, kecepatan makan, waktu metamorposis, tingkah laku, kecepatan berenang, penyerapan dan laju pengosongan lambung dan metabolisme (Blaxter, 1988). Daya tetas yang terendah terjadi pada perlakuan suhu 31 C dimungkinkan karena suhu tersebut diluar kisaran yang optimal. Hal ini didukung oleh pendapat Vladimirov (1975) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang tidak menunjang (diluar kisaran optimal) seperti terlalu tinggi atau rendahnya suhu, adanya cahaya yang langsung dan lainnya, dapat mengakibatkan kematian terutama pada masa transisi atau kritis. Secara alamiah setiap organisme mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam batas batas tertentu atau di sebut tingkat toleransi. Jika perubahan lingkungannya terjadi di luar kisarannya toleransi suatu organisme, maka cepat atau lambat organisme tersebut akan mati. Kenaikan suhu yang masih dapat ditolerir oleh ikan akan di ikuti oleh peningkatan derajat metabolisme dan kebutuhan oksigen. Suhu perairan merupakan salah satu faktor ekternal yang berpengaruh terhadap aktifitas ikan, terutama untuk pertumbuhan, pernapasan dan reproduksi (Huet, 1994). Suhu perairan harus di perhatikan dengan baik, untuk kelangsungan organisme yang mendiaminya. Nilai rata-rata daya tetas telur pada perlakuan suhu 27 C mempunyai nilai daya tetas telur ± 25% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya. Pada skala laboratorium nilai ini mungkin tidak terlalu berarti tetapi pada usaha pembenihan dan produksi, nilai ini sangat berarti. Pada usaha pembenihan perbedaan ± 25% daya tetas telur berarti perubahan jumlah produksi yang sangat besar. A. Kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan nilai presentase jumlah ikan hidup selama periode penelitian (Effendie, 1979). Tingkat kelangsungan hidup selain di pengaruhi dari kualitas air juga dipengaruhi faktor lain seperti asupan nutrisi dari pakan dan adanya sifat kanibalisme. Hasil penelitian menunjukan tidak terjadi perbedaan yang nyata. 307

Sebaiknya suhu yang digunakan dalam penetasan telur Ikan Baung adalah suhu 27 C karena memiliki persentase penetasan yang lebih tinggi dari suhu lainnya kemudian pada pertumbuhan bobot benih ikan pada suhu 27 C tidak terlalu beda dengan suhu 31 C dan memiliki standard deviasi cenderung kecil dan pada kelangsungan hidup memiliki nilai kisaran yang sama dengan suhu yang lain. KESIMPULAN 1. Suhu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap daya tetas telur Ikan Baung, suhu pada proses penetasan akan menentukan laju pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup benih Ikan Baung 2. Suhu yang optimal untuk penetasan telur dan pertumbuhan serta kelangsungan hidup benih Ikan Baung adalah suhu 27 C DAFTAR PUSTAKA Blaxter, J.H.S. 1988. Developing Eggs and Larvae in Fish Phsyiologi dalam Hoar and Randal. Fish Physiology. Vol XI. Academic Press. New York. Effendie, H.2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius 2003. 258 hal Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Effendie, M. I, 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor. 122 hal Huet, M. 1994. Textbook of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News Book. 438 pp. Masrizal. Azhari, W dan Azhar. 2001. Pengaruh Suhu yang Berbeda Terhadap Hasil Penetasan Telur Ikan Patin (Pangasius sutchi Fow). Universitas Andalas. Padang. Muflikhah, N., Syarifah, N. dan S.N. Aida. 1998. Domestikasi Ikan Baung (Mystus nemurus). Jurnal Litbang Pertanian.XVII(2). Jakarta. 72 hlm Srigandono. 1989. Rancangan Percobaan: Experimental Designs. Universitas Diponegoro. Semarang. Susanto, H. 1999. Teknik Kawin Suntik. Penebar swadaya. Jakarta. Vladimirov. 1975. Critical period in Developmen of Fishes. Journal of Ichtiology, 15 (6). 51-53 Woynarovich, E and L. Horvath. 1980. The Artificial Propagation of Warm-Water Fin Fish. A Manual for Extention, FAO. Fisheries Technical Paper No. 201. 385 p. 308