Lower Frequency (MHz) Center Frequency (MHz)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI ANTENA MIKROSTRIP DAN WIRELESS LAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

BAB I PENDAHULUAN. wireless dimana transmisi sinyal tanpa menggunakan perantara konduktor / wire.

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Berdasarkan asal katanya, mikrostrip terdiri atas dua kata, yaitu micro

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Antena adalah komponen pada sistem telekomunikasi nirkabel yang

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUKURAN ANTENA, HASIL dan ANALISA

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

: Widi Pramudito NPM :

BAB II DASAR TEORI. antena sebagai alat yang mengubah gelombang terbimbing dari saluran tranmisi

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB 2 DASAR PERANCANGAN COUPLER. Gambar 2.1 Skema rangkaian directional coupler S S S S. ij ji

Rancang Bangun Antena Mikrostrip 2,4 GHz untuk Aplikasi Wireless Fidelity (Wifi) Oleh Daniel Pebrianto NIM:

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP SLOT RECTANGULAR DUAL-BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PADA FREKUENSI 2,4 GHz DENGAN METODE PENCATUAN INSET

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH STACKED DUAL-BAND PADA FREKUENSI WiMAX (3,3 GHZ DAN 5,8 GHZ)

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11

Bab II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI. Gbr. 2.1 Grafik Faktor Refleksi Terhadap. Faktor Refleksi

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. energi itu dari ruang bebas. Antena merupakan bagian yang penting dalam sistem

ANALISIS PENGARUH UKURAN GROUND PLANE TERHADAP KINERJA ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT PADA FREKUENSI 2.45 GHz

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PERSEGI PANJANG 2,4 GHZ UNTUK APLIKASI WIRELESS FIDELITY (WI-FI)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN WI-FI. 2.1 Umum Pada sistem komunikasi radio diperlukan adanya antena sebagai pelepas

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

Desain Antena Log Periodik Mikrostrip Untuk Aplikasi Pengukuran EMC Pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH

ANALISA PENENTUAN UKURAN SLOT PADA KARATERISTIK ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN PENCATU APERTURE COUPLED

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB II DASAR TEORI. digunakan sebagai radiator yang efisien untuk sistem telekomunikasi modern saat

STUDI PERBANDINGAN PARAMETER-PARAMETER PRIMER ANTENA MIKROSTRIP

BAB II DASAR TEORI. antena dapat berfungsi selain sebagai media pemancar gelombang

BAB II DASAR TEORI. dalam sistem komunikasi sehari-hari. Pada Bab ini akan dibahas antena

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP. bahan substrat yang digunakan. Kemudian, menentukan bentuk patch yang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP DOUBEL BIQUAD PADA FREKUENSI

Perancangan dan Unjuk Kerja Antena Mikrostrip Biquad Ganda pada Wireless Fidelity b

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

BAB II LANDASAN TEORI

KARAKTERISASI ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGITIGA SAMASISI DENGAN FREKUENSI KERJA 2,4 GHz UNTUK KOMUNIKASI WIRELESS

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL- BAND ( 2,4 GHz dan 3,3 GHz) DENGAN STUB PADA SALURAN PENCATU

DESAIN ANTENA MIKROSTRIP RECTANGULAR GERIGI UNTUK RADAR ALTIMETER

BAB IV DATA DAN ANALISA

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2,3 GHz dan 3,3 GHz) DENGAN PENCATUAN PROXIMITY COUPLED

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

RANCANG BANGUN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL BAND (2,3 GHz DAN 3,3 GHz) DENGAN PENGGUNAAN STUB

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

BAB 3 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN SINGLE BAND

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MEANDER LINE UNTUK SISTEM TELEMETRI ROKET UJI MUATAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

Gambar 2.1. Diagram blog dasar dari RF energy harvesting.

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA CO-PLANAR DENGAN METODE BAND GAP UNTUK PENINGKATAN BANDWIDTH PADA FREKUENSI S-BAND

SKRIPSI. PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ALFIN HIDAYAT

Gambar 4.1 Konfigurasi pengukuran port tunggal

BAB II DASAR TEORI. komunikasi nirkabel dan strukturnya di rancang untuk meradiasikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wireless Local Area Network (WLAN) merupakan salah satu aplikasi

ANTENA MIKROSTRIP PANEL BERISI 5 LARIK DIPOLE DENGAN FEEDLINE KOAKSIAL WAVEGUIDE UNTUK KOMUNIKASI 2,4 GHz

BAB II DASAR TEORI. sebaliknya. Antena dapat kita jumpai pada pesawat elevisi, telepon genggam,

Rancang Bangun Antena Mikrostrip Dua Elemen Patch Persegi Untuk Aplikasi Wireless Fidelity

PERANCANGAN DAN REALISASI ANTENA MIKROSTRIP INSET-FED PADA FREKUENSI 2,4 GHZ UNTUK APLIKASI WIFI

BAB 3 PERANCANGAN, SIMULASI dan PABRIKASI ANTENA

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

TUGAS AKHIR ANALISIS KARAKTERISTIK ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT DENGAN METHOD OF MOMENTS

BAB II DASAR TEORI. tipis dan mampu bekerja pada frekuensi yang sangat tinggi. Antena mikrostrip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Antena mikrostrip..., Slamet Purwo Santosa, FT UI., 2008.

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang bangun antena. Teori-teori yang digunakan dalam membuat skripsi ini adalah WLAN, teori umum mengenai antena, parameter antena, antena mikrostrip, antena mikrostrip patch persegi panjang, teknik pencatuan, antena mikrostrip array, penyesuaian impedansi, dan T-Junction 50 Ohm. 2.1. WLAN Sistem komunikasi wireless merupakan sistem komunikasi yang menggunakan media udara sebagai jalur komunikasi untuk mengirimkan sinyal pada setiap tujuannya. Sistem wireless menggunakan suatu gelombang radio atau gelombang elektromagnetik sebagai jalur komunikasinya. Perkembangan teknologi telekomunikasi yang cepat dipengaruhi perkembangan karakteristik masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi, mencari pelayanan yang fleksibel, mudah dan memuaskan serta mengejar efisiensi di segala aspek. Maka industri menawarkan jaringan Local Area Network (LAN). Local Area Network (LAN) adalah sejumlah komputer yang saling dihubungkan bersama di dalam satu area tertentu yang tidak begitu luas, seperti di dalam satu kantor atau gedung. Jaringan komputer adalah sekelompok komputer otonom yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya menggunakan protokol komunikasi melalui media komunikasi sehingga dapat berbagi informasi, program-program, penggunaan bersama perangkat keras seperti printer, hard disk, dan sebagainya. Tetapi LAN yang ada masih menggunakan media transmisi berupa kabel, maka semakin berkembangnya teknologi digunakan teknologi wireless pada teknologi LAN. Wireless Local Area Network (WLAN) merupakan salah satu aplikasi pengembangan dari sistem komunikasi nirkabel yang digunakan untuk komunikasi data. Sistem koneksi WLAN adalah dengan menggunakan gelombang elektromagnetik untuk mengirim dan menerima data lewat media udara. WLAN adalah jaringan lokal yang meliputi daerah satu gedung, satu kantor, satu wilayah, dan sebagainya, yang tidak menggunakan media transmisi kabel. Dengan komunikasi jaringan yang menggunakan media tanpa kabel, maka diharapkan WLAN dapat meminimalkan kebutuhan untuk 4

5 komunikasi menggunakan kabel. WLAN dapat mengkombinasikan proses komunikasi antar pengguna data yang aktif bergerak. Jaringan wireless menggunakan konsep yang sama dengan stasiun radio, dimana saat ini terdapat dua alokasi frekuensi yang digunakan yaitu 2,4 GHz dan 5 GHz yang bisa dianalogikan sebagai frekuensi radio AM dan FM. Frekuensi 2,4 GHz digunakan oleh 802.11b/g merupakan standar dari protokol IEEE 802.11b untuk wireless fidelity (wifi). Organisasi internasional International Telecomunication Union (ITU) membagi wifi menjadi 14 saluran [1]. Frekuensi saluran dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Saluran wifi [1] Channel Number Lower Frequency (MHz) Center Frequency (MHz) Upper Frequency (MHz) 1 2401 2412 2423 2 2406 2417 2428 3 2411 2422 2433 4 2416 2427 2438 5 2421 2432 2443 6 2426 2437 2448 7 2431 2442 2453 8 2436 2447 2458 9 2441 2452 2463 10 2446 2457 2468 11 2451 2462 2473 12 2456 2467 2478 13 2461 2472 2483 14 2473 2484 2495 2.2. Antena Pada sistem komunikasi radio diperlukan adanya antena sebagai pemancar energi elektromagnetik ke udara atau ruang bebas, atau sebaliknya sebagai penerima energi itu dari ruang bebas. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetik. Antena sebagai pemancar (transmitting antenna) adalah sebuah pengubah gelombang teruntun di dalam saluran transmisi menjadi gelombang elektromagnetik yang merambat di ruang bebas.

6 Sedangkan sebagai alat penerima (receiving antenna), antena berfungsi mengubah gelombang elekromagnetik di ruang bebas menjadi gelombang teruntun di dalam saluran transmisi. Karena merupakan perangkat perantara antara saluran transmisi dan udara, maka antena harus memiliki sifat yang sesuai (matching) dengan saluran pencatunya. Antena juga dianggap berfungsi secara resiprokal, artinya karakteristik dari antena adalah sama saat dipakai sebagai antena pemancar ataupun saat dipakai sebagai antena penerima [3]. Saluran transmisi adalah media yang berfungsi merambatkan energi gelombang elektromagnetik. Suatu sumber yang dihubungkan dengan saluran transmisi yang tak berhingga panjangnya menimbulkan gelombang berjalan yang seragam sepanjang saluran itu. Jika saluran ini dihubungsingkat maka akan muncul gelombang berdiri yang disebabkan oleh interferensi gelombang datang dengan gelombang yang dipantulkan. Jika gelombang datang sama besar dengan gelombang yang dipantulkan akan dihasilkan gelombang berdiri murni. 2.3. Antena Mikrostrip Antena mikrostrip didefinisikan sebagai salah satu jenis antena yang mempunyai bentuk seperti bilah/potongan yang mempunyai ukuran sangat tipis/kecil. Gambar 2.1. Struktur dari sebuah antena mikrostrip Struktur dasar antena mikrostrip terdiri atas patch peradiasi, dielektrik substrat dan ground plane seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Masing-masing bagian mempunyai fungsi sebagai berikut.

7 a. Patch Elemen peradiasi (patch) terbuat dari logam dan memiliki ketebalan tertentu dan berfungsi untuk meradiasikan gelombang elektromagnetik. Patch terletak paling atas dari keseluruhan sistem antena. Jenis logam yang biasa digunakan adalah tembaga dengan konduktivitas 5,8 x 10 7 S/m. Bentuk patch bisa bermacam-macam, lingkaran, persegi, persegi panjang, segitiga, ataupun cincin seperti Gambar 2.2 [2]. Gambar 2.2. Bentuk Patch [2] b. Dielektrik substrat Elemen substrat (substrate) berfungsi sebagai bahan dielektrikum dari antena mikrostrip yang membatasi elemen peradiasi dengan elemen pentanahan. Elemen ini memiliki jenis yang bervariasi yang dapat digolongkan berdasarkan nilai permitivitas relatif ε r dan ketebalan. Kedua nilai tersebut mempengaruhi frekuensi kerja, bandwidth, dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat. Ketebalan substrat jauh lebih besar daripada ketebalan logam peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth akan semakin meningkat tetapi akan berpengaruh terhadap timbulnya gelombang permukaan (surface wave) [2]. Beberapa bahan dielektrik ditunjukkan pada Tabel 2.2.

8 Tabel 2.2. Nilai Permitivitas Relatif Beberapa Bahan Dielektrik Bahan Dielektrik Nilai Permitivitas Relatif (ε r ) Epoxy 4,1 4,4 Alumunia 9,8 Material sintetik Teflon 2,08 Material komposit Duroid 2,2 10,8 Ferimagnetik Ferrite 9-16 Semikonduktor Silikon 11,9 Fiberglass 4,882 c. Ground plane Bidang pentanahan (ground plane) berfungsi sebagai pembumian bagi sistem antena mikrostrip. Elemen pentanahan ini umumnya memiliki jenis bahan yang sama dengan elemen peradiasi yaitu berupa logam tembaga. Untuk kinerja antena yang baik, biasanya substrat dibuat tebal dengan permitivitas relatif yang rendah. Hal ini akan menghasilkan efisiensi dan radiasi yang lebih baik serta bandwidth yang lebih lebar, namun akan menambah ukuran dari antena itu sendiri. Oleh sebab itu, kejelian dalam menetapkan spesifikasi, ukuran, dan unjuk kerja akan menghasilkan antena mikrostrip yang mempunyai ukuran yang sesuai dengan unjuk kerja yang masih dalam batas toleransi. Beberapa keuntungan dari antena mikrostrip adalah [4] : 1. Mempunyai bobot yang ringan dan volume yang kecil. 2. Konfigurasi yang low profile sehingga bentuknya dapat disesuaikan dengan perangkat utamanya. 3. Biaya fabrikasi yang murah sehingga dapat dibuat dalam jumlah yang besar. 4. Mendukung polarisasi linear dan sirkular. 5. Dapat dengan mudah diintegrasikan dengan microwave integrated circuits (MICs). 6. Kemampuan dalam menyediakan dual frequency dan triple frequency.

9 Namun, antena mikrostrip juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu [4] : 1. Bandwidth yang sempit. 2. Efisiensi yang rendah. 3. Penguatan yang rendah. 4. Memiliki rugi rugi hambatan (ohmic loss) pada pencatuan antena array. 5. Memiliki daya (power) yang rendah. 6. Timbulnya gelombang permukaan (surface wave). 2.4. Model Cavity Untuk analisis antena mikrostrip digunakan metode cavity. Metode ini merepresentasikan ruang antara patch dengan bidang pentanahan sebagai cavity yang dibatasi oleh konduktor elektrik (pada bidang atas dan bawah) dan dinding magnetik (pada sisi-sisinya). Ketika mikrostrip diberi energi gelombang elektromagnetik, maka akan terjadi distribusi muatan seperti yang terlihat pada bagian atas dan bawah dari permukaan elemen peradiasi (patch) dan pada bagian atas bidang pentanahan (ground plane). Distribusi muatan ini diatur dengan dua mekanisme yaitu mekanisme aktraktif dan mekanisme repulsif [4]. Mekanisme aktraktif mengendalikan distribusi muatan pada bagian di antara patch dan bidang pentanahan, atau dengan kata lain mengatur konsentrasi distribusi muatan di bagian bawah patch. Mekanisme repulsif terjadi antara muatan yang terdapat pada bagian bawah patch yang memberikan aksi untuk menekan sebagian muatan dari bagian bawah patch menuju ke sekeliling bagian patch dan terakhir sampai ke bagian patch peradiasi. Proses perpindahan muatan tersebut menimbulkan kerapatan arus di bagian atas J t dan bawah J b patch, seperti yang diilustrasikan Gambar 2.3 berikut [4]. Gambar 2.3. Distribusi muatan dan densitas arus pada patch mikrostrip [4]

10 Semakin kecil nilai height-to-weight ratio W, maka mekanisme atraktif mendominasi. Sehingga mengakibatkan arus yang mengalir dari bawah patch menuju ke tepi patch yang berakhir di permukaan patch semakin berkurang. Dapat diasumsikan bahwa besarnya arus yang mengalir ke atas permukaan patch adalah nol, sehingga tidak menyebabkan adanya medan magnetik tangensial pada sisi-sisi patch. Keempat sisi-sisi antena dapat dimodelkan menyerupai permukaan konduktor yang sempurna. Sehingga distribusi medan magnetik dan medan listrik yang terdapat pada patch peradiasi tidak terganggu. Akan tetapi pada praktiknya, komponen tangensial dari medan magnetik tidak akan nol tetapi memiliki nilai yang sangat kecil dan dinding sisi antena bukan merupakan konduktor magnetik yang sempurna melainkan berupa material substrat. Sekecil apapun nilai height-to-weight ratio W, dengan metode cavity maka diharapkan masih ada arus yang mengalir dipermukaan patch. Saat timbul arus ini, maka pada bagian sisi patch akan timbul medan tambahan yang dapat dianalisis sebagai perluasan patch peradiasi (fringing effect). 2.5. Parameter Umum Antena Mikrostrip Kinerja dan daya guna suatu antena dapat dilihat dari nilai parameter-parameter antena tersebut. Beberapa dari parameter tersebut saling berhubungan satu sama lain. Parameter-parameter antena yang biasanya digunakan untuk menganalisis suatu antena adalah impedansi masukan, Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), return loss, bandwidth, keterarahan, dan penguatan. 2.5.1. Impedansi Masukan Impedansi masukan adalah perbandingan antara tegangan dan arus pada terminal masukan pada ranah frekuensi. Impedansi masukan ini bervariasi untuk nilai posisi tertentu. Impedansi masukan antena dapat dirumuskan dengan Persamaan (2.1) sebagai berikut [2] : Z A = R A + jx A 2.1 Dengan Z A adalah impedansi antena, R A adalah resistansi antena dan X A adalah reaktansi antena. Nilai resistansi antena ditunjukkan dengan Persamaan (2.2) sebagai berikut : R A = R r + R L (2.2)

11 Nilai resistansi antena (R A ) terbagi menjadi dua komponen, yaitu resistansi radiasi antena (R r ) dan loss resistance (R L ). Resistansi radiasi antena menunjukkan resistansi yang digunakan untuk meradiasikan gelombang elektromagnetik, sedangkan loss resistance menunjukkan resistansi rugi-rugi antena. Loss resistance antena menyebabkan berkurangnya daya gelombang teradiasi akibat adanya panas. Loss resistance tidak diinginkan pada desain antena. Kondisi matching terjadi ketika besar impedansi masukan antena sama dengan impedansi karakteristik saluran transmisi. 2.5.2. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum ( V max ) dengan minimum ( V min ), yang terjadi pada saluran karena tidak matching. Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan V 0 + dan tegangan yang direfleksikan V 0 [5]. Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan Γ, ditunjukkan pada Persamaan (2.3) sebagai berikut : Γ = V 0 V 0 + = Z 1 Z 2 Z 1 + Z 2 (2.3) Dengan Z 1 adalah impedansi beban (load) dan Z 2 adalah impedansi saluran lossless. Koefisien refleksi tegangan Γ memiliki nilai kompleks, yang merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari Γ adalah nol, maka : a. Γ = -1, refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat. b. Γ = 0, tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna. c. Γ = 1, refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka. Untuk mencari nilai VSWR dengan Persamaan (2.4) sebagai berikut : S = V max V min = 1 + Γ 1 Γ (2.4) Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 S = 1 yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun kondisi ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan untuk fabrikasi antena adalah VSWR 2.

12 2.5.3. Return Loss Return loss adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return loss dapat terjadi karena tidak adanya kesesuaian di antara saluran transmisi dengan impedansi masukan beban antena. Sehingga tidak semua daya diradiasikan melainkan ada yang dipantulkan kembali. Return loss dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5) sebagai berikut : Return Loss = 20 log Γ (2.5) Nilai dari return loss yang baik adalah di bawah -9,54 db, nilai ini diperoleh untuk nilai VSWR 2 sehingga dapat dikatakan nilai gelombang yang direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau dengan kata lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai parameter ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak. Hubungan antara parameter VSWR dan return loss tersebut ditunjukkan pada Persamaan (2.6) sehingga return loss dapat dicari sebagai berikut : Γ = S + 1 S 1 (2.6) 2.5.4. Bandwidth Pada umumnya antena dirancang untuk dapat bekerja pada sekitar frekuensi resonan yang diinginkan. Berarti ada bandwidth yang terbatas dimana rancangan antena dapat beroperasi. Bandwidth antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi di mana kinerja antena yang berhubungan dengan beberapa karakteristik (seperti impedansi masukan, polarisasi, beamwidth, gain, efisiensi, VSWR, return loss) memenuhi spesifikasi standar yang ditentukan [2]. Gambar 2.4 menunjukkan rentang frekuensi yang menjadi bandwidth antena.

13 Gambar 2.4. Rentang Frekuensi yang menjadi bandwidth Besarnya bandwidth dapat dinyatakan dalam nilai presentase dengan menggunakan Persamaan (2.7) sebagai berikut : BW = f H f L f C 100% 2.7 Dengan : f H = frekuensi tertinggi f L = frekuensi terendah f C = frekuensi tengah 2.5.5. Keterarahan (Directivity) Keterarahan dari sebuah antena dapat didefinisikan sebagai perbandingan intensitas radiasi sebuah antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada semua arah. Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4π. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas radiasi maksimum merupakan arah yang dimaksud. Keterarahan ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.8) berikut ini [2] : D = U U 0 = 4πU P rad 2.8 Dan jika arah ini tidak ditentukan, keterarahan terjadi pada intensitas radiasi maksimum yang didapat dengan Persamaan 2.9 berikut : D max = D 0 = U max U 0 = 4πU max P max 2.9

14 Dengan : D = keterarahan D max U U max U 0 P rad = keterarahan maksimum = intensitas radiasi = intensitas radiasi maksimum = intensitas radiasi pada sumber isotropic = daya total radiasi 2.5.6. Penguatan (Gain) Penguatan atau gain antena berkaitan dengan keterarahan atau directivity, yaitu merupakan suatu besaran yang berhubungan dengan efisiensi dari antena dan kemampuan direksionalnya [2]. Ada dua jenis penguatan pada antena, yaitu penguatan absolut (absolute gain) dan penguatan relatif (relative gain). Penguatan absolut pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas radiasi pada arah tertentu terhadap intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan secara isotropik sama dengan daya yang diterima oleh antena dibagi dengan 4π. Penguatan absolut dapat dihitung dengan Persamaan (2.10) [2] : intensitas radiasi U(θ, ) Gain = 4π = 4π (2.10) daya input total P in Penguatan relatif didefinisikan sebagai perbandingan antara perolehan daya pada sebuah arah dengan perolehan daya pada antena referensi pada arah yang direferensikan juga. Daya masukan harus sama di antara kedua antena itu. Akan tetapi, antena referensi merupakan sumber isotropik dan lossless P in lossless. Antena referensi biasanya berbentuk dipole, horn atau lainnya yang gain-nya dapat dihitung atau telah diketahui. Secara umum dapat dihubungkan sebagai berikut [2] : G = 4πU(θ, ) P in lossless (2.11)

15 2.5.7. Pola Radiasi Pola radiasi pada sebuah antena didefinisikan sebagai sebuah fungsi matematis atau sebuah gambaran grafis dari komponen-komponen radiasi sebuah antena. Pola radiasi biasanya digambarkan dalam daerah medan jauh dan ditunjukkan sebuah fungsi koordinat direksional. Pola radiasi (radiation pattern) menggambarkan kuat medan yang dipancarkan di berbagai arah dari antena, pada jarak yang konstan. Pola radiasi adalah pola penerimaan antena. Ada beberapa macam pola radiasi [2] : Pola Isotropik Antena isotropik didefinisikan sebagai sebuah antena tanpa rugi-rugi secara hipotesis yang mempunyai radiasi sama besar ke setiap arah. Pola Directional Antena yang mempunyai pola radiasi atau pola menerima gelombang elektromagnetik yang lebih efektif pada arah-arah tertentu saja. Pola Radiasi Lobe Bagian-bagian dari pola radiasi ditunjukkan sebagai lobe-lobe yang bisa diklasifikasikan menjadi main lobe, side lobe, back lobe. Main lobe adalah lobe yang memiliki arah radiasi maksimum. Side lobe adalah lobe selain main lobe, sedangkan back lobe adalah lobe yang arahnya 180 0 dengan main lobe. Side lobe dan back lobe merupakan minor lobe yang keberadaannya tidak diharapkan. Gambar 2.5. Bidang Pola Radiasi Antena [2]

16 2.5.8. Frekuensi Resonansi Frekuensi resonansi sebuah antena dapat diartikan sebagai frekuensi kerja antena di mana pada frekuensi tersebut seluruh daya dipancarkan secara maksimal. Pada umumnya frekuensi resonansi menjadi acuan menjadi frekuensi kerja antena. 2.6. Antena Mikrostrip Patch Persegi Panjang Patch berbentuk persegi panjang adalah bentuk yang paling banyak dipakai. Bentuk ini bentuk yang paling mudah dianalisis. Berikut ini adalah perhitungan untuk merancang antena mikrostrip berbentuk patch persegi panjang [2]. Untuk menentukan lebar patch W digunakan Persamaan (2.12) : W = c 2 2f o ε r + 1 (2.12) W merupakan lebar patch, c adalah kecepatan cahaya di ruang bebas yaitu sebesar 3 10 8 m/s, f o adalah frekuensi resonansi antena, dan ε r adalah permitivitas relatif bahan substrat. Untuk menentukan panjang patch L diperlukan parameter L yang merupakan pertambahan panjang patch akibat adanya fringing effect. Pertambahan panjang L tersebut dirumuskan dengan Persamaan (2.13) [2] : L = 0,412 ε reff + 0,3 W + 0,264 ε reff 0,258 W + 0,8 (2.13) Dengan adalah tebal substrat, dan ε reff adalah permitivitas relatif efektif yang dirumuskan dengan Persamaan (2.14) [2] : ε reff = ε r + 1 2 + ε r 1 2 1 1 + 12 W (2.14) Dan panjang patch efektif yang dapat dirumuskan dengan Persamaan (2.15) : c L eff = (2.15) 2f o ε reff Maka panjang patch L diberikan oleh Persamaan (2.16) : L = L eff 2 L (2.16) Metode cavity yang digunakan akan menyebabkan pertambahan panjang patch akibat adanya fringing effect yang ditunjukkan pada Persamaan (2.13). Dilihat dari

17 Persamaan (2.12) dan (2.15) nilai dari frekuensi resonansi berbanding terbalik dengan nilai panjang dan lebar patch. Sehingga untuk mendapatkan frekuensi kerja yang tinggi dibutuhkan luas elemen peradiasi yang lebih kecil. Perbandingan lebar saluran mikrostrip dengan ketebalan substrat W merupakan parameter yang berkaitan langsung dengan parameter impedansi karakteristik dan permitivitas relatif. Salah satu parameter yang menjadi persyaratan dalam merancang suatu antena adalah impedansi karakteristik Z o. Hal ini terkait dengan impedance matching antara saluran mikrostrip tersebut dengan saluran pencatunya. Dalam rangka memenuhi kesesuaian dengan parameter yang ada, perlu dilakukan perhitungan untuk parameter terkait. cara [5] : Z o = Apabila diketahui dimensi saluran mikrostrip, nilai Z o dapat dihitung dengan 60 ε reff ln 8 W + 4 W W 1 120π ε reff W + 1,393 + 0,667 ln W + 1,44 W 1 (2.17) Dengan ε reff adalah permitivitas relatif efektif. Sedangkan apabila impedansi karakteristik yang diinginkan maupun permitivitas relatif telah diketahui, perhitungan dimensi saluran mikrostripnya adalah sebagai berikut [5] : W = 8e A e 2A 2 2 π B 1 ln 2B 1 + ε r 1 ln B 1 + 0,39 0,61 ε r ε r W < 2 (2.18) W > 2 Dengan ε r adalah permitivitas relatif, W adalah lebar substrat dan adalah tebal substrat [5] : A = Z o 60 ε r + 1 2 + ε r 1 ε r + 1 0,23 + 0,11 ε r (2.19) B = 60π2 Z o ε r (2.20)

18 Sedangkan untuk menentukan panjang saluran pencatu L f dari panjang gelombang λ o dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : λ o = c (2.21) f o Dengan λ o merupakan panjang gelombang di ruang bebas, dan λ g adalah panjang gelombang pada bahan. λ g = λ o ε reff (2.22) Maka panjang saluran pencatu L f dapat dihitung dengan Persamaan (2.23) sebagai berikut : L f = λ g 4 (2.23) Untuk mendapatkan nilai impedansi masukan yang kita inginkan, dapat digunakan insert feed pada saluran pencatuan. Perhitungan untuk mendapatkan panjang insert feed dapat disederhanakan dalam bentuk Persamaan (2.24). Persamaan ini valid untuk nilai ε r dari 2 sampai 10 [7]. Y o = 10 4 0,001699ε r 7 + 0,13761ε r 6 6,1783ε r 5 + 93,187ε r 4 682,69ε r 3 + 2561,9ε r 2 4043ε r + 6697 L 2 (2.24) 2.7. Teknik Pencatuan Teknik feed atau pencatuan adalah teknik yang digunakan untuk menghubungkan mikrostrip dengan saluran transmisi lainnya, umumnya yang dihubungkan adalah bagian patch antena. Patch dapat dicatu dengan berbagai macam metode. Ada beberapa metode antara lain metode kontak langsung (contacting method) dan metode kontak tak langsung (non-contacting method). Dalam contacting method daya dicatu secara langsung ke patch peradiasi menggunakan elemen penghubung seperti saluran mikrostrip. Sedangkan non-contacting method, kopling medan elektromagnetik dilakukan untuk mentransfer daya antar saluran mikrostrip dan patch peradiasi. Metode-metode tersebut mempunyai beberapa teknik dalam pencatuan. Contacting method dilakukan dengan teknik microstrip line dan coaxial feed. Noncontacting method dilakukan dengan teknik aperture coupling dan proximity coupling.

19 2.7.1. Microstrip Line Feed Pada microstrip line feed konduktor disambungkan langsung dengan bagian tepi patch, yaitu pada strip konduktor. Lebar dari strip konduktor lebih kecil dari lebar patch peradiasi. Cara realisasi tipe pencatuan ini adalah bagian konduktor dihubungkan secara langsung dengan bagian tepi patch mikrostrip. Tipe pengaturan pencatuan semacam ini mempunyai keuntungan yaitu pencatuan dapat diberikan pada substrat yang sama. Tujuan memberikan potongan menjorok (inset) ke dalam patch adalah untuk menyesuaikan impedansi saluran dengan patch tanpa memerlukan elemen penyesuai tambahan. Hal ini dapat diperoleh melalui pengaturan posisi inset yang benar. Dari penjelasan tersebut maka dapat lebih jelasnya dilihat pada Gambar 2.6. Metode ini menawarkan skema pencatuan yang mudah selain kemudahan dalam proses fabrikasi dan pemodelan untuk mendapatkan kesesuaian impedansi. Gambar 2.6. Microstrip Line Feed [2] 2.7.2. Coaxial Feed Coaxial feed atau probe feed adalah teknik yang dilakukan dengan cara menghubungkan konduktor bagian dalam dari kabel koaksial dihubungkan dengan elemen peradiasi, dan konduktor bagian luar dari kabel koaksial dihubungkan dengan bidang pentanahan (ground plane) seperti terlihat pada Gambar 2.7. Kelebihan metode pencatuan seperti ini adalah pencatuan dapat diletakkan pada setiap lokasi di dalam patch yang diinginkan untuk mendapatkan matching impedansi dari antena. Akan tetapi metode ini mempunyai kekurangan yaitu bandwidth yang sempit dan kesulitan dalam pemodelan.

20 Gambar 2.7. Coaxial feed [2] 2.7.3. Aperture Coupling Pada tipe pencatuan ini elemen peradiasi dan bagian pencatu terpisah dengan bidang pentanahan (ground plane) seperti pada Gambar 2.8. Kopling antara elemen peradiasi antena (patch) dan saluran pencatu (line feed) dibuat melalui slot atau aperture. Gambar 2.8. Aperture Coupling [2] Celah kopling biasanya diposisikan di tengah pada bagian bawah patch, sehingga mengurangi cross-polarization yang disebabkan struktur yang simetris. Untuk mengoptimalkan radiasi dari patch, biasanya digunakan bahan dengan permitivitas relatif yang berbeda untuk lapisan/substrat bagian atas dan bawah. Kekurangan dari metode ini terletak pada teknik pencatuan yang sulit untuk difabrikasi dikarenakan lapisan ganda (multiple layer) yang tentunya juga menambah ketebalan antena.

21 2.7.4. Proximity Coupling Metode pencatuan semacam ini disebut juga skema kopling elektromagnetik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9 dua bahan dielektrik digunakan sehingga saluran pencatu berada di antara kedua substrat dan bagian elemen peradiasi berada di substrat bagian atas. Kelebihan dari metode ini adalah bandwidth yang lebih lebar daripada teknik pencatuan yang lain. Untuk optimasi antena dapat digunakan media dielektrik yang berbeda. Gambar 2.9. Proximity Coupling [2] Matching dapat diperoleh dengan mengatur panjang saluran pencatu dan perbandingan lebar saluran pencatu trerhadap lebar elemen peradiasi. Adapun kekurangan yang paling mendasar dari metode ini adalah kesulitan dalam hal fabrikasinya, dikarenakan penggunaan dua lapisan dielektrik yang betul-betul memerlukan ketelitian dalam penyusunannya. 2.8. Antena Mikrostrip Array Pada umumnya antena mikrostrip dengan patch elemen tunggal memiliki pola radiasi yang sangat lebar, dan menghasilkan keterarahan dan gain yang kurang baik. Sedangkan pada beberapa aplikasinya diperlukan antena dengan keterarahan yang baik dan gain yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan karakteristik tersebut, maka antena mikrostrip disusun dengan beberapa konfigurasi. Susunan antena ini sering disebut antena susun (array) [2]. Antena mikrostrip array adalah antena yang tersusun dari beberapa patch yang identik. Medan total dari antena array ditentukan oleh penjumlahan vektor dari medan yang diradiasikan oleh elemen tunggal. Ada beberapa konfigurasi antena array, antara

22 lain linear, circular dan planar. Antena array linear adalah antena array dengan titik pusat array berada pada satu garis lurus. Antena array circular adalah antena array dengan elemen array terletak pada suatu lingkaran dengan radius tertentu. Antena array planar adalah antena array dengan susunan elemen array membentuk sebuah area yang berbentuk kotak. Masing masing memiliki keuntungan, misal antena array linear memilki kelebihan dalam hal perhitungan dan tidak terlalu rumit dalam teknik pencatuan sedangkan antena array planar memiliki kelebihan dalam pengaturan dan pengendalian pola radiasi. Gambar 2.10 menunjukkan bentuk susunan antena array. Gambar 2.10. Antena array (a). Linear (b). Circular (c). Planar

23 2.9. Penyesuaian Impedansi (Impedance Matching) Dalam perrancangan dibutuhkan penyesuaian impedansi (impedance matching). Suatu jalur dikatakan matching jika karakteristik impedansi Z o = Z L atau dengan kata lain tidak ada refleksi yang terjadi pada ujung saluran beban. Z o merupakan karakteristik impedansi beban. Beban berupa antena atau rangkaian yang mempunyai impedansi ekuivalen Z L. Saat kondisi matching, salauran transmisi dapat mentransfer daya secara sempurna, dan daya yang hilang pada saluran minimum, serta dapat mengurangi amplitude dan phase error [5]. Metode pencatuan secara langsung sulit untuk mencapai kondisi matching. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara untuk mendapatkan kondisi yang matching, yaitu dengan cara menambahkan transformator λ 4, pemberian single stub dan double stub. Gambar 2.11 menunjukkan bentuk susunan transformator λ 4 untuk memperoleh impedance matching. Gambar 2.11. Pemberian transformator λ 4 untuk memperoleh impedance matching Transformator λ 4 adalah teknik impedance matching dengan cara memberikan saluran transmisi dengan impedansi Z T di antara dua saluran yang tidak matched. Panjang saluran transmisi transformatot Z T sebesar L f = 1 4 λ g, dengan λ g adalah panjang gelombang pada bahan dielektrik yang besarnya dapat dihitung dengan Persamaaan (2.25). λ g = λ 0 ε reff (2.25) Dengan adalah panjang gelombang pada ruang bebas. Nilai impedansi Z T dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.26). Z T = Z o Z L (2.26)

24 2.10. T-Junction 50 Ohm T-Junction merupakan sebuah teknik power divider yang umum digunakan pada konfigurasi antena array [2]. Gambar 2.12 menunjukkan bentuk T-Junction yang umum digunakan pada konfigurasi antena array. Gambar 2.12. T-Junction 50 Ohm Pada proses perancangan antena, untuk mendapatkan impedansi masukan 50 Ω dari saluran sebesar 50 Ω digunakan T-Junction 50 Ω yang dapat meminimalisasi jumlah transformasi. 2.11. Prosedur Pengukuran Antena Untuk mengetahui parameter-parameter antena, perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui nilai VSWR, return loss, gain dan pola radiasi dari antena yang telah dirancang. Pada skripsi ini digunakan network analyzer, spectrum analyzer dan function generator untuk mengetahui hasil pengukuran parameter antena. 2.11.1. Pengukuran Port Tunggal Pengukuran port tunggal adalah metode pengukuran antena uji tanpa melibatkan antena lain. Sehingga hanya satu antena uji yang diukur dengan network analyzer. Cara untuk pengukuran port tunggal adalah dengan memasang antena pada salah satu port, port 1 maupun port 2. Parameter-parameter antena yang dapat diukur dengan metode pengukuran port tunggal antara lain VSWR, return loss, frekuensi resonansi, bandwidth dan impedansi masukan. Konfigurasi pengukuran port tunggal ditunjukkan pada Gambar 2.13.

25 Gambar 2.13. Konfigurasi Pengukuran Port Tunggal 2.11.2. Pengukuran Pola Radiasi Pola radiasi merupakan visualisasi radiasi dan penerimaan antena. Secara umum pola radiasi digambarkan dalam daerah medan jauh, karena pada medan jauh distribusi medan angular tidak tergantung pada besarnya jarak antena. Jarak minimum medan jauh antara antena pengirim dan penerima dinyatakan sebagai berikut [3]: r min 2D2 λ o (2.27) Pengukuran pola radiasi dilakukan dengan menggunakan alat ukur spectrum analyzer dan function generator dengan mengacu pada jarak minimum pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan cara menempatkan antena uji pada spectrum analyzer untuk melihat besar daya yang diterima dari daya yang dipancarkan oleh function generator. Antena pemancar menggunakan antena yang memiliki frekuensi kerja yang sama dengan antena hasil perancangan. Sudut penerima diubah-ubah dari 0º hingga 360º dengan interval 10º. Pengukuran dilakukan pada frekuensi resonan antena. Konfigurasi peralatan ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gambar 2.14. Rangkaian peralatan pada pengukuran pola radiasi

26 2.11.3. Pengukuran Gain Pengukuran gain dilakukan pada frekuensi resonan antena uji. Dengan tersedianya antena dengan gain yang terstandar (antena referensi), maka dapat dilakukan pengukuran perbandingan untuk menentukan gain dari antena lain. Metode ini disebut metode perbandingan gain. Konfigurasi peralatan ditunjukkan pada Gambar 2.15. Gambar 2.15. Rangkain peralatan pada pengukuran gain antena Antena hasil fabrikasi digunakan sebagai antena pemancar (transmiter) maupun sebagai antena penerima (receiver). Karena daya terima berbanding lurus dengan gain, atau dengan perhitungan logaritma [3]. P r dbm = G db + K (2.28) Maka P r1 dbm = G 1 db + K (2.29) K = P r1 dbm G 1 db (2.30) Pada pengukuran kedua P r2 dbm = G 2 db + K (2.31) G 2 db = P r2 dbm K (2.32) Sehingga didapatkan rumus untuk mendapatkan gain antena uji pada Persamaan (2.33) sebagai berikut : G 2 db = P r2 dbm P r1 dbm + G 1 db (2.33) Dengan : G 2 G 1 P r2 P r1 = Gain antena uji (db) = Gain antena standar/antena referensi (db) = Daya yang diterima antena uji (dbm) = Daya yang diterima antena referensi (dbm)