PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB 1 PENDAHULUAN. 1989), hal.1. Presindo, 1986), hal.1. Universitas Indonesia. Lembaga hakim..., Ervan Saropie, FHUI, 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

III. METODE PENELITIAN. empiris sebagai penunjang. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

III. METODE PENELITIAN. menggunakan dua macam pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

Transkripsi:

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh: TETUKO RADIET PRAMUDITA NIM : C.100.030.104 NIRM : 03.6.106.01000.5.0104 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi seorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Praperadilan merupakan lembaga yang lahir dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanankan kewenanganya tidak menyalahgunakan wewenang, karena tidaklah cukup suatu pengawasan intern dalam instansi perangkat aparat hukum itu sendiri, namun juga dibutuhkan pengawasan silang antara sesama aparat penegak hukum. Permasalahanya adalah, apakah pengaturan mengenai praperadilan dalam KUHAP telah cukup untuk melakukan pengawasan terhadap aparat penegak hukum dan dapat melindungi hak hak seorang tersangka dan terdakwa. Lebih lanjut akan dibahas mengenai praperadilan menurut ketentuan yang terdapat dalam KUHAP, serta peranan lembaga ini dalam mengawasi pelaksanaan penyidik dalam penyelidikanya serta tinjauan mengenai wewenang dan fungsi praperadilan di Indonesia. 1

2 Manusia pada dasarnya diciptakan dengan memiliki martabat dan kedudukan yang sama. Sejak lahir, makhluk Tuhan yang paling sempurna ini telah dianugerahi seperangkat hak hak dasar dalam kehidupannya. Hak hak yang asasi tersebut dimiliki tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras, antar golongan, kebangsaan, usia, maupun jenis kelamin. Piagam PBB mengenai Deklarasi Hak hak Asasi Manusia memberikan pengakuan secara menyeluruh terhadap hak hak dasar manusia. 1 Bahwa hak-hak dasar merupakan bagian esensial dalam kehidupan setiap manusia. Maka setiap orang memiliki kebebasan bergerak tanpa pembatasan apapun dari orang lain. Pembatasan kebebasan bergerak seseorang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang harusnya dihormati dan dilindungi oleh Negara. 2 Ketentuan Pasal 333 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana paling lama 8 tahun Selain itu Pasal 50 KUHP juga menyatakan bahwa : Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana Berdasarkan kedua pasal di atas dapat disimpulkan, bahwa hukum positif yang berlaku juga melarang dengan tegas serta memberikan sanksi 1 Universal Declaration of Human Rights, Adopted and proclaimed by General Assembly resolution 217 A (III) of 10 December 1948. 2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,2001, hal. 32.

3 pidana atas pembatasan kebebasan bergerak seseorang. Dalam Pasal 333 KUHP terdapat kata melawan hukum, yang memiliki makna bahwa perbuatan tersebut dilarang apabila dilakukan secara melawan hukum. Sedangkan jika dilihat melalui Pasal 50 KUHAP, maka Penyidikan dan atau Penyelidikan dikategorikan sebagai perbuatan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Acara Pidana (Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana/KUHAP) sebagai suatu bagian dari proses peradilan pidana. Dihubungkan dengan kegiatan Penyidik yang implementasinya dapat berupa, misalnya, penangkapan bahkan penahanan, maka hukum acara pidana melalui ketentuan-ketentuan yang sifatnya memaksa menyingkirkan asas yang diakui secara universal yaitu hak kebebasan seseorang. Hukum acara pidana memberikan hak kepada pejabat tertentu untuk menahan tersangka atau terdakwa dalam rangka melaksanakan hukum pidana materiil guna mencapai ketertiban dalam masyarakat. 3 Dengan kata lain pembatasan kebebasan bergerak seseorang menjadi suatu hal yang diperbolehkan oleh hukum dalam rangka proses peradilan pidana, mengingat upaya Penyidik, seperti penangkapan dan penahanan, menjadi salah satu sarana dalam melakukan pemeriksaan perkara pidana. Selain itu, berdasarkan hukum acara juga diatur mengenai pembatasan terhadap hak milik seseorang. Hal ini dilakukan melalui ketentuan mengenai upaya penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Kebebasan 3 Ratna Nurul Alfiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya,Jakarta : Akademika Pressindo C.V., 1986, hal 35.

4 seseorang menguasai dan menggunakan benda yang merupakan miliknya secara sah menurut hukum dalam rangka proses peradilan ternyata dapat disimpangi dengan dilakukannya ketiga upaya tersebut. Namun demikian, upaya tersebut harus mentaati ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga seseorang yang disangka atau didakwa telah melakukan tindak pidana mengetahui dengan jelas hak-hak mereka dan sejauh mana wewenang dari para petugas penegak hukum yang akan melaksanakan upaya tersebut. 4 Upaya Penyidik yang diatur dalam hukum acara pidana Indonesia antara lain terdiri dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Penyidik dalam pelaksanaa tugasnya, baik misalnya berupa penyidikan maupun penyelidikan, selalu ada kemungkinan perenggutan hakhak asasi manusia. Namun demikian, hakekat penegakan hukum adalah untuk melindungi hak asasi manusia, sehingga sudah sepatutnya apabila perenggutan hak-hak asasi manusia tersebut juga diupayakan agar tidak berlebihan dan dilakukan secara proporsional sesuai tujuan awal dilaksanakanya penyidikan maupun penyelidikan itu sendiri. Dari hal ini, terlihat pentingnya diadakan suatu pengawasan atau kontrol terhadap aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya. Sebenarnya secara otomatis pengawasan atau kontrol terhadap tiap aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) telah melekat pada lembaga dimana aparat penegak hukum itu bernaung. Namun, pengawasan ini dirasa tidak cukup kuat karena sangat 4 Loeby Loeqman, Praperadilan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, hal. 82.

5 tergantung dari kesungguhan dan kemauan internal lembaga itu sendiri tanpa dimungkinkanya campur tangan dari pihak luar. Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan atas kegiatan yang dilakukan penyidik dalam rangka penyidikan maupun penuntutan, mengingat tindakan penyidik pada dasarnya melekat pada instansi yang bersangkuatan. Melalui lembaga ini juga maka dimungkinkan adanya pengawasan antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penghentian penyidikan dan penuntutan. Kewenangan dari lembaga praperadilan sendiri antara lain untuk memeriksa dan memutus: 5 a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan; b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Lebih lanjut Pasal 80 KUHAP menyebutkan bahwa: Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya Berdasarkan Pasal 80 di atas terlihat, bahwa terdapat peluang yamg diberikan dengan masuknya pihak ketiga yang berkepentingan sebagai salah satu pihak yang dapat mengajukan praperadilan. Yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah: 6 5 Pasal 77 KUHAP 6 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: PT. Djambatan, 1984, hal 193.

6 a. tersangka/terdakwa; b. keluarga dari tersangka/terdakwa; c. kuasa dari tersangka/terdakwa; d. pelapor yang dirugikan dengan dilakukanya itu atau yang dapat kuasa dari dirinya Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pihak yang berhak mengajukan permohonan praperadilan didasarkan pada dasar permohonan itu sendiri. 7 Namun sampai saat ini belum terdengar Kejaksaan mempraperadilankan Penyidik berkaitan dengan penghentian penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Sehingga diperlukan partisipasi masyarakat atau setidak-tidaknya peluang bagi masyarakat pencari keadilan untuk mempengaruhi tindakan yang dilakukan penegak hukum. Pada dasarnya saat ini masih banyak permasalahan yang timbul berkaitan dengan lembaga praperadilan ini, baik permasalahan pengaturan maupun penerapannya sehingga diperlukan suatu ketentuan yang lebih rinci dan jelas mengenai hal tersebut. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menelitinya dan menyusunnya dalam skripsi dengan judul Praperadilan Sebagai Upaya Kontrol Bagi Penyidik Dalam Perkara Pidana 7 Pengajuan praperadilan atas sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan merupakan hak tersangka, keluarga dari tersangka, atau kuasanya (Pasal 79 KUHAP) sedangkan pengajuan praperadilan atas sah tidaknya penghentian penyidikan dan penuntutan merupakan hak dari penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan.

7 B. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam penulisan ini tidak terlalu luas dan mempermudah penulis dalam membuat penulisan, maka penulis akan membatasi penulisan pada masalah pengaturan praperadilan terhadap Penyidik dan penerapannya, meliputi wewenang, fungsi, dan tujuan praperadilan, serta proses dan praktiknya di pengadilan, khususnya di Pengadilan Negeri Surakarta. C. Perumusan Masalah Perumusan masalah diperlukan untuk memperjelas dan mempermudah pelaksanaan agar sasaran penelitian menjadi runtut, jelas, dan tegas guna mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan penelitian yang disusun oleh penulis maka perumusan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kebijakan formulatif tentang praperadilan di dalam hukum di Indonesia? 2. Bagaimana praktik praperadilan berkaitan dengan fungsi Penyidik? 3. Apa hambatan-hambatan praperadilan dalam mewujudkan suatu keadilan hukum? D. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berpijak dari hal

8 tersebut maka penelitian mempunyai tujuan obyektif dan subyektif yaitu untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat tercapai tujuan dari penelitian. Begitu juga penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mendeskripsikan kebijakan formulatif tentang praperadilan di dalam hukum di Indonesia. b. Untuk mendeskripsikan praktik praperadilan berkaitan dengan fungsi Penyidik. c. Untuk mendeskripsikan hambatan-hambatan praperadilan dalam mewujudkan suatu keadilan hukum. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam penelitian hukum khususnya dalam hukum pidana dengan harapan bermanfaat di kemudian hari serta untuk meningkatkan kemampuan berfikir secara normatif penulis sebagai landasan argumen yang kuat bagi praktisi hukum. b. Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

9 E. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Menambah pengetahuan bagi penulis tentang pentingnya praperadilan sebagai upaya kontrol bagi penyidik dalam perkara pidana. b. Memberi masukan serta manfaat bagi ilmu penegetahuan di bidang hukum, khususnya hukum pidana. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai referensi bagi mahasiswa dan masyarakat, khususnya mengenai praperadilan dalam hukum pidana. b. Untuk memberikan jawaban melalui data-data yang diperoleh dan disajikan atas permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. F. Metode Penelitian Penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan metode yang tepat yang merupakan cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode penelitian, menurut Soerjono Soekanto, mempunyai peranan dalam penelitian, sebagai berikut: 8 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hal 7.

10 1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap. 2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner. 3. memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui 4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan. Dengan demikian dapat dikatakan metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai beriku: 1. Pendekatan Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi, penulis menggunakan Penulisan yuridis empiris. Pada penelitian yuridis empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data primer di lapangan atau masyarakat 9 2. Jenis Penelitian Untuk jenis penelitian, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengungkapkan hukum yang hidup dalam masyarakat melalui perbuatan, perilaku, gejala yang dilakukan oleh masyarakat di lapangan. 10 Sedangkan dalam penelitian ini penulis meneliti tentang gejala perilaku manusia dengan adanya implementasi upaya kontrol bagi penyidik melalui praperadilan, yaitu perilaku aparat kepolisian dan perilaku masyarakat. 9 Ibid, hal. 54. 10 Ibid.

11 3. Lokasi Penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, dimana terdapat kasus tentang praperadilan dalam perkara pidana yang mana sesuai dengan penelitian yang penulis susun, sehingga memudahkan dalam pencarian data. 4. Jenis Data Data merupakan sesuatu yang akan diteliti dalam hal ini adalah gejala dan hasil-hasilnya. 11 Dalam penelitian ini data-data tersebut meliputi : a. Data primer Adalah data yang diperoleh di lokasi lapangan, dalam hal ini berupa praktik praperadilan di Pengadilan Negeri Surakarta, serta pihak-pihak yang terlibat dalam kasus praperadilan yang sedang diteliti oleh penulis. b. Data sekunder Merupakan data yang mendukung data primer, meliputi bahan kepustakaan, dokumen, arsip, literatur, serta tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini. 12 11 Ibid. hal. 7 12 Ibid., hal. 12.

12 5. Sumber Data Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dimana data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh, dalam penelitian yang penulis susun sumber data tersebut meliputi : a. Sumber Data Primer Merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dalam hal ini berupa keterangan dan informasi dari pengacara atau advokad, hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, serta pihak-pihak yang terlibat dalam kasus praperadilan yang sedang diteliti oleh penulis. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan dalam penelitian ini menggunakan : a) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981). b) Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. c) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. d) Undang- undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 2) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya buku,

13 rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku kriminalistik, yang membahas tentang alat bantu dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. 3) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder seperti Kamus Hukum,, Ensiklopedia dan lain-lain. 13 6. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah : a. Wawancara Wawancara adalah komunikasi secara langsung dengan responden guna mendapatkan keterangan yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. 14 Wawancara dilakukan secara intensif dan mendalam terhadap para informan yang digunakan untuk memperoleh data primer, adapun data primer akan diperoleh melalui informan yang dipilih secara purposive, dengan menentukan kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) Mereka yang memahami dan menguasai pokok permasalahan secara menyuluruh; (2) Mereka yang sedang terlibat dalam kegiatan yang tengah diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung; (3) Mereka yang mempunyai kesempatan dan waktu memadai untuk dimintai informasi. Dalam 13 Ibid., hal. 52. 14 S. Nasution, Metode Research (Penelitian Hukum), Jakarta: PT. Bina Aksara, 2001, hal.113.

14 hal ini yaitu pengacara atau advokad, hakim di Pengadilan Negeri Surakarta. serta pihak-pihak yang terlibat dalam kasus praperadilan yang sedang diteliti oleh penulis b. Studi Kepustakaan Yaitu melakukan kajian terhadap beberapa literature, dokumen, buku-buku, dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 7. Metode Analisa Data Teknik analisa dalam penelitian merupakan hal yang penting agar data yang sudah terkumpul dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah analisa data. Pada tahap ini akan dilakukan analisis yuridis kualitatif, dengan cara mencari, menginventaris dan mempelajari peraturan perundangan, doktrin dan data sekunder yang terkait dengan fokus permasalahan, serta data primer hasil penelitian lapangan. Tahapan selanjutnya dengan menarik kesumpulan atas datadata yang ada dengan kenyataan empiris di lapangan sehingga antara tahap satu dengan yang lainnya dan yang kemudian akan disusun secara sistematis.

15 G. Sistematika Penulisan bab. Penyusunan skripsi ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari 4 Bab I Pendahuluan. Menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka. Berisi tinjauan pustaka yang menguraikan teori yang berkenaan dengan penelitian, yaitu tinjauan umum tentang Hak Asasi Manusia, tinjauan umum tentang Sistem Peradilan Pidana, tinjauan umum tentang Penyelidik, Penyelidikan, Penyidikan, Penyidik, Penyidik Pembantu, dan penuntutan. Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan. Berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai praperadilan sebagai upaya kontrol bagi penyidik. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kebijakan formulatif tentang praperadilan sebagai lembaga baru, praperadilan sebagai upaya kontrol bagi penyidik, bagaimana praperadilan dalam prakteknya, bagaimana pelaksanaan dari putusan praperadilan serta hambatan-hambatan praperadilan dalam mewujudkan suatu keadilan hukum. Bab IV Penutup. Berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya serta saran yang bermanfaat bagi kepolisian serta masyarakat pada umumnya. Di bagian akhir akan disertakan juga daftar pustaka dan lampiranlampiran.