Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Volume 29, Nomor 4 Agustus Desember 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh : Listyo Budi Santoso Dosen Fakultas Hukum - Universitas Pekalongan ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB V PEMBAHASAN. penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Majalah Hukum Forum Akademika

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

ANALISIS YURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV. pihak lalai dalam pemenuhan hak dan kewajiban tersebut, maka masingmasing. dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). 1. kekerasan yang menimpa kaum perempuan (istri) 3

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

Transkripsi:

PENYULUHAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA SEBAPO KECAMATAN MESTONG KABUPATEN MUARO JAMBI Sahuri Lasmadi, Kabib Nawawi, S. Sibagariang, dan Elly Sudarti Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jambi ABSTRAK Korban KDRT pada umumnya sebagian besar dialami oleh perempuan (isteri) dan pelakunya adalah suami. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak-anak bahkan pembantu rumah tangga yang bertempat tinggal dalam satu atap. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing sebagaimana diatur dalam Pasal 16 s.d Pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya, baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. PENDAHULUAN Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumah tangga adalah organisasi terkecil dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dan anak-anaknya. Interaksi antara suami dan anak-anaknya dalam kehidupanrumah tangga yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya mampu menciptakan kehidupan berumah-tangga yang bahagia. Kenyataannya masih banyak terjadi kekerasan dalam kehidupan berumahtangga. Padahal setiap insan manusia dalam rumah tangga berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada istri dan anak-anak serta mereka yang berada dalam lingkup rumah tangga merupakan masalah yang sulit diatasi. Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa anggota keluarga itu merupakan milik laki-laki dan masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah pribadi yang tidak dapat dicampuri oleh orang lain. Sementara itu, sistem hukum dan sosial budaya yang ada bukan menjamin perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya mempunyai hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman, bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia berdasarkan azas-azas penghormatan terhadap perempuan, keadilan dan kesetaraan jender serta arti diskriminasi, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Segala bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap eksistensi kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi yang harus dihapus karena tidak sesuai dengan deklarasi PBB tentang HAM dan Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Data statistic yang lengkap mengenai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di seluruh Indonesia memang tidak tersedia, Sedikitnya ada 2 (dua) alas an yang saling berkaitan untuk menjawab mengenai kekosongan data tersebut yakni:pertama, KDRT sejauh ini tidak dikenal sebagai kejahatan dalam masyarakat meskipun Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 73

terjadi di banyak tempat dalam bentuk seperti perkosaan, penyiksaan terhadap isteri, anak, incest, pemasungan, pembunuhan dan bentuk kekerasan lainnya. Dalam kasus-kasus tertentu, korban yang berupaya melindungi diri dan membalas perlakuan pelaku dengan mencederainya, akhirnya malah dituntut dan dianggap melakukan kejahatan lainnya seperti pembunuhan. Persepsi yang berkembang di masyarakat selama ini menganggap masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai urusan pribadi (personal) dan karenanya pihakpihak lain (pihak luar termasuk aparat penegak hukum atau polisi), tidak sepatutnya ikut campur di dalamnya (intervensi). Ruang lingkup rumah tangga dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT meliputi: a. Suami, istri, dan anak. b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Berdasarkan data di Polres Muaro Jambi, kasus yang dilaporkan tahun 2007 sebanyak 31 kasus dan tahun 2008 sebanyak 28 kasus. Dari 31 kasus tahun 2007 yang diproses secara hukum hanya 3 kasus, sedangkan 28 kasus dicabut pengaduannya. Tahun 2008, yang diproses secara hukum sebanyak 3 kasus, 25 kasus dicabut pengaduannya. Dengan demikian dari 59 kasus selama kurun waktu 2007 dan 2008 hanya 6 kasus yang diproses secara hukum (P. 21). Jika dilihat permasalahan di atas, maka perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 belum terlaksana. Oleh sebab itu penyuluhan hukum ini dirasa penting untuk dilaksanakan, mengingat korban kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi kepada siapa saja dalam lingkup rumah tangga dan terhadap korban harus mendapatkan perlindungan. Persoalan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, merupakan masalah yang cukup kompleks, karena masyarakat masih menganggap masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah domestic dalam rumah tangga, padahal kekerasan dalam rumah tangga terrmasuk masalah kejahatan. Adapun topic penyuluhan hukum mengangkat permasalahan sebagai berikut: Masih banyaknya perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri dalam rumah tangga, terhadap isteri sebagai korban tidak mendapatkan perlindungan, sementara terhadap pelaku tidak diproses secara hukum. Penyuluhan hukum untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya korban KDRT tentang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang 1. Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 74

Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga.keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. 2. Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga. 3. Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebihlebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah. B. Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 1. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa: 2. a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 75

Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945. b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus. c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. 3. Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undangundang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: 4. Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana C Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam : 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. 2. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentarkomentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak. 3. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. 4. Kekerasan ekonomi 5. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri (http://kompas.com., 2006). Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 76

D Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut: 1 Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. 2 Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi 3 Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. 4 Beban pengasuhan anak 5 Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. 6 Wanita sebagai anak-anak 7 Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan lakilaki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. 8 Orientasi peradilan pidana pada laki-laki 9 Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. E. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain: 1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran. 2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada. 3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. 4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. 5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 77

seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik. Setelah penyampaian materi oleh Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.H., selanjutnya sesi tanya jawab yang dipandu oleh Bapak Khabib Nawawi, S.H., M.H. Beberapa pertanyaan yang diajukan peserta sebagai berikut: 1. Pertanyaan Bapak Daromi: Telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan seorang ayah yang menganiaya anaknya, kemudian si ibu mengadukan perbuatan suaminya ke Kepolisian setempat. Pihak Kepolisian tidak memperoses laporan tersebut, tetapi menyerahkan perkara tersebut ke Kantor Desa Sebapo untuk diselesaikan. Setelah dipertemukan pihak-pihak suami, isteri melalui musyawarah akhirnya keluarga ini dapat diselesaikan secara damai dan bersatu kembali. Pertanyaannya bagaimana mekanisme penyelesaian KDRT itu, apakah proses yang ditempuh tidak menyalahi aturan? Jawaban Bapak Dr. Sahuri lasmadi, S.H., M.H. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Pasal 53 ada dikenal delik aduan, pelaporan KDRT harus disertai visum et repertum, biasanya kalau perkara tersebut berlanjut ada kemungkinan keluarga tersebut akan bercerai, perceraian akan menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu pihak kepolisisan memandang perkara ini masih tergolong ringan, sehingga tidak perlu diproses secara hukum. Penyelesaian oleh pihak desa sudah sangat tepat dengan menempuh jalur mediasi. Kepada suami atau isteri itu perlu disampaikan bahwa kepada suami harus ada budaya malu, malu untuk berbuat anak seharusnya dididik bukan dengan kekerasan tetapi dengan kasih sayang. Kepada isteri harus ditimbulkan budaya memaafkan. Halhal ini sewaktu mediasi disampaikan kepada suami isteri tersebut.. 2. Pertanyaan Ibu Zuhairiyah: Apa yang dimaksud dengan persamaan gender apakah bertentangan dengan agama? Jawaban Ibu Elly Sudarti, S.H., M.H. Kita harus bisa membedakan antara Kodrat dengan Gender. Kodrat adalah sesuatu yang tidak dapat dirumah. Laki-laki kodratnya adalah membuahi, sedangkan perempuan kodratnya adalah dibuahi, hamil dan menyusui. Gender terdiri atas gender laki-laki dan gender perempuan. Gender lakilaki dan perempauan bisa memasak, mencuci, mengasuh anak, mendidik anak, berbenlanja, menyapu rumah, membersikan rumah. Pekerjaan gender tidak bertentangan dengan agama, bahwa seorang nabipun (Muhammad, SAW), ketika buah bajunya lepas Beliau sendiri yang menjahit dan memasangnya kembali. 3. Pertanyaan ibu Triana: Suami, isteri bertengkar. Suami pergi, isteri gugat cerai, dalam siding suami tidak hadir, apakah putusan tersebut sah? Jawaban Bapak Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.H. Putusan tersebut diputus tanpa hadirnya tergugat disebut dengan putusan verstek. Tergugat diberi hak untuk mengajukan keberatan dalam batas waktu tertentu. Jika tergugat tidak menggunakan haknya untuk mengajukan keberatan, maka putusan tersebut menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 4. Pertanyaan Ibu Magdalia: Suami, isteri dalam perkawinan yang sah. Dari hasil perkawinan mendapatkan keturunan. Suami menikah lagi dan mengaku masih bujangan. Bagaimaana dengan status perkawinan yang demikian?] Jawaban: Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.H. Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 78

Dari segi hukum pidana si Isteri dapat melaporkan suami secara pidana ke Kepolisian, karena suami telah memberikan keterangan palsu, sehingga melahirkan Akta Otentiek. Suami dapat dilaporkan secara pidana dengan Pasal 266 ayat (1) KUHP: Barangsiapa menyuruh menempatkan, keterangan palsu ke dalam sesuatu akta authentiek tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte itu seolah-olah keterangannyanya itu cocok dengan hal sebenarmnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Dari Aspek hukum perdata: Isteri pertama dapat mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama, dengan melampirkan Akta Nikah. 5. Pertanyaan Ibu Lutfi: Seorang isteri sakit tidak dapat memberikan nafkah lahir dan bathin. Menurut agama suami dapat menceraikan isteri tersebut. Bagaimana sebaliknya yang terjadi hal sama terhadap suami. Jawaban Ibu Sasmiar, S.H., M.H. Seorang isteri hendaknya melihat jasajasa suaminya sebelum sakit, ikhlas menerima takdir Allah, karena rezeki itu datangnya dari Allah, tetapi jika Isteri tidak ridho, isteri dapat menggugat cerai berdasarkan Pasal 39 PP No 9 Tahun 1975. Satu satu alasan perceraian adalah satu satu pihak tidak dapat melaksanakan kewajibannya. 6. Pertanyaan Ani Suyati: Jika terjadi perceraian bagaimana pembagian harta bersama? Jawaban Bapak Khabib Nawawi, S.H., M.H. Berdasarkan Pasal 37 UU No 1 Tahun 1974. Harta dalam perkawinan diselesaikan menurut hukumnya masing-masing, boleh secara musyawarah, hukum adat, jika tidak ada titik temu terjadi sengketa, maka penyelesaian terakhir dijukan ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan Pasal 97 Kompilasi hukum islan dibagi setengah-setengah. 7. Pertanyaan Sahuri Agustina: Suami, isteri bertengkar hebat, akhirnya pisah rumah selama 1 (satu) tahun, suami tidak memberikan nafkah lahir maupun bathin. Kemudian suami isteri ini akur lagi. Apakah perkawinan mwereka masih sah? Jawaban Ibu Evalina Alisa Berdasarkan Pasal 39 UU No 1 tahun 1974. Perceraian hanya dapat dilakukan di siding pengadilan. Selama pengadilan agama belum memutus tali perkawinan secara hukum mereka masih suami isteri. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat yang telah dilaksanakan pada kegiatan penyuluhan hukum di kantor Kepala Desa Sebapo, Kecamatan mestong Kabupaten Muaro Jambi. Dapat disimpulkan masih minmnya pengetahuan masyarakat terkait dengan masalah-masalah hukum. B. S a r a n Diharapkan dengan adanya penyuluhan hukum tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat hal-hal yang harus dicegah factor-faktor pencetus, supaya tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga. UCAPAN TERIMA KASIH Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini merupakan salah satu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Judul kegiatan: Penyuluhan Hukum Tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Sebapo Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi. Terlaksananya pengabdian ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 79

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Rektor Universitas Jambi 2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi 3. Ketua Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Jambi. Akhirnya semoga hasil Pengabdian Pada Masyarakat ini dapat membawa manfaat. DAFTAR PUSTAKA A. Buku- Buku Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1993. Luhulima, Achie Sudiarti, Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. PT. Alumni, Jakarta.2000. Prayudi, Guse, Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Merkid Press. Jogjakarta.2008. Soeroso, Moerti Hadiati. Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspsektif Yuridis Fiktimologi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Saraswati, Rika, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Citra Aditya Bakti, Bandung. 2009. Jurnal Perempuan 22, Memikirkan Perkawinan, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta 2002. B. Peraturan Perundang-Undangan. R. Soesilo, KUHP serta Komentar lengkap Pasal demi Pasal, Politea, Bogor, 1993., Undang-Undang Tentang Perkawinan. UU Nomor 1 Tahun 1974. LNRI Tahun 1974 Nomor 1 TLN RI Nomor 3017., Undang-Undang Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, UU No 7 Tahun 1984 LNRI Tahun 1984 Nomor 29, TLN RI Nomor 3277., Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 23 Tahun 2004, LNRI tahun 2004 Nomor 95, TLN RI Nomor 4419. Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi 80