KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

BAB IX KONTROVERSI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) & UTANG LUAR NEGERI (ULN)

HUKUM PAJAK ( TAX LAW ) MK-14 JULIUS HARDJONO

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

PENGARUH PENERAPAN PRINSIP NON DISKRIMINASI PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

Kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak dicapai dengan mudah karena melalui proses yang panjang dan berliku. Dari proses yang panjang tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pajak Badan lainnya (Sarwedi, 2012). Dengan melihat realita ini maka pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TAX JURISDICTION. Original Paper Created by : Eka Daswindar

Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambaran Mengenai Bisnis Internasional

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

ANALISIS PENGATURAN KRITERIA FASILITAS PENANAMAN MODAL DIKAITKAN DENGAN PRINSIP MOST FAVORED NATION (MFN)

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. < diakses 16 Juni 2016.

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

PERDAGANGAN INTERNASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI...

ii Ekonomi Internasional

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

IDENTITAS MATA KULIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

SYLABUS HUKUM INVESTASI & PASAR MODAL

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

Sessi. Dosen Pembina:

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR

EKONOMI INTERNASIONAL. Dr. M. Anang F., MM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

UNIVERSITAS INDONESIA

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB II KEBIJAKAN DASAR PEMERINTAH TERHADAP INVESTOR ASING DAN DOMESTIK BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Kerja sama ekonomi internasional

Transkripsi:

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB KK-2 TH 44 / 09 Lat k Copyright : @ 2009 by Airlangga University library ABSTRACT THE POSITIONING OF BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) ON DEVELOPMENT INVESTMENT LAW IN INDONESIA Birkah Latif The central issue of this research is the adoption of general exception related to public health on investment law in Indonesia. The type of this research is legal research. In this research, two approaches are employed, statute approach and case approach. Statute approach is taken at the beginning of this research for analyzing laws and regulations concerning foreign direct investment in Indonesia and multilateral agreements. Case approach is carried out to observe the Indonesian practices on Bilateral Investment Treaties (BITs) with another states. The uniformity in the BITs principles encourage International Law Costum. The continues implementation can form the rules of new International Law, can be poured in the International Agreement, an input in The making of Multilateral Agreement on Investment (MAI), as a guide in the implementation of the international community in the areas of Investment Law or other fields of International Law.

Key words: Foreign investment Foreign direct investment International foreign investment principles Bilateral Investment Treaties (BITs) Investment Guarantee Agreement (IGA) Abstrak: Pada awalnya Bilateral Investment Treaties (BITs) dikenal sebagai perjanjian Friendship, Commerce and Navigation atau FCN. Amerika Serikat yang paling banyak membuat perjanjian ini. Tujuan dari pembuatan perjanjian ini tidak terbatas kepada investasi membentuk aliansi, tetapi juga akses kepada fasilitas militer dan alur laut serta menguasai bagian-bagian strategis dari suatu negara. Kecenderungan FCN beralih kepada the right of establishment (pendirian perusahaan di luar negeri) dan hak memajukan penanaman modal swasta. Perubahan penekanan ini karena dua sebab. Pertama, sebagai akibat langsung dan meningkatnya peranan investasi asing setelah PD II. Kedua, karena lahirnya kerangka pengaturan perdagangan multilateral GATT. Sebagai pengganti FCN, suatu tahapan baru dan penting bagi perkembangan BITs mulai muncul akhir tahun 1960-an. Perjanjian BITs ini merupakan rancangan yang dibuat oleh suatu kelompok bernama Abs/Showcross pada tahun 1959 dan juga oleh the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 1967, sehingga semua perjanjian yang dibuat sifat dan isi maupun strukturnya pada pokoknya sama. Namun seiring perjalanan waktu sehingga ada penambahan dan perubahan di sana-sini. Perundingan investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negara-negara dalam beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa perundingan investasi di forum multilateral atau forum WTO mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral ini didorong oleh alasan pragmatis. Perundingan bilateral melibatkan lebih sedikit negara, yang membutuhkan biaya relatif lebih rendah dan meminimalkan potensi timbulnya masalah rumit yang berada diluar jangkauan negara-negara kecil. Perjanjian BITs di bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekade-dekade terakhir dan bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang penting.

Disamping jumlah penggunaan BITs yang semakin meningkat juga penggunaan klausula-klausula (pasal) dalam BITs mengalami perkembangan yang semakin kompleks dan dinamis, bahkan juga dimasukkannya isu lingkungan hidup dan tenaga kerja didalamnya. Setelah praktik yang cukup lama kehadiran BITs ini mengalami kritikankritikan. Penulis berpendapat bahwa BITs memberikan dukungan standarstandar daripada Hukum Kebiasaan Internasional. Dapat dilihat bahwa perjanjian memantapkan praktik-praktik yang telah ada dan memberikan kontribusi terhadap prinsip-prinsip kebiasaan di masa yang akan datang. Secara tidak langsung dengan adanya BITs yang memiliki standarstandar dan diikuti oleh negara-negara serta mempengaruhi praktik negara-negara dalam pembuatan Hukum Investasi nasional mereka serta menjadi bagian dari Hukum Internasional. Prinsip-prinsip dalam BITs ini tumbuh dan berkembang bahkan memberikan suatu Prinsip-Prinsip Hukum yang jika terus menerus dipraktekkan dengan sendirinya akan menjadi suatu Norma Hukum Internasional baru. BITs memiliki pengaruh terhadap Hukum Kebiasaan Internasional sebagai contoh konsep Hull dalam teori pemberian ganti rugi dengan caracara yang digunakan dahulu dalam masyarakat internasional tidak dapat lagi diberlakukan. Berganti dengan standar baru yang diterima oleh pihakpihak dalam perumusan BITs, yang telah menjadi standar umum. Pergantian Konsep dari Hull ini oleh penulis disimpulkan sebagai Prinsip- Prinsip Hukum Kebiasaan Internasional yang tentu saja jika terus diterapkan akan mendorong terbentuknya suatu Hukum Kebiasaan Internasional yang dapat membentuk kaidah-kaidah Hukum Internasional baru dan dapat dituangkan dalam Perjanjian Internasional, lebih khusus lagi menjadi masukan dalam pembuatan The Multilateral Agreement on Investment (MAI), sebagai pedoman dalam pelaksanaan masyarakat internasional dalam bidang Hukum Investasi ataupun bidang lain dari Hukum Internasional. Investasi asing memiliki peranan yang sangat penting baik di negara maju maupun di negara berkembang. Pembangunan negara bergantung pada sektor swasta (private investment) dan sektor investasi publik (public investment), untuk membangun public investment tersebut diperlukan dana yang besar yang harus diperoleh melalui National Revenue. National Revenue biasanya diperoleh dari sektor pajak dan cukai yang masih relatif terbatas (kecil), sehingga masih memerlukan bantuan modal dari sektor swasta khususnya dari luar negeri. Indonesia menyadari pentingnya investasi asing secara langsung yang biasa disebut juga dengan Penanaman Modal Asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI), dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan perekonomian. Indonesia sendiri menekankan dua faktor untuk menarik para investor menanamkan modalnya yaitu: Soft factors yaitu terdiri atas peraturan, kepastian hukum, stabilitas, kebijakan ekonomi makro, kondisi perbankan dan faktor lainnya (soft factors

menentukan daya tarik investasi jangka pendek, selama ini Indonesia lebih menekankan investasinya pada soft factors). Selain itu juga terdapat Hard factors yaitu infrastruktur, SDM, pendidikan dan penguasaan tekhnologi (hard factors menentukan daya tarik investasi jangka panjang). Dalam kerangka membina hubungan baik antar negara serta kesadaran untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama ( mutual interests ), dirasakan penting untuk dibentuk kerjasama khusus di bidang promosi dan peningkatan investasi. Salah satu bentuk perjanjian investasi antar pemerintah yang sangat populer adalah Bilateral Investment Treaties (BITs) atau Perjanjian Promosi dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M). P4M pada dasarnya merupakan perjanjian di bidang investasi yang secara umum memuat dua hal yaitu promosi dan proteksi. Di sisi promosi, kedua negara akan saling berupaya untuk meningkatkan kegiatan investasi melalui, antara lain, tukar menukar informasi mengenai ketentuan dan peluang investasi, kerjasama capacity building dan technical assistance untuk mendorong perdagangan dan investasi, transfer teknologi, dan membentuk komite bersama untuk memantau perkembangan promosi investasi yang telah dilakukan. Sementara dari sisi proteksi, negara host akan menjamin investor asing dari perlakuan diskriminatif, baik terhadap investor host country (national treatment/nt) maupun dari investor negara lain (Most Favoured Nations/MFN). Negara host juga menjamin tidak akan melakukan nasionalisasi atau pengambilalihan aset investor asing (expropriation), kecuali atas dasar kepentingan publik dan negara host wajib memberikan ganti rugi yang layak kepada investor asing tersebut. Pemerintah host country juga harus memberikan kompensasi atas kerugian investor asing akibat huru-hara, kerusuhan sosial atau politik, atau perang sipil di negara host. Disamping itu negara host juga menjamin kebebasan investor asing untuk melakukan transfer keluar dan masuk negara host dalam rangka menunjang kegiatan investasinya. Perkembangan aliran FDI yang masuk di Indonesia secara umum menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Dalam praktik pembuatan BITs ini juga biasanya beberapa negara mengikutsertakan perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau biasa juga disebut Double Taxation Treaties (DTT). Indonesia selain mengadakan perjanjian BITs dengan negara-negara juga telah ikut serta dalam pembuatan perjanjian investasi dalam kerangka bilateral Free Trade Area (FTA). Perjanjian FTA Indonesia dengan Jepang (IJ-EPA). Selain itu dalam kerangka ASEAN sebagai salah satu anggota turut serta dalam memajukan upaya investasi dalam merumuskan Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (AIA) yang merupakan forum kerjasama ASEAN di bidang investasi yang bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang menarik, kompetitif dengan lingkungan investasi yang lebih liberal dan terbuka untuk tujuan investasi.

Pengaturan isu BITs yang semakin dalam dan luas tersebut serta peningkatan jumlah pemakaian BITs yang cukup pesat tidak terlepas dari gagalnya upaya multilateralisasi perjanjian internasional di bidang investasi dalam putaran perundingan WTO maupun oleh negara-negara OECD. Sehingga BITs atau FTA yang memuat perjanjian investasi digunakan sebagai salah satu cara untuk mengamankan investasi negaranegara yang terlibat dalam perjanjian tersebut.