PERAN PESANTREN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA. M. Ali Mas udi Institut Agama Islam Tri Bhakti Kediri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.

BAB I PENDAHULUAN. terlarang serta tingginya budaya kekerasan merupakan contoh permasalahaan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

TOTAL QUALITY CONTROL

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

2. BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan mampu menghasilkan produk-produk yang unggul, maka mutu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun karakter, character building is never ending process

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalir begitu cepat ini memberikan pengaruh terhadap perilaku peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia, pada

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai krisis yang dialami oleh Bangsa Indonesia, baik krisis moral

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. begitu, seorang guru pendidikan agama Islam harus mampu mendidik. keselamatan dunia maupun di akhirat kelak.

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda bangsa. Kondisi ini sangat memprihatinkan sekaligus menjadi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena berkaitan dengan hubungan kita kepada Allah dan hubungan

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I. PENDAHULUAN. oleh Durkheim (Betty Schraf, 1995), bahwa fungsi agama adalah. mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hlm Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembelajaran di Pesantren,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, dan juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, t.th.), h Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan. mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia

Pondok Pesantren Modern berwawasan lingkungan di Semarang

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Analisis Kondisi Kecerdasan Interpersonal Santri Di Pondok. Pesantren Al- Utsmani Winong Gejlig Kajen

BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Mizan,1995), hlm Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2011), Hlm. 14.

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Setiap orang sejak awal sampai akhir sangat berurusan

Transkripsi:

PERAN PESANTREN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA M. Ali Mas udi Institut Agama Islam Tri Bhakti Kediri E-mail: el_muha16@yahoo.com Abstrak Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang cukup tua dan perkembang seiring dengan perkembangan Indonesia, sehingga keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan negeri yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Dikaji dari segi bahasanya Pesantren berasal dari bahasa Sanskerta, ini menunjukkan keunikan tersendiri, karena Pesantren telah dikenal sebagai lembaga Pendidikan Ke-Islaman yang paling tua tapi justru namanya bukan dari bahasa Arab. Perjalanan pesantren dengan kiainya juga tidak lepas dari penderitaan karena dianggap basis perlawanan masyarakat terhadap penjajah, sehingga keberadaannya selalu dipantau, gerakannya dibatasi, komunikasinya dihambat demi membonsai keberadaan pesantren ini. Namun itu semua bukanlah halangan bagi pesantren untuk berperan aktif dalam mencetak kader-kader bangsa yang bermoral dan berpihak pada kebenaran. Kata kunci : peran, pesantren, karakter, bangsa. Pendahuluan Banyak hal yang tengah terjadi pada bangsa ini salah satunya adalah fenomena merosotnya nilai-nilai moral dalam kehidupan para remaja kita. Tawuran pelajar, maraknya peredaran narkoba di kalangan siswa, adanya siswa yang terlibat dalam tindakan kriminal, dan tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya merupakan keprihatinan kita bersama Tidak hanya di kalangan remaja saja, secara umum bangsa Indonesia dihadapkan berbagai problem dan krisis kebangsaan yang serius. Berbagai permasalahan silih berganti menyita perhatian semua anak bangsa. Jika tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka problem dan krisis itu bisa mengarah pada bergesernya karakter (jati diri) bangsa ini, dari karakter positif ke negatif.

Belakangan ini, dalam dunia pendidikan banyak di bicarakan tentang pendidikan karakter. Munculnya pendidikan karakter sebagai wacana baru pendidikan nasional bukan merupakan fenomena yang mengagetkan. Sebab perkembangan sosial politik dan kebangsaan ini memang cenderung menghasilkan karakter bangsa. maraknya perilaku anarkis, tawuran antar warga, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, korupsi, kriminalitas, kerusakan lingkungan dan berbagai tindakan patologi lainnnya merupakan indikasi masalah akat dalam pembangunan kararter bangsa ini. Hal tersebut telah menumbuhkan kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter para siswa sebagai generasi penerus bangsa. Sejumlah ahli pendidikan mencoba untuk merumuskan konsep-konsep tentang pendidikan karakter, dan sebagiannya lagi bahkan sudah melangkah jauh dalam mempraktekannya. Hal ini perlu dilakukan agar kita (umat Islam, yang merupakan mayoritas warga bangsa ini) tidak asing dengan tradisi keilmuannya sendiri. Sedangkan, pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Makanya, lembaga pendidikan pesantren memiliki posisi stategis dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk pendidikan, pesantren mempunyai tempat tersendiri dihadapan masyarakat. Hal ini karena pesantren telah memberikan sumbangan yang besar bagi kehidupan bangsa dan pengembangan kebudayaan masyarakat. Peran agama dalam dalam pembangunan telah memiliki legitimasi konstitusional dalam GBHN, yaitu dengan pernyataan bahwa agama adalah landasan etik, moral, dan spiritual bagi pembangunan. hal ini merupakan peluang tantangan bagi pesantren untuk mewujudkan cita-cita pembangunan yang lebih baik.

Definisi Pondok Pesantren Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya (Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Yogyakarta: LP3ES). Menurut Manfred dalam Ziemek (1986) kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Sedangkan menurut Geertz pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India Shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, maksudnya pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Dia menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari para Hindu. Dalam istilah lain dikatakan pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan. Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat

bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Dalam kamus besar bahas Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat. Namun Pondok pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Kurikulum di Pondok Pesantren Terkait dengan kurikulum pesantren dan kitab kuning dewasa ini setidaknya terdapat dua model pesantren. Model pertama, penulis sebut sebagai pesantren kitab kuning atau juga biasa dikenal orang sebagai pesantren murni salafi. Kini, pesantren ini terhitung amat langka dan hanya menyelenggarakan sekolah diniyah (Madrasah Diniyah Ula/Wustho/Ulya). Ukuran kelulusan dan keberhasilan seorang santri betul-betul ditentukan oleh kepiawaiannya dalam penguasaan kitab kuning. Penguasaan dalam hal ini adalah tidak sekedar bisa membaca dengan benar, tapi juga memahami, mengungkapkan, mengembangkan dan mengkontekstualisasikan kandungannya. Kalau pun toh ditemukan kitab putih (non kitab kuning) pada pesantren salafi dalam kurikulumnya, itu pasti

hanya bagian yang sangat kecil, dan sifatnya tak wajib atau hanya sekedar pengayaan. Pesanten kitab kuning (salaf), adalah pesantren yang masih mewarisi genuine karakteristik khazanah Islam Indonesia. Pesantren jenis ini perlu dipertahankan dan dibina agar dapat menjaga karakteristik serta tradisi keilmuannya tidak luntur dan tetap berperan besar sebagai pialang budaya sekaligus subkultur dari masyarakat pesantren. Model kedua, pesantren kolaboratif yang lazim disebut kholaf. Pengelolaan pembelajarannya merupakan perpaduan antara sekolah formal dengan kurikulum standar pemerintah (pendidikan formal) dan madrasah diniyah dengan standar kurikulum kitab kuning. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, santri harus bersekolah dua kali dalam sehari, misalnya sekolah formal pada pagi hari dan madrasah diniyah pada malam hari dengan kurikulum kitab kuning. Inilah yang penulis masud dengan kolaborasi kitab kuning dengan kitab putih. Dengan demikian, output alumninya diharapkan menjadi sosok yang faqih fi ulumuddin, juga yang faqih fi mashalihil ummah. Secara garis besar, pesantren kolaboratif ini dimaksudkan untuk merespon modernisasi dalam pendidikan Islam di Indonesia yang tujuannya ingin mengkolaborasikan antara tafaqquh fi al-din dan penguasaan ilmu pengetahuan umum. Dengan demikian, pengelolaan kurikulum pondok pesantren di samping mempertahankan kurikulum yang berbasis agama, juga melengkapi dengan kurikulum yang menyentuh dan terkait erat dengan persoalan dan kebutuhan kekinian. Oleh karena itu, desain pengembangan kurikulumnya perlu dirancang sesuai wacana yang berkembang dalam proses integrasi pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan pesantren ke dalam pendidikan nasional. Kurikulum merupakan rangkaian kegiatan yang menampung kerangka, guna membantu para guru untuk melaksanakan segala kegitan pembelajaran

yang efektif. Adapun perencanaan kurikulum pesantren kolaboratif harus didahului dengan menyesuaikan dengan kebutuhan (needs assement) secara akurat agar pendidikan pesantren fungsional. Kajian kebutuhan tersebut harus dikaitkan dengan kebutuhan global. Pelaksanaan kurikulum menggunakan pendekatan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) dan pembelajaran kontektual (contextual teaching and learning). Sedang evaluasinya dengan menerapkan penilaian menyeluruh terhadap semua kompetensi santri (authentic assement). Kurikulum juga harus dikembangkan secara kontekstual sebagai upaya membangaun pesantren yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif seimbang dengan kognitif, serta memadukan secara harmonis pendidikan formal, non fornal, dan informal yang ada di pesantren. Allan Glatthorn menjelaskan bahwa kurikulum tidak hanya terbatas hal-hal yang tampak, namun ada hal lain yang disebut kurikulum tersembunyi (hiden curriculum) yang memberi peran signifikan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka desain kurikulum pesantren khalaf perlu memperhatiakan ruang lingkup, scope dengan memperhatikan tujuan yang diharapkan, dan sesuai dengan sequence-nya. Dengan demikian santri dikelompokkan berdasarkan tingkat penguasaan materi kepesantrenan (bukan berdasarkan kelas pada pendidikan formal) sehingga kompetensi materi kepesantrenan bagi santri dapat terukur berdasarkan tingkatan kelompok kelasnya (ula/wustho/ulya) atau lamanya nyantri di pesantren. Untuk itu, setiap santri baru harus melalui tataran kelompok ula dan bila dipandang lelah menguasai pada materi kelompok ula atau bahkan wushtho, maka dapat naik (tranfer) ke kelompok ulya sehingga keluaran pesantren dapat terukur sesuai kelas diniyah yang ditempuh. Model ini perlu untuk diterapkan, bahwa anak (santri) yang punya kelebihan perlu kelebihan seksama agar dapat berkembang seksama.

Kegiatan ini memberikan peluang yang lebih besar kepada para santri sebagai wujud kepedulian pesantren. Di samping itu, kemampuan santri dalam menguasai materi kurikulum pesantren (madrasah diniyah) untuk diintegrasikan sebagai landasan kenaikan kelas pada pendidikan formal. Dari sini diharapkan kemampuan santri dalam menguasai ilmu agama (kepesantrenan) dan ilmu umum (pendidikan formal) dapat seirama. Berdasarkan uraian tersebut, maka desain kurikulum pesantren yang digunakan untuk melayani santri secara garis besarnya dapat dikembangkan melalui; 1) melakukan kajian kebutuhan (need assessment) untuk memperoleh faktor-faktor penentu kurikulum serta latar belakangnya, 2) menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan kebutuhan dan lingkup urutannya, 3) merumuskan tujuan yang diharapkan, 4) menentukan standar hasil belajar yang diharapkan sehingga keluarannya dapat terukur, 5) menentukan kitab yang dijadikan pedoman materi ajar dan ditentukan sesuai urutan tingkat kelompoknya, 6) menentukan syarat yang harus dikuasai santri untuk mengikuti pelajaran pada tingkat kelompoknya, 7) menentukan trategi pembelajaran yang serasi serta menyediakan berbagai sumber dalam proses pembelajaran, 8) menentukan alat evaluasi penilaian hasil belajar dan 9) membuat rancangan rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan stategi pengembangan berkelanjutan. Metode Penyampaian di Pondok Pesantren. Dalam metode penyampaiannya ada beberapa pondok salafiyah yang masih menggunakan metode lama atau tradisional menurut kebiasaankebiasaan yang lama dipergunakan dalam institusi itu, metode-metode tersebut antara lain: sorogan, yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan Kiai dengan Santri

sangat dekat, sebab Kiai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu persatu. Sedangkan bandungan sering disebut dengan Halaqoh dimana dalam pengajaran, kitab yang dibaca oleh Kiai hanya satu, sedang para santri membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kiai. Adapun weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian weton bukan merupakan pengajian rutin harian, tapi dilaksanakan pada saat tertentu misalnya pada setiap selesai sholat Jum at dan sebagainya. Metode yang dapat dipergunakan dilingkungan pondok pesantren antara lain, seperti tersebut di bawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing: metode tanya jawab, metode widya wisata, metode diskusi, metode pemberian situasi, metode imlak, metode problem solving, metode mutholaah/riatal, metode pembiasaan, metode proyek, metode dramatisasi, metode dialog, metode reinforcement, metode karya wisata, metode berdasarkan teori connectionisme, metode hafalan atau verbalisme, metode sosiodrama dan metode dengan sistem modul. Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter bagi anak didiknya (santri). Hal itu karena : Adanya Jiwa dan Falsafah. Pesantren mempunyai jiwa dan falsafah yang ditanamkan kepada anak didiknya. Jiwa dan falsafah inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan menjadi motor penggeraknya menuju kemajuan di masa depan.

Transformasi nilai-nilai pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang tahun, melalui berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan kenyataan), telah mampu memadukan seluruh komponen pesantren dalam satu barisan. Sehingga tidak terjadi tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan lainnya. Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan, kesederhanaan, kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah. Semua mempunyai pengertian dan keterpanggilan akan tanggungjawab untuk merealisasikan visi dan misi pendidikan pesantrennya. Semua mempunyai keterikatan pada sistem hingga kultur yang sudah terbentuk di pesantren. Karena mereka semua mempunyai kesadaran, keterpanggilan dan loyalitas baik kepada nilai, sistem maupun pemimpin. Soliditas ini menumbuhkan kekuatan yang dahsyat dalam proses pendidikan karakter di pesantren. Sehingga terciptalah tri pusat pendidikan yang terpadu. Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tiga faktor yang saling menopang dan mendukung, yaitu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat, yang semua itu harus mendapat dukungan dari Pemerintah. Bila diluar lingkungan pendidikan pesantren hal ini sulit direalisasikan secara ideal dan optimal, alhamdulillah di pesantren, ketiga faktor pendidikan ini dapat dipadukan. Para santri hidup bersama dalam asrama yang padat kegiatan dan berdisiplin, dibawah bimbingan para guru dan pengasuh. Integralitas Tri Pusat Pendidikan membantu terwujudnya integralitas kurikulum antara intra, co dan ekstra kurikuler yang saling menguatkan. Juga mewujudkan Integralitas ilmu pengatahuan, antara ilmu agama dan pengetahuan umum yang tidak terdikotomikan, serta menciptakan integralitas antara ilmu dan amal dalam kehidupan.

Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh santri adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang ikut mendidik. Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, sepertti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga dan Penggerak Bahasa. Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka dan pembina gugus depan. Pendidikan organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui pendidikan self government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri, terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur organisasi sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga dibentuk struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan. Secara langsung kegiatan pengasuhan

santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan Pondok yang sekaligus sebagai Pengasuh Pondok. Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru, dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui berbagai macam pendekatan program, pendekatan manusiawi (personal) dan pendekatan idealisme. Peran Pesantren Dalam Pembentukan Karakter Pesantren memiliki fungsi ganda (dzu wujuh) dalam pembentukan sebuah karakter, yaitu sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang berfungsi untuk menyebar luaskan dan mengembangkan ilmu-ilmu keagamaan islam serta sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil mencetak kader umat dan kader bangsa. Didalam pesantren terdapat pengawasan yang ketat menyangkut tata norma atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan khusus dan normanorma mu amalat tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir tidak ada. jadi, pendidikan dipesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif, tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik. Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang sebagai institusi yang evektif dalam pembangunan akhlak. Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalanpersoalan tersebut khususnya krisis moral yang sedang melanda. karena pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang terkenal dengan

pendidikan agama dan seharusnya mampu untuk mencetak generasi-generasi berkarakter yang sarat dengan nilai-nilai islam. Dengan demikian pondok pesantren diharapkan mampu mencetak manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor pembangunan yang taqwa, cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu menempatkan dirinya dalam mata rantai keseluruhan sistem pendidikan nasional, baik pendidikan formal maupun non formal dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Penutup Adanya realitas pendidikan di pondok pesantren dalam mencetak santri yang berkarakter dan berjiwa mulia ditengah-tengah kemerosotan akhlak masyarakat bangsa yang mayoritas beragama ini, ada baiknya kurikulum di pondok pesantren ditelaah kembali. Pesantren bukankah lembaga pendidikan yang oleh sebagian masyarakat dinilai kolot, jadul, udik dan tidak menarik justru mampu untuk dijadikan benteng pengaman dalam memperbaiki moral bangsa ini. Berangkat dari kenyataan tersebut di atas, ada baiknya jika pemerintah lebih focus memperhatikan keberadaan pondok pesantren yang telah dengan totalitas mengambil pilihan untuk turut serta mencerdaskan anak bangsa di wilayah-wilayah yang kurang menguntungkan dan tidak didukung adanya sarana prasarana yang memadai, bahkan untuk mencapai kesejahteraan pengajarnya harus berikhtiar dengan caranya sendiri. Daftar Pustaka Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1995.

Aziz Hamka Abdul, Pendidikan Karater berpusat pada Hati, Jakarta: Almawardi Prima, 2011. Azra, Azumardi, Pendidikan Islam; Tradisional dan Modern Memuju Milenium Baru, Bandung: Mizan, 2001. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Yogyakarta: LP3ES, 1994. Ghazali, M. Bahri, Pesantren Berwawasan Lingkunga, Jakarta: CV. Prasasti, 2003. Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung: Mizan, 1992. Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem pendidikan Pesantren, Jakarta: INSIS, 1994. Masyhud, Sulthon, Manajemen Pondok Pesatren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Najib Sulhan, Pendidikan Berbasis Karakter, Surabaya: Jape Press Media Utama (Jawa Pos Grup), 2010. Woodward, Mark, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Yogyakarta: LKiS, 1999. Zainal Abidin Bagir, dkk, Integrasi Ilmu dan Agama, Interpretasi dan Aksi, Bandung: Mizan Pustaka, 2005.