PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI

: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 68 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2011

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

j. PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG k. PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG l. NOMOR 3 TAHUN 2009

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR,

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH IZIN LOKASI

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIOOARJO NOMOR 20 TAHUN 2009

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI, PEMANFAATAN, DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA. NOMOR : 41 TAHUN 2004 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Jakarta, 1 Nopember 1993

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 1 TAHUN 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 728/Kpts-II/1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1960 TENTANG PENGUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1957 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1996 TENTANG KAWASAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIMEULUE dan BUPATI SIMEULUE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LOKASI

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

TATA CARA PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG IJIN LOKASI DENGAN RAHMAAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 76 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

Menimbang: Mengingat:

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 1998 TENTANG

BUPATI LAMPUNG BARAT

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 05 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI NEGERI AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

MENTERI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMPUNG BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

2017, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (L

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG BADAN OTORITA PENGELOLA KAWASAN PARIWISATA BOROBUDUR

Lampiran I : Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 40 Tahun 2004 Tahun : 21 Juli 2004

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1992 TENTANG TATA CARA PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 1974 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 35 Tahun 1995 Tentang : Program Kali Bersih

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG BADAN OTORITA PENGELOLA KAWASAN PARIWISATA DANAU TOBA

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 1997

Transkripsi:

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTAHANAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG IZIN LOKASI MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengatyuran penanaman modal telah ditetapkan ketentuan mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya; b. Bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek pertanahannya; c. Bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut tekah diperluas sehungga meliputi juga izin untuk memperolej tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan penanaman modal; d. Bahwa untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan penanaman modal termaksud di atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria; 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman modal Da;a, Negeri, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nonor 12 Tahun 19770; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok pemerintah di Darah; 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Jak Pakai Atas Tanah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

8. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Badan Pertanahan Nasional; 9. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal sebagaimana telah diyubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998; 10. Keputusan Presiden Nomor 101Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara; 11. Keputusan Apresiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Kabiner Reformasi Pembangunan; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG IZIN LOKASI. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman midal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. 2. Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh izin untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya dimiliki oleh seorang atau oleh badan hukum yang sama baik secara langsung maupun melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat lamgsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan arau jakannya badan usaha. 4. Penanaman modal adalah usaha menanamkan midal uang menggunakan maupun yang tidak menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-umdang Nomot 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 1960. 5. Hak atas tanah adalah hak atas tanah sebagaimana simaksudkan dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. 6. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

Pasal 2 (1) Setiap Perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin Likasi yntuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (2) Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dakam hal: a. Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inberng) dari para pemegang saham, b. Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yangsudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang, c. Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melajaksanakan usaha industri dalam suatu Kawasan Industri, d. Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana trata ruang kawasan pengembangan tersebut, e. Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan ysaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan, f. Tanah yang diuperlukan untuk melaksanakan trencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tudak lebih datri 10.000 m2 (sepuluh rribu meter persegi ) untuk usaha bukan pertanian, atau g. Tanah yang akan dipergunakan untuk melakjsanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunai oleh perusahaan uyang bersangkutan, dengan kertentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi uang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yuang berlaku diperuntukkan bagi penggynaan yang sesuuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan. (3) Dalam hal sebagimana dimaksud pada ayat (2) perusahaan uang bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang bersangkutan kepada Kantor Petanahan. BAB II TANAH DAPAT DITUNUK DENGAN IOZIN LOKASI Pasal 3 Tanah yang dapat ditunuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana pemaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut persetujuan penanaman modal yang dipunyainya. Pasal 4 (1) Izin Lokasi dapat diberikan dipada perusahaan yang sudah mendapat perserujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguyasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusayhaan-

perusahaan lain yang merupakan saru group perusahaan dengannya tidak lebih dari luasan sebagai berikut: a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan permukiman: 1) Kawasan perumahan permukiman:1 propinsi : 400 Ha Seluruh Indonesia: 4.000 Ha 2) Kawasan resort perhotelan : 1 Propinsi: 200 Ha Seluruh Indonesia: 4.000 Ha b. Untuk usaha Kawasan Industri : 1 propinsi : 400 Ha Seluruh Indonesia: 4.000Ha c. Untuk usaha perkebunan yang diysahakan dlam bentuk perkebunan besar dengan diberikan Hak Guna Usaha : 1) Komoditas tebu : 1 propinsi : 60.000 Ha Seluruh Indonesia : 150.000 Ha 2) Komoditas lainya : 1 propinsi : 20.000 Ha Seluruh Indonesia : 100.000 Ha d. Untuk usaha Tambak : 1) Di Pulau Jawa : 1 propinsi : 100 Ha Seluruh Indonesia : 1.000 Ha 2) Di luar Pulau Jawa : 1 propinsi : 200 Ha Seluruh Indonesia : 2.000 Ha (2) Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat 1 Irian Jaya maksimum luas pemguasaan tanah adalah dua kali maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propimsi di luar jawa sebagaim,ana dimaksud pada ayat (1). (3) Untuk keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi perusahaan pemohan wajib menyampaikan pernyartaan tertulis mengenai luas rtanah yang sudah diukuasai olehnya dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan sartu group dengannya. (4) Ketentuan di dalam Pasal ini tidak berlakunya untuk: a. Badan usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besat sahamnya dimiliki oleh Negara,baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah; c. Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangka go Public. BAB III JANGKA WAKTU IZIN LOKASI Pasal 5 (1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut: a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha :1 (satu) tahun; b. Izin Lokasi seluas lebih daru 25 Ha s/d 50 Ha :2 (dua) tahun; c. Izin Lokasi seluas lebih daru 50 Ha : 3 (tiga) tahun.

(2) Perolehab trabah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi. (3) Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalan jangka waktu Izin Likasi, termasuk peranjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolkehan tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut: a. Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penuesuaian mengenai luas pembangunan, dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang; b. Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain uang memenuhi syarat. BAB IV TATA CARA PEMBRIAN IZIN LOKASI Pasal 6 (1) Izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah. (2) Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya. (3) Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan. (4) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon. (5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi empat aspek sebagai berikut : a. Penyebarluasan informasi mengenai rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut. b. Pemberian kesempatan kepada pemegang hak atas tanah uintuk memperoleh penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemui; c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial dan lingkungan yang diperlukan. d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi. Pasal 7 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(2) Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pemberian Izin Lokasi dilaksanakan menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan penyesuaian seperlunya dengan ketentuan dalam peraturan ini. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI Pasal 8 (1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin Lokasi dari hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli, pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui, termasuk kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat), dan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain. (3) Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas tanah yang belulm dibebaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menutup atau mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan menjaga serta melindungi kepentingan umum. (4) Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya. Pasal 9 Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilakisanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah tersebut. BAB VI KETUAN PENUTUP Pasal 10 Izin Lokasi yang sudah dikeluarkan sebelulm berlakunya peraturan ini setiap berlaku sampai jangka waktunya habis, dengan ketentuan bahwa apabila Izin Lokasi tersebut menunjuk areal yang melebihi luas tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka Izin Lokasi itu hanya dapat dilaksanakan sesudah berlakunya peraturan ini untuk luas areal yang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 tersebut.

Pasal 11 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 10 Februari 1999 MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Ttd. HASAN BASRI DURIN

MENTERI NEGARA AGRARIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Nomor : 110 424 Kepada Yth. Lampiran : Penyampaian Peraturan 1. Gubernur Kepala Daerah Menteri Negara Agraria/ Khusus Ibu Kota Jakarta; Kepala Badana Pertanahan 2. Para Bupati/Kodya; Nasional Nomor 2 Tahun 3. Para Kepala Kantor Wilayah 1999 tentang Izin Lokasi. Badan Pertanahan Nasional Propinsi 4. Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Di Seluruh Indonesia Jakarta, 10 Pebruari 1999 Bersama ini disampaikan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, untuk dilaksanakan, dengan penjhelasan sebagai berikut : 1. Umum Peraturan ini memuat ketentuan-ketntuan umum mengenai Izin Lokasi,antara lain yang menyangkut pengertian Izin Lokasi, isi Izin Lokasi, kapan Izin Lokasi diperlukan,hak dan kewajiban pemegang Izin Lokasi, dan hak serta perlindungan pihak-pihak uang mempunyai kepentingan atas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi,terutama para pemegang hak atas tanah.peraturan ini dianggap perlu dikeluarkan mengingat perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini terutama diperlukannya dukungan untuk memperlancar usaha menlanjutkan rencana-rencana penanaman modal yang terhenti karena kekurangan modal akibat krisis ekonomi dan keperluan akan terciptanya koordinasi yang lebih baik dalam pemberitan Izin Lokasi dengan pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah. Di samping itu peraturan ini juga dimaksudkan untuk mengakhiri kesalahan persepsi yang terjadi selama ini mengenai Izin Lokasi sehingga merugikana para pemilik tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi. 2. Mengenai Persyaratan dipunyainya Izin Lokasi Sebagaimana diketahui Izin Lokasi merupakan persyaratan yang perlu dipenuhi dalam hal suatu perusahaan akan memperoleh tanah dalam rangka penanaman modal. Maksud persyaratan ini dalah untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan-perusahaan dalam memperoleh tanah mengingat penguasaan tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat banyak dan penggunaan tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan dengan kemampuan fisik tanah itu sendiri. Dalam perkembangannya ketentuan tersebut telah diperluas sehingga untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan penanaman modal atau dengan maksud Izin Lokasi di atas juga disyaratkan adanya Izin Lokasi. Sehubungan dengan itu dianggap perlu untuk menegaskan fungsi Izin Lokasi dengan antara lain menetapkan bahwa Izin Lokasi tersebut hanya dipersyaratkan dalam rangka penanaman mokdal (Pasal 2 ayat (1) dan sekaligus menetapkan dalam hal apa Izin Lokasi itu tidak diperlukan atau dianggap

sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan karena maksud Izin Lokasi itu sebenarnya sudah terpenuhi (Pasal 2 ayat (2). 3. Mengenai luas tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi. Pada umumnya diusahakana agar tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi modal, agar penanaman modal tersebut dapat dilaksanakan sesuai rencana. Namun demikian perlu dipertimbangkan aspek penguasaan tanah di areal yang bersangkutan serta keadaan penggunaannya. Dalam hal tidak memungkinkan diperoleh tanah seluas yang disebutkan dalam persetujuan penanaman modal Izin Lokasi dapat menentukan luasan yang lebih kecil. Di samping itu Izin Lokasi perlu memperhatikan kebijaksanaan Pemerintah mengenai maksimum luas tanah yang boleh dikuasai oleh Perusahaan. Sementara belum ditetapkan luas maksimum tersebut dengan Peraturan Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 56/Prp.Tahun 1960, maka pelaksanaan kebijaksanaan tersebut dapat dilakukan melalui pembatasan luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 4. Untuk keperluan itu pemohon Izin Lokasi diwajibkan menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas penguasaan tanah itu mengenai juga perusahan lain yang merupakan satu group dengan perusahan pemohon, maka pernyataan itu juga harus mengenai penguasaan tanah oleh perusahaan lain yang satu group dengan pemohon. 4. Mengenai status tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi. Walaupun sudah dijelaskan dalam beberapa ketentuan, namun masih saja terdapat persepsi yang salah mengenai Izin Lokasi, yaitu bahwa dengan ditunjuknya bidang tanah tertentu dalam Izin Lokasi, maka pemegang Izin Lokasi sudah memperoleh hak atas tanah yang bersangkutan. Akibatnya di beberapa tempat pemegang hak atas tanah tidak dapat lagi menggunakan tanahnya, tidak dapat lagi mengalihkan tanahnya kepada orang lain yang memenuhi syarat sebagai penerima pengalihan, bahkan tidak dapat memperoleh tanda bukti hak atas tanah (sertifikat) yang seharusnya menjadi haknya. Penegasan bahwa sebelum tanah dibebaskan pemegang Izin Lokasi para pemegang hak masih tetap mempunyai semua kewenangan yang diberikan oleh hak atas tanah yang dipunyainya dicantumkan dalam Pasal 8 ayat (2). Dengan penegasan ini kiranya para pejabat pelaksana harus menyadari adanya kewajiban jabatan untuk melayani para pemegang hak sesuai dengan hak dan kewenangan yan dipunyainya berdasarkan hak atas tanah tersebut, misalnya memberikan tanda bukti hak kepada pemegang hak atas tanah yang memenuhi syarat. Sebagai konsekwensinya adalah bahwa penolakan oleh pejabat pelaksana untuk memberikan pelayanan berkaitan dengan kewenangan pemegang hak atas tanah di atas tersebut, tidak dapat dianggap sebagai keputusan yang diambil dalam jabatannya melainkan merupakan keputusan pribadi dan menjadi tanggung jawab pribadi pula dari pejabat yang bersangkutan. 5. Mengenai Isi Izin Lokasi. Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah yang ditunjuk di dalamnya dari semua hubungan hukum yang ada antara tanah tersebut dengan pihak lain dengan cara-cara sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya dengan membeli tanah tersebut dari pemiliknya atau memberi ganti kerugian sehingga pemiliknya hak mau melepaskan haknya dan dengan demikian pemegang Izin Lokasi dapat minta hak atas tanah tersebut dari Negara (Pasal 8 ayat (1). Pemegang Izin Lokasi sebelum tanah tersebut dibebaskannya.

6. Mengenai Penerbitan Izin Lokasi Izin Lokasi pada dasarnya merupakan pelaksanan dari aspek pertanahan Rencana Tata Ruang Wilayah. Sampai sekarang terdapat perbedaan pendapat mengenai instansi yang bertanggung jawab mengenai proses penerbitan Izin Lokasi ini. Dalam peraturan ini ditentukan bahwa Izin Lokasi itu ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan persiapan administrasi dan bahan pertimbangan dilakukan oleh instansi pertanahan, yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Namun demikian segala sesuatunya perlu diputuskan dalam rapat koordinasi antar instansi-instansi terkait yang dipimpin oleh Kepala Wilayah. Persiapannya dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, karena bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia di Kantor Pertanahan, baik yang menyangkut penguasaan tanah maupun penggunaannya. Dengan cara ini diharapkan koordinasi mengenai penerbitan Izin Lokasi dapat dilaksanakan oleh Kepala Wilayah dengan baik sehingga maksud Izin Lokasi dapat tercapai. 7. Mengenai partisipasi masyarakat dalam penerbitan Izin Lokasi. Maupun Izin Lokasi tidak memberi hak apapun kepada pemegangnya atas tanah yang ditunjuk, namun untuk memperoleh pegangan dalam pelaksanaannya diperlukan partisipasi dari masyarakat yang bersangkutan dalam proses penerbitannya. Oleh karena itu ditentukan dalam Pasal 6 ayat (4) bahwa sebelum Izin Lokasi dikeluarkan perlu diadakan konsultasi dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang akan ditunjuk dalam Izin Lokasi. Maksud dan isi konsultasi ini dirinci dalam Pasal 6 ayat (5). Demikian untuk dilaksanakan dan atas kerjasama dan perhatian Saudara diucapkan terima kasih. MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL ttd HASAN BASRI DURIN Tembusan : Disampaikan kepada Yth. 1. Menteri Negara Koordinator Bidang EKUIN 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Pertanian; 4. Menteri Kehutanan dan Perkebunan; 5. Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 6. Menteri Pariwisata Seni dan Budaya; 7. Menteri Negara Sekretaris Negara; 8. Menteri Negara Perumahan dan Permukiman; 9. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS; 10.Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia;