P 39 KEYAKINAN GURU TERHADAP MATEMATIKA DAN PROFESI

dokumen-dokumen yang mirip
Review KEYAKINAN DAN KONSEPSI GURU: SUATU SINTESIS DARI BERBAGAI PENELITIAN Alba G. Thompson San Diego University Oleh: Endang Mulyana

I. PENDAHULUAN. pembukaan Undang-undang Dasar Melalui pendidikan, kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini pesatnya kemajuan teknologi informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak sampai dengan orang

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan satu jenis karya sastra yang berbentuk fiksi maupun

PROSIDING ISBN :

P - 64 KEMAMPUAN SPASIAL SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DENGAN MEDIA GEOGEBRA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Melalui pendidikan, sikap, kepribadian dan keterampilan manusia akan dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

1. BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang senantiasa hadir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. karakter dari dinamika di abad ke-21 yang merupakan abad informasi. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam dunia pendidikan, diajarkan mulai dari sekolah dasar

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

TEAM TEACHING: SEBUAH STRATEGI UNTUK MEMBANGUN LEARNING COMMUNITY

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

P 39 KEYAKINAN GURU TERHADAP MATEMATIKA DAN PROFESI Pivi Alpia Podomi 1, Ginanjar Abdurrahman 2, Yandri Soeyono 3 1,2,3 Universitas Negeri Yogyakarta 1 gapilpenghab@gmail.com, 2 gigin_mipa06@yahoo.com, 3 ri_yand@yahoo.com Abstrak Penempatan posisi sebagai seorang guru sering menjadi polemik bagi dirinya sendiri atau bagi lingkungan sekitarnya di saat dirinya seringkali belum siap untuk berada di dalam kelas atau berada di tengah lingkungan sekolah. Seorang guru mangharuskan dirinya untuk membuat sebuah keyakinan tentang apa yang sedang dia jalani. Terlebih seorang guru pada pelajaran matematika yag sudah manjadi image masyarakat banyak bukan hanya dilihat dari pelajaran yang diajarkan tapi orang yang mengajarkan seperti sebuah kolaborasi yang saling berkaitan dan momok bagi anak didiknya. Dalam hal ini sekolah dan guru memegang peranan penting dalam menyampaikan setiap materi sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah berdasarkan kurikulum yang berlaku di setiap jenjang pendidikan Kata kunci: Keyakinan, Sekolah, Guru dan Matematika PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang guru diharapkan memiliki keyakinan bahwa mengajar adalah profesi terpenting di dunia. Guru yang sukses mengetahui alasan mereka ingin mengajar. Mereka meneliti motif mereka secara hati-hati, dan mereka memahami, alasan mereka pada awalnya tidak yakin untuk memilih mengajar sebagai profesi. Seseorang yang terjun di dunia mengajar ternyata diperhadapkan dengan masalahmasalah yang sering menjadi problematika buat dirinya di saat ternyata apa yang menjadi alasan di atas tidak sesuai atau sejalan dengan kenyataan yang terjadi bahkan lebih kompleks dari itu. Guru bukanlah profesi yang mudah untuk dijalani. Matematika sering menjadi masalah untuk anak-anak di sekolah, bukan hanya pada pelajarannya tapi siapa yang mengajarkan. Seorang guru, di depan kelas, di sekolah dan di Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa" pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

masyarakat adalah suatu pribadi yang bukan sembarang pribadi. Sebuah dilematika terutama untuk para guru yang baru mengalami profesi ini kadang menjadikan dirinya bertanya pada diri sendiri tentang apakah sudah yakin dengan profesi yang sedang dijalani. Keyakinan guru dalam menilai kemampuannya sendiri dalam membantu para siswa sukses, menurut Jeanne Ellis Ormrod (2008: 27) disebut sebagai self efficacy guru. Ketika guru memiliki self efficacy yang tinggi mengenai keefektifan mereka di kelas, mereka mempengaruhi prestasi-prestasi siswa dalam beberapa hal (Jeanne Ellis Ormrod, 2008:28): 1. Guru lebih bersedia mencoba strategi-strategi mengajar yang baru yang membantu siswa belajar secara lebih baik. 2. Guru memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan performa para siswa, dan karena itu menetapkan standar performa yang lebih tinggi pula. 3. Guru menyerahkan usaha yang lebih besar dalam pengajaran mereka dan lebih gigih (persistent) membantu siswa belajar. Dengan demikian, self efficacy guru memengaruhi pilihan kegiatan, tujuan, usaha dan persistensi mereka. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana keyakinan guru terhadap perubahan paradigma pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana keyakinan guru terhadap kesiapan mengajar matematika dan efeknya terhadap siswa? C. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh dan proses keyakinan guru terhadap profesi yang dijalani. 2. Mengetahui pengaruh keyakinan guru terhadap kemampuan matematika siswa dan sekolah. D. Manfaat 1. Dengan adanya keyakinan guru terhadap profesinya, diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan terhadap dirinya dan profesi yang dijalani. 2. Dengan adanya keyakinan guru terhadap matematika, diharapkan dia dapat mengajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Yogyakarta, 10 November 2012 MP -362

3. Dengan adanya keyakinan guru terhadap matematika dan profesi dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa dan sekolah. PEMBAHASAN Sejarah perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, dan tahun 2006 yang kita kenal dengan KTSP terdapat perubahan paradigma pendidikan yang bersesuaian dengan perubahan paradigma pendidikan secara universal. Proses pembelajaran yang awalnya hanya sebatas transfer pengetahuan dari guru ke siswa (teacher centered) berubah paradigma menjadi berpusat pada siswa (student centered). Dalam konstitusi kita telah diatur standar-standar yang kita kenal dengan nama Standar Nasional Pendidikan, yang tertuang dalam PP no. 19 tahun 2005. Termasuk di dalamnya adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan yang tertuang pada Permendiknas no. 22 tahun 2006 dan Permendiknas no. 23 tahun 2006 yang menuntut siswa memiliki kompetensi memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Pada kenyataannya, proses pembelajaran matematika tidak sesuai dengan paradigma baru dan tuntutan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu: pengetahuan guru tentang peraturan pemerintah, keyakinan guru, kompetensi guru, kesejahteraan guru, kemauan guru untuk mengubah budaya negatif. Dalam kajian literatur ini, penulis ingin menelaah lebih lanjut mengenai keyakinan guru terhadap paradigma baru dalam proses pembelajaran matematika dan terhadap kesiapan mengajar matematika dan efeknya terhadap siswa. Dalam Jeanne Ellis Ormrod (2009:27) keyakinan seorang guru terhadap kemampuannya sendiri dalam membantu siswa di dalam proses pembelajaran disebut sebagai self efficacy guru. Guru harus memiliki self efficacy yang tinggi akan kemampuan dalam membantu para siswa sukses. Siswa lebih mungkin meraih level yang tinggi, jika guru memiliki keyakinan dapat membantu siswa menguasai berbagai topik di kelas. Keyakinan guruguru akan kemampuan mereka bisa juga berbentuk self efficacy kolektif, yaitu ketika guru, sebagai kelompok, yakin bahwa mereka bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi prestasi anak didiknya. Hal ini akan berdampak pada para siswa, sehingga siswa Yogyakarta, 10 November 2012 MP -363

pun akan ikut memiliki self efficacy yang tinggi pula untuk membangkitkan motivasi siswa dalam mencapai level kesuksesan yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan self efficacy: 1. Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya. 2. Pesan yang disampaikan orang lain 3. Keberhasilan dan kegagalan orang lain 4. Keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar Ketika guru memiliki self efficacy yang tinggi mengenai keefektifan mereka di kelas, guru mempengaruhi prestasi siswa dalam beberapa hal (Jeanne Ellis Ormrod, 2009:28): Guru lebih bersedia mencoba strategi-strategi mengajar yang baru yang membantu siswa belajar lebih baik Guru memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan performa siswa, dan karena itu menetapkan standar performa yang lebih tinggi pula Guru mengerahkan usaha yang lebih besar dalam pengajaran mereka dan lebih gigih (persistent) membantu siswa belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa self efficacy guru mempengaruhi pilihan kegiatan, tujuan, usaha dan persistensi mereka. Selain masalah keyakinan guru terhadap profesinya, yang mempengaruhi proses pembelajaran di kelas yang berhubungan dengan keyakinan guru adalah keyakinan guru terhadap matematika itu sendiri, baik konsep maupun proses pembelajarannya. Perubahan paradigma pendidikan Indonesia yang dimulai dengan landasan filosofi behaviorisme berubah menjadi konstruktivisme tepatnya sejak kurikulum 2006 KTSP, nampaknya belum merubah paradigma para ujung tombak perubahan pendidikan yaitu guru. Bagaimana hubungan antara keyakinan guru terhadap matematika dengan proses pembelajaran di kelas? Berbagai penelitian dalam pendidikan matematika mengindikasikan bahwa keyakinan guru tentang matematika dan pengajarannya memainkan peranan yang signifikan dalam pembentukan pola karakter guru dalam tingkah laku pembelajaran. Para peneliti melaporkan bermacam tingkat konsistensi antara keyakinan yang dimiliki guru tentang matematika dan praktek pembelajaran yang dilakukannya. Yogyakarta, 10 November 2012 MP -364

Thompson (1984) melaporkan tingkat konsistensi yang tinggi antara keduanya, walaupun hubungan antara konsepsi dan praktek pembelajaran itu begitu kompleks, namun dapat disederhanakan sebagai sebab dan akibat. Dalam makalah yang bersifat teoritis yang didasarkan atas temuan empirik dalam penelitian keyakinan guru, Ernest (1988) mencatat bahwa diantara elemen kunci yang mempengaruhi praktek pengajaran matematika, ada tiga yang perlu dicatat, yaitu: 1. Mental konten atau skema guru, khususnya sistem keyakinan yang terkait dengan kepedulian terhadap matematika, pengajarannya dan pembelajarannya. 2. Hubungan sosial dalam situasi pembelajaran, khususnya hambatan dan peluang yang ada 3. Tingkatan guru dalam proses berpikir dan refleksi. Keyakinan guru terhadap matematika merupakan keyakinan secara sadar yang tertanam dalam lubuk hati mengenai konsep-konsep, makna, aturan-aturan, gambaran mental dan preferensi dalam disiplin ilmu matematika (Thompson, 1992, h.132) dan juga termasuk hal-hal yang dipertimbangkan seorang guru untuk mencapai tujuan yang diinginkannya melalui program matematika, perannya dalam pembelajaran, peranan siswa, perkiraan aktivititas di dalam kelas, pendekatan dan penekanan pembelajaran yang diinginkan, prosedur matematika yang legitimate dan hasil yang dapat diterima dalam pembelajaran matematika. Menurut Ernest (1988) keyakinan guru tentang matematika dapat dibedakan ke dalam tiga pandangan, yaitu: (1) Pandangan problem solving, memandang matematika sebagai sesuatu yang dinamik, yaitu ruang penciptaan dan penemuan manusia yang berkembang secara terus menerus di mana pola-pola dimunculkan dan kemudian disaring menjadi pengetahuan. (2) Pandangan Platonis, memandang matematika sebagai sesuatu yang statik tetapi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang terpadu, bidang tentang struktur dan kebenaran yang saling terkait dengan kuat, satu sama lain terikat oleh logika dan makna. Matematika adalah ditemukan, bukan diciptakan, dan (3) Pandangan Instrumentalis, memandang matematika seperti sejumlah peralatan yang terbuat dari himpunan-himpunan fakta, aturan, dan keterampilan; untuk digunakan dengan cekatan oleh pekerja tangan yang terlatih dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan. Yogyakarta, 10 November 2012 MP -365

Menurut Kuhs dan Ball (1986) berdasarkan atas pandangan guru terhadap matematika, terdapat 4 model utama dalam pengajaran matematika, yaitu: (1) Berpusat pada siswa, mengarahkan siswa agar aktif terlibat melaksanakan tugastugas matematika dalam mengeksplorasi dan memformulasi gagasan-gagasan. Pada model ini guru berperan sebagai fasilitator dan stimulator siswa dalam belajar, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik dan menciptakan situasi untuk melakukan eksplorasi, menantang siswa untuk berpikir, dan membantu mereka dalam mengembangkan cara berpikirnya. (2) Berpusat pada materi dengan menekankan pemahaman konsep, merupakan ciri (label) dari pandangan Platonis. Menurut Kuhs dan Ball model ini dicirikan dengan pembelajaran yang membuat materi sebagai fokus dari aktivitas kelas yang menekankan pemahaman siswa terhadap ide-ide dan proses. Model pembelajaran ini selaras dengan teori pembelajaran bermakna yang dikemukakan Brownell (1935) yang menekankan pemahaman siswa terhadap relasi yang logis diantara ide-ide matematika, konsep-konsep, dan prosedur matematika yang didasari logika. (3) Berpusat pada materi dengan menekankan performance. Model ini selaras dengan pandangan instrumentalis yang mempunyai asumsi antara lain sebagai berikut: a. Aturan merupakan fondasi dari bangunan pengetahuan matematika dan semua tingkah laku matematika adalah mengikuti aturan; b. Pengetahuan matematika diperuntukkan dapat memperoleh jawaban menyelesaikan masalah adalah menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari; c. Prosedur komputasi secara otomatis merupakan suatu keharusan; d. Tidak perlu memahami hal-hal yang menjadi sumber maupun alasan mengapa siswa gagal; e. di sekolah, mengetahui matematika diartikan sebagai dapat mendemonstrasikan penguasaan keterampilan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. (4) Berpusat pada kelas, memandang bahwa aktivitas kelas mesti terstruktur dengan baik dan mengorganisasi tingkah laku (tindakan) guru secara efisien. Menurut pandangan ini, guru efektif adalah a. Guru terampil menjelaskan, b. Memberikan tugas-tugas, c. Memantau siswa bekerja, Yogyakarta, 10 November 2012 MP -366

d. Memberikan umpan balik pada siswa, e. Mengelola lingkungan kelas, melakukan pencegahan atau menghilangkan gangguan yang menghambat jalannnya aktivitas yang direncanakan. f. Siswa berperan mendengarkan dengan penuh perhatian dan bekerjasama mengikuti apa yang diarahkan oleh guru; seperti menjawab pertanyaanpertanyaan, dan melengkapi tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil penelitian Thompson (1984), hubungan sebab-akibat antara keyakinan guru terhadap proses pembelajaran memiliki pengaruh yang kuat. Contoh Lynn yang pandangannya mewakili instrumentalis, dalam pembelajarannya lebih menekankan kepada mendemonstrasikan aturan dan prosedur. Jeane yang memandang matematika sebagai subyek yang koheren, memuat topik-topik yang saling berelasi secara logis. Ia menekankan kepada pemaknaan konsep dan prosedur matematika yang logis. Sedangkan Kay yang berpandangan problem solving, menekankan aktivitas siswa dalam proses menyusun matematika. Relasi yang kuat antara pengetahuan guru pemula dengan pembelajarannya dilaporkan Steinberg (1985). Joe guru pemula seorang doktor matematika. Pengajarannya berorientasi konseptual, menekankan pertanyaan mengapa tentang prosedur matematika dan menyediakan masalah untuk dipecahkan siswa menurut caranya sendiri. Ia sangat setuju para siswa menurunkan algoritma sendiri dalam mengerjakan persoalan dan kemudian mendiskusikan mengapa melakukan atau tidak melakukan hal itu. Secara kontras, Laura yang memiliki pengetahuan matematika yang sempit dan seorang instrumentalis, menekankan keterampilan prosedur dan kurang menyetujui jika siswa menggunakan algoritma yang tidak ada dalam buku. Bagaimana dengan pembelajaran di Indonesia? Indonesia tidak lagi berbicara tentang teori pendidikan atau berdiskusi tentang model pembelajaran mana yang akan dianut oleh kurikulumnya. Sudah dilaksanakan dalam tataran yuridis bahwa kurikulum pendidikan matematika di Indonesia difokuskan pada pembelajaran berbasis pemecahan masalah melalui pendekatan pembelajaran kontekstual. Perubahan paradigma pada tataran yuridis dan kurikulum, nampaknya belum menjamah para guru di Indonesia. Sebagian besar guru di Indonesia masih memiliki pandangan Platonis ataupun pandangan instrumental dalam keyakinannya terhadap matematika dan pembelajaran matematika. Tentunya, karena keyakinan yang dimiliki para guru tersebut akan berakibat pada proses pembelajaran yang dilakukan. Kenyamanan Yogyakarta, 10 November 2012 MP -367

dengan paradigma lama dan sulitnya menerima perubahan positif yang baru berakibat sulitnya mensukseskan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Bahkan, selain kurangnya sosialisasi paradigma baru terhadap para guru, masih terdapat beberapa masalah yang terdeteksi sebagai penyebab masih sulitnya aplikasi dari perubahan paradigma ini, yaitu Ujian Nasional yang menjadi patokan kelulusan siswa dan indikator penilaian sekolah, masih berorientasi pada kemampuan kognitif siswa terhadap konsep matematika (25% soal pemecahan masalah). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Dengan keyakinan guru terhadap matematika dan profesi, dapat membuat dirinya lebih yakin dengan profesi sedang dan yang akan dia jalani. 2. Dengan keyakinan guru terhadap matematika dan profesi, dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. B. Saran 1. Makalah ini dapat di jadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya di Indonesia, baik self efifacy guru sekaligus meningkatkan self efficacy siswa. 2. Makalah ini diharapkan dapat membuat kita sebagai calon guru dan guru khususnya dalam bidang matematika, untuk lebih yakin dengan profesi yang sedang dan akan kita jalani. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2006. Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 22 Tahun 2006. Jakarta. Ormrod M, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Parkey, Forest w. 2011. Menjadi Seorang Guru Jilid 1. Jakarta: Indeks. Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik Jilid 1. Jakarta: Indeks Yogyakarta, 10 November 2012 MP -368