BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

KODE REKENING PENDAPATAN PROVINSI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 8 TAHUN TENTANG PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014

NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar pendapatan daerah dapat dipungut lebih intensif, dimana pada hakekatnya pengelolaan keuangan daerah berkaitan erat dengan pelaksanaan desentralisasi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Dalam rangka desentralisasi dibentuk daerah-daerah otonomi dengan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah, terutama dalam hal pelayanan pada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan daerah. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Ibnu Syamsi (2003 : 202) adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan dan diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan-kegiatan daerah. Jadi semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah, maka semakin tinggi kualitas ekonominya. Pendapatan Asli Daerah diharapkan secara terus menerus dapat meningkatkan secara riil. 8

9 2.1.2 Unsur-Unsur Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sesuai UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyatakan bahwa pendapatan daerah bersumber : 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah bersumber dari : a. Pajak daerah b. Retribusi Daerah, yang didalamnya terdapat penerimaan dari Retribusi Parkir c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah, yang termasuk dalam lain-lain PAD yang sah meliputi : 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2) Jasa giro 3) Pendapatan bunga 4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. 2. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas : a. Dana bagi hasil, bersumber dari : 1) Pajak, terdiri dari :

10 a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b) Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21 2) Sumber daya alam, terdiri atas : a) Kehutanan b) Pertambangan umum c) Perikanan d) Pertambangan minyak bumi e) Pertambangan gas bumi f) Pertambangan panas bumi b. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan Keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Dimana celah fiskal adalah kebutuhan fiskal (merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum) dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah (merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil) dan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

11 Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domesik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. c. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian negara atau departemen teknis. 3. Lain-lain pendapatan, terdiri atas : a. Pendapatan hibah Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. b. Pendapatan Dana Darurat Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas.

12 c. Pembiayaan Pembiayaan bersumber dari : 1) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah. 2) Penerimaan pinjaman daerah. 3) Dana cadangan daerah. 4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2.1.3. Retribusi Daerah Sebelum menjelaskan pengertian tentang retribusi daerah, di bawah ini dijelaskan terlebih dahulu tentang retribusi. Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran pemakaian atau karena jasa yang diberikan oleh daerah (Bachrul Elmi, dikutip oleh Halim, 2000 : 52). Retribusi adalah pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus diberikan atau disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Suparmoko, 2002 : 85). Menurut Undang-undang no 34 Tahun 2000 retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus yang disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Marihot P. Siahaan, 2001 : 6). Pengertian retribusi daerah menurut Mardiasmo (2002 : 100) adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah menjelaskan terdiri atas tiga jenis retribusi, yatiu: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

13 1. Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriteriakriteria sebagai berikut: a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfatan umum. d. Jasa terebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. f. Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial dan, g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: a. Retribusi pelayanan kesehatan. b. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte cacatan sipil. d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. e. Retribusi parkir ditepi jalan umum. f. Retribusi pasar.

14 g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor. h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. i. Retribusi biaya cetak peta. j. Retribusi pengujian kapal perikanan. 2. Retribusi Jasa Usaha Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan kriterikreteria: a. Retribusi jasa usaha yang bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis retribusi Jasa Usaha adalah: a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah. b. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan. c. Retribusi tempat pelelangan. d. Retribusi terminal. e. Retribusi tempat khusus parker. f. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa. g. Retribusi penyedotan kakus. h. Retribusi rumah potong hewan. i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal. j. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga.

15 k. Retribusi penyeberangan di atas air. l. Retribusi pengolahan limbah cair. m. Retribusi penjualan produksi daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria: a. Perizinan tersebut tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi. b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan. Jenis retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. b. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. c. Retribusi Izin Trayek. 4. Retribusi Parkir Sebelum membahas lebih lanjut mengenai retribusi parkir, terlebih dahulu penulis memberikan beberapa defenisi dari beberapa sumber mengenai tentang parkir. Dalam Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Tingkat II Jepara Nomor 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Parkir ditepi Jalan Umum dikatakan bahwa parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara.

16 Definisi lain tantang parkir terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia, bahwa parkir adalah menghentikan kendaran bermotor untuk beberapa saat lamanya. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa parkir adalah memberhentikan kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan. Dari uraian terdahulu jika digabung, pemungutan retribusi parkir di sini adalah keseluruhan aktifitas untuk menarik atau memungut retribusi parkir sesuai dengan yang digariskan dalam rangka usaha untuk memperoleh pemasukan balas jasa dari sarana atau fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah kota Jepara. Adapun umumnya subjek dari retribusi parkir adalah pemakaian jasa atau masyarakat yang memarkir kendaraan dipinggir jalan umum atau tempat-tempat khusus misalnya pusat pertokoan dan pusat pembelanjaan. Sedangkan objek dari retribusi parkir adalah pelayanan penyediaan parkir ditepi jalan umum. Selanjutnya untuk menjamin kelancaran jalannya pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dalam memenuhi anggaran daerah, maka yang ditunjuk instansi yang membantu pemerintah kota Jepara dalam hal pengelolaan, pungutan dan pengawasan retribusi parkir tepi jalan umum tersebut dalam hal ini UPTD parkir Kabupaten Jepara hal ini berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Jepara Nomor 9 tahun 2010. 2.2. Penelitian Terdahulu Beberapa referensi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberpa peneliti dapat ditunjukkan pada Tabel 2.1.

17 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Variabel Analisis Hasil Studi Pemanfaatan Parkir Umum Dan Parkir Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Perparkiran Di Kota Semarang (Nancy 2003) Rosma Rini, - Parkir Umum - Analisis - Parkir Khusus Perbandingan - Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Analisis Retribusi Pasar - Retribusi Pasar Dan Retribusi Parkir - Retribusi Parkir Terhadap Pendapatan - Pendapatan Asli Asli Daerah (PAD) Daerah (PAD) Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Kota Waringin Timur Kalimantan Tengah (Rita Novianti Sutikno, 2007) Analisis Kontribusi - Pajak Parkir Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang (Nariana, 2012) - Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Diketahui penggunaan dan pengelolaan parkir yang lebih, berpotensial dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang. Tahun 2003 pendapatan yang dapat dihasilkan dari penggunaan dan pengelolaan parkir umum dan parkir khusus di Kota Semarang mampu memberikan kontribusi Rp.3.017.364.828. - Analisis - Perkembangan penerimaan Pertumbuhan retribusi pasar, parkir dan - Analisis PAD cenderung menurun. Kontribusi - Kontribusi retribusi pasar dan - Analisis retribusi parkir terhadap PAD Efisiensi dan fluktuasi. Efektivitas. - Penerimaan retribusi pasar memiliki tingkat efisien yang cukup, penerimaan retribusi parkir sesudah otonomi daerah memiliki tingkat efisien cukup. Pada tingkat efektivitas retribusi pasar dan retribusi parkir memiliki grade yang efektif (> 100%). - Kontribusi - Regresi sederhana - Kontribusi retribusi parkir terhadap PAD tahun 2007 sebesar 0,11%, tahun 2008 sebesar 0,14%, tahun 2009 sebesar 0,15%, tahun 2010 sebesar 0,14%, tahun 2011 sebesar 0,20%. - Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kontribusi pajak parkir berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Sumber : Nancy Rosma Rini (2003), Rita Novianti Sutikno (2007), dan Nariana, (2012)

18 2.3. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kontribusi Penerimaan Retribusi Parkir Terhadap Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jepara Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Realisasi Retribusi Parkir Analisis Kontribusi Sumber : Konsep penelitian yang dikembangkan, 2013. Gambar tersebut menggambarkan kerangka pemikiran berkaitan dengan besarnya kontribusi retribusi parkir yang disumbangkan untuk Pandapatan Asli Daerah di Kabupaten Jepara. Retribusi parkir merupakan salah satu sumber yang dapat memberikan nilai tambah pada PAD. Untuk besar dan kecilnya retribusi parkir juga sangat diperhitungkan karena dana yang terealisasi dalam PAD tersebut sangat berguna untuk pembangunan daerah Kabupaten Jepara.