PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi demi perkembangan dan pertumbuhannya. kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perda No. 12 / 2002 Tentang Penanggulangan Tuna Susila di Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

Institute for Criminal Justice Reform

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN ) Oleh:

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dibidang hukum. Hal ini seiring degan amanat Undang-undang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Transkripsi:

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA IDUN MOKODOMPIT Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Abstrak Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul pada anak di Polsek Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, dan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang langkah-langkah apa yang ditempuh oleh POLRI untuk tindak pidana cabul pada anak di Polres Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul pada anak secara umum sudah menunjukkan perannya dengan maksimal sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat. Selain itu, pihak kepolisian juga dalam menangani kasus tindak pidana khususnya pada kasus tindak pidana cabul tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan sarana dalam menangani setiap kasus yang ada, (2) faktor-faktor apakah yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, antara lain: kesibukan kerja orang tua, kurangnya pengawasan orang tua, peredaran CD porno, kurangnya iman anak, mengedepankan nafsu, dan pengaruh minuman keras, dan (3) langkahlangkah yang ditempuh oleh polri untuk tindak pidana cabul pada anak adalah mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, memberikan perlingdungan kepada saksi dan menjalankan kerja sama dengan masyarakat setempat. Dengan langkahlangkah tersebut diharapkan dapat memaksimalkan kerja kepolisian dalam menangani kasus pencabulan pada anak. Kata Kunci: Peran POLRI dan Tindak Pidana Cabul 1

Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow tingkat pelanggaran asusila atau tindak pidana cabul di bawah umur marak terjadi. Hal ini berdasarkan data yang diperoleh dari Polsek Kecamatan Lolak bahwa kasus pencabulan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir adalah sebanyak 12 kasus pencabulan anak di bawah umur. Hal ini merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh pihak berwajib dalam hal ini pihak kepolisian untuk mengatasi hal tersebut, baik dalam menyelasaikan permasalahan secara hukum maupun melakukan langkah-langkah dalam mengatasi masalah pencabulan di bawah umur. Berdasarkan data di atas, terdapat kecenderungan kasus pencabulan anak di bawah umur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap anak dalam hal pergaulan, kurangnya sosialisasi pihak kepolisian terhadap kasus tindak pidana khususnya tindak pidana cabul. Untuk itu, diperlukan peran serta pihak kepolian dalam menangani kasus pencabulan di bawah umur, agar pihak korban atau masyarakat percaya akan peran kepolisian sebagai pengayom masyarakat dalam menangani kasus tindak pidana cabul anak di bawah umur. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul pada anak di Polsek Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow, untuk mengetahui faktorfaktor yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, dan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang langkah-langkah apa yang ditempuh oleh POLRI untuk tindak pidana cabul pada anak di Polres Kecamatan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow. Menurut Le Polak dalam Prasetyo (2011: 2) mengemukakan bahwa Hukum pidana adalah bagian dari hukum yang paling celaka, sebab ia tidak tahu mengapa ia itu dihukum, dan dengan sia-sia membuktikan bahwa bahwa dirinya dihukum. Ini kedengarannya keras,tetapi kita harus mengatakan itu dan menunjukkan ia tidak mengenal baik dasarnya maupun batasnya, baik tujuannya maupun akurannya. Problem dasar hukum pidana atau sebenarnya satu-satunya 2

problem dasar hukum pidana ialah makna, tujuan serta ukuran dari penderitaan pidana yang patut diterima, dan ini tetap merupakan problem yang tidak terpecahkan. Sedangkan Defenisi hukum pidana menurut para ahli dalam Prasetyo (2011: 22) yaitu: 1. Mezger: Hukum pidana adalah aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 2. Lemaire: Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan dan larangan yang oleh pembentuk undang-undang dikaitkan dengan sanksi berupa pemidanaan, yaitu suatu penderitaan khusus. 3. Pompe: Hukum pidana merupakan keseluruhan peraturan yang bersifat umum yang isinya adalah larangan dan keharusan terhadap pelanggarannya. Negara atau masyarakat hukum mengancam dengan penderitaan khusus berupa pemidanaan, penjatuhan pidana, peraturan itu juga mengatur ketentuan yang memberikan dasar penjatuhan dan penerapan pidana. Menurut Laminating dan Theo (2009: 1) bahwa yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur dalam Bab ke-xiv dari buku ke-ii KUHP, yang di dalam wetboek van strafrecht juga isebut sebagai misdrijven tegen de zeden. Ketentuan pidana dengan sengaja telah dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk memberikan perlingungan bagi orangorang yang dipandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakantindakan asusila atau ontuchte handelingen dan terhadap perilaku-perilaku baik dalam bentuk kata-kata maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang menyinggung rasa susila. Hal ini karena bertentangan dengan padangan orang tentang kepatutan di bidang kehidupan seksual, baik ditinjau dari segi padangan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan seksual mereka. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Moeljnto, 2009: 103) tentang kejatahan terhadap kesusilaan pada pasal 285 yang berbunyi Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan 3

pidana penjara paling lama dua belas tahun. Sedangkan pada pasal 289 menjelaskan bahwa: barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisisan Negara Republik Indonesia: a. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. b. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, dan laboratorium forensic serta psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian. c. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. d. Memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. e. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membina keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan. f. Melindungi dan melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara, sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang. g. Membina ketaatan diri warga masyarakat terhadaphukum dan peraturan perundang-undangan. h. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaranhukum masyarakat. i. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan tehnis terhadap alat-alat kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memilki kewenangan kepolisian terbatas. j. Melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayahindonesia dengan koordinasi instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4

k. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisianinternasional. METODE PENELITIAN Untuk memahami dan mengetahui tentang peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul pada anak dan langkah-langkah apakah yang dilakukan dalam kasus pidana cabul, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomologis. Penggunaan metode dengan pendekatan fenomologis dalam penelitian ini di dasarkan pada pandangan calon peneliti untuk berusaha memahami arti peristiwa yang ada kaitannya dengan orang biasa dalam situasi tertentu (Maleong, 2004: 9).Pengambilan data dilakukan dengan cara obserwasi dan wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisis komponen sial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang kontras. Data ini dicari melalui observasi dan dokumentasi yang terseleksi. Dengan teknik analisis data seperti ini, sejumlah dimensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan. PEMBAHASAN Adapun peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul adalah sebagai berikut: 1. Menangkap pelaku Sebagai penegak hukum, tentunya setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat polisi selalu menunjukkan perannya sebagai pengayom masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran polisi dalam menangani tindak pidana cabul pada anak khususnya dalam menangkap pelaku selalu aktif, hal ini terbukti dengan menangkap pelaku-pelaku yang melakukan cabul pada anak yang terjadi di Kecamatan Lolak semua pelaku sudah ditangkap dan diproses secara hukum. 2. Mencari bukti-bukti 5

Polisi dalam melakukannya perannya sebagai penegak hukum, maka harus selektif. Artinya bahwa sebelum menangkap pelaku tindak pidana cabul polisi sebelum menangkap pelaku harus mencari bukti-bukti kuat untuk menangkap pelaku. Hal ini dilakukan agar polisi tidak semena-mena menangkap pelaku tanpa ada bukti yang kuat. 3. Menyelesaikan secara hukum Setelah mendapatkan bukti yang kuat dan menangkap polisi, maka peran polisi selanjutnya adalah menyelesaikan kasus tersebut secara hukum. Penyelesaian hukum tersebut menyerahkan kasus kepada pengadilan dan mengawal kasus tersebut sampai tuntas. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan pihak kepolisian, bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, sebagai berikut. 1. Kesibukan kerja orang tua Kesibukan orang tua adakalanya memberikan ruang gerak anak untuk bebas bergaul. Dengan kebebasan bergaul, maka waktu anak untuk pulang di rumah tidak terkontrol, sehingga menimbulkan niat-niat pelaku untuk melakukan tindak pidana cabul. 2. Kurangnya pengawasan orang tua Pada dasarnya pengawasan orang tua dalam keluarga sangat penting, karena dengan pengawasan yang teratur maka aktivitas anak di dalam rumah maupun di luar dapat di ketahui. Jika pengawasan orang tua kurang, maka anak aka bebas bergaul dengan teman-teman lain sehingga kejadian yang tidak diinginkan aklan terjadi seperti pemerkosaan. 3. Peredaran CD porno Dengan maraknya peredaran CD porno yang beredar di masyarakat tentunya berdampak pada niat buruk pelaku untuk melakukan perbuatan cabul pada anak. Banyak kasus pencablan pada anak di sebabkan oleh video porna. 4. Kurangnya iman anak 6

Iman merupakan kunci utama dalam meredam niat jahat seseorang. Jika imannya lemah, maka niat jahat yang setiap orang akan muncul. Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan tindaka pidana cabul. 5. Pengaruh minuman keras Minuman keras selalu memberikan dampak negatif pada setiap orang. Orang yang tidak berpikiran jahat akan berubah pikirnnya untuk berbuat jahat setelah mengkonsumsi minumn keras. Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan tindak pidana khusunya pada pecabulan anak. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh oleh pihak kepolisian Kecamatan Lolak, antara lain: 1. Mengumpulkan bukti-bukti yang kuat Langkah awal yang dilakukan oleh ihak kepolisn dalam menangani tindak pidana cabul adalah dengan mengumpulkan bukti-bukti kuat. Hal ini dilakukan agar setiap kasus yang ditangani pihak kepolisian tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Dengan bukti-bkti yang kuat, maka setiap kasus yang ada di masyarakat khususnya tindak pidana cabul dapat diatasi. 2. Memberikan perlindungan kepada saksi Biasanya dalam menangani kasus, pihak kepolisian selalu terbengkalai dengan saksi. Adakalanya masyarakat tidak mau memberikan kesaksian terhadap kasus yang dilihatnya, hal ini dikarenakan saksi takut akan ancaman dari pelaku. Olehnya itu, pihak kepolisian selalu memberikan perlindungan kepada saksi dalam setiap kasus khususnya tindak pidana cabul pada anak. 3. Menjalankan kerja sama dengan masyarakat setempat Un tuk menghindari kasus pencabulan pada anak, maka langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus pencabulan adalah dengan cara melakukan kerja sama denan masyarakat setempat. Hal ini dilakukan agar aktivitas masyarakat dapat diketahui oleh pihak kepolisian sehingga setiap tindakan ketahan yang akan terjadi atau dilakukan oleh masyarakat dapat diketahui. Dengan demikian, maka tindakan-tindakan yang melanggar hukum dapat dihindari. 7

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Peran POLRI dalam menangani tindak pidana cabul pada anak secara umum sudah menunjukkan perannya dengan maksimal sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat. Selain itu, pihak kepolisian juga dalam menangani kasus tindak pidana khususnya pada kasus tindak pidana cabul tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan sarana dalam menangani setiap kasus yang ada. 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan tindak pidana cabul pada anak, antara lain: kesibukan kerja orang tua, kurangnya pengawasan orang tua, peredaran CD porno, kurangnya iman anak, mengedepankan nafsu, dan pengaruh minuman keras. 3. Langkah-Langkah yang ditempuh oleh polri untuk tindak pidana cabul pada anak adalah mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, memberikan perlingdungan kepada saksi dan menjalankan kerja sama dengan masyarakat setempat. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memaksimalkan kerja kepolisian dalam menangani kasus pencabulan pada anak. Dari kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk menangani tindak pidana cabul pada anak, hendaknya pihak kepolisian memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga upaya penanganan tindak tidana cabul pada anak dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dalam menghindari tindak pidana cabul pada anak, hendaknya orang tua memberikan perhatian dan mengawasi kegiatan anak baik di rumah maupun di luar rumah. 3. Hendaknya pihak kepolisian melakukan langkah-langkah khusus untuk mengatasi berbagai tindak kejahatan yang ada di masyarakat, sehingga tidak meresahkan masyarakat setempat.. 8

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA JURNAL PENELITIAN OLEH IDUN MOKODOMPIT NIM. 221 409 009 JURUSAN ILMU HUKUM DAN KEMASYARAKATAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013 9