PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAP/1 NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 4 TAHUN 2003 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI MUSI RAWAS, 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 08 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN KABUPATEN MUSI RAWAS DIBIDANG MINYAK DAN GAS BUMI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2001 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2005 SERI C ============================================================

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN PEMERINTAH BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Kabupaten sebagai Daerah Otonom, perlu menetapkan Pedoman tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah; b. bahwa pedoman tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah di Kabupaten Musi Rawas sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperlukan agar Pengelolaan Air Bawah Tanah tidak menimbulkan kerusakan lingkungan; c. bahwa untuk tertib hukum dan administrasi, maka Pengelolaan Air Bawah Tanah dalam Kabupaten Musi Rawas perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Kabupaten sebagai Daerah Otonom; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat jasa Konstruksi; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi; 12. Peraturan Daerah kabupaten Musi Rawas Nomor 25 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kabupaten Musi Rawas; 13. Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan, Pengurusan dan Penguasaan Uap Geothernal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air Panas; 14. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451.K/10/MEM/2000 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknik Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan dibidang Pengelolaan Air Bawah Tanah;

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Musi Rawas. 2. Bupati adalah Bupati Musi Rawas. 3. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Musi Rawas. 4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Musi Rawas. 5. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah atau asosiasi juru bor air bawah tanah yang telah dapat akreditasi dari Lembaga Pengeboran Jasa Konstruksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003. 6. Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha dibidang Pengeboran Air Bawah Tanah. 7. Perusahaan Pengeboran Air Bawah Tanah Badan Usaha yang sudah mendapat izin untuk bergerak dibidang air bawah tanah. 8. Air Bawah Tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan yang pengandung air dipermukaantanah termasuk mata air yang muncul secara alamiah dalam permukaan tanah. 9. Pengeboran Air Bawah Tanah adalah pengelolaan air dalam arti luas mencakup segala usaha, inventarisasi, pengaturan,pemanfaataan, perizinan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah. 10. Hak guna Air adalah hak untuk memperoleh dan mempergunakan air bawah tanah untuk keperluan tertentu.

11. Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses penimbuhan, pengaliran, pelepasan, air bawah tanah berlangsung. 12. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air dibawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis. 13. Pengeboran Air Bawah Tanah adalah kegiatan npengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan cara membuat bangunan menurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau tujuan lain. 14. Inventarisasi Air Bawah Tanah adalah kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah. 15. Konservasi Air Bawah Tanah adalah pengel;olaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya. 16. Pencemaran Air Bawah Tanah adalahmasuknya dan dimasukannya unsur, zat, komponen fisika, kimia, atau biologi kedalam air bawah tanah oleh kegiatan manusia atau proses alami yang mengakibatkan mutu air bawah tanah turun kesampai tingkat tertentu sehingga tidak lagi sesuai dengan peruntukkannya. 17. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihann dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah. 18. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup pengaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya. 19. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan perundang-undangan air bawah tanah. 20. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan dibidang air bawah tanah. 21. Prosedur adalah tahapan dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk melakuakan kegiatan dibidang air bawah tanah. 22. Pedoman adalah acuan dibidang air bawah tanah yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. 23. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu.

24. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah. 25. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang atau pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah. BAB II ASAS DAN LANDASAN Pasal 2 (1) Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas : a. Fungsi sosial dan nilai ekonomi. b. Kemanfaatan umum. c. Keterpaduan dan keserasian. d. Kesinambungan. e. Kelestarian. f. Keadilan. g. Kemandirian. h. Transparansi dan akuntabilitas publik. (2) Teknik pengelolaan air bawah tanah berdasarkan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah. (3) Hak atas air bawah tanah adalah hak guna air. BAB III WILAYAH CEKUNGAN AIR Pasal 3 (1) Bupati berwenang menetapkan Satuan Wilayah Cekungan Air Bawah tanah. (2) Bupati apabila dianggap perlu dapat menentukan lokasi yang tertutup untuk kegiatan usaha pengambilan atau pemanfaatan air bawah tanah pada wilayah cekungan air bawah tanah.

BAB IV WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 4 (1) Wewenang dan tanggung jawab pengelolaan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati dan dilaksanakan oleh Kepala Dinas. (2) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Peratuaran Daerah ini meliputi : a. Menetapkan petunjuk pemecahan perbagai permasalahan yang terkait dengan pendayagunaan dan pelestarian air bawah tanah dan atau mata air pada cekungan air bawah tanah. b. Melakukan pembinaan dalam pengendalian dan pengawasan atas pengambilan serta pengimbuhan air bawah tanah dalam rangka izin pengambilan air bawah tanah dan atau mata air sebagaimana dimaksud dalam ayat ini butir (a). c. Penumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah dan mata air sebagaimana sumber informasi air bawah tanah dan atau mata air wilayah Kabupaten. d. Menetapkan dan mengatur system jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah. e. Pemberian persetujuan atau rekomendasi teknik untuk izin penelitian dan atau penyelidikan dan atau eksplorasi air bawah tanah, izin pengeboran air bawah tanah dan izin pengambilan mata air pada wilayah cekungan air bawah tanah. f. Memberikan saran teknik untuk surat izin pengeboran air bawah tanah dari mata air pada cekungan air bawah tanah. g. Memberikan saran teknik untuk surat izin penurapan mata air dan saran teknik untuk surat izin pengambilan air bawah tanah dari mata air pada cekungan air bawah tanah. h. Menetapkan dan memungut pajak daerah pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah.

BAB V PENGELOLAAN Pasal 5 Teknik pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan : a. Inventarisasi. b. Perencanaan pendayagunaan. c. Konservasi d. Peruntukan pemanfaatan e. Perizinan f. Pembinaan dan pengendalian g. Pengawasan. BAB VI INVENTARISASI Pasal 6 (1) Kegiatan inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah mencakup : Sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer. a. Kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area). b. Karakteristik akuifer dan potensi air bawah tanah. c. Pengambilan air bawah tanah. d. Data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah. (2) Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik pemerintah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum. (3) Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya. (4) Inventarisasi air bawah tanah berpedoman kepada pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. BAB VII PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN Pasal 7 (1) Kegiatan perencanaan air bawah tanah dan wajib dilaksanakan sebagai dasar pengelolaan air bawah tanah pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah.

(2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah berpedoman kepada pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. Pasal 8 (1) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, didasarkan pada hasil pengelolaan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1). (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah didaerah dilaksanakan oleh Bupati dan lembaga masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pelaksanaan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah yang berada dalam cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Kabupaten dilakukan oleh Bupati. (4) Pelaksanaan penentuan debit air bawah tanah dan penentuan debit penurunan mata air dilakukan oleh Bupati sesuai dengan pasal 4 ayat (1). (5) Penentuan debit pengambilan air bawah tanah berpedoman kepada Pedoman Teknis Penentuan Debit Pengambilan Air Bawah Tanah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB VIII KONSERVASI Pasal 9 (1) Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan pelestarian air bawah tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi air bawah tanah. (2) Konservasi air bawah tanah bertumpu pada azas kemanfaatan, kesinambungan, ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah, serta lingkungan keberadaannya. (3) Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada : a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah, b. Kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area). c. Perencanaan pemanfaatan. d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah.

Pasal 10 (1) Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau. (2) Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati. Pasal 11 (1) Bupati sesuai dengan lingkup kewenangannya melakukan upaya konservasi air bawah tanah sebagimana dimaksud dalam pasal 9. (2) Bupati dalam pengelolaan air bawah tanah bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan keberadaan air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. (3) Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang wilayah yang bersangkutan. BAB IX PERUNTUKAN PEMANFAATAN Pasal 12 (1) Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama diatas segala kepentingan lain. (2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut : a. air minum b. air untuk rumah tangga c. air untuk peternakan dan pertanian sederhana d. air untuk industri e. air untuk irigasi f. air untuk pertambangan g. air untuk usaha perkotaan h. air untuk kepentingan lainnya. (3) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat.

BAB X PERIZINAN Pasal 13 (1) Kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari : a. Izin pemetaan/penelitian/penyelidikan atau eksplorasi air bawah tanah. b. Izin pengeboran. c. Izin penurapan mata air. d. Izin pengambilan air bawah tanah. e. Izin pengambilan mata air. (3) Izin pemetaan/penelitian/penyelidikan atau eksplorasi air bawah tanah diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang untuk waktu 1 (satu) bulan. (4) Izin pengeboran air bawah tanah diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang untuk waktu 1 (satu) bulan. (5) Izin penurapan mata air diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang untuk waktu 1 (satu) bulan. (6) Izin pengambilan air bawah tanah diberikan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu 3 (tiga) tahun. (7) Izin pengambilan mata air untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang setiap 3 (tiga) tahun. Pasal 14 (1) Tata cara prosedur pemberian izin pemetaan/penelitian/penyelidikan atau eksplorasi air bawah tanah diatur lebih lanjut oleh Bupati sesuai pasal 4 ayat (1). (2) Tata cara prosedur pemberian izin pengeboran (SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah (SIPA) diatur lebih lanjut oleh Bupati sesuai pasal 4 ayat (1). (3) Tata cara prosedur pemberian izin penurapan mata air (SIPMA) dan izin pengambilan mata air diatur lebih lanjut oleh Bupati sesuai pasal 4 ayat (1). (4) Atas pemberian izin pada pasal 13 ayat (20 Pemerintah Kabupaten Musi Rawas memungut Retribusi izin tertentu yang besarnya akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 15 (1) Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh : a. Badan usaha yangmempunyai Izin Perusahaan pengeboran Air Bawah Tanah (SIPPAT) dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor (SUB). b. Instansi/ Lembaga Pemerintah yang instansi bornya telah mendapatkan Surat Tanda Instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperoleh registrasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (2) Izin perusahaan pengeboran air bawah tanah (SIPPAT) dan izin juru bor (SIJB) diberikan oleh Bupati sesuang lingkup kewenangan masing-masing setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari asosiasi dan telah mmeproleh registrasi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). (3) Prosedur pemberian izin pengeboran air bawah tanah, dan izin juru bor air bawah tanah diatir lebih lanjut oleh Bupati sesuai pasal 3 ayat (3) Pasal 16 (1) Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum dan air rumah tangga sampai batas-batas tertentu tidak diperlukan izin. (2) Pengaturan batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya. Pasal 17 (1) Bupati sesuai lingkup kewenangannya masing-masing melakukan upaya pembinaan pendayagunaan pengambilan air bawah tanah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah tanah, pengeboran dan atau penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati. (3) Pengawasan pelaksanaan kontruksi sumur produksi air bawah tanah berpedoman kepada Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan konstruksi Sumur Produksi Air Bawah tanah yang ditentukan Menteri.

BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 18 (1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Setiap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi, perdata atau pidana sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Sanksi administrasi dapat dikenakan terhadap setiap pelanggaran berupa : a. Pencabutan sebagian atau seluruh izin penelitian dan atau penyelidikan air bawah tanah dan atau eksplorasi air bawah tanah. b. Pencabutan izin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah atau izin juru bor. c. Pencabutan izin pengeboran atau penurapan mata air. d. Pencabutan izin pengambilan air bawah tanah dan atau mata air. e. Penutupan sumur bor atau penurapan mata air f. Peringatan teguran atau pembatalan izin sesuai Peraturan Daerah. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Semua sumur bor pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan yang ada pada saat diundangkannya Peraturan Daerah ini, harus mengikuti ketentuanketentuan dalam Peraturan Daerah ini selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkannya. BAB XIV PENUTUP Pasal 21 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati sepanjang mengenai pelaksanaannya.

Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Musi Rawas. Disahkan di Musi Rawas Pada tanggal 17 Oktober 2003 BUPATI MUSI RAWAS dtd. Diundangkan di Lubuk Linggau Pada tanggal 23 Oktober 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS H. SURRIJONO JOESOEF. dto. H. FIRDAUS TAUFIK WAHID Pembina Utama Muda Nip. 440017252. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2003 NOMOR 5 SERI E