II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

TINJAUAN PUSTAKA. dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurgana (1985) bahwa keefektivan pembelajaran mengacu pada: 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 65 dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK SEKOLAH DASAR

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. berpikir matematis tingkat tinggi (higher order thinking), yang diharapkan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah kumpulan ilmu pengetahuan yang berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. Berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari dan diarahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

Noor Fajriah 1), R. Ati Sukmawati 2), Tisna Megawati 3) Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. suatu makna (Supardi, 2011).

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Jika kemampuan berpikir kreatif tidak dipupuk dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KETRAMPILAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) PADA SISWA SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol.2, No.1, Maret 2014 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB II KAJIAN TEORI. mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. 1 Berpikir sebagai

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdasan kehidupan bangsa,

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan siswa yang berkualitas,

I. PENDAHULUAN. setiap saat semua orang atau kelompok melakukan interaksi. Bila tak ada komunikasi

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkembang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris to create yang berarti mencipta, yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perbaikan mutu pendidikan agar mencapai tujuan tersebut.

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-banar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin,1994). Menurut pembelajaran ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya (Slavin,1994).

9 Esensi dari konstruktivisme adalah ide bahwa siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Konstruktivisme adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak akan secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka (Slavin,1994). Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya (Slavin, 1994). Contoh aplikasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, campuran siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Mereka diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, selama kerja dalam kelompok, tugas kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang ditugaskan guru dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan belajar. Pada saat siswa sedang bekerja dengan baik, dan memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan (Trianto, 2010). Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut (Suparno, 1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar; 4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6. Guru adalah fasilitator.

10 Menurut Von Glasersfeld, agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membandingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui suka dan tidak suka inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya. B. Model Problem based learning Problem Based Learning (PBL) akan membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa, dan menjadi pembelajar mandiri. PBL membahas situasi kehidupan yang ada disekitar dengan penyelesaian masalah yang tidak sederhana. Peran guru dalam PBL adalah menyodorkan berbagai masalah autentik atau

11 memfasilitasi siswa untuk mengidentifikasi permasalahan autentik, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Keterampilan penyelidikan dan mengatasi masalah PBL Perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang dewasa Keterampilan untuk belajar secara mandiri Gambar 1. Hasil belajar dari PBL (Arends, 2007). Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Dalam PBL terdapat 5 (lima) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa (Arends, 2007). Adapun kelima langkah tersebut dijelaskan dalam Tabel 1 berikut : Tabel 1. Sintaks PBL (Amri, 2013) Tahap Kegiatan guru Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

12 Tahap Kegiatan guru Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Lebih lanjut (Arends, 2007) merinci langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran sebagai berikut: Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah. Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan guru sendiri. Di samping proses yang akan berlangsung, penting juga untuk menjelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat terlibat dalam pembelajaran yang dilakukan.

13 Empat hal penting pada proses ini, yaitu: a. tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajarai sejumlah informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri; b. permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak benar, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan; c. selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya; dan d. selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Dalam pembelajaran ini, tidak ada ide yang akan ditawarkan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka. Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar. Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif

14 dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Hal penting yang dilakukan guru adalah memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Tahap 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar. Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Hasil karya yang dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis, termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya, dan program komputer serta presentasi multimedia. Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan menginvestigasi dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan.

15 Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran. PBL merupakan model pembelajaran yang tepat digunaka pada kelas yang kreatif, siswa yang berpotensi akademik tinggi, namun kurang cocok pada siswa yang berpotensi yang perlu bimbingan tutorial. Model ini sangat berpotensi untuk mengembangkan kemandirian siswa melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa (Sani, 2013). Aktivitas PBL pada umumnya mengikuti pola seperti pada Gambar 2 berikut: Proses yang dialami siswa Berhadapan dengan masalah Peran guru Menayakan pengalaman siswa dan menggali permasalahan kontekstual yang terkait dengan materi pembelajaran Menelaah informasi yang diketahui dan tidak diketahui Mengembangkan solusi yang mungkin Memilih solusi yang paling efisien dan efektif Gambar 2. Peran guru dan siswa dalam PBL C. Kemampuan Berpikir Kreatif Mengelompokkan siswa Membantu siswa memahami permaslahan Memfasilitas siswa dalam mengakses informasi dan sumber daya yang dibutuhkan Menekankan bahwa kemungkinan jawaban lebih dari satu Mengobservasi siswa dan memberikan dukungan yang dibutuhkan memberikan umpan balik Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang menyelesaikan persoalan, mengajukan metode, gagasan atau memberikan pandangan baru terhadap suatu persoalan atau gagasan lama. Rogers (Munandar, 1992) mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain,

16 pengalaman maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevhal (Hurlock, 1978) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan baru yang dapat berwujud kretivitas imajenatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang. Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi 2 jenis (Torrence, 1981; Supriadi, 1989) yaitu : 1. Pendekatan psikologis Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menetukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik. Clark (1988) dalam Ngalimun menggunakan pendekatan holistik untuk menjelaska konsep kreativitas dengan berdasarka pada fungsi-fungsi berfikir, merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thingking, feeling, sensing, dan intuiting. 2. Pendekatan sosiologis Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan keluarga.

17 Empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verfikasi: 1. Persiapan (preparation). Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah. 2. Inkubasi (incubation). Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya, dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan menghadapinya dalam alam prasadar. 3. Iluminasi (illumanation). Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasangagasan baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. 4. Verifikasi (verivication). Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis.

18 Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas. Piers dalam Ngalimun mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut: 1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi 2. Memiliki keterlibatan yang tinggi 3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar 4. Memiliki ketekunan yang tinggi 5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan 6. Penuh percaya diri 7. Memiliki kemandirian yang tinggi 8. Bebas dalam mengambil keputusan 9. Menerima diri sendiri 10. Senang humor 11. Memiliki intuisi yang tinggi 12. Cenderung tertarik kapada hal-hal yang kompleks 13. Toleran terhadap ambiguitas 14. Bersifat sensitif Supriadi mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan kreatif, yaitu: 1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya; 2. Mengakui dan meghargai gagasan-gagasan anak; 3. Menjadikan pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya; 4. Membantu anak memahami dalam berfikir dan bersikap, dan bukan malah menghukumnya; 5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya 6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia. Untuk lebih menjelaskan pengertian kreativitas, akan dikemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativias. a. Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.

19 b. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. c. Jadi, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaiannya seseorang mampu melihat obyek, situasi, atau masalahnya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Ciri-ciri berpikir kreatif (aptitude) (Munandar, 2008) seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ciri-ciri berpikir kreatif (aptitude) Pengertian Berpikir Lancar (Fluency) 1. Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban. 2. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. 3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Berpikir Luwes (Flexibility) 1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi. Perilaku a. Mengajukan banyak pertanyaan. b. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada. c. Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah. d. Lancar mengungkapkan gagasangagasannya. e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari orang lain. f. Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi. a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. b. Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-

20 Pengertian 2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda. 3. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda. 4. Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran. Berpikir Orisinil (Originality) 1. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk mengungkapkan diri. 3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Berpikir Elaboratif (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk. 2. Menambah atau merinci detaildetail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Berpikir Evaluatif (Evaluation) 1. Menentukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu penyelesaian masalah. 2. Mampu mengambil keputusan terhadap situasi terbuka. 3. Tidak hanya mencetuskan gagasan tetapi juga melaksanakannya. Perilaku beda. c. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacammacam cara untuk menyelesaikannya. a. Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tidak terpikirkan orang lain. b. Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru. c. Memilih cara berpikir lain dari pada yang lain. a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. c. Menambah garis-garis, warnawarna, dan detail-detail (bagianbagian) terhadap gambaranya sendiri atau gambar orang lain. a. Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandang sendiri. b. Mencetuskan pandangan sendiri mengenai suatu hal. c. Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. d. Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya. Pemikiran kreatif akan membantu seseorang untuk meningkatkan kualitas dan keefektifan pemecahan masalah dan hasil pengambilan keputusan yang dibuat (Evans, 1991). Pada penelitian ini yang akan dijadikan tolak ukur keterampilan berpikir kreatif adalah kemampuan mengevaluasi.

21 D. Kerangka Pemikiran Model PBL ini membiasakan kita untuk tidak terjebak pada solusi atas pikiran yang sempit melainkan membiasakan kita untuk melihat opsi-opsi yang terbuka luas. Dengan memiliki lebih banyak opsi solusi kemungkinan untuk berhasil mengatasi masalah juga akan semakin besar. Dalam proses pembelajaran yang menggunakan model ini, siswa dapat menyeimbangkan pemanfaatan otak kanan dan otak kirinya. Dalam usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, siswa dituntut untuk menjadi pelajar yang mandiri yang mampu menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah dikenalnya serta berbagai keterampilan yang mereka miliki. Dengan demikian, model pembelajaran ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai kemampuan siswa, diantaranya kemampuan menyelesaikan persoalan, mengajukan metode, gagasan atau memberikan pandangan baru terhadap suatu persoalan atau gagasan lama. Kemampuan-kemampuan ini tidak lain merupakan aspek-aspek yang ada dalam kemampuan mengevaluasi. Dengan kata lain, pembelajaran ini sekaligus mampu meningkatkan kemampuan mengevaluasi siswa. E. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kemampuan mengevaluasi materi pokok asam-basa siswa kelas XI IPA semester genap SMA N 16 Bandar Lampung T.A. 2013/2014 diabaikan.

22 2. Perbedaan n-gain kemampuan mengevaluasi siswa pada materi asam-basa semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran. F. Hipotesis Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah: PBL pada materi pokok asam-basa efektif dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi dibandingkan pembelajaran konvensional.