Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang



dokumen-dokumen yang mirip
Warta Kebijakan. Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dasar Hukum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 RTRW KABUPATEN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

19 Oktober Ema Umilia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Koesnadi Hardjasoemantri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1985 TENTANG PENETAPAN RENCANA UMUM TATA RUANG KAWASAN PUNCAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Governance Brief. Bagaimana masyarakat dapat dilibatkan dalam perencanaan tata ruang kabupaten? Penglaman dari Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

PENATAAN RUANG Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tanggal 13 Oktober 1992 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

Warta Kebijakan. Pengantar

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Transkripsi:

No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang Apa itu tata ruang? Meskipun tidak disebut demikian, hampir semua masyarakat adat mempunyai bayangan tentang pola pemanfaatan tanah dan air tempat hidup mereka. Di daerah Maninjau Sumatera Barat misalnya masyarakat mengatur pola penggunaan lahan sebagai berikut: budidaya padi di teras danau Maninjau dan dasar lereng. Pada musim kering sawah juga ditanami sayuran seperti cabai, terong dan mentimun. Pada lereng-lereng antara desa dan kawasan hutan lindung terdapat kebun pepohonan campuran yang disebut Parak. Parak ditanami dengan aneka ragam pohon dan tanaman seperti kayu manis, pala, kopi, dan buah-buahan serta tanaman musiman seperti cabai, umbi-umbian dan kacangkacangan. Di sekitar pemukiman ada pekarangan untuk pohon buah-buahan atau sayur-sayuran. Dan di lereng bagian atas ada hutan lindung 1. Dalam bahasa pemerintah 'Tata Ruang' adalah pengaturan ruang berdasarkan berbagai fungsi dan kepentingan tertentu, dengan perkataan lain, pengaturan tempat bagi berbagai kegiatan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan semua pihak secara adil, menghindari persengketaan serta menjamin kelestarian lingkungan dibutuhkan proses yang dalam Undang-undang No. 24 tahun 1992 disebut penataan ruang. Dalam kegiatan tersebut, berbagai sumber daya alam ditata dari segi letak maupun luas, sebagai satu kesatuan dengan memperhatikan keseimbangan antara berbagai pemanfaatan, misalnya pemukiman dengan lahan pertanian, kawasan pertambangan dengan kawasan hutan lindung dan tata letak jalur transportasi. Untuk memudahkan penataan ruang ini, pemerintah menetapkan tiga cara utama pembagian ruang. Dari segi fungsi kawasan dan kegiatan, kawasan dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penetapan kawasan lindung dan budidaya ini didasarkan atas persyaratan tertentu (lihat Tabel 1 dan 2). Kawasan lindung dimaksudkan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup. Kawasan budidaya adalah kawasan tempat pengembangan berbagai usaha dan kegiatan, pengembangan pemukiman, transportasi, energi, jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan prasarana dan sarana air. Secara administratif ruang dibagi menjadi wilayah nasional, wilayah propinsi dan wilayah kabupaten. Lalu, berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan, ruang dibagi menjadi kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu. Kawasan tertentu adalah kawasan yang mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan (lihat Tabel 3). Meskipun ada pembagian demikian, penataan ruang harus diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi. Tata ruang kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu yang tertuang dalam rencana rinci tata ruang kabupaten merupakan bagian dari tata ruang kabupaten yang merupakan bagian dari tata ruang propinsi dan bagian dari tata ruang nasional. Perencanaan Tata Ruang 1 Contoh dari tulisan G. Michon, F. Mary dan J.M.Bompard: Parak di Maninjau, Sumatera Barat. Agroforest Khas Indonesia hal 133-150 terbitan ICRAF Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup dan pemanfaatannya. Rencana tata ruang yang dihasilkan harus merupakan perpaduan antara tata guna tanah, air, udara dan tata guna sumberdaya lainnya dan dilengkapi dengan peta tata ruang. Peta tersebut harus

Tabel 1. Jenis dan kriteria penetapan kawasan lindung (Undang-undang No. 47 tahun 1997). Jenis kawasan lindung Kawasan hutan lindung Kawasan bergambut Kawasan resapan air Sempadan sungai Sempadan pantai Kawasan sekitar danau/waduk Kawasan sekitar mata air Kawasan terbuka hijau kota/hutan kota Kawasan suaka alam Taman Nasional Taman hutan raya, taman Wisata Alam Cagar budaya Kawasan rawan bencana Taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, kawasan pantai berhutan bakau Kriteria penetapan Faktor lereng, jenis tanah, intensitas hujan, lereng lebih dari 40% dan ketinggian di atas 2000 m Tebal gambut lebih dari 3 m, terletak di hulu atau rawa Hujan tinggi, tanah mudah diresapi air, bentuk yang memudahkan peresapan air banyak 5 m sebelah luar tanggul sungai, bila tidak ada tanggul ditetapkan pejabat yang berwenang 100 m dari titik pasang tertinggi sepanjang pantai 50-100 m dari tepi danau waktu pasang 200 m sekeliling mata air Ditunjuk karena alasan keanekaragaman jenis Ditetapkan luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami, ada sumber daya alam khas, alam asli dan mendukung upaya pelestarian sumber daya alam Ada ciri khas, indah, cukup luas, daya tarik khusus, lingkungan luar mendukung Bernilai budaya tinggi, situs purbakala Sering dan berpotensi mengalami bencana alam Ditetapkan berdasarkan kriteria khusus Tabel 2. Jenis dan kriteria penetapan kawasan budidaya (Undang-undang No. 47 tahun 1997). Jenis kawasan budidaya Kawasan hutan produksi (tetap, terbatas dan hutan yang dapat dikonversi) Kawasan hutan rakyat Kawasan pertanian Kawasan pertambangan Kawasan peruntukan industri Kawasan pariwisata Kawasan pemukiman Kriteria Penetapan Kawasan hutan dengan mempertimbangkan lereng, jenis tanah dan intensitas hujan.secara ruang apabila digunakan memberi manfaat perkembangan pembangunan dan ekonomi, dan fungsi lindung, Luas minimal 0.25 ha, mempunyai fungsi lindung, luas penutupan tajuk minimal 50% dan tanaman cepat tumbuh. Manfaat ekonomi, lindung, pelestarian. Memungkinkan dilihat dari faktor teknis Memungkinkan dilihat dari faktor teknis dan tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup Memungkinkan dilihat dari faktor teknis dan tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup Memungkinkan dilihat dari faktor teknis dan tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup, keindahan alam dan lingkungan Memungkinkan dilihat dari faktor teknis dan aman dari bahaya bencana alam maupun buatan manusia, sehat dan ada akses untuk kesempatan usaha Tabel 3. Penataan ruang menurut Undang-undang No. 24 tahun 1992 Aspek Administratif Fungsi kawasan dan kegiatan Fungsi Utama kawasan Nasional Kawasan Lindung Kawasan perkotaan Propinsi Kawasan pedesaan Kawasan tertentu Kabupaten Kawasan Budidaya

menunjukkan pembagian ruang, misalnya letak dan batas hutan lindung, hutan produksi, lahan pertanian dan perkebunan, lokasi perkembangan jalan raya, dan lokasi perkembangan pemukiman. Perencanaan dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan tata ruang melalui langkah-langkah berikut (Permendagri No. 9 tahun 1998), lihat Gambar 1: Persiapan Penentuan arah pembangunan dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta pertahanan keamanan Identifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam wilayah perencanaan Perumusan rencana tata ruang Penetapan rencana tata ruang Pemerintah seringkali menyerahkan penyusunan rencana tata ruang pada tenaga ahli yang bekerja untuk pemerintah. Tenaga ahli ini diharapkan mengumpulkan informasi secara lengkap mengenai keadaan ekonomi, sosial, lingkungan, sumber daya yang ada dan potensinya, pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat pada saat ini, kebutuhan masyarakat dan kepentingan pemerintah. Semua informasi ini menjadi dasar untuk perumusan rencana tata ruang. Adapun dalam tiap tahap ada kesempatan bagi masyarakat untuk memberi masukan. Penetapan rencana tata ruang dilakukan dengan Peraturan Daerah, tetapi setelah ditetapkan dapat ditinjau kembali. Rencana Tata Ruang Kabupaten, misalnya, paling tidak setiap 5 tahun perlu ditinjau ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan perubahan keadaan. Rencana Tata Ruang Menurut Undang-undang No. 24 tahun 1992 ada tiga tingkatan rencana tata ruang yaitu Nasional, Propinsi dan Kabupaten. Meskipun dalam Undang-undang No. 22, tahun 1999 dengan jelas dikatakan tidak ada hubungan hierarki antara daerah, "pengelolaan sumber daya alam. perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu." (bagian menimbang Undang-undang No. 24 tahun 1992) apalagi mengingat bahwa daerah aliran sungai, misalnya, tidak selalu mengikuti batas administrasi. Kabupaten merupakan unit administrasi sedangkan tanah, air, udara tidak berhenti di perbatasan. Karena itu tata ruang kabupaten perlu dikoordinasi dan dipadukan. Demikian pula di desa. Batas administrasi desa tidak membatasi aliran sungai ataupun sebaran hutan. Undang-undang tidak menyebutkan adanya tata ruang desa selain sebagai bagian dari tata ruang kabupaten. Meskipun demikian, dalam perencanaan dari bawah, aspirasi masyarakat desa mengenai pengaturan di dalam wilayah desa, perlu menjadi bagian dari tata ruang kabupaten. Gambar 1. Proses perencanaan tata ruang dan peran serta masyarakat

Rencana Tata Ruang Nasional menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh program pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Demikian pula, rencana tata ruang propinsi yang dijabarkan dari rencana nasional merupakan acuan dan pedoman bagi penyusunan program pembangunan di kabupaten. Rencana Tata Ruang Kabupaten dijabarkan dari rencana propinsi dan menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan yaitu 10 tahun. Sebagai akhir proses perencanaan, rencana tata ruang yang telah disetujui bersama oleh pemerintah, DPRD dan masyarakat harus diundangkan dan dimuat dalam lembaran negara. Rencana Tata Ruang bukanlah akhir dari proses tetapi awal dari proses pengaturan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan. Untuk itu Rencana Tata Ruang Nasional lebih banyak berupa kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, budidaya dan kawasan tertentu sedangkan Rencana Tata Ruang Kabupaten berupa pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten. Isi Rencana Tata Ruang Kabupaten meliputi: Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya Pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan kawasan tertentu Sistem kegiatan pembangunan dan sistem pemukiman pedesaan dan perkotaan Penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya, termasul tata guna hutan berupa hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi, kawasan tambang, daerah pemukiman dan perkembangan pertanian. Sedangkan kegunaan Rencana Tata Ruang Kabupaten adalah Pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang kabupaten Mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan pengembangan antar wilayah Pedoman penempatan investasi Pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten Pedoman pelaksanaan pembangunan Pedoman penerbitan ijin lokasi pembangunan Seperti telah dikatakan, satu bagian penting rencana tata ruang adalah peta. Bahkan ada peraturan khusus yang mengatur tingkat ketelitian peta (Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2000). Meskipun demikian, rencana tata ruang bukanlah sekedar peta tetapi merupakan rencana kegiatan pemanfaatan ruang. Apa hubungan rencana tata ruang dengan kehutanan? Hutan dan kehutanan merupakan salah satu pemanfaatan ruang yang sangat penting mengingat bahwa hampir 70% dari ruang daratan Indonesia ditetapkan sebagai kawasan hutan. Penataan ruang dari sudut pandang kehutanan tertuang dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yaitu hasil kesepakatan 7 instansi sektoral di tingkat propinsi pada tahun 1985. TGHK tidak saja menetapkan kawasan hutan tetapi juga menata kawasan hutan menurut fungsinya. Kebutuhan sektor lain diakomodasi dalam areal yang disebut hutan produksi yang dapat dikonversi. Seperti halnya rencana umum tata ruang, TGHK-pun perlu ditinjau kembali untuk dapat disesuaikan dengan perkembangan penduduk, pembangunan prasarana, serta meningkatnya kebutuhan akan lahan. Proses penyesuaian TGHK dan tata ruang disebut 'padu serasi'. Secara praktis padu serasi menghasilkan perubahan status dari kawasan hutan menjadi bukan hutan menurut kebutuhan setempat. Sejak otonomi daerah hal ini sedikit rumit karena tidak jelasnya wewenang kabupa-ten dalam pengaturan tata ruang dan perubahan kawasan hutan. Secara hukum, perubahan atas kawasan hutan tetap merupakan kewenangan Menteri Kehutanan tetapi kenyataan di lapangan, pemerintah kabupaten bahkan masyarakat dan pengusaha telah banyak mengalihfungsikan

kawasan hutan untuk keperluan lain. Masalah lain adalah tidak adanya kejelasan hak kepemilikan dan/atau penguasaan terhadap luasan lahan sehingga menimbuklan tumpang tindihnya banyak kepentingan pada satu areal lahan yang sama. Apa hubungan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang? Dalam Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengatur, membagi dan memanfaatkan sumber daya. Di masa lalu, kepentingan 'atas' dengan 'bawah' diserasikan melalui serangkaian rapat koordinasi pembangunan (RAKORBANG) mulai dari tingkat desa ke tingkat kecamatan dan kabupaten. Dengan otonomi daerah, tidak lagi dikenal rencana 'dari atas' atau 'dari bawah' karena setiap rencana dibangun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing dan diserasikan dengan rencana dari daerah lain. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah juga lebih leluasa melaksanakan proses perencanaan yang memberi peluang peran serta masyarakat. Karena tata ruang merupakan kerangka yang menetapkan peluang dan batasan bagi kegiatan pembangunan, seharusnya rencana pembangunan didahului oleh perencanaan tata ruang. Rencana Tata Ruang adalah dasar dan panduan bagi perencanaan pembangunan. Apa hak dan kewajiban Masyarakat? Menurut Undang-undang, setiap orang berhak menikmati manfaat ruang dan berperan serta dalam proses penataan ruang. Dengan perkataan lain, setiap orang baik secara langsung perorangan atau melalui kelompok berhak mengajukan usul, memberi saran atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan ruang. Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1996 dikatakah bahwa masyarakat juga berhak mengetahui secara terbuka rencana tata ruang. Masyarakat juga berhak mendapat 'kompensasi' atau penggantian yang layak bila dirugikan oleh pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai rencana tata ruang. Misalnya, hak atas tanah (milik) bila tanah tersebut dibutuhkan untuk pembangunan jalan perlu dihargai dengan ganti rugi yang layak. Adapun kewajiban masyarakat adalah berperan serta dalam memelihara mutu ruang dan menaati tata ruang yang telah ditetapkan. Otonomi Daerah bukan saja berarti bahwa kewenangan mengatur tata pemerintahan dan pembangunan daerah ada pada kabupaten, tetapi juga berarti bahwa masyarakat bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan yang baik dan benar. Dan apa hak dan kewajiban pemerintah? Pemerintah berwewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang serta mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam penataan ruang. Wewenang ini dibatasi oleh hak yang dimiliki warga negara, baik hak milik maupun hak warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan. Karena itu pemerintah wajib mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat dan mendengarkan masukan, saran atau keberatan yang diajukan masyarakat atas rencana tata ruang tersebut. Agar supaya masukan, saran dan keberatan masyarakat itu bersifat rasional dan beralasan maka pemerintah juga wajib menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran, pengertian dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan latihan. Pemerintah juga berhak mengeluarkan ijin pemanfaatan ruang pada pihak lain. Akan tetapi bila pemanfaatan tersebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang, pemerintah berhak dan wajib membatalkan ijin tersebut. Sumber hukum Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang Permendagri No. 9 tahun 1998 tentang tata cara peranserta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di daerah.

Banyak cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Foto: Yayan Indriatmoko) No. 5, Agustus 2002 Kamus istilah undang-undang Tata Ruang Wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak Penataan Ruang Proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Lindung Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup Kawasan Budidaya Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan Kawasan tertentu Kawasan yang ditetapkan secara nasional karena mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan Kawasan pedesaan Kawasan yang kegiatan utamanya adalah pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan sususnan gungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi Kawasan perkotaan Kawasan yang mempunyai kegiaan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi Tata Guna Tata ruang sektoral kehutanan yang menetapkan kawasan hutan berdasar Hutan Kesepakatan (TGHK) kesepakatan antar 7 dinas sektoral pada tahun 1985 Wilayah Ruang yang merupakan kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional Kawasan Wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya Warta Kebijakan ini diterbitkan secara berkala dengan tujuan mendukung kebijakan dan pelaksanaan proses desentralisasi di daerah, melalui penyampaian informasi di bidang kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam. Warta Kebijakan ini diterbitkan oleh CIFOR atas dukungan Ford Foundation (FF) dan kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB). Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi alamat dibawah ini. Kantor Pusat: Jalan CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor 16680, Indonesia Tel: +62 (0251) 622622 Fax:+62 (0251) 622100 E-mail: cifor@cgiar.org website: http://www.cifor.cgiar.org Jambi: ACM-PAR Muara Bungo Tel: +62 (0747) 323571 E-mail: y.kusumanto@cgiar.org, yantik@jambi.wasantara.net.id Kalimantan Timur: 1. Desa Long Loreh, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur Surat dapat dikirim melalui alamat Losmen Handayani, Malinau, Kaltim 2. Jalan Letjen Suprapto No. 49, Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur Tel: +62 (0543) 21690 E-mail: s.hakim@cgiar.org