EFEK PENAMBAHAN GLUKOSA PADA SABUROUD DEXTROSE BROTH TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS (UJI IN VITRO)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

EFEK XYLITOL TERHADAP RESISTENSI CANDIDA ALBICANS DALAM SERUM (UJI IN VITRO) SKRIPSI

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik yang dilakukan secara in vitro.

BAB 3 METODE PENELITIAN

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data

BAB 3 METODE PENELITIAN

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIFUNGI AIR PERASAN LOBAK (Raphanus sativus L.) TERHADAP Candida albicans SECARA In Vitro

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dan penelanan. Kehilangan gigi merupakan tanggalnya gigi dari soketnya yang

Kata kunci : Lactobacillus acidophilus, Yoghurt, Candida albicans.

PERBANDINGAN EFEK ANTICANDIDA CHLORHEXIDINE 2% (CHX) TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS

ABSTRAK. PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTICANDIDA INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle Lynn) SEGAR DENGAN SABUN CAIR PEMBERSIH VAGINA KEMASAN SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

PENGARUH PENAMBAHAN GLUKOSA DAN WAKTU INKUBASI PADA MEDIA SDA (Sabaroud Dextrose Agar) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Candida Albicans.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida

ISOLASI SPESIES CANDIDA DARI TINJA PENDERITA HIV/AIDS

ABSTRAK. EFEK ANTIFUNGAL MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. rubrum) TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular. Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai

II. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011.

ABSTRAK. Xylitol, populasi bakteri aerob, plak gigi.

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK KULIT LEMON (Citrus limon Linn.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans PADA LANDASAN GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK HEAT CURED

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SIKAT GIGI BIASA DAN KHUSUS DALAM MENURUNKAN JUMLAH BAKTERI AEROB PADA PEMAKAI ALAT ORTODONTI CEKAT

ABSTRAK. AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH DAN PARUTAN LIDAH BUAYA TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan

Koloni bakteri endofit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB IV METODE PENELITIAN

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

ABSTRAK. Kata Kunci: permen karet, probiotik, Lactobacillus reuteri, Streptococcus mutans.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

ABSTRAK. AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc. Var. Rubrum) TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO

PENGARUH CAlRAN PEMBERSIH VAGINA MEREK "X" SEBAGAI ANTISEPTIK TERHADAP MIKROORGANISME DALAM VAGINA

ABSTRAK. UJI EFEK ANTIFUNGI EKSTRAK AIR TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria) SECARA IN VITRO TERHADAP Candida albicans

BAB I PENDAHULUAN. seperti pada lingkungan, tubuh, serta pada rongga mulut (Amaliah, 2013).

Infeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

25 Universitas Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

PENGARUH PEMAKAIAN GIGITIRUAN LEPASAN TERHADAP PERTUMBUHAN

FARMASI USD Mei Oleh : Yoga Wirantara ( ) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

UJI EFEKTIVITAS DESINFEKTAN KLOROSILENOL TERHADAP PERTUMBUHAN (Candida albicans) DI DALAM AIR

KONSENTRASI HAMBAT MINIMUM (KHM) BUAH BELIMBING. WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS SKRIPSI. Diajukan untuk Melengkapi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

JUDUL PENELITIAN Masalah Tujuan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

ABSTRAK. Kata kunci: populasi bakteri aerob, saliva, sari buah delima merah dan putih.

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Dalam

PENGARUH PAJANAN ASAP TERHADAP JUMLAH CANDIDA DI RONGGA MULUT. Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Desa Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mikrobiologi, dan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

ABSTRAK. Kata Kunci: Sukrosa, mikroorganisme.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

2011, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republ

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Hewan Coba Departemen Biologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi C. albicans

Kata kunci: Infusa Siwak, Staphylococcus aureus, konsentrasi, waktu kontak.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sentral bagian

Transkripsi:

efek penambahan glukosa Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16 (1):58-63 http//www.fkg.ui.edu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ISSN 1693-9697 EFEK PENAMBAHAN GLUKOSA PADA SABUROUD DEXTROSE BROTH TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS (UJI IN VITRO) Lakshmi A. Leepel*, Rahmat Hidayat**, Ria Puspitawati*, Boy M Bahtiar* *Departemen Biologi Oral, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Indonesia **Mahasiswa Profesi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Abstract High carbohydrate intake is one of predisposing factors of oral candidiasis. Wheather glucose addition in medium will increase the growth of Candida albicans in vitro is subject to further investigation. Objective: Investigating the effect of 1%, 5%, 10% glucose addition on the growth of C. albicans in vitro. Method: C. albicans sample was taken from oral swab of a male oral candidiasis patient. Identification of C. albicans was conducted using CHROMagar and confirmed by germ tube formation in serum. C. albicans colonies were inoculated in SDB. As a comparison, C. albicans ATCC 10231 was used. After 2 days the cultures were serially diluted and inoculated in SDB without glucose (control), and with 1%, 5%, 10% addditional glucose, kept for 3 and 7 days in room temperature, then inoculated in SDA. The CFU/ml were counted after 2 days. ANOVA with α 0.05 was used. Result: After 3 days, additional 1%, 5%, and 10% glucose in media with clinical strain of C. albicans resulted in 181.5, 582, and 811 CFU/ml respectively while in media with C. albicans ATCC were 21.5, 177.5, 375.5 CFU/ml. The growth of C. albicans with no additional glucose were 970 (clinical strain) and 957 CFU/ml (ATCC). After 7 days, the growth of clinical strain of C. albicans with additional glucose 1%, 5%, 10% were 2350, 9650, 9560 CFU/ml respectively while the growth of C. albicans ATCC were 5000, 5450, 3550 CFU/ml. Statisticaly, additional 1% glucose for 3 days lead to significant decreased of growth of both clinical strain and ATCC 10231 C. albicans (p < 0,05). However, only additional 5% and 10% glucose in clinical isolate for 7 days increased the growth of C. albicans significantly (p < 0,05). Conclusion: The effect of additional glucose on the increased growth of C. albicans in vitro is influenced by the concentration, exposure duration of glucose, and by the strain of C. albicans. Key word: Candida albicans, glucose level Pendahuluan Candida adalah jamur komensal yang hidup antara lain di rongga mulut, saluran pencernaan, dan vagina. Adanya faktor predisposisi dapat menyebabkan perubahan Candida yang bersifat komensal menjadi Alamat korespondesi: Departemen Biologi Oral, Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

Lakshmi A. Leepel, Rahmat Hidayat, Ria Puspitawati, Boy M Bahtiar patogen yang dapat menyebabkan kandidiasis antara lain pada mulut dan genital manusia. 1 Kandidiasis adalah infeksi jamur tersering pada manusia yang umumnya terbatas pada kulit dan membran mukosa. 1 Beberapa tipe kandidiasis mukokutan meliputi: regio orofaring, vulvovaginal, paronychial, interdigital, dan intertrigenimus. 2 Kandidiasis oral biasanya merupakan infeksi sekunder yang menyertai kondisi medis lainnya. Campuran spesies Candida dapat ditemukan pada kandidiasis oral dengan penyebab utamamya C. albicans, 3 sekitar 85 95 %. 4 Infeksi C. albicans pada rongga mulut tampak sebagai bercak putih pada gingiva, lidah, dan membran mukosa oral yang jika dikerok meninggalkan permukaan yang merah dan berdarah. 4 Faktor predisposisi utama kandidiasis adalah rendahnya daya tahan tubuh hospes, seperti pada penderita AIDS atau pasien yang menjalani kemoterapi, dan sebagainya. 5 Faktor predisposisi lain yang dapat menyebabkan tingginya prevalensi kandidiasis antara lain, pasien yang menjalani pengobatan dengan antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang; iritasi kronik akibat pemakaian protesa yang tidak adekuat; dan pola makan yang cenderung tinggi gula. 5,6 Pola makan modern yang cenderung kaya karbohidrat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kandidiasis oral. 7 Ini disebabkan karena asupan glukosa merupakan salah satu faktor predisposisi yang berperan dalam perkembangan infeksi C. albicans. Kandidiasis lebih sering terjadi ketika ada ketersediaan glukosa yang cukup tinggi, seperti pada penderita diabetes dan pasien yang menerima nutrisi dengan cara infus total. 8 Abu-Elteen melaporkan bahwa penderita diabetes melitus (DM) mempunyai resiko terkena oral kandidiasis 20% lebih tinggi dibandingkan bukan penderita dan bahwa penyakit diabetes dapat meningkatkan kolonisasi dan proliferasi C. albicans dalam rongga mulut. 8 Penelitiannya lebih lanjut menunjukkan bahwa perlekatan C. albicans pada sel epitel bukal rongga mulut pada manusia meningkat secara signifikan setelah mengkonsumsi karbohidrat seperti galaktosa, glukosa, sukrosa, fruktosa, maltosa, dan sorbitol. 9 Diet kaya karbohidrat dapat meningkatkan pertumbuhan Candida sp. dalam rongga mulut, 10 sehingga berkolerasi positif dengan peningkatan faktor virulensi C. albicans in vivo. Namun masih belum diketahui apakah pertumbuhan C. albicans juga akan meningkat bila terjadi penambahan glukosa dalam medium pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan efek penambahan glukosa (1%, 5%, dan 10%) selama 3 dan 7 hari terhadap pertumbuhan C. albicans in vitro. Metode Setiap alat dan bahan yang diguakan dalam penelitian ini dipersiapkan dalam keadaan steril. C. albicans yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari usapan (swab) dari lesi mukosa mulut pasien kandidiasis oral di klinik Penyakit Mulut Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Sebagai pembanding digunakan strain laboratorium C. albicans ATCC (American Type Culture Cell) 10231 yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi FKUI. Sampel usapan diidentifikasi menggunakan CHROMagar dan diinkubasi selama 2 hari. Pada media CHROMAgar C. albicans akan membentuk koloni berwarna hijau pucat. Konfirmasi spesies C. albicans dilanjutkan dengan melihat pembentukan germ tube dalam serum (Fetal Bovine Serum), diinkubasi selama 2 jam. Kemudian C. albicans isolat klinis dan strain ATCC 10231 diinokulasikan dalam Sabouraud Dextrose Agar (SDA) miring, dan diinkubasi selama 2 hari. Seluruh koloni C. albicans yang tumbuh dalam SDA miring diambil dengan sengkelit, lalu dimasukkan ke dalam Eppendorf tube berisi 1 ml PBS. Eppendorf tube ini disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 28 C. Setelah supernatan dibuang, PBS ditambahkan ke Eppendorf tube yang berisi pelet, sampai volumenya 1 ml, lalu dihomogenisasi. Kemudian 10 µl suspensi Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 58-63 59

efek penambahan glukosa diambil dari Eppendorf tube, dimasukkan ke dalam Eppendorf tube lainnya yang sudah berisi 990 µl, sehingga diperoleh pengenceran 10 2 kali. Prosedur yang sama dilakukan sampai didapat pengenceran 10 6 kali. Pemaparan tambahan glukosa 1%, 5%, 10% pada C. albicans isolat klinik dan C. albicans Strain ATCC 10231 dilakukan dalam medium Sabouraud Dextrose Broth (SDB). Pada kontrol tidak diberikan tambahan glukosa. Disiapkan 16 Eppendorf tube yang ditutup dengan kapas steril, masing-masing ditandai dengan ke 4 konsentrasi glukosa (kontrol, 1%; 5%; dan 10%) dengan masing-masing dua durasi pemaparan (3 dan 7 hari). Lalu tiap Eppendorf tube diisi dengan larutan glukosa dan SDB sesuai dengan konsentrasinya, sebanyak 990 µl. Kemudian dari Eppendorf tube berisi C. albicans dengan pengenceran 10 6 dari prosedur pengenceran diatas diambil 10 µl sehingga volumenya menjadi 1 ml dan pengenceran menjadi 10 8 kali. Keenambelas Eppendorf tube ini disimpan di dalam suhu kamar dengan 2 durasi pemaparan (3 dan 7 hari) masing-masing untuk C. albicans isolat klinik dan strain ATCC 10231. Candida albicans isolat klinik dan strain ATCC 10231 yang telah dipaparkan dengan glukosa selama 3 dan 7 hari kemudian disentrifugasi untuk didapatkan peletnya. Setelah itu pada masing-masing pelet tersebut ditambahkan PBS sampai volumenya dalam Eppendorf tube 1 ml. Kemudian dari masingmasing Eppendorf tube diambil 10 µl suspensi, ditanam dalam cawan petri berisi SDA secara duplo. Setelah 2 hari diinkubasi, koloni C. albicans yang tumbuh dalam setiap cawan petri dihitung. Data dianalisis dengan ANOVA menggunakan α 0,05. Hasil Hasil pembiakan dalam CHROMagar dari usapan lesi mukosa mulut penderita kandidiasis oral menunjukkan bahwa sebagian besar koloni yang terbentuk adalah spesies C. albicans. Gambar 1. Hasil Pembiakan C. albicans strain Klinis pada CHROMagar yang Menunjukkan Koloni Bulat Berwarna Hijau Pucat Hasil konfirmasi identifikasi dengan melihat pembentukan germ tube di bawah mikroskop setelah 2 jam terpapar serum (Fetal Bovine Serum) pada suhu 37 C menunjukkan strain klinis maupun strain ATCC 10231 yang digunakan dalam penelitian ini adalah C. albicans. Gambar 2. Hasil Uji Pembentukan Germ Tube Sampel C. albicans Klinis setelah Paparan Serum selama 2 Jam pada Pembesaran Mikroskop 40x (kiri) dan Pembentukan Germ Tube pada Referensi (kanan) Sumber: Schuster, G.S. Oral Microbiology and infectious disease. 2 nd student ed. 1983, Baltimore: Williams and Wilkins. Data Hasil Penelitian 3 Hari Gambar 3 adalah grafik jumlah koloni C. albicans isolat klinik dan strain ATCC 10231 tanpa glukosa (kontrol), dengan penambahan glukosa 1%, 5%, dan 10% pada medium Sabouraud Dextrose Broth (SDB) selama 3 hari : 60 Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 58-63

Lakshmi A. Leepel, Rahmat Hidayat, Ria Puspitawati, Boy M Bahtiar Jumlah Koloni (CFU/ml) 1200 1000 800 600 400 200 0 Kontrol Glukosa 1% Glukosa 5% Glukosa 10% Isolat Klinik 970 181.5 582 811 ATCC 10231 957 9.5 209 214 Penambahan Glukosa Isolat Klinik ATCC 10231 Gambar 3. Jumlah Koloni C. albians Isolat Klinik dan C. albicans Strain ATCC 10231 pasca Penambahan Konsentrasi Glukosa selama 3 Hari (10 8 ) Pada gambar 3, terlihat bahwa pertumbuhan C. albicans isolat klinik yang ditambahkan glukosa 1%, 5% dan 10% mengalami penurunan dibandingkan kontrol (glukosa 0%). Namun hanya penambahan glukosa 1% dan 5% yang mengalami penurunan bermakna (p < 0,05). Kecenderungan yang sama juga terjadi pada pertumbuhan C. albicans strain ATCC 10231 dibandingkan kontrol, dan seluruh penurunannya bermakna (p < 0,05). Jika tidak dibandingkan dengan kontrol, maka semakin tinggi penambahan glukosa akan semakin meningkatkan pertumbuhan C. albicans baik pada isolat klinik maupun strain ATCC 10231. Data Hasil Penelitian 7 Hari Gambar 4 adalah grafik jumlah koloni C. albicans isolat klinik dan strain ATCC 10231 kontrol (tanpa glukosa), dan dengan penambahan glukosa 1%, 5%, dan 10% pada medium Sabouraud Dextrose Broth (SDB) selama 7 hari: Jumlah Koloni (CFU/ml) 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Kontrol Glukosa 1% Glukosa 5% Glukosa 10% Isolat Klinik ATCC 10231 Isolat Klinik 5000 2350 9650 9650 ATCC 10231 5150 5000 5450 3550 Penambahan Glukosa Gambar 4. Jumlah Koloni C. albians Isolat Klinik dan C. albicans Strain ATCC 10231 pasca Penambahan Konsentrasi Glukosa selama 7 Hari (10 8 ) Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 58-63 61

efek penambahan glukosa Pada gambar 4, terlihat bahwa penambahan glukosa 1% menurunkan pertumbuhan C. albicans isolat klinik dibandingkan kontrol, namun tidak bermakna. Sedangkan penambahan glukosa 5% dan 10% pada isolat klinik meningkatkan pertumbuhan jamur tersebut secara bermakna dibandingkan kontrol (p = 0,026). Pada C. Albicans strain ATCC 10231, penambahan glukosa 1% dan 10% menurunkan pertumbuhan C. albicans strain ini dibandingkan kontrolnya. Sedangkan penambahan glukosa 5% meningkatkan pertumbuhan pada strain ini dibandingkan kontrolnya. Namun pada C. albicans strain ATCC 10231 ini, seluruh peningkatan dan penurunan pertumbuhannya tidak bermakna (p > 0,05). Pembahasan Glukosa berperan sebagai sumber karbon dan energi bagi C. albicans. Pada penelitian ini, ingin dianalisis efek penambahan glukosa 1%, 5%, dan 10% dengan durasi 3 dan 7 hari terhadap pertumbuhan C. albicans isolat klinik dengan C. albicans tanpa glukosa sebagai kontrol. Sebagai pembanding digunakan C. albicans strain ATCC 10231. Penambahan glukosa 1% dan 5% pada durasi pendek (selama 3 hari) mengakibatkan penurunan jumlah koloni C. albicans secara bermakna, baik pada isolat klinik maupun strain ATCC 10231 dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pada durasi pendek dan konsentrasi rendah, glukosa menghambat jumlah koloni C. albicans. Penurunan jumlah koloni C. albicans ini dapat disebabkan keadaan medium yang hipertonis pada awal pemaparan akibat kelebihan glukosa yang menyebabkan plasmolisis dinding sel C. albicans. Kondisi medium yang hipertonis akibat paparan glukosa dalam durasi pendek, telah dilaporkan oleh Schmitt (1968) yang menambahkan glukosa pada medium pertumbuhan C. albicans selama 4 hari. 10 Pada durasi 7 hari, penambahan glukosa 5% dan 10% dapat meningkatkan pertumbuhan C. albicans isolat klinik secara bermakna dibandingkan kontrol. Sedangkan penambahan glukosa dengan konsentrasi yang sama pada C. albicans strain ATCC 10231 tidak mempengaruhi pertumbuhan jumlan koloni C. albicans secara bermakna. Hal ini mengindikasikan bahwa C. albicans isolat klinik bersifat lebih virulen dibanding C. albicans yang telah dibiakan dalam laboratorium (ATCC 10231). Efek pemaparan glukosa selama 7 hari terhadap pertumbuhan C. albicans berbeda antara pada isolat klinik dan ATCC 10231. Penambahan glukosa 5% dan 10% selama 7 hari meningkatkan pertumbuhan C. albicans isolat klinik, tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan C. albicans strain ATCC 10231. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh keadaan medium yang sudah isotonis sehingga terjadi keseimbangan cairan, sehingga pertumbuhan C. albicans menjadi stabil dan cenderung meningkat. Pertumbuhan C. albicans juga dipengaruhi oleh durasi pemaparan glukosa. Pada media dengan penambahan glukosa selama 7 hari, pertumbuhan koloni C. albicans lebih meningkat dibandingkan pada media dengan penambahan glukosa selama 3 hari. Data ini relevan dengan data klinis bahwa kandidiasis lebih sering ditemukan pada kondisi dengan ketersediaan glukosa dalam kadar yang cukup tinggi dalam waktu yang lama, seperti pada penderita diabetes dan pasien yang menerima nutrisi dengan infus total. 10 Faktor virulensi C. albicans antara lain dipengaruhi oleh perubahan fenotip, 11 pembentukan germ tube dan hifa, 12 ekspresi SAP 1-9, 13 hidrofobisitas permukaan sel, 14 serta peningkatan pertumbuhan in vitro. Dalam penelitian ini hanya faktor pertumbuhan in vitro saja yang diamati, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan perubahan karakter fenotip C. albicans dan hubungannya dengan konsentrasi glukosa. Kesimpulan Penambahan glukosa dalam medium SDB dapat mempengaruhi pertumbuhan C. albicans. 62 Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 58-63

Lakshmi A. Leepel, Rahmat Hidayat, Ria Puspitawati, Boy M Bahtiar Semakin tinggi konsentrasi glukosa yang ditambahkan dalam SDB, semakin bertambah pertumbuhan koloni C. albicans. Namun, pada durasi pendek (3 hari) penambahan konsentrasi glukosa 1% dan 5% dapat menghambat pertumbuhan koloni C. albicans secara bermakna baik pada isolat klinik maupun strain ATCC 10231. Durasi pemaparan glukosa dapat mempengaruhi pertumbuhan C. albicans. Semakin lama pemaparan glukosa maka pertumbuhan C. albicans akan semakin meningkat. Strain C. albicans yang berbeda memberikan respon berbeda terhadap penambahan glukosa dalam SDB. Pada C. albicans isolat klinik penambahan glukosa 5% dan 10% selama 7 hari menyebabkan peningkatan pertumbuhan yang signifikan, sedangkan pada C. albicans ATCC 10231 tidak berpengaruh. Hal tersebut mengindikasikan C. albicans isolat klinik lebih sensitif terhadap perubahan kondisi hidupnya. Referensi 1. Walter JB and MC Grundy. Walter, Hamilton and Israel s Principles of Pathology for Dental Students. 5 th ed. 1992, Edinburgh: Churchill Livingstone. 126, 175-177. 2. Firriolo, FJ. Oral Candidiasis. Louisville. [diunduh 2008 Feb 20]. Available from : http://www.dentalcare.com/soap/intermed/oralca n.htm 3. Marsh, P. Oral microbiology. 4 th ed. 1999. 162. 4. Carranza FA, HH Takei, and MG Newman. Clinical Periodontology. 9 th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company, 2002. 5. Naglik, J.R. and G. Newport. In vivo analysis of secreted aspartyl proteinase expression in human oral candidiasis. J Infect and Immun. 1999. 67(5): p. 2482-2490. 6. Rahayu R.P. Analisis eksistensi gen SAP1 dan SAP3 sebagai faktor virulensi pada infeksi Candida albicans di mukosa rongga mulut penderita diabetes mellitus. [diunduh 2008 Feb 21]. Available from : http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunairgdl-res-2007-rahayuretn 5711&PHPSESSID=afaed74b2eecf0868bf4629 1eb10a8a9. 7. Besford J. Sepotong makanan manis menghasilkan 12 menit kerusakan Gigi. [diunduh 2008 Feb 20]. Available from : http://dention.bravehospes.com/kerusakandentin.html. 8. Abu-Elteen KH, MA Hamad, and SA Salah. Prevalence of oral Candida infections in diabetic patients. J Bahrain Med Bult. 2006. 28(1):12-17. 9. Abu-Elteen K. The influence of dietary carbohydrates on in vitro adherence of four Candida species to human buccal epithelial cells. J Micr Ecol in Health and Dis. 2005. 17(9): p. 156-162. 10. Basson NJ Competition for glucose between Candida albicans and oral bacteria grown in mixed culture in a chemostat. J Med Micro. 2000. 49: p. 969-975. 11. Bates S, Rosa JMd. Candida albicans Iff11, a secreted protein required for cell wall structure and virulence. J Infect and Immun. 2007. 75(6): p. 2922-2928. 12. Vidotto, V., et al. Glucose influence on germ tube production in Candida albicans. J Mycopath. 1996. 133: p. 143-147. 13. Schuster, G.S. Oral Microbiology and Infectious Disease. 2 nd student ed. Baltimore: Williams and Wilkins, 1983. 14. Dalle F, T Jouault. β-1,2- and β-1,2-linked oligomannosides mediate adherence of Candida albicans blastospores to human enterocytes in vitro. J Infect and Immun. 2003. 71(12): 7061-7068. Indonesian Journal of Dentistry 2009; 16(1): 58-63 63