BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PEND. ANAK LUAR BIASA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

PERSPEKTIF POLITIK PENDIDIKAN LUAR BIASA*) Oleh Edi Purwanta **)

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 86 / HUK / 2010 TENTANG

KEMAMPUAN GURU PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PEMBELAJARAN DI SLB BAGIAN A KOTA BANDUNG

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 031/0/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penyandang Cacat dan Permasalahannya

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL,PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 16 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KOTA SOLOK

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 665/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MENTERI KEHUTANAN,

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

b. pengkajian dan analisis teknis operasional pendidikan khusus; c. pelaksanaan kebijakan teknis bidang pendidikan khusus; d. penyusunan bahan dan mem

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 1998

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

NASKAH PUBLIKASI MOTIVASI KERJA GURU SEKOLAH LUAR BIASA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 106 / HUK / 2009 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB VIII PROSEDUR MENDIRIKAN SEKOLAH LUAR BIASA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. profesional, yang bertujuan membentuk peserta didik yang menyandang kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 1 30.F t JHUN 2008

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 12

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial;

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 663/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

BAB III DESKRIPSI MEDITASI ŻIKIR DI SLB. A. Profil SLB Negeri Ungaran Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterbatasan, tidak menjadi halangan bagi siapapun terutama keterbatasan

BAGAN ORGANISASI SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIREKTORAT PEMBELAJARAN SUBDIREKTORAT SUBDIREKTORAT SARANA DAN PRASARANA SUBDIREKTORAT

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 104 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

PERMAINAN HALMA DALAM PEMBELAJARAN KONSEP SEBAGAI UPAYA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA KARYA MULIA SURABAYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1974 POKOK-POKOK ORGANISASI DEPARTEMEN TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30.E TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 664/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERSUTERAAN ALAM MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. wicara. anak tuna grahita anak tuna daksa, anak tuna laras. Anak autis dan anak

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016, No dan Tata Kerja Panti Sosial Rehabilitasi Sosial Orang dengan Human Immunodeficiency Virus Bahagia di Medan; Mengingat : 1. Undang-Un

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN TAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 54/HUK/2003

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN BAB I

Transkripsi:

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia Sejarah singkat pendidikan luar biasa di Indonesia dapat dilihat dari dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berdirinya Blinden Institut tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai dr.west hooff marupakan awal pelayanan terhadap penyandang cacat di mana para tuna netra diberikan latihan dengan cara program shetered workshop (bengkel kerja). Program inilah yang merupakan cikal-bakal berdirinya sekolah khusus bagi tuna netra di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1927, juga di Bandung, dibuka sekolah khusus bagi anak tuna grahita yang didirikan oleh Bijzonder Onder Wijs yang di prakarsai oleh seorang yang bernama Folker, sehingga sekolah ini disebut Folkerschool. Pada tahun 1930 sekolah khusus untuk tuna rungu wicara juga di buka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C.M.Roelsema. Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makin terjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 6 Disamping itu UU Pendidikan NO.12 tahun 1945 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajuan luar 6. Johnsen, Band Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar, Oslo : Uni Pub, 2004, Hal : 5

biasa. Mulai saat itulah sekolah bagai penyandang cacat disebut sekolah luar biasa (SLB). Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah pihak swasta yang merupakan yayasan. 7 Meskipun demikian penyelenggaran SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh seksi pengajaran luar biasa merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian urusan Pendidikan Luar Biasa, bagian dari jawatan pengajaran, selanjutnya oleh urusan pendidikan luar biasa. Bagian dari Jawatan pendidikan umum. Sejak tahun 1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit PSLB ditingkatnya fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Dit PLB) dan terakhir Direktorat ini berubah menjadi Dit. PSLB. 2.2. Berdirinya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan terus meningkat akan pendidikan khusus bagi anak-anak cacat, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan luar biasa harus ditingkatkan secara kuantitatif maupun kualitatif. untuk itu pemerintah harus berbenah untuk memenuhinya, melihat semakin meningkatnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia, sebagai 7. Ibid, Hal 7

salah satu jawaban dari semua itu, pemerintah telah mendirikan sekolah luar biasa. Direktorat Pendidikan Dasar dan menengah mengutip hasil sensus kependudukan tahuan 1980 mengumumkan bahwa jumlah anak berkelainan tahun 1980 mengumungkan bahwa jumlah anak berkelainan dengan usia 7-12 tahun diketahui sebanyak 254-134 orang. Adapun rincian masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1: Populasi Anak Berkelainan di Indonesia Tahun 1980 No Jenis Kelamin Jumlah % 1 Tuna Netra 41.057 16,16 2 Tuna Rungu 76.745 30,20 3 Tuna Grahita 40.441 15,91 4 Tuna Daksa &Tuna Laksa 95.891 37,73 Jumlah 254.134 100% Sumber : Dirjen Dikdasmen Depdiknas Tahun 1980 Sedangkan anak-anak cacat yang terdata di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Utara pada tahun 1983, terdapat 699 orang yang sudah tertampung di SLB-SLB yang ada di Sumatera Utara pada saat itu, dan terdapat 5.126 orang belum tertampung yang kesemuanya semua itu merupakan anak-anak cacat berusia 7-12 tahun. 8 Untuk itu pemerintah harus 8. Hasil wawancara dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11. Wib.

menyiapkan sekolah bagi mereka, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan dalam rangka penuntasan wajib belajar bagi anak cacat usia 7-12 tahun. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan kebudayaan secara bertahap mendirikan sekolah luar biasa tingkat propinsi diberbagai kota di Indonesia seperti: SLB-A (Tuna Netra) di Palembang, SLB-B (Tuna Rungu) di Sumedang, SLB-C (Tuna Grahita) di Djokjakarta, SLB-D (Tuna Daksa) di Makasar dan SLB-E (Tuna Laras) di Medan. Pendirian sekolah luar biasa tersebut di dasari dari pertimbangan bahwa di setiap daerah tersebut banyak terdapat anak-anak cacat sesuai dengan ketunaannya. 9 Sekolaqh luar biasa pembina tingkat propinsi didirikan pemerintah dengan maksud sebagai tempat untuk menghimpun pemikiranpemikiran, konsepsi-konsepsi, serta inovasi tentang pembinaan sekolah luar biasa dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar bagi anak berkelainan, sehingg mereka mampu membekali diri untuk dapat mandiri dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Adapun tujuan adalah melaksanakan latihan dan peyegaran bagi tenaga kependidikan sekolah luar biasa yang meliputi tingkat persiapan, dasar, dan menengah. 9. Hasil Wawancara dengan Bapak Tri Wahono, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 26 Agustus 2010. Pukul 10.30 Wib

Fungsi dari sekolah luar biasa tingkat propinsi antara lain : 1. Mengadakan latihan peyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya serta menyelenggarakan pendidikan luar biasa. 2. Melakukan percontohan penyelenggaraan pendidikan tingkat persiapan, dasar dan menengah sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 3. Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis murid. 4. Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi murid, orangtua, dan masyarakat. 5. Membina hubungan kerjasama dengan orangtua murid dan masyarakat. 6. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa sesuai dengan kelainan/ ketunaannya. 7. Melakukan urusan tata usaha sekolah. SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi merupakan sekolah binaan sekolah langsung oleh pemerintah, sekolah ini dikategorikan untuk menampung anak-anak tuna laras (Anak Nakal) pada awalnya. 10 Maka pada tanggal 19 Januari 1983 yang berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.051/0/1983 didirikanlah sekolah luar biasa dengan nama : SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Sumatera Utara yang terletak di jalan Karya Ujung Medan. 10. Hasil Wawancara Dengan Bapak Komarudin, Guru SLB-E Negeri Pembina Tanggal 24 Agustus 2010, Pukul 11.30 Wib.

Pendirian sekolah merupakan realisasi dari salah satu program nasional dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar bagi anak-anak cacat di Indonesia. 2.3 Struktur Organisasi Dalam rangka menjalankan dan melaksanakan operasional sekolah, perlu di bentuk struktur organisasi sekolah agar dapat menjadi suatu wadah atau badan kegiatan yang bersinergis untuk mencapai suatu hasil. Di dalam setiap perangkat organisasi memiliki Tugas dan Tanggung Jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan di bawah ini : Kepala Sekolah Sub Kepala Guru Tenaga Teknis Tenaga Bimbingan Tenaga Klinis Sumber : Profil SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi Pada Tahun 1984 Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa struktur organisasi SLB-E Negeri Pembina terdiri dari :

1. Kepala Sekolah Kepala sekolah mempuyai tugas memimpin pelaksanaan tugas sekolah. 2. Sub. Bagian Tata Usaha Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga sekolah, untuk menyelenggarakan tugas tersebut sub.bagian tata usaha mempunyai fungsi : a. Melakukan urusan surat menyurat, rumah tangga dan perlengkapan. b. Melakukan urusan kepegawaian dan keungan. 3. Guru Guru mempunyai tugas melakukan kegiatan pendidikan, pengajaran, latihan bagi para murid, percontohan dalam proses belajar mengajar, dan publikasi bagi para peserta dan kerjasama dengan orangtua murid. 4. Tenaga Teknis Memberikan tugas percontohan latihan teknis kepada guru SLB dan tenaga kependidikan lainnya serta memberikan latihan teknis kepada murid di sekolah. 5. Tenaga Bimbingan dan Penyuluhan Mempunyai tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada murid serta penyuluhan kepada orangtua dan masyarakat. 6. Tenaga Klinis Pendidikan Mempunyai tugas melakukan pemeriksaan Psikologis, medis, dan sosiologis bagi murid.

2.4. Sistem Tatakerja Untuk dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan di sekolah, unsur manusia merupakan unsur penting karena kelancaran pelaksanaan program-program sekolah sangat ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakannya. Dengan demikian, hal tersebut harus betul-betul di sadarai oleh semua personil sekolah, sehingga dengan segala kemampuannya dengan bimbingan kepala sekolah akan terus berupaya mengelola sumber daya yang ada untuk pengembangan sekolah natinya. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap unsur di lingkungan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkrorisasi baik di dalam maupun di luar lingkungannya. Kepala sekolah wajib mengikuti dan mematuhi pentunjuk peraturan perundangan-undangan yang berlaku, kepala sekolah bertanggung jawab memimpin dan mengkopordinasikan semua unsur di lingkungan sekolah dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas masingmasing. Pelaksanaan pembinaan SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi di koordinasikan oleh Direktur Pendidikan Dasar. Dalam melaksanakan tugasnya SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi wajib mengadakan : a. Konsultasi teknis dengan SLB Pembina Tingkat Nasional. b. Konsultasi teknis operasional dengan kepala kantor wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi. Hal-hal yang belum dalam sistem tatakerja, dapat diubah lebih lanjut sesuai dengan mekanisme dan perkembangan sekolah.

2.5. Fasilitas (Sarana dan Prasarana) Suatu sekolah tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya fasilitas (sarana dan prasarana) di karenakan fasilitas sekolah merupakan hal mutlak diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. 11 SLB-E Negeri Pembina Tingkat Propinsi pertama sekali didirikan di atas lahan luas 25.000 m 2- atau 2,50 Ha. Pembangunan sekolah didanai oleh pemerintah melalui Pelita III pada saat itu, sekolah yang didirikan harus dapat menunjang prestasi para murid, melalui sarana dan prasarana agar tercipta kondisi belajar yang optimal. Untuk itu sekolah direncanakan pembangunannya sesuai dengan kebutuhan dan strandart sekolah luar biasa. Fasilitas yang diperoleh langsung dari pemerintah diharapkan mampu meningkatkan peran serta perangkat didalamnya baik kepala sekolah, guru, tenaga teknis, dan murid agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pembangunan sekolah direncanakan mempunyai sarana dan prasarana sebagai berikut : 11.Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004, Hal.13.

Tabel 2 : Luas Bangunan Dan Tanah SLB-E Negeri Pembina Tahun 1983 No Luas Bangunan Luas Tanah 1 Acar yagraha 420,00 m 2 2 Mesjid 49,00 m 2 3 Garasi 45,00 m 2 4 Gardu Jaga 7,50 m 2 5 Rumah Dinas 498,00 m 2 6 Asrama dan Ruang makan 975,00 2 7 Ruang Belajar 1.635,50 m 2 8 Klinik 199,25 m 2 9 Gardu Listrik 9,00 m 2 10 Aula 413,00 m 2 11 Rumah Penjaga Sekolah 42,00 m 2 Luas Bangunan Seluruhnya 4.288,25 m 2 Dibangun di atas tanah seluas 25.00,00 m 2 atau 2,50 ha Sumber : Profil Sekolah Luar Biasa E Negeri Pembina pada tahun 1983 Biaya pembangunan sekolah termasuk pengadaan tanah berjumlah Rp.705.260.000 pada tanggal 14 maret 1984 diresmikan oleh bapak Prof. Dr. Hasan Walinono, selaku Direktur Jenderal Pendidikan dasar dan menengah Departemaen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.