BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang DitamatkanTahun (persen) Pendidikan Tertinggi yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

2015 PENGARUH KOMPETENSI SISWA TERHADAP DAYA SAING LULUSAN PADA PROGRAM ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMKN 11 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Shandy Fauzan, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neng Sri Nuraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendirian Madrasah aliyah sawasta (MA) memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah A. Rahmat Dimyati, 2014

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

EKSPLORASI KESIAPAN SISWA MEMASUKI DUNIA KERJA PADA PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah

Mengharmonisasikan Tenaga Kerja dan Pendidikan di Indonesia Kamis, 14 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

AS ADI NIM. Q

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Hal tersebut dibuktikan dengan riset yang dilakukan oleh Badan

BAB I PENDAHULUAN. membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naima Hady, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia. Melalui pendidikan orang-orang lebih dapat mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan selalu mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang cerdas di era seperti sekarang ini sangat penting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat perusahaan di

BAB I PENDAHULUAN. pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak. memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang dewasa ini sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Peran dari pendidikan tersebut adalah sebagai sarana dalam. meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berubah dari model pendidikan yang tradisional menjadi pendidikan

KUANTITAS PROPORSI SMK : SMA

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA, IKLIMSEKOLAH, DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia di dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk. meningkatkan kualitas manusia. Sekolah merupakan salah satu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Tingkat pengangguran terbuka penduduk usia 15 tahun ke atas menurut

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN yang akan diberlakukan mulai tahun ini, tidak hanya membuka arus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrayogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 183) mendefinisikan prestasi sekolah sebagai hasil atau tingkat keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gun Gun Gunawan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Minat dalam belajar siswa mempunyai fungsi sebagai motivating force

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. strategis terhadap pencapaian tujuan dari program-program yang telah ditetapkan oleh sekolah

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang ikut menentukan kemajuan suatu negara. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

TERWUJUDNYA LAYANAN PENDIDIKAN YANG PRIMA, UNTUK MEMBENTUK INSAN LAMANDAU CERDAS KOMPREHENSIF, MANDIRI, BERIMANDAN BERTAQWA SERTA BERBUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. terdapat jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan

2015 PRODUKTIVITAS SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 7,6%, Diploma I/II/III dengan 6,01% dan universitas sebesar 5,5%. Pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diperoleh peserta didik. Menurut pendapat Nurkencana (1986:92) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan terdapat pada Peraturan

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SMK DENGAN TUNTUTAN DUNIA KERJA. Ricky Gunawan Jurusan Teknik Mesin FPTK UPI

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

I. PENDAHULUAN. ekonomi di negara ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu

MEMBANGUN SMK BERBASIS POTENSI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan terdapat nilai-nilai yang baik, luhur, dan pantas untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inti kajian dalam penelitian ini adalah rendahnya tingkat mutu kompetensi lulusan. Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah menyebabkan tingkat pengangguran di Indonesia semakin tinggi. Tingginya tingkat pengangguran mencerminkan bahwa sampai saat ini mutu lulusan belum mampu memenuhi tuntutan dunia kerja. Salah satu pendidikan yang seharusnya menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi keahlian profesional adalah pendidikan kejuruan, namun sepertinya tujuan tersebut belum sepenuhnya tercapai. Rendahnya tingkat mutu kompetensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat dilihat dari keterserapan lulusan yang belum optimal. Pada Tabel 1.1 menggambarkan pengangguran terbuka berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Tabel 1. 1 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang DitamatkanTahun 2012-2013 (persen) Pendidikan Tertinggi yang 2012 2013 Ditamatkan Februari Agustus Februari Agustus SD ke Bawah 3,69 3,64 3,61 3,51 Sekolah Menengah Pertama 7,80 7,76 8,24 7,60 Sekolah Menengah Atas 10,34 9,60 9,39 9,74 Sekolah Menengah Kejuruan 9,51 9,87 7,68 11,19 Diploma I/II/III 7,50 6,21 5,65 6,01 Universitas 6,95 5,91 5,04 5,50 Sumber: Dokumen Badan Pusat Statistik Nasional, diakses 2013

2 Berdasarkan tabel di atas, bisa dilihat bahwa angka pengangguran terbuka dari jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun 2012 bulan Februari sebanyak 9,51% dan pada bulan Agustus tahun 2012 terjadi peningkatan sebanyak 0,36% menjadi 9,87%, dan pada tahun 2013 bulan Februari terjadi penurunan sebanyak 2,19% menjadi 7,68%, namun pada bulan Agustus tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 3,51% menjadi 11,19%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2012 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan, jumlah pengangguran ini cukup tinggi untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tingginya angka pengangguran lulusan SMK juga diberitakan dalam TRIBUN-TIMUR.COM 6 November 2014 menginformasikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) banyak yang menjadi pengganguran terbuka. Jumlah lulusan SMK yang menganggur mencapai 813.776 jiwa, atau 11,24 persen dari jumlah total pengangguran terbuka di Indonesia sampai Agustus ini, yakni 7,24 juta jiwa. Kepala BPS, Suryamin menengarai belum adanya link and match antara pendidikan kejuruan dengan permintaan industri menyebabkan lulusan SMK adalah yang paling banyak menganggur. Di Kota Bandung, hingga akhir Oktober 2008, Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) mencatat, terdapat tidak kurang 174.000 pencari kerja menganggur tapi yang terserap baru 1.600 orang. Angkatan kerja penganggur ini, kemungkinan bertambah karena telah ada sejumlah perusahaan, menyatakan kolep dan siap bahkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Disnakertrans memprediksi, dengan pertumbuhan angkatan kerja 20 persen setahun, penganggur di Kota Bandung akan menjadi 200.000 lebih. Fenomena ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat keterserapan lulusan pendidikan (sekolah) oleh dunia kerja, merupakan cerminan dari kualitas pendidikan secara keseluruhan. Jika demikian, maka gejala ini tentu perlu segera diperbaiki agar tidak semakin meruncing dan berdampak lebih parah pada

3 pengangguran yang akan semakin meningkat dan rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), misalnya, merilis peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia (Moh. Yamin, 2007). Kondisi ini mengindikasikan bahwa: pertama, kualitas dan daya saing pendidikan Indonesia kian merosot, dan kedua, masalah pokok pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini adalah peningkatan kualitas pada setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Dalam konteks kemanfaatannya, mutu pendidikan ini sangat terkait dengan isu relevansi pendidikan. Pendidikan yang memiliki kekuatan daya saing ditandai dengan mutu pembelajaran dalam program-program pendidikan yang amat dibutuhkan oleh masyarakat. Keunggulan dan daya saing pendidikan Indonesia yang dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja lulusan pendidikan, dilaporkan oleh World Economic Forum (2012), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu Indonesia mengalami penurunan indeks daya saing global, dari posisi ke 46 (2011) menjadi ke 50 (2012). Berdasarkan laporan tersebut aspek ketenagakerjaan merupakan penyebab merosotnya daya saing Indonesia pada tahun 2012. Menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40) (Didin S. Damanhuri, 2007). Sementara menurut data /PERC (2001). Indonesia berada pada posisi 12 dari 12 negara di Political and Economic Risk Consultant Asia. Pemeringkatan internasional tersebut telah menilai sistem pendidikan Indonesia yang kurang relevan dengan kebutuhan pembangunan. Isu PERC yang mengaitkan kualitas pendidikan dengan mutu tenaga kerja sebagai salah satu faktor ekonomi telah

4 menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan kualitas dan produktivitas pekerja. Masih tingginya angka pengangguran terbuka menurut pendidikan tinggi yang ditamatkan serta fenomena-fenomena di atas, mengindikasikan bahwa tingkat penyerapan angkatan kerja dari lulusan jenjang sekolah menengah kejuruan masih kurang. Adapun beberapa diantaranya lembaga pendidikan yang dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian serta kualifikasi yang dibutuhkan dalam persaingan dunia kerja adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Bandung. Sebagian besar SMK di kota Bandung memilki misi yang sama, yaitu berusaha untuk meraih sasaran yang hendak dicapai yaitu melahirkan sumber daya manusia yang siap memasuki lapangan kerja dengan sikap profesional sesuai dengan keahliannya, dan mampu mandiri yang sanggup bersaing di tingkat nasional dan internasional, namun misi tersebut belum sepenuhnya tercapai.hal ini dapat dilihat dari fenomena beberapa lulusan SMK di kota Bandung yang keterserapannya belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: No Tabel 1. 2 Data Keterserapan Lulusan SMK Kompetensi Keahliann Bisnis dan Manajemen Nama Sekolah Presentasedayaseraplulusan Bekerja Melanjutkan Wirausaha Lain-lain 1 SMK Muhammadiyah 2 80% 20% 2 SMK Binawarga 90% 10% 3 SMK Pelita Bandung 34% 2% 1% 13% 4 SMK Padjajaran 2 80% 20% 5 SMK Taruna Ganesa 83.7% 9.3% - 7.0% 6 SMK Muhamadiyyah 4 85% 15% 7 SMKN 11 Bandung 86% 14% 8 SMK Muslimin 1 71% 12% - 17% 9 SMK Bandung Selatan 2 3% 1% - 96% TOTAL RATA RATA 26% Sumber: Dinas Pendidikan Kota Bandung 2014

5 Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa data tersebut menggambarkan bahwa lulusan di beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bandung pada bidang keahlian manajemen dan bisnis belum optimal dalam mewujudkan tujuan agar lulusan dapat dengan mudah diserap oleh dunia usaha/dunia industri (DU/DI). Banyaknya lulusan yang tidak dapat terserap oleh dunia usaha/dunia industri (DU/DI) dikarenakan mutu kompetensi lulusan yang belum optimal. Masih banyaknya lulusan yang melanjutkan disinyalir disebabkan karena lulusan merasa kompetensi yang dimiliki belum cukup untuk bekal di dunia kerja, selain itu lulusan merasa pesimis dengan tantangan-tantangan yang dihadapkan oleh para kompetitor pencari kerja lainnya yang dari tamatan Sarjana. Sehingga lulusan kurang percaya diri terhadap kompetensi yang dimiliki dan memilih untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kenyataan tersebut tentu tidak sejalan dengan tujuan SMK yang memprioritaskan keahlian lulusan agar siap bekerja secara professional setelah lulus dari sekolah. Dalam hal ini, pemerintah terus berupaya memperbanyak pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hingga tahun 2008 telah dikembangkan sebanyak 100 SMA dan 341 SMK berbasis keunggulan lokal. Rasio jumlah siswa SMK:SMA dari tahun ke tahun juga terus meningkat dari 30:70 pada tahun 2004 menjadi 49:51 menurut perhitungan sementara pada akhir bulan September 2009. Hal ini menunjukkan adanya keinginan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan lulusan pendidikan sekolah menengah, khususnya menyangkut keterserapan oleh dunia kerja. Namun demikian, niat baik pemerintah ini bukanlah tanpa kendala, mengingat banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, sampai pada sekolah menengah kejuruan dengan bidang keahlian apa yang relevan dengan kondisi lingkungan dan tuntutan dunia kerja. Termasuk di dalamnya hal-hal yang perlu dipersiapkan menyangkut konversi dari SMA ke SMK. Program pemerintah tersebut kini mulai dirasakan manfaatnya dengan adanya peningkatan jumlah siswa SMK yang semakin banyak bila dibandingkan

6 dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun dilain pikah banyaknya lulusan SMK yang tidak terserap di dunia kerja salah satunya disebabkan peningkatan jumlah SMK yang belum diimbangi dengan kualitas yang menuntut lulusan SMK memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan globalisasi saat ini. Oleh karena itu, jelas yang dimaksud dengan pertumbuhan siswa SMK bukan sekedar meningkatkan kapasitas pada program-program studi tradisional yang sudah ada, yang cenderung involutif, justru yang sangat penting adalah pengembangan program-program studi kontemporer yang relevan dengan konteks sumber daya lokal namun memiliki keunggulan nasional dan global, serta mengikuti perubahan ekonomi global. Dengan begitu lulusan SMK akan mudah terserap di lapangan kerja karena memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang bersifat global saat ini. Dalam mengentaskan masalah belum optimalnya mutu kompetensi lulusan terlebih dahulu harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat menemukan solusi dan penyelesaian yang tepat dalam upaya peningkatan mutu kompetensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota Bandung. Berdasarkan teori belajar behaviorisme pengkondisian klasik (pengkondisian operan) dari B.F. Skinner, menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu stimulus yang berasal dari komponen pendidikan dari lingkungan sekolah. Menurut Slameto (2010), hasil belajar di pengaruhi oleh beberapa faktor, dalam bukunya (2010:54), mengatakan, faktorfaktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat di golongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktorfaktor tersebut diantaranya: Faktor Internal: 1) Faktor Jasmaniah: kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor Psikologis: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan/perkembangan, dan kesiapan. 3) Faktor Kelelahan. Faktor Eksternal:

7 1) Faktor Keluarga: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. 2) Faktor Sekolah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, fasilitas pembelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, model belajar, dan tugas rumah. 3) Faktor Masyarakat: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Hasil penelitian Eko Djatmik (2006), tentang Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sarana Prasarana Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri Kota Semarang menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru SMP Negeri Kota Semarang sebesar 58,4 %. Sarana Prasarana berpengaruh terhadap kinerja guru sebesar 36,9%. Sedangkan hasil variabel kepemimpinan kepala sekolah dan sarana prasarana memiliki pengaruh terhadap kinerja guru sebesar 65,1 %. Menurut hasil penelitian Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kompetensi Profesioanal Guru Terhadap Peningkatan Prestasi Kerja Guru Sekolah Dasar Islam Terpadu Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat oleh Endang Sri Budi Herawati (2012), dinyatakan bahwa terdapat pengaruh langsung dan signifikan dari kepemimpinan kepala sekolah terhadap kompetensi guru. Berdasarkan penelitian Ahmad Rifandi ytentang Mutu Pembelajaran Dan Kompetensi Lulusan Diploma III Politeknik Cakrawala Pendidikan, pada Februari 2013, Th. XXXII, No. 1, hasil penelitian ini ditemukan bukti empirik bahwa terdapat hubungan kausal antara profesionalitas dosen, media pembelajaran, dan fasilitas pembelajaran terhadap mutu pembelajaran dan terhadap kompetensi lulusan. Depdiknas dalam Renstra Depdiknas 2010-2014, menjelaskan bahwa rendahnya mutu pendidikan (sekolah) ini ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses, dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran mengenai faktor-faktor tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi

8 peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi, sikap), proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih banyak ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan dengan suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium, komputer dan sebagainya. Secara eksternal, komponen masukan pendidikan yang secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan (sekolah) meliputi (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas dan kualitas, maupun kesejahteraannya; (2) prasarana dan sarana belajar yang belum tersedia dan belum didayagunakan secara optimal; (3) pendanaan pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran; dan (4) proses pembelajaran yang belum efisien dan efektif. Banyak guru di Indonesia belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 39 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Berdasarkan data Balitbang Depdiknas sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2010-2011 di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD yang layak mengajar hanya 26.83% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas, menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma

9 D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Di Kota Bandung, Kasubdit Banglemsidiklat (2005: 1) yang menyatakan bahwa 63% guru SMK tidak memiliki kompetensi profesional standar yang disyaratkan. (Dedi SupriawanWowo SK., Aryano dan Dedi Rohendi, 2006). Fakta empirik kondisi guru sebagaimana diungkapkan di atas, ternyata sejalan dengan temuan penelitian Tjutju Yuniarsih dkk (2008). Survey yang dilakukan terhadap 268 guru pada 26 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi menunjukkan bahwa dilihat dari kesesuaian tugas dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh guru, sebanyak 76% guru memiliki kesesuaian antara tugas dan latar belakang pendidikannya. Sementara sisanya, sebesar 24% tidak sesuai. Temuan ini tentu saja akan berdampak pada kurang optimalnya kinerja guru, khususnya kinerja mengajar guru. Tidak optimalnya kinerja guru ini, kemudian dapat dilihat dari belum sepenuhnya lulusan SMK bekerja atau terserap di dunia kerja, sebagaimana ditunjukkan Kartadinata (2007:16) yang menyebutkan bahwa keterserapan lulusan SMK di dunia kerja hingga saat ini baru mencapai 75%, salah satunya diduga karena penguasaan kompetensi yang harus dimiliki guru masih belum optimal. Kompetensi guru ini akan berdampak pada tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan. Jika guru memiliki tingkat penguasaan kompetensi guru tinggi, maka secara teori akan diikuti oleh semakin tingginya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki lulusan, sehingga mereka akan menjadi siap dalam menghadapi tantangan dunia kerja, dan sebaliknya. Dari aspek fisik, kondisi prasarana dan sarana pendidikan belum sepenuhnya memadai, hal ini antara lain dapat dilihat dari ketersediaan

10 perpustakaan di sekolah, ruang belajar dan sarana belajar lain seperti laboratorium, sarana olahraga yang rusak. Data Balitbang Depdiknas (2012) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama. Kondisi yang demikian, selain akan berpengaruh pada ketidaklayakan dan ketidaknyamanan pada proses belajar mengajar, juga akan berdampak pada keengganan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Fasilitas lainnya yang turut mempengaruhi mutu pendidikan ialah ketersediaan buku. Secara nasional, rata-rata rasio buku per siswa untuk SMK adalah 0,25. Masih jauh dari kondisi ideal rasio 1:1, satu siswa satu buku. Masalah yang lebih besar tidak hanya terletak pada ketersediaan buku tetapi juga dalam pendayagunaan buku pelajaran tersebut dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap tahun ajaran baru semakin memberatkan orang tua siswa. Selain itu juga menimbulkan pemborosan yang tidak perlu, karena buku yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan oleh siswa tahun berikutnya. Kekurangan juga terjadi pada media penunjang yang lain, seperti laboratorium, ruang UKS, dan penunjang pembelajaran bahasa, terutama bahasa Inggris dan pendidikan jasmani dan kesehatan. Sementara pada level mikro, salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi pada guru (teacher oriented) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan menjadi kurang optimal.

11 Muatan belajar yang terlalu terstruktur dan sarat beban juga mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah menjadi steril dengan keadaan dan perubahan lingkungan fisik dan sosial di lingkungan. Keadaan ini menjadikan proses belajar menjadi rutin, tidak menarik, dan tidak mampu memupuk kreativitas murid, guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang inovatif. Persoalan tersebut ditambah dengan terlalu dominannya pengembangan otak kiri peserta didik, sehingga otak kanan menjadi kurang optimal sehingga gagasan kreatif dan inovatif dari peserta didik menjadi tumpul. Rendahnya kualitas pembelajaran terjadi pada hampir semua jenjang dan jenis pendidikan dapat menyebabkan rendahnya angka efisiensi pendidikan, angka mengulang kelas dan putus sekolah yang masih tinggi. Faktor yang turut berpengaruh terhadap rendahnya efisiensi pendidikan adalah rendahnya kemampuan pengelolaan berbagai masukan pendidikan baik dalam menjalankan proses pembelajaran maupun dalam pengelolaan pendidikan secara keseluruhan, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun pada pengelola pendidikan yang ada di atasnya. Hal ini dilihat dari lemahnya fungsi supervisi pendidikan, baik yang dilakukan oleh tenaga fungsional seperti pengawas bidang studi untuk tingkat SMP dan SMA/SMK, maupun supervisi oleh kepala sekolah sebagai manajer sekolah. Kelemahan pada aspek perencanaan, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar tidak termonitoring secara efektif oleh para supervisor, sehingga kelemahan-kelemahan pada proses pembelajaran tidak dapat teridentifikasi secara akurat. Mutu pendidikan non-akademik juga masih bermasalah yang dapat dilihat dari perilaku dan sikap peserta didik dalam kehidupan sosial, baik saat berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Dari jumlah kasus yang ada, seperti perkelahian masal, perilaku kesopanan, dan tata kehidupan lainnya, belum mencerminkan nilai-nilai budaya dan norma-norma yang berlaku. Fakta empirik di atas, memberikan informasi bahwa setidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan pendidikan, antara lain:

12 tenaga pendidik dan kependidikan, supervisi pendidikan, sarana, fasilitas, media, dan biaya. Berdasarkan keseluruhan uraian tentang fenomena dan masalah-masalah pendidikan di atas, serta beberapa penelitian yang relevan sebelumnya yang didasarkan pada teori dan pendapat ahli, perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam agar diperoleh informasi yang komprehensif tentang masalah pendidikan dan solusi-solusinya. Kiranya inilah yang menarik penulis untuk mengadakan penelitian, dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk disertasi dengan judul: Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Mengajar Guru, Pengelolaan Fasilitas Pembelajaran, dan Proses Pembelajaran terhadap Mutu Kompetensi Lulusan SMK Bidang Keahlian Manajemen dan Bisnis). B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Inti kajian dalam penelitian ini adalah masalah belum optimalnya mutu kompetensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kota Bandung, khususnya pada Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen. Aspek tersebut diduga sebagai salah satu aspek strategis yang dapat menghambat terciptanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, masalah belum optimalnya mutu kompetensi lulusan harus segera ditindaklanjuti. Masalah yang dipecahkan dalam penelitian ini, terungkap dalam pernyataan masalah (problem statement) sebagai berikut: Komponen-komponen pendidikan yang meliputi raw input, instrumental input, dan environmental input belum dikelola secara optimal, dan hal ini menyebabkan kualitas proses pembelajaran dan mutu kompetensi lulusan relatif rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu kompetensi lulusan, diantaranya faktor internal yang berasal dari dalam diri lulusan yaitu minat, bakat, motivasi, perkembangan dan kesiapan, serta faktor eksternal yang berasal dari lingkungan yaitu dorongan orang tua, latar belakang kebudayaan, metode mengajar, kurikulum, kinerja mengajar guru, disiplin sekolah, fasilitas pembelajaran, model

13 belajar, kegiatan siswa dalam masyarakat, bentuk kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil kajian secara empirik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi mutu kompetensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kota Bandung Bidang Keahlian Manajemen dan Bisnis, diduga faktor determinan yang paling berpengaruh terhadap mutu kompetensi lulusan adalah kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, dan proses pembelajaran. Faktor faktor yang diduga determinan tersebut didasari atas teori belajar dari B.F Skinner, yang menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh stimulus dan behavior. Stimulus merupakan faktor faktor penunjang yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan behavior adalah perubahan sikap yang ditimbulkan dari stimulus. Salah satu faktor penunujang dalam terciptanya hasil belajar yang kondusif adalah kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran dan proses pembelajaran, Penelitian ini dilakukan di 33 Sekolah Menengah Kejuruan kota Bandung pada bidang keahlian manajemen dan bisnis. Berdasarkan pernyataan masalah (problem statement) di atas, dapat diajukan rumusan masalah yang terungkap dalam pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut: Apakah mutu kompetensi lulusan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, fasilitas pembelajaran, dan kualitas proses pembelajaran. Rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran empirik mengenai kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, proses pembelajaran dan mutu kompetensi lulusan di SMK Keahlian Manajemen dan Bisnis di Kota Bandung. 2. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru. 3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap pengelolaan fasilitas pembelajaran.

14 4. Apakah kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, dan fasilitas pembelajaran berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran. 5. Apakah kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran dan kualitas proses pembelajaran berpengaruh terhadap mutu kompetensi lulusan. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan faktor faktor yang berpengaruh terhadap mutu kompetensi lulusan di sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Bandung, sehingga dapat menghasilkan tenaga terampil yang berkualitas dan selaras dengan kebutuhan lapangan kerja di dunia usaha dan industri. Adapun tujuan penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan gambaran empirik mengenai kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, proses pembelajaran dan mutu kompetensi lulusan di SMK Keahlian Manajemen dan Bisnis di Kota Bandung. 2. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran dan proses pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. 3. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran dan proses pembelajaran terhadap mutu kompetensi lulusan di Sekolah Menengah Kejuruan Program Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. D. Manfaat Penelitian

15 Jika tujuan penelitian yang dikemukakan di atas dicapai, penelitian ini akan memberikan dua macam manfaat, yaitu manfat teoritis dan praktis. Dengan adanya penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep-konsep mengenai administrasi pendidikan khususnya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, dan proses pembelajaran terhadap mutu kompetensi lulusan. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Sebagai bahan informasi bagi satuan pendidikan untuk dapat memahami sifat-sifat yang berkaitan dengan mutu kompetensi lulusan SMK, sehingga dapat dikembangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan mutu kompetensi lulusan khususnya pada Sekolah Menengah Kejuruan. b. Sebagai masukan bagi kepala sekolah dalam upaya mengembangkan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah, dan masukan bagi para tenaga pendidik dalam meningkatkan kinerja mengajar serta dapat mengembangkan pengelolaan fasilitas pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran. c. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan peningkatan mutu kompetensi lulusan. d. Sebagai bahan bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan informasi dan data yang relevan dari hasil penelitian, khususnya mengenai kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, dan proses pembelajaran yang dapat menunjang peningkatan mutu kompetensi lulusan.

16 E. Struktur Organisasi Disertasi Disertasi ini disusun ke dalam lima bab, yang terdiri atas Bab I yaitu pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang penelitian, identifikasi masalah dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi disertasi. Bab II terdiri atastinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis, yang mendeskripsikan beberapa konsep, teori dan pendekatan yang berkaitan dengan administrasi pendidikan, pendidikan kejuruan, mutu kompetensi lulusan, kepemimpinan kepala sekolah, kinerja mengajar guru, pengelolaan fasilitas pembelajaran, dan proses pembelajaran, dilengkapi dengan beberapa penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, termasuk asumsi dan hipotesis. Bab III yaitu metodologi penelitian, yang berisi metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional dan operasionalisasi variabel, sumber data, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data yang di dalamnya terdapat hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen, dan teknis analisis data. Bab IV merupakan hasil penilaian dan pembahasan, mendeskripsikan hasil temuan dan pengujian hipotesis serta membahas hasilnya sesuai dengan kondisi lapangan, konsep, dan teori yang relevan. Sedangkan Bab V merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.

Pembelajaran, Dan Proses Pembelajaran Terhadap Mutu Kompetensi Lulusan SMK Bidang Keahlian Manajemen Dan Bisnis Di Kota Bandung 17