BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan keanekaragaman budaya maupun keyakinan. Dasar Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. pada level birokrasi maupun legislatif. Konsep trias politica yang membagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang No 23 Tahun 2006 administrasi kependudukan. untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mensejahterahkan masyarakat atau warga negara.pelayanan

KINERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DALAM PELAYANAN AKTE KELAHIRAN. (Suatu Studi di Kabupaten Halmahera Utara) Oleh : Arki Tabaga

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

I. PENDAHULUAN. aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari terwujudnya prinsip-prinsip yang terkandung dalam Good Governance

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kewajiban pemerintah adalah untuk menyelenggarakan

Pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance) merupakan salah. dukungan dan kesiapan para aparat pemerintah yang memiliki kemampaun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan biaya pelayanan tidak jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan issue

BAB I PENDAHULUAN. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan jasa, seperti pendidikan dan layanan kesehatan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. aparatur dalam berbagai sektor terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil

BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah suatu Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Untuk itulah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Republik Indonesia memberikan perlindungan, pengakuan,

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya harus tetap berusaha melayani kepentingan masyarakat dan mengayomi

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Krisis harga minyak yang sempat melonjak hingga lebih dari 120 dolar

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat memberi rasa puas terhadap masyarakat. Pelayanan kepada

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

I. PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Reformasi Birokrasi dalam Pencapaian Good Governance

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance), sehingga seorang pemimpin

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA: EVALUASI TERHADAP IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

ISU ADMINISTRASI PERKANTORAN. Oleh : MAYA MUTIA, SE, MM Analis Kepegawaian Pertama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. (madebewind) yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya. pelayanan kepada masyarakat di tingkat desa dibentuklah sebuah

I. PENDAHULUAN. tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik adalah pemberian pelayanan yang dilakukan oleh. tata cara dan aturan pokok yang telah ditetapkan.

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. paradigma administrasi negara atas; (a) dikotomi politik administrasi, (b) paradigma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. khususnya pemerintah daerah adalah menampilkan aparatur yang profesional,

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SLEMAN PERIODE DESEMBER TAHUN 2015

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. suatu prosedur yang berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (good governance). Untuk

Kebutuhan Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan prima

BAB I PENDAHULUAN. tujuan negara yang sudah tercantum dalam UUD 1945 alenia ke-4 yaitu untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah negara dengan kondisi warga negara yang sangat pluralistik, dimana terdapat banyak suku, ras, agama maupun kelompok masyarakat dengan keanekaragaman budaya maupun keyakinan. Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan payung hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan dasar Negara Indonesia yang menyatakan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada sila ke lima, niat tulus dari pendahulu bangsa ini yang telah merasakan ketidakadilan dari masa penjajahan, tidak menginginkan bangsa ini kembali merasakan ketidakadilan dari pihak-pihak yang berkuasa dalam hal ini pemerintah yang semestinya mewujudkan sila ke lima dari pancasila agar masyarakat diperlakukan sama tanpa memandang suku, ras, dan agama. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga Negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang, 1

publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidakpastian untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. (penjelasan umum UU nomor 25 2009 tentang pelayanan publik). Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas mengatur tentang kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hukum. Sangat penting bagi aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menjadikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai acuan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan Pasal 28. Dalam menjalankan penyelenggaraan pelayanan publik, setiap aparatur pemerintah harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi pada setiap warga negaranya di berbagai bidang kehidupan. Dwiyanto (2010:172) menyatakan bahwa aparat birokrasi yang berada di garis depan juga merupakan representasi dan simbol dari birokrasi pelayanan. Apa yang mereka lakukan ketika berinteraksi dengan warga menentukan persepsi dan penilaian warga terhadap birokrasi pelayanan. Apartur pemerintah dalam penyelenggaran pelayanan publik harus menjunjung tinggi asas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara tanpa adanya pembedaan baik dari warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin. Walaupun peraturan perundang- 2

undangan yang dibuat telah dipersiapkan dengan baik, namun manusia yang berada di belakang peraturan tersebut sangat menentukan yaitu aparatur pemerintah yang melakukan penyelenggaraan publik. Dalam prakteknya, perlakuan diskriminasi yang dialami oleh warga negara pada akhirnya berujung pada praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal tersebut terjadi karena aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik cenderung dipandang lebih tinggi dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan publik. Sinambela (2008:3) mengatakan pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih terkesan berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Osborne dan Plastrik dalam Sinambela (2008:4) mencirikan pemerintahan (birokrat) sebagaimana diharapkan adalah pemerintahan milik masyarakat, yakni pemerintahan birokrat yang mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya kepada masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pelayanan publik akan lebih baik karena mereka selalu merasa diawasi sehingga mereka juga akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli dan lebih kreatif dalam segala hal. Dwiyanto (2011:365) juga menyatakan 3

warga cenderung memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah ketika mereka menilai pemerintah mampu mencukupi kebutuhan barang dan jasanya. Menurut Hardin dalam Dwiyanto (2011:369) Pemerintah dinilai memiliki komitmen yang kredibel apabila warga percaya bahwa ada encapsulated interest antara dirinya dan aktor-aktor dari institusi pemerintah, yaitu apa yang menjadi kepentingan warga juga menjadi kepentingan para pejabat birokrasi pemerintah, atau setidaknya warga percaya bahwa tindakan pemerintah dan para pejabatnya selalu didasarkan pada keinginan untuk mewujudkan kebaikan bersama (common good) atau melindungi kepentingan dan harta benda warga. Encapsulated interest terjadi apabila kepentingan warga selalu menjadi pertimbangan para pejabat publik dalam membuat dan melaksanakan kebijakan. Arif, Rohman, Ahmad, Purnomo, Sa id (2008:5) kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan, sebaliknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberhasilan pelayanan publik. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha meningkatkan kualitas pelayanan publiknya. Kenyataan dilapangan pelayanan publik di indonesia menunjukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh birokrat kita sangat rumit, prosedural, berbelitbelit, lama, dan boros. Selanjutnya Dwiyanto (2011:90) menyatakan masyarakat rela membayar mahal agar terhindar dari ketidakpastian pelayanan. Akibatnya, biaya pelayanan publik di Indonesia selalu diatas tarif resmi. Ketidakpastian dalam penyelenggaraan pelayanan menyebabkan masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan lebih baik harus mengeluarkan biaya lebih untuk diberikan kepada yang memberikan pelayanan publik atau melalui orang-orang 4

tertentu. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan pembedaan pelayanan terhadap masyarakat dan masih terus berlangsung sampai saat ini. Kejadian ini dapat dilihat dari tabel 1.1 berikut tentang reaksi masyarakat pengguna layanan ketika dimintai uang rokok (pungutan liar). Tabel 1.1 Reaksi Masyarakat Pengguna layanan Ketika Dimintai Uang Rokok (Pungutan Liar). Presentase (%) Reaksi Masyarakat Desa Kota Total Menganggap pungli sebagai hal yang wajar, tetapi tidak mau membayar 4,5 4,9 4.7 Marah dan menolak untuk membayar pungli 12,1 15,7 13,9 Merasa lega karena dengan demikian pekerjaan akan cepat selesai 15,7 15,3 13,9 Merasa keberatan, tetapi tetap membayarnya 21 18,7 19.9 Menganggap pungli sebagai hal yang wajar sehingga membayarnya 46,8 45,5 46,1 Sumber : Tabel 2.1 (Dwiyanto, 2011:90) Dari tabel tersebut dapat dilihat jika masyarakat mengetahui bahwa pungutan liar telah menjadi semacam tradisi di lingkungan birokrasi pelayanan di Indonesia. Masyarakat justru memaklumi hal ini dan cenderung menerima perlakuan pembedaan pelayanan saat dimintai uang dengan harapan mendapatkan 5

kualitas pelayanan lebih baik daripada masyarakat yang tidak membayar pungutan liar. Dwiyanto (2011:91) juga menyatakan tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab semakin banyaknya warga yang menyerah ketika berhadapan dengan rezim pelayanan yang korup. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan warga cenderung semakin toleran terhadap praktek pungli dan KKN dalam penyelenggaraan layanan publik. Pada awalnya, tindakan kolutif dari masyarakat lebih banyak karena keterpaksaan, yaitu sebagai bentuk respons mereka terhadap kerumitan dan ketidakpastian pelayanan publik. Namun, apabila pada perkembangannya warga pengguna layanan justru banyak yang merasa lega melakukan hal itu, atau bahkan mengharapkannya karena beranggapan hal itu dapat mempercepat urusannya, dan tidak menganggapnya sebagai praktik negatif yang merugikan, berarti masyarakat telah ikut melembagakan praktik KKN. Jika hal itu yang terjadi, penyakit birokrasi menjadi semakin sulit untuk disembuhkan. Zeithaml dalam Dwiyanto (2002:5) mengatakan penyelenggaraan pelayanan publik tidak dilihat lagi sebagai upaya untuk melayani kebutuhan masyarakat, tetapi justru sebagai kepentingan pemerintah untuk mengontrol perilaku warganya. Hal ini sesuai dengan dasar pembuatan sistem pelayanan di Indonesia yang tidak didasari oleh truss dan bertujuan untuk mencegah terjadinya moral hazards dalam warganya. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah bersifat sangat hierarkis dengan dasar distruss untuk mencegah moral hazards 6

dalam masyarakat. Selanjutnya Weber dalam Dwiyanto (2011:25) menyatakan hierarki dapat membantu seseorang melakukan supervisi dan control secara efektif. Hierarki membantu pimpinan dalam melakukan supervisi dan kontrol melampaui batas-batas kemampuannya sebagai seorang individu. Hierarki memungkinkan mereka melakukan kontrol atas banyak orang dengan hanya mengontrol sedikit orang secara langsung. Dwiyanto (2011:65) juga menyatakan ketika birokrasi yang hierarkis beroperasi dalam lingkungan masyarakat yang memiliki budaya paternalistis, kecendrungan pejabat birokrasi memberikan perhatian yang berlebihan kepada pejabat atasan dengan mengabaikan pelayanan kepada masyarakat justru memperoleh justifikasi kultural. Perilaku pejabat birokrasi yang seperti itu memperoleh pembenaran karena budaya paternalistis mengajari mereka untuk menghormati dan menunjukkan dedikasi kepada pimpinan. Budaya paternalistis gagal menjadi sensor bagi berkembangnya perilaku-perilaku pejabat birokrasi yang kurang menghargai profesionalisme. Selanjutnya Triandayani dan Abbas (2001:21) masyarakat selalu mengalami kesulitan dalam mendapatkan pelayanan publik akibat tidak adanya informasi yang pasti tentang aturan main yang berlaku dalam pemberian pelayanan. Dalam proses pemberian pelayanan, masyarakat selalu merasakan adanya perlakuan yang diskriminatif antara satu dengan yang lain. Proses diskriminasi ini terjadi karena adanya permainan antara aparat pemerintah yang memberikan pelayanan dengan masyarakat yang mendapatkan pelayanan. Mengambil jalan pintas dengan menggunakan jabatan atau uang 7

pelicin dalam mendapatkan pelayanan sering dilakukan oleh para pengusaha, pejabat pemerintah, dan militer yang selalu melakukan jalan pintas. Menurut Frederickson dalam Sinambela (2008:15) menyatakan bahwa dalam pelayanan publik, efektivitas dan efisiensi saja tidak dapat dijadikan patokan. Diperlukan ukuran lain yaitu keadilan, sebab tanpa ukuran ini ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari. Pentingnya ukuran ini juga memperhatikan bahwa birokrasi publik cenderung menetapkan target dan dalam pencapaian target, mereka cenderung menghindari kelompok miskin, rentan dan terpencil. Sementara itu telah umum diketahui bahwa efisiensi dan efektivitas merupakan big trade off. Ketika pemerintah memacu efisiensi, pelayanan publik untuk lapisan bawah, miskin dan terpencil yang biasanya diabaikan. Berdasarkan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey 2002 dalam Dwiyanto (2003:102) menemukan empat masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, belum terciptanya keadilan dan persamaan (diskriminasi pelayanan). Penyelenggaraan pelayanan masih dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Kejadian ini tetap marak dalam penyelenggaran pelayanan publik walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang menyatakan kesamaan dalam pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ketiga, belum adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian pelayanan adalah penyebab munculnya KKN, karena pengguna jasa lebih memilih untuk menyogok kepada 8

penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan Keempat, maraknya budaya suap dalam penyelenggaran pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dikarenakan ketidakpastian pelayanan tersebut. Selanjutnya hasil penelitian PERC (Political and Economic Risk Consultancy) menyimpulkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara terburuk dalam bidang birokrasi. Bahkan riset yang dilakukan oleh PERC dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2004, birokrasi di Indonesia memperoleh skor 8,5 dari kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanto (2003:127) menyimpulkan kinerja pelayanan birokrasi publik masih rendah, praktik KKN dalam pemerintahan dan dalam pelayanan publik masih terus berlangsung, bahkan dengan skala dan pelaku yang semakin meluas, keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif, akuntabel masih amat jauh dari realitas. Sejak pelaksanaan otonomi daerah setelah reformasi pada tahun 1998, peranan dan fungsi birokrasi semakin dipertanyakan, mengingat banyaknya kecaman dan keluhan masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik di berbagai sektor kehidupan, banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi semakin rendah. Kondisi ini menunjukan bahwa harapan masyarakat terhadap reformasi untuk memenuhi tuntutan masyarakat terutama berkaitan dengan perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik masih jauh dari harapan. Dwiyanto (2008:21) juga menjelaskan bahwa buruknya praktik governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Ini 9

berarti jika terjadi perubahan yang signifikan pada ranah pelayanan publik dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Pelayanan publik di Indonesia masih sangat jauh dari harapan hal ini sesuai dengan pendapat Pramusinto dan Erwan (2009,4) yang menyatakan bahwa pelayanan publik di Indonesia perlu untuk diperbaiki. Pertama, aksesibilitas warga miskin terhadap pelayanan publik dasar seperti pangan, pendidikian, dan kesehatan masih sangat rendah. Kedua, sikap dan perilaku pejabat pelayan publik cenderung menonjolkan sebagai pangreh praja yang jauh dari nilai-nilai sebagai seorang public servant. Ketiga, hak dan kewajiban antara warga dan pemberi layanan masih timpang sehingga warga dalam posisi yang selalu dirugikan. Keempat, otonomi daerah yang seharusnya memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan, ternyata justru melahirkan banyak masalah seperti : kesenjangan pelayanan publik, alokasi anggaran yang banyak diserap untuk kepentingan birokrasi (elite capture), dan semakin maraknya korupsi ditingkat pemerintahan daerah. Paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan daerah ditandai dengan ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta peraturan derivasinya telah membawa konsekuensi yang luas bagi lembaga pemerintah di tingkat daerah. Dalam rangka mewujudkan tujuan otonomi daerah yaitu mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan publik di daerah, maka lembaga pemerintah di tingkat daerah dituntut mampu memberikan pelayanan publik yang efisien, dan efektif serta nondiskriminatif. Apalagi setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 10

2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, dalam rangka memajukan dan mensejahterakan rakyatnya maka pemerintah daerah di masing-masing wilayah membentuk berbagai macam organisasi perangkat daerah untuk melaksanakan otonomi. Sebagai tindak lanjut dari adanya kebijakan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 21 tahun 2011 Tentang Pembentukan organisasi dan tata kerja perangkat daerah. Salah satu dinas yang dibentuk adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan salah satu perangkat Daerah Kabupaten Lampung Utara dalam melaksanakan kewenangan di bidang Kependudukan sebagaimana ditentukan dalam UU No. 32 Tahun 2004. Tugas pokok dan fungsi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2011, yaitu: 1) perumusan kebijakan teknis dibidang kependudukan dan pencatatan sipil; 2) penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang kependudukan dan pencatatan sipil; 3) pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kependudukan dan pencatatan sipil; dan 4) pelaksanaan tugas lain yang di berikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. Proses pelayanan publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara masih menemui permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaraanya. Hal tersebut dirasakan oleh penulis berdasarkan pengalaman penulis saat bekerja sebagai pegawai di Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung 11

Utara, Penulis pernah mengalami kejadian pada saat membantu saudara membuat kartu KTP sebagai syarat untuk mendaftar dalam proses seleksi penerimaan CPNSD yang prosesnya sangat berbelit- belit, untuk membuat KTP menurut petugasnya kita harus mendapatkan izin yang diketahui oleh RT, Kelurahan, dan Kecamatan serta membawa Kartu Keluarga, kemudian setelah semuanya lengkap menurut petugasnya kita belum mendapatkan kepastian kapan KTP tersebut dapat kita terima karena berbagai macam alasan yang diberikan oleh petugasnya, akan tetapi pada saat itu secara kebetulan penulis bertemu dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang sebelumnya telah mengenal penulis dengan akrab karena penulis saat itu bertugas sebagai Ajudan Bupati di Kabupaten tersebut maka tanpa membutuhkan waktu yang lama dan syarat yang berbelit- belit, KTP yang saudara penulis butuhkan itu dapat diselesaikan dalam waktu 15 menit. Berdasarkan uraian tersebut, maka penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 menjadi sangat penting karena dalam berlangsungnya proses penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat adalah objek utama dalam prosesnya, dimana masyarakat telah menaruh harapan yang tinggi terhadap kualitas layanan publik yang tidak melakukan tindakan diskriminasi dalam penyelenggaraanya. Oleh karena itu, menyadari pentingnya kesamaan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan ada upaya kajian dan analisis terkait dengan tindakan diskriminasi pelayanan publik beserta berbagai faktor yang menyebabkan diskriminasi pelayanan. 12

Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil dibutuhkan oleh pemerintah untuk berbagai macam kebijakan dan kegiatan yang akan dibuat, sedangkan masyarakat juga membutuhkannya sebagai syarat berbagai macam kegiatan sebagai indentitas diri sehingga dibutuhkan pelayanan yang baik, ramah dan tidak diskriminatif oleh pemerintah. Maka dari itu penulis tertarik meneliti tentang Diskriminasi Pelayanan Masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara. Dimana kondisi Kabupaten lampung utara yang memiliki heterogenitas penduduk yang cukup tinggi terdiri dari berbagai suku, agama, tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang berbedabeda. Penduduk Kabupaten lampung Utara tidak hanya merupakan penduduk asli tetapi juga banyak terdapat penduduk yang berasal dari suku di luar lampung karena dahulunya kabupaten ini merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi yang berdekatan dengan Pulau Jawa. 1.2 Perumusan Masalah Dengan melihat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Apa bentuk-bentuk diskriminasi pelayanan yang terjadi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara? 2. Mengapa terjadi Diskriminasi Pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara? 13

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk dapat mengetahui apakah telah terjadi tindakan diskriminasi dalam pelayanan terhadap masyarakat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara dan bentuk-bentuk diskriminasi dalam pelayanan terhadap masyarakat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara. 2. Mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan diskriminatif dalam pelayanan terhadap masyarakat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lampung Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan kualitas dalam pelayanan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara terhadap masyarakat yang secara adil dan non-diskriminatif. 1. Manfaat akademis Kegunaan secara teoritis yaitu penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber kajian tentang masalah diskriminasi pada pelayanan publik, untuk meningkatkan pelayanan umum kepada masyarakat secara prima oleh aparatur pemerintah yang profesional dalam rangka mencapai tujuan pembangunan secara efektif dan efisien serta non-diskriminatif. 14

2. Manfaat Praktis Ø Bagi Pemerintah Dengan adanya penelitian ini dapat membantu memberikan gambaran kepada Pemerintah Daerah dalam memecahkan masalahmasalah yang timbul pada saat pelaksanaan pelayanan publik, terutama yang berhubungan dengan tindakan diskriminasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ø Bagi Ilmu Pengetahuan Agar dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman terutama bagi penulis, praktisi, dan stake holders, serta memberikan khasanah keilmuan yang luas. Ø Bagi Penulis Agar dapat menambah wawasan, pengalaman serta pengetahuan yang di miliki oleh penulis agar dapat di terapkan apabila telah kembali bertugas di daerah nantinya. 15

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pelayanan Publik Dwiyanto (2010:2) mengatakan pemerintah melakukan hubungan dengan masyarakat melalui pelayanan publik yang menyebabkan pelayanan publik menjadi sesuatu yang sangat penting. Pemerintah mengemban amanah dari rakyat untuk mensejahterakan dan melindungi rakyatnya memiliki beban moral untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik bagi warganya. Pelayanan publik yang diharapkan oleh masyarakat adalah pelayanan yang ramah, cepat dan tidak diskriminatif. Menurut Siagian (2001:128-129) penyelenggaraan pemerintahan memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan berhubungan dengan pemerintahan sebagai suatu negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan berhubungan dengan pemerintahan sebagai suatu negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, keduanya mencakup semua segi kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintah tertentu yang secara fungsional bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu dari kedua fungsi tersebut. Pelayanan merupakan salah satu fungsi utama yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan negara terhadap masyarakat yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah yang terdapat dalam birokrasi pemerintahan. Oleh Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah 16