I. PENDAHULUAN. Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

WALIKOTA PALANGKA RAYA

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan tanah semakin meningkat misalnya untuk pembangunan dan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan satu aspek yang penting dalam kehidupan. negara serta wujud dari upaya negara dalam memenuhi kepentingan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 01 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

I. PENDAHULUAN. kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Penyelenggaraan

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 05 TAHUN 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG

PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN PERTOKOAN BULIAN BISNIS CENTER

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ;

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2007

WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2016 T E N T A N G PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

WARGA PETISAH TENGAH PROTES, TAK BISA PERPANJANG HGB

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGANRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PELEPASAN TANAH ASET PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab. sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

BAB I PENDAHULUAN. Milik Negara. Pelayanan publik berbentuk pelayanan barang publik maupun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pemerintah Kota Bandar Lampung

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BENGKAYANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kesatuan, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN,

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN NAMA DOMAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada konstelasi otonomi daerah, persoalan manajemen pertanahan daerah yang secara substansial berisi tentang kewenangan pemerintah daerah di bidang pertanahan masih belum mendapatkan pemahaman dan respon penyelenggaraan yang memuaskan. Beberapa problematika masih menggelayuti pemerintah kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan, maupun Departemen Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai institusi pembina. Problematika regulasi, kelembagaan, sumberdaya manusia, pembiayaan, sarana prasarana dan berbagai persoalan koordinasi dan sinkronisasi dengan lembaga pertanahan yang sudah ada masih belum mendapatkan arah penyelesaian yang tepat. Manajemen pertanahan daerah yang merupakan limpahan tanggungjawab dan kewenangan pemerintah, sebagai akibat dari pergeseran politik menuju penguatan otonomi daerah masih menjadi perdebatan yang belum mendapatkan solusi yang memadai. Sekalipun berbagai regulasi telah diterbitkan dalam rangka pengaturan kewenangan di bidang pertanahan ini. Kondisi ini tidak terjadi begitu saja, tetapi berbagai kepentingan pemerintah dan pemerintah daerah yang silang sengkurat yang kemudian terakomodasi dalam berbagai level peraturan perundangundangan menjadikan akselerasi perkembangan manajemen pertanahan daerah,

2 termasuk di dalamnya adalah kelembagaan pertanahan daerah berikut tugas pokok dan fungsinya menjadi terhambat. Implementasi manajemen pertanahan daerah dalam lingkup kewenangan pemerintah kabupaten/kota di bidang pertanahan yang sudah diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan belum dapat dilakukan secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan kewenangannya. Berbagai gambaran implementasi kewenangan bidang pertanahan yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota berikut problematikanya merupakan kondisi umum yang dijumpai di sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia. Pada konteks kekinian, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998, memunculkan polemik baru ketika sebelumnya telah ada kewenangan Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong oleh pemerintah daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Hak guna usaha merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki spesifikasi tidak bersifat terkuat dan terpenuh, dalam artian bahwa HGU ini terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain, terkait HGU saat ini di Provinsi Lampung terdapat 18 HGU yang terindikasi terlantar dan bila tidak segera dilakukan langkah sesuai dengan aturan yang berlaku maka dapat menimbulkan konflik.

3 Kewenangan penyelenggaraan urusan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh sebagian besar pemerintah kabupaten/kota. Kalau toh ada pemerintah kabupaten/kota yang telah mencoba melaksanakan kewenangan ini masih sebatas membentuk Tim atau Panitia yang menangani permasalahan ini, sehingga masih sebatas menetapkan surat keputusan pembentukan, belum mengoperasionalisasikan. Padahal kewenangan penyelenggaraan urusan ini secara jelas telah disebutkan dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang meliputi: a. Inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim. b. Penetapan bidang-bidang tanah sebagai tanah kosong yang dapat digunakan untuk tanaman pangan semusim bersama pihak lain berdasarkan perjanjian. c. penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat. d. Fasilitasi perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan pihak yang akan memanfaatkan tanah dihadapan/diketahui oleh kepala desa/lurah dan camat setempat dengan perjanjian untuk dua kali musim tanam; e. Penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian. Kendala kelembagaan merupakan kendala utama belum terselenggaranya urusan pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong ini, mengingat di sebagian besar wilayah kabupaten/kota terdapat tanah kosong dan banyak pihak- pihak (masyarakat petani) yang masih sangat membutuhkan tanah untuk aktivitas pertaniannya. Kendala regulasi, merupakan kendala yang tidak kalah pentingnya. Bahkan substansi tentang terminologi tanah kosong itu sendiri belum terakomodasi

4 dalam peraturan perundang-undangan. Persoalan ini kemudian semakin mengemuka pada saat terbit Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Pada peraturan perundangundangan ini tidak disebutkan adanya terminologi tanah kosong, tetapi tanah yang terindikasi terlantar dan tanah terlantar. Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa HM, HGU, HGB, HP & HPL atau dasar penguasaan atas tanah, yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya (Pasal 2). Permasalahan Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung terjadi di Pasar Tengah Bandar Lampung. Tim Terpadu Pemerintah Kota Bandar Lampung menegaskan penyegelan roko pasar tengah berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 1996 bukan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009. Menyikapi persoalan penyegelan Roko Pasar Tengah yang menui berbagai protes dari para penyewa ruko, tim terpadu yang yang terdiri dari para asisten I,II, III dan IV, serta Kepala Dinas Pasar Kota Bandar Lampung. Penyegelan yang dilakukan terhadap ruko pasar tengah karena masa hak guna bangunan (HGB) sudah habis, pemkot mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996. Bukan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pada item HGB tidak ada pajak dan restrebusi daerah. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 sudah diamanatkan bahwa pemilik HPL dalam hal tersebut pemerintah daerah untuk mengatur penggunaannya.

5 Perpanjangan HGB merupakan hak prerogatif instansi terkait untuk memperpanjang atau tidak. Namun satu hal yang perlu diperhatikan bahwa masyarakat sebagai warga Negara dilindungi undang-undang untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H Ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Permasalahan muncul setelah adanya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 96.A Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban atas Pemegang HGB di Atas Tanah Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Bila dilihat sebelumnya, wewenang Pemegang Hak Pengelolaan menurut ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara, wewenang yang diberikan kepada pemegang hak pengelolaan, yaitu merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 tahun; dan menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian- Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya menentukan setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang

6 disertai atau pun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan. Atas pemakaian tanah hak pengelolaan milik pemerintah daerah, pemerintah daerah memiliki hak untuk mengambil hasil berupa pungutan kepada pihak yang menggunakan lahan tersebut untuk melakukan usaha sebagai balas jasa penggunaan kekayaan milik daerah. Pemungutan atas pemakaian tanah hak pengelolaan milik pemerintah daerah Kota Bandar Lampung ini diatur dalam Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penetapan Kewajiban Atas Pemegang Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Hak Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Dasar pertimbangan diterbitkannya surat Mendagri No. 188.34/8880/SJ tentang Klarifikasi Perwali Bandar Lampung No. 96 A Tahun 2012 adalah Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 bertentangan dengan Pasal 33 ayat (5) Peraturan Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, karena jangka waktu masa HGB adalah 20 tahun, sedangkan terhadap tingkat penggunaan jasa pemegang Hak Guna Bangunan di atas Hak Penggelolaan Lahan jangka waktu penyewaan barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun tahun dan dapat diperpanjang. Selanjutnya, Pasal 3 dan Pasal 4. Peraturan Wali Kota Nomor 96. A Tahun 2012 bertentangan dengan Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena dalam upaya

7 meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan penyegelan dan penututupan terhadap 54 roko tersebut karena pemegang HGB tidak membayar kewajibannya. Diakui adanya pihak pemegang HGB yang meyewakan rokonya terhadap pedagang untuk tidak mau memenuhi keawajiban tersebut. Sehingga adanya penafsiran bahwa upaya penutupan roko tersebut dikarenakan pemkot Bandarlampung menarik pajak dan restrebusi daerah yang mengacu PP No. 28 tahun 2009. (www.rri.co.id/penutupan_rumah_toko_pasar_tengah.html, diakses tanggal 2 April 2015 pada pukul 13.45 WIB). Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui personil Satpol PP setempat bersama satuan kerja perangkat daerah terkait menyegel 66 ruko di Pasar Tengah, Selasa (9/12/2014). Ruko disegel karena belum membayar retribusi hak guna bangunan (HGB) untuk 20 tahun ke depan. Pemkot melalui Tim Penertiban Terpadu menyisir sejumlah area atau jalan yang masih dalam komplek Pasar Tengah seperti di Jalan Baru, Jalan Palembang, Jalan Padang, dan lainnya untuk menutup dan menyegel ruko. Pihak kepolisian dan TNI pun ikut dalam penyegelan ruko tersebut. Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Khasrian Anwar menjelaskan untuk pembayaran atau penarikan retribusi HGB ini disesuaikan dengan luas bangunan dan rayon. Rayon dibagi tiga yaitu Tanjungkarang, Telukbetung, dan Panjang. Wali Kota Bandar Lampung Herman HN mengatakan retribusi HGB bagi pemilik ruko tertuang dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 (http://lampost.co/berita/pemkot-bandar-lampung-segel-66-ruko) (diakses tanggal 7 April 2015 pada pukul 08.15 WIB). Ketua komisi II DPRD Bandarlampung Poltak Aritonang menilai penyegelan rumah toko yang dilakukan oleh Badan Polisi Pamongpraja (BaPol PP) di Pasar Tengah bukan tanpa dasar, melainkan sesuai aturan. Pemkot telah memberikan dua opsi kepada pemilik HGB yang telah habis. Dikatakan, penarikan retribusi HGB telah diatur dalam Peraturan pemerintah (PP) No 40 Tahun 1996. Dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan tata cara dan besaran penarikan retribusi diserahakan kepada hak pemilik lahan (HPL) dalam hal ini adalah Pemkot Bandarlampung, Pemkot telah memberikan dua opsi, kepada pemilik HGB, yaitu melakukan perpanjangan selama 20 tahun kedepan atau dengan sistim sewa. Sebelumnya sudah ada pendekatan persuasif dalam arti surat himbauan, teguran kemudian dilakukan pemberian dua opsi, kalau mereka keberatan yakni perpanjangan HGB 20 tahun bisa 2 kali cicil dalam setahun, tapi kalau merasa berat opsi itu ada sewa tahunan, kalau sewa tahunan gak punya HGB, namanya juga sewa tahunan, (http://haluanlampung.com/index.php/siger/4685-komisi-ii-

8 penyegelan-ruko-sesuai-aturan, diakses tanggal 13 Agustus 2015 pada pukul 09.40 WIB) Polemik retribusi Hak Guna Bangunan (HGB) ruko milik Pemkot Bandarlampung di sejumlah pasar terus berlanjut. Kali ini, puluhan pedagang Pasar Panjang menggugat Walikota Bandarlampung ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandarlampung terkait penarikan retribusi HGB atas sewa ruko selama 20 tahun. Menanggapi hal itu, Walikota Bandarlampung Herman HN mengatakan pihaknya mempersilahkan jika pedagang menggugat dirinya. Akan tetapi, jika status ruko itu masih dalam sengketa di PTUN, maka pedagang harus segera mengosongkan ruko yang mereka tempati. Menurut Herman, bagi pihak manapun yang merasa tidak senang atas kebijakan tersebut, dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum. "Silah-silahkan saja, mereka lapor kemana tah, mau pakai pengacara tah, silahkan," ungkapnya. Herman mengatakan, Bangunan ruko di pasar itu milik pemerintah kota (pemkot), maka mereka harus bayar. Untuk itu, penarikan retribusi itu terus dijalankan, karena, itu merupakan sewa bangunan selama 20 tahun, jika para pedagang tidak mau, maka harus mengosongkan rukonya (http://www.bandarlampungnews.com/index.php?k=hukum&i=11834- Polemik%20Retribusi%20HGB%20Ruko,%20Pedagang%20Gugat%20Walikota %20ke%20PTUN, diakses tanggal 13 Agustus 2015 pada pukul 09.40 WIB). Polemik penagihan izin Hak Guna Bangunan (HGB) ruko Pasar Tengah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung makin tak berujung. Sebelumnya, Anggota DPRD Lampung Hartato Lojaya mengatakan bahwa Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 96.A Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban atas Pemegang HGB di Atas Tanah Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandar Lampung yang dipakai sebagai acuan Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban atas Pemegang HGB diatas HPL sudah dibatalkan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Surat yang diterima Pemkot pada 20 Desember 2014 dari Kemendagri tidak dapat diputuskan sebagai pembatalan Perwali Nomor 96.A/2012. Sifatnya hanya klarifikasi bukan pembatalan. Penarikan HGB 20 tahun untuk ruko di Pasar Tengah, telah menjadi kesepakatan bagi pengguna ruko milik Pemkot

9 Bandarlampung. Pasalnya, Pemkot Bandar Lampung juga sempat menawarkan opsi sewa ruko, namun ditolak oleh para pedagang di Pasar Tengah. Berdasarkan SK Walikota Nomor 102/BG.IV/HK/1991 tentang PKS Pasal 16, ayat 1 menyebutkan, setelah jangka waktu 20 tahun bersamaan dengan habisnya HGB maka tanah dan bangunan dikelola pihak kedua sebanyak 59 unit langsung beralih ke pihak pertama (Pemkot Bandarlampung) tanpa ada proses tertentu maupun persyararatan lain yang menjadi beban pihak pertama. Komisi II DPRD Kota Bandar Lampung akan melakukan sosialisasi kepada pemilik-pemilik ruko agar tidak ada lagi polemik dalam peyegelan ruko dengan cara mengundang para pemilik HGB untuk melakukan hearing, dimana para pedagang dapat memilih opsi yang telah di berikan oleh pemkot, apakah ingin memperpajang HGB atau dengan cara sewa tahunan. Apabila perpanjanggan HGB itu langsung 20 tahun, sedangkan sewa tahunan sesuai dengan harga pasaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: Kewenangan Walikota dalam Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat penulis simpulkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana Kewenangan Walikota dalam Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung?

10 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kewenangan Walikota dalam Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat atau kegunaan baik teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkarya khasanah Ilmu Pemerintahan, khususnya berkaitan dengan kajian Kewenangan Walikota dalam Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung. 2. Kegunaan Praktis Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan kewenangannya, yakni Penertiban Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Bandar Lampung.