BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Aisah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. satu tahun mencoba kehamilan dengan melakukan hubungan seksual secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memperoleh keturunan merupakan salah satu dari tujuan pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan tidak terkendali (Diananda, 2009). Kanker menjadi penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB 1 PENDAHULIAN. Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk. kesejahteraan bio-psikososial dan spiritual individu, keluarga dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Wanita karir didefinisikan sebagai wanita yang berkecimpung dalam kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa enam minggu sejak bayi lahir sampai saat organ-organ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik merupakan sebagai

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang. berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH). Namun, dalam bidang kesehatan karena meningkatnya jumlah penduduk lanjut

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. terakhir ini diketahui bahwa terdapatnya kecendrungan masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR SOSIAL DENGAN SIKAP REMAJA DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN UNTUK MENIKAH MUDA DI KECAMATAN PUNUNG KABUPATEN PACITAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan. suami-istri yang telah menikah selama satu tahun atau

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

11/7/ Survei populasi pada kesehatan mental 2. Pentingnya bukti2 riset yang lalu untuk intervensi

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL DAN UPAYA MENGATASINYA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

DUKUNGAN KELUARGA DAN HARGA DIRI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker merupakan istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah guna melanjutkan silsilah garis keturunan dalam memelihara keberlangsungan kehidupan (Tamrin, 2009). Permasalahan belum mempunyai keturunan merupakan masalah dan ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan pernikahan serta menimbulkan gangguan psikologis seperti: marah, depresi, kecemasan, disfungsi seksual, dan isolasi sosial (Joshi et al., 2009). Infertilitas berefek pada kualitas pernikahan, berisiko perceraian, penurunan seksual, putus asa dan depresi atau gangguan psikologis lainnya (Jahromi & Ramezanli, 2014). Sebaliknya masalah psikologis seperti depresi dan kecemasan dapat meningkatkan terjadinya infertilitas (Schuiling & Likis, 2013). Karanca dan Unsal (2015) menyatakan bahwa beberapa perempuan merasa tersingkirkan, terutama oleh keluarga pasangan mereka, mereka mengalami diskriminasi, menerima ancaman dan tekanan untuk bercerai. Perempuan mengalami pelecehan dari keluarga pasangan mereka yang menyebabkan tingginya tingkat stres dan masalah psikologis pada perempuan. Menurut Odek et al.(2014) ditemukan sebanyak 64 % kasus perceraian karena infertilitas. Tresia (2007) menyatakan individu yang tidak mempunyai keturunan akan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan dengan individu yang memiliki anak. Temuan ini menggambarkan bahwa infertilitas adalah

ancaman serius terhadap institusi perkawinan dan kerukunan keluarga. Sebagian perempuan dengan masalah infertilitas khawatir tentang pernikahan mereka dan merasa suami mereka kemungkinan besar akan meninggalkan mereka. Infertilitas merupakan stressor utama dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi hubungan harga diri, keluarga, teman dan karier. Mengalami infertilitas beresiko terjadi distress, kecemasan, kemarahan, harga diri rendah, isolasi, disfungsi perkawinan dan kesedihan (Lowdermik et al., 2012). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa banyak penelitian infertilitas mengarah kepada tekanan psikologis (Odek et al., 2014). Karanca dan Unsal (2013) menyatakan kecemasan yang dirasakan oleh pasangan yang belum mempunyai keturunan cukup beralasan karena berbagai faktor seperti tuntutan dari lingkungan sosial, keluarga besar, teman, bahkan masyarakat atau lingkungan sekitar. Infertilitas juga dapat menyebabkan masalah ekonomi. Secara garis besar, pasangan yang mengalami infertilitas akan menjalani proses panjang dari evaluasi dan pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban bagi pasangan infertilitas. Bertambahnya umur sangat berpengaruh terhadap fertilitas seorang perempuan, namun pada laki-laki bertambahnya umur belum memberikan pengaruh yang jelas terhadap kesuburan (Hestiantoro, 2013). Alaina et al. (2007) mengatakan bahwa infertilitas merupakan pasangan yang sering melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan selama satu tahun dan tidak terjadi kehamilan. Hestiantoro (2013) mengatakan infertil primer merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan

berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi dan infertil sekunder merupakan ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya. Menurut WHO ( 2012) manisfestasi infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, ketidakmampuan membawa kehamilan untuk kelahiran hidup. WHO (2012) menyatakan bahwa satu dari setiap empat pasangan di negara-negara berkembang telah ditemukan infertilitas. Kejadian infertil primer di Asia banyak ditemukan pada usia 20-24 tahun yaitu 30,8% di Kamboja, 10% di Kazakhstan, 43,7% di Turkmenistan, 9,3% di Uzbekistan dan 21,3% di Indonesia (Hestiantoro, 2013). Data yang diperoleh dari profil Kesehatan Indonesia (2010) didapatkan bahwa 2,2% rata-rata belum atau tidak punya anak pada perempuan Indonesia yang pernah menikah pada usia 10-59 tahun. Sedangkan data yang diperoleh dari survei demografi kesehatan Indonesia (2012) didapatkan persentasi perempuan yang tidak pernah melahirkan pada usia 25-49 tahun adalah 9,5%. Schuiling dan Likis (2013) menyatakan sekitar 55% dari infertilitas disebabkan oleh perempuan dan 35% kasus disebabkan oleh laki-laki, 10% tidak dapat diketahui penyebabnya. Musa et al. (2014) menyatakan bahwasanya infertilitas menyebabkan masalah psikologis bagi pasangan, dimana ditemukan isteri secara signifikan mengalami depresi 39%, kecemasan 69%, stress 31% dan suami mengalami depresi 19%, kecemasan 37%, stress 23%. Hal ini menunjukkan bahwa dampak psikologis akibat infertilitas lebih besar pada isteri dibandingkan dengan suami.

Berkaitan dengan keturunan, hal ini sangat erat kaitannya dengan sistem kekerabatan. Minangkabau sebagai salah satu daerah yang mempunyai budaya yang khas menganut sistem kekerabatan matrilineal artinya garis keturunan yang didasarkan kepada perempuan (Yaswirman, 2011). Sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau kedudukan perempuan dianggap kuat, perempuan dilindungi oleh sistem perwarisan matrilineal. Ciri-ciri masyarakat Minangkabau adalah keturunan dihitung berdasarkan garis keturunan ibu, suku terbentuk menurut garis ibu, kekuasaan di dalam suku terletak ditangan ibu, hak-hak dan pusaka diwariskan ke anak perempuan. Jadi kehadiran seorang anak di Minangkabau memang ditunggutunggu untuk generasi penerus sebuah kaum (Mahyuddin, 2009). Perempuan di Minangkabau punya tanggung jawab yang ketat sebagai pelanjut generasi dalam Rumah Gadang dan pemegang hak atas harta kekayaan keluarga dan perwaris harta seluruh kaumnya (Yaswirman, 2011). Jika tidak ada keturunan, perempuan dalam suatu keluarga dapat dikatakan garis keturunan keluarga tersebut terputus dan masyarakat Minangkabau menganggap bahwa garis keturunan tersebut punah. Data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia (2010) ditemukan di Sumatera Barat 2,5% rata-rata mengalami infertilitas atau tidak punya anak pada wanita yang pernah menikah pada usia 10-59 tahun. Hestiantoro (2013) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas diantaranya : mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi laki-laki, mengobati penyebab infertilitas pada perempuan, menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dari sperma dan sel telur, dan berprilaku hidup sehat. Dalam

mengatasi infertilitas ini suami dan keluarga sebaiknya memberikan dukungan emosional karena memberikan dukungan emosional secara signifikan berkontribusi terhadap kualitas hidup, ditemukan bahwa kurang dukungan dari pasangan menjadi sumber kecemasan dan depresi (Ghan et al., 2009). Mekanisme koping merupakan semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres yang dapat bersifat konstruktif atau destruktif (Stuart, 2016). Koping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan (Nasir &Muhith, 2011). Nasir dan Muhith (2011) mengatakan bahwa strategi koping merupakan penetuan dari gaya seseorang atau ciri-ciri tertentu dari seseorang dalam memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang dihadapi. Koping positif merupakan gaya koping yang mampu mendukung integritas ego, diantaranya penyelesaian masalah (problem solving), penggunaan dukungan sosial (utilizing social support), dan keyakinan positif (looking for silver lining). Hasil penelitian mengungkapkan berbagai koping yang digunakan oleh seseorang yang mengalami infertilitas : 10% menggunakan obat tradisional, 6% mencari dukungan dari sesama infertilitas, 1% pengalaman orang terdahulu, 31% mencari dukungan dari teman, 23% mencari dukungan keluarga, 1% mencari bantuan dari sumber pendukung lain, dan 17,7% bantuan dari luar (Odek et al., 2014). Jordan dan Revenson (1999) menyatakan laki-laki menggunakan delapan mekanisme koping dalam mengatasi infertilitas diantaranya bersifat kontroversi, menjaga jarak, mengendalikan diri, mencari dukungan sosial, menghindar, menerima tanggung jawab, memecahkan masalah, mengambil hikmah dan pada

umumnya perempuan lebih banyak menggunakan mekanisme koping diantaranya mencari dukungan, menghindar, memecahkan masalah, mengambil hikmah. Hasil penelitian Nurfita (2007) menemukan pasangan infertilitas mengalami respon berupa kesedihan, cemas, cemburu, isolasi, marah. Mekanisme koping yang digunakan berusaha untuk tetap melakukan program pengobatan baik secara medis, mencari informasi, pasrah dan berdoa, berusaha sabar, mengambil hikmah dan kondisi, mencari dukungan dari keluarga dan teman, mengangkat anak, berusaha melupakan masalah dan menceritakan masalah kepada orang lain. Koping keluarga yang digunakan adalah pengungkapan bersama, pengontrolan makna dari masalah dengan penilaian pasif, mencari informasi dan mencari dukungan spiritual. Ghana et al.(2009) menyatakan tidak punya keturunan bisa diatasi dengan menggunakan strategi koping yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan mampu mengatasi masalah tersebut melalui dukungan yang mereka terima dari suami mereka, 99 % berdoa, 99 % perempuan percaya itu adalah kehendak sang pencipta. Menurut Nasir dan Muhith (2011) menyatakan mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Mekanisme adaptif merupakan mekanisme yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Dalam budaya Minangkabau apabila kaumnya atau suku menghadapi bermacammacam tantangan dalam hidup, masyarakat Minangkabau mencari solusi untuk

menyelesaikan masalah tersebut dengan memusyawarahkan untuk mufakat. Apabila terjadi permasalahan diselesaikan didalam kalangan suku oleh penghulupenghulunya, tanpa meminta bantuan dari luar (Panuh, 2012). Kabupaten Agam adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Sebagian besar besar penduduk kabupaten Agam usia kawin pertamanya antara 16-24 tahun yaitu sebesar 73,57% dari total penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin. Jumlah penduduk perempuan yang banyak di kabupaten Agam adalah kecamatan Lubuk Basung sebanyak 35.333 jiwa pada tahun 2013 dan 35.566 jiwa pada tahun 2014 (Profil Kabupaten Agam, 2014). Menurut pendataan keluarga tingkat kecamatan tahun 2014 terdapat 4.452 PUS di kelurahan Lubuk Basung dan 1.022 jiwa yang ingin anak segera yang tidak menggunakan KB. Berdasarkan data sekunder dari unit pelayanan terpadu keluarga berencana pada bulan Februari 2016 di Jorong Balai Ahad terdapat 833 PUS dan 89 jiwa yang ingin anak segera. Pada pendataan keluarga tingkat dusun/rw tahun 2014 didapatkan pada jorong Balai Ahad terdapat 860 PUS, 166 jiwa ingin punya anak segera tanpa menggunakan KB. Berdasarkan wawancara dengan kader didapatkan bahwa sekitar 68 pasangan yang belum mempunyai keturunan di Jorong Balai Ahad dan setiap rukun keluarga ditemukan perempuan yang telah menikah belum mempunyai keturunan. Berdasarkan fenomena tersebut, angka kejadian infertilitas di jorong Balai Ahad memang cukup tinggi. Penelitian kualitatif dipilih karena jenis penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh data lebih mendalam tentang fenomena yang alami seseorang. Pendekatan fenomenologi deskriptif menekankan pengalaman individu dengan

gambaran yang cermat dari pengalaman kehidupan sehari-hari serta menjelaskan yang dialami manusia. Dalam ilmu keperawatan penelitian fenomenologi bertujuan untuk mencari atau menemukan makna dari hal-hal yang mendasar dari kelompok masyarakat maupun pasien dengan fenomena-fenomena yang dihadapi dalam situasi tertentu (Susilo, dkk. 2015). Berdasarkan Kondisi tersebut diatas membuat peneliti tertarik dan menganggap penting untuk menggali dan mencari jawaban tentang mekanisme koping perempuan yang belum mempunyai keturunan ditinjau dari aspek budaya Minangkabau. 1.2 Rumusan Masalah Sumatera Barat merupakan bagian dari wilayah adat Minangkabau yang menggunakan sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau kedudukan perempuan dianggap kuat, perempuan dilindungi oleh sistem perwarisan matrilineal dimana suku terbentuk dari garis ibu, rumah serta harta kekayaan keluarga di peruntukkan untuk perempuan dan pewaris harta seluruh kaumnya. Apabila seorang perempuan tidak mempunyai keturunan masyarakat menganggap bahwa garis keturunan tersebut punah. Jadi kehadiran seorang anak di Minangkabau memang ditunggu-tunggu untuk generasi penerus sebuah kaum. Menurut Musa at al. (2014) Tidak mempunyai keturunan menyebabkan masalah psikologis bagi pasangan, isteri secara signifikan mengalami depresi 39%, kecemasan 69%, stress 31%. Perempuan merasa tersingkirkan, mengalami

diskriminasi, menerima ancaman dan tekanan untuk bercerai, dan mengalami pelecehan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana mekanisme koping perempuan yang belum mempunyai keturunan ditinjau dari aspek budaya Minangkabau. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mendapatkan gambaran yang jelas tentang mekanisme koping perempuan yang belum mempunyai keturunan ditinjau dari aspek budaya Minangkabau. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Teridendifikasi respon perempuan yang belum mempunyai keturunan. b. Teridentifikasi tanggapan orang terdekat, tetangga dan masyarakat di Minangkabau karena belum mempunyai keturunan. c. Teridentifikasi pandangan budaya Minangkabau terhadap perempuan yang belum mempunyai keturunan. d. Teridentifikasi mekanisme koping yang digunakan untuk menghadapi masalah akibat belum mempunyai keturunan. e. Teridentifikasi dukungan keluarga terhadap perempuan yang belum mempunyai keturunan f. Teridentifikasi harapan-harapan kepada orang-orang sekitar dan masyarakat Minangkabau terhadap kondisi belum mermpunyai keturunan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Menambah pengetahuan dan kesadaran perawat tentang pentingnya memperhatikan aspek psikososial pada penanganan infertilitas, serta memberikan gambaran tentang fenomena perempuan belum mempunyai keturunan dari aspek budaya Minangkabau. Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam mengembangkan terapi keperawatan baik tingkat generalis maupun spesialis pada perempuan infertil maupun keluarga dengan infertilitas. 1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu Hasil penelitian ini dijadikan dasar bagi pengembangan keperawatan jiwa serta berguna untuk merancang dan menerapkan program untuk perempuan infertil. 1.4.3 Bagi Penelitian Hasil penelitian ini menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya untuk meneliti mekanisme koping perempuan yang belum mempunyai keturunan dengan jenis metode penelitian lain.