BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN KONSEP TRI HITA KARANA DALAM PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI

Bali. Pola Tata Ruang Tradisional

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA

Syarat Bangunan Gedung

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG


PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sangamandala Oleh: I Made Pande Artadi, S. Sn., M. Sn

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

DRAFT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PINRANG,

SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROVINSI ACEH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

TINJAUAN HUKUM PENDIRIAN BANGUNAN PADA JALUR HIJAU

SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PENELITIAN IMPLEMENTASI NILAI NILAI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI DALAM RUMAH TINGGAL PERKOTAAN. ( Kasus Rumah Tinggal Orang Bali di Kupang )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

WALIKOTA DENPASAR, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTR Kawasan) Skala peta = 1: atau lebih Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

BAB V RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS,

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

Transkripsi:

[BALAI APRESIASI TARI] TUGAS AKHIR (RA 091381) BAB VII LAMPIRAN DAN KESIMPULAN VII.1 LAMPIRAN VII.1.1 ARSITEKTUR BALI. Arsitektur Bali terutama arsitektur tradisional Bali adalah sebuah aturan tata ruang turun temurun dari masyarakat Bali seperti rontal Asta Kosala kosali, Asta Patali, dll yang sifatnya luas meliputi segala aspek kehidupan masyarakat Bali. Ini pula yang mesti dipahami oleh arsitek Bali dalam merancang sebuah bangunan dengan memperhatikan tata ruang masyarakat Bali (arsitektur Bali). Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah : * Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga * Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala * Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cucupu * Konsep court, Open air * Konsep kejujuran bahan bangunan * Konsep Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala manusia yang meliputi Astha, Tapak, Tapak Ngandang, Musti, Depa, Nyari, A Guli serta masih banyak lagi yang lainnya. Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Kirana. Konsep Tri Angga membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen atau zone: * Nista (bawah, kotor, kaki), * Madya (tengah, netral, badan) dan * Utama (atas, murni, kepala) Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan bangunan di Bali, sumbu-sumbu itu antara lain: 43

* Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir) * Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari) * Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut) Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala. Transformasi fisik dari konsep ini pada perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal di Bali PENERAPAN TRI HITA KARANA PADA PERENCANAAN PERUMAHAN DI BALI Dibukanya Pulau Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan fasilitas pendukung lainnya, termasuk perumahan yang memerlukan lahan yang luas, sedangkan perumahan telah ada, terutama di kota-kota sudah sangat padat, dan lahan yang masih tersisa sangat terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan lahan, perlu ada strategi di dalam perencanaan sehingga memenuhi persyaratan perumahan yang sehat dimana dicapai dengan terpenuhinya unsur-unsur fisik, psikologi, dan sosial oleh penghuni dalam menggunakan perumahan tersebut. Dalam perencanaan perumahan dapat dicapai dari dua segi, menyesuaikan dengan lingkungan dan memanfaatkan teknologi. Teknologi diciptakan karena ada kekurangan dalam proses biologis, atau membutuhkan waktu yang terlalu lama. Tetapi menggunakan teknologi berlebihan, mengakibatkan keadaan kritis pada lingkungannya. Faktor utama penyebab pecemaran lingkungan adalah manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi lingkungan di Bali diperlukan pendekatan kultural dengan kearifan lokal yang telah dimiliki, salah satunya Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya. 44

1. Hubungan Manusia dengan Tuhan Untuk mencapai kedamaian dan keharmonisan dalam jiwa, setiap pemeluk agama Hindu diajarkan lima prisip kepercayaan yang disebut Panca Srada yaitu: a. Brahman percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, b. Atman percaya adanya roh, c. Karma Pala percaya kepada segala perbuatan pasti ada hasilnya, d. Reinkarnasi percaya adanya penitisan kembali, e. Moksah tujuan akhir pemeluk Hindu, yaitu ketenangan abadi atau bebas dari ikatan duniawi. Dalam upaya untuk mengharmoniskan hidup ini dengan Tuhan dengan sesama manusia dan lingkungan, pemeluk agama Hindu perlu melaksanakan panca yadnya yakni dewa yadnya, pitra yadnya, resi yadnya, manusa yadnya, dan buta yadnya. Agar bisa melakukan hubungan antara atma dengan paratma atma untuk bisa mencapai kesucian jiwa Lebih lanjut, jika lahan yang tersedia memungkinkan perlu dibangun fasilitas persembahyangan pada setiap rumah dan perumahan yang memadai sesuai dengan desa kala patra dengan mempertimbangkan lahan yang tersedia. 2. Hubungan Manusia dengan Manusia Manusia tidak akan sempurna bila hidup sendiri. Manusia akan menata hubungan dengan yang lainnya dengan bermasyarakat. Menurut Pudjiwati Sajogyo dalam Sosiologi Pembangunan, masyarakat pada umumnya dapat diklasifikasikan atas: 1. Kesatuan budaya dan keagamaan 2. Kesatuan pekerjaan /ekonomi. 3. Kesatuan politik. 45

Dalam budaya Bali yang penduduknya kebanyakan agama Hindu memperhatikan pembinaan keluarga mulai dari terbentuknya janin sampai meninggal penuh dengan upacara adat dan agama. Sedangkan hubungan yang lebih besar dibidang budaya, politik, ekonomi dilaksanakan di atas kesatuan kelompok seperti banjar, sekeha, subak. Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan periode, sehari-hari, mingguan maupun tahunan, dalam perencanaan agar dipertimbangkan dengan sebaikbaiknya. Sebagai contoh dalam perencanaan kurang dipikirkan adanya ruang terbuka untuk menerima tamu pada saat pelaksanaan upacara pernikahan atau upacara besar lainya, maka upacara tersebut harus dilakukan di luar lingkungan perumahan yang biasanya membutuhkan dana yang lebih banyak. 3. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan mencakup sangat luas. Menurut Emil Salim dalam Lingkungan Hidup dan Pembangunan mengungkapkan bahwa lingkungan hidup dan pembangunan diartikan sebagai segala benda, kondisi dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Secara umum, lingkungan sering di klasifikasikan dalam: 1. Lingkungan Abiotik; yaitu lingkungan benda-benda mati seperti air, tanah, gas, api, dan gas energi yang terkandung didalamnya. 2. Lingkungan Biotik; yakni, flora, fauna, dan segala sesuatu yang memiliki zat hidup baik yang hidup di darat maupun di air. 3. Lingkungan cultural/kebudayaan yakni mencakup seluruh aktivitas manusia yang menempati dimensi ruang yang tidak terbatas. Bangunan rumah dalam perumahan tradisional Bali perencanaanya memperhatikan lingkungan abiotik dengan menutup bangunan dengan tembok penyengker (tembok keliling), sedangkan tiap bangunan yang ada di dalamnya 46

dibiarkan terbuka agar bisa memanfaatkan cahaya, udara, dengan leluasa dengan membuka ruang seluas mungkin yang bisa berorietasi ketengah (natah). Satu areal pekarangan pada rumah tradisional Bali pada umumnya dibagi atas tiga bagian yaitu bagian luan (atas) digunakan untuk tempat persembahyangan, bagian tengah untuk tempat tinggal sedangkan bagian teben (rendah) untuk menyimpan bahan-bahan yang tidak berguna lagi dan memelihara hewan. Pada setiap areal ini juga direncanakan tempat-tempat untuk tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat untuk sarana upacara, kebutuhan rumah tangga maupun untuk obat-obatan. Dari segi kekuatan juga diperhatikan pemilihan bahan bangunan, juga disesuaikan dengan lingkungannya sebagai akibat dari posisi pulau Bali yang merupakan jalur gempa, maka bahan struktur lebih banyak dipertimbangkan menggunakan bahan-bahan yang lebih fleksibel, seperti kayu maupun bambu. Dari segi keindahan bahan-bahan yang dipakai, bahan alamiah dengan warna aslinya, penempatannya juga diatur sesuai dengan logika seperti bahan yang memberi kesan yang ringan ditempatkan pada bagian atas sedangkan bahan yang kesannya berat ditempatkan pada bagian bawah dengan proporsi yang telah terencana. Hal-hal tersebut dapat memberi gambaran dan inspirasi untuk membantu perencanaan rumah dan perumahan untuk masa kini dan yang akan datang. 47

VII.1.2 PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG DI BALI. PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PERSYARATAN ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Pasal 1 Arsitektur adalah tata ruang dan tata bentuk sebagai wadah kegiatan manusia baik individu maupun kelompok untuk menunjang kesejahteraan jasmani dan rohani. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun yang dianggap baik dan benar oleh masyarakat. Arsitektur tradisional Bali adalah tata ruang dan tata bentuk yang pembangunannya didasarkan atas nilai dan norma-norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang diwarikan secara turun-temurun. Arsitektur non tradisional Bali adalah arsitektur yang tidak menerapkan norma-norma arsitektur tradisional Bali secara utuh tetapi menampilkan gaya arsitektur tradisional Bali. Arsitektur setempat adalah arsitektur yang telah mentradisi/berakar/mapan dalam budaya masyarakat di suatu satuan lingkungan tradisi dari tradisi kecil sampai lingkungan tradisi besar di propinsi Bali. Arsitektur warisan adalah arsitektur peninggalan masa lampau di Provinsi Bali, baik dalam keadaan terawatt/dimanfaatkan sesuai fungsinya atau tidak terawat/tidak digunakan sesuai fungsi, bergerak atau tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisanya, yang dianggap memiliki nilai-nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, kebudayaan, dan nilai-nilai signifikan lainnya, seperti yang diatur dalam peraturan perundang undangan. 48

Persyaratan Arsitektur adalah persyaratan yang berkaitan dengan bentuk dan karakter penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, dan kesimbangan/keselarasanya dengan lingkungannya. Gaya arsitektur tradisional Bali adalah corak penampilan arsitektur yang dapat memberikan citra/nuansa arsitektur berlandasarkan budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu melalui penerapan berbagai perinsip bentuk yang mengandung identitas maupun nilai-nilai arsitektur tradisional Bali. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan pekarangan sebagai tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau dibawah tanah dan/atau air. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, kegiatan budaya, kegiatan campuran, maupun kegiatan khusus. Bangunan gedung fungsi usaha adalah bangunan gedung yang digunakan sebagai tempat untuk kegiatan usaha. Bangunan gedung fungsi social dan budaya adalah bangunan gedung yang digunakan sebagai tempat untuk kegiatan pelayanan social dan kegiatan interaksi manusia dengan lingkungan serta kehidupannya. Bangunan gedung fungsi campuran adalah bangunan gedung yang memiliki lebih dari satu fungsi. Bangunan gedung fungsi khusus adalah bangunan gedung yang mempunyai tingkat kerahasiaan fungsi yang tinggi dan/atau yang mempunyai potensi resiko bahaya yang besar. 49

Pekarangan adalah bidang lahan dengan bentuk dan ukuran tertentu yang bersisi atau akan diisi bangunan. Penyelenggaraan adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Pemanfaatan adalah kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga kehandalan bangunan gedung beserta prasana dan sarananya agar tetap laik fungsi. Pembingkaran adalah kegiatan membongkar/merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasana dan sarananya. Peransert masyarakat adalah berbagaikegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk ikut mengawasi dan bergerak dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Kawasan khusus adalah suatu satuan territorial yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan persyaratan arsitektur khusus, karakteristik alam, dan budaya dengan tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pelestarian, dan pengayaan kasanah Arsitektur Bali. Pasal 2 Arsitektur bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas manfaat, kehendak, keindahan, dan kekhasan bentuk/karakter arsitektur serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Pasal 3 Pengaturan persyaratan arsitektur bangunan gedung bertujuan untuk; 50

a) mewujudkan bangunan gedung yang memiliki corak dan karakter arsitektur tradisional Bali secara umum maupun corak arsitektur khas setempat serta yang serasi dan terpadu dengan lingkungannya; dan b) mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung agar menghasilkan bangunan gedung yang sesuai dengan prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali. Pelestarian Bali didukung pula oleh lestarinya budaya Bali. Nilai-nilai luhur arsitektur tradisional Bali sebagai bagian dari budaya Bali merupakan unsure yang juga harus dilestarikan. Melestarikan arsitektur sebagai bagian dari budaya bali di samping dengan cara mempertahankan identitas fisik arsitetur sebagai bagian dari aspek ekspresif budaya Bali, juga perlu memberi peluang kreativitas untuk mengadaptasi tuntutan perkembangan penduduk serta kemajuan teknologi. Kebebasan berkreasi dalam asrsitektur merupakan has azasi manusia, namun sebagai makhluk social yang menginginkan terjadinya kekayaan budaya melalui pelestarian identitas arsitektur diperlukan adanya rambu-rambu berupa peraturan sebagai aat pengedalian. Undang Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 dan Peraturan Daerah Tingkat I Bali Nomor 4 tahun 1974 telah mengatur persyaratan arsitektur bangunan gedung termasuk penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan Pembina oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuah penurup. Esensi yang terkandung dari peraturan perundangan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan persyaratan arsitektur adalah adanya rambu-rambu dalam pengembangan arsitektur, insentif untuk pembangunan arsitektur, insentif untuk pembangunan arsitektur tradisional, dan penyelamatan arsitektur warisan yang bernilai tinggi. 51

Oleh karena itu, arstektur di Provinsi Bali dimasa depan terdiri atas : a. Arsitektur warisan; b. Arsitektur tradisional Bali; c. Arsitektur non tradisional Bali. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib dan terkendali. Karena pengendalian langsung tentang persyaratan arsitektur bangunan sesuai dengan semangat otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Maka Kabupaten/Kota harus membuat peraturan daerah kabupaten/kota yang memat ketentuan tentang persyaratan arsitektur bangunan gedung dengan mengadopsi, menjabarkan, dan lebih memperinci subsansi Peraturan Daerah ini agar memiliki kekhasan sesuai potensi daerah dan lebih mudah ditetapkan. Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.. 52

Huruf A RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI Pasal 163 Ayat (1) Amplop bangunan yang ditetapkan, antara lain, meliputi garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar hijau, dan ketinggian bangunan. Dalam pengembangan ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara di atas permukaan bumi dilakukan pembatasan sebagai berikut: - pada prinsipnya ketinggian bangunan dibatasi maksimum 16 meter diatas permukaan tanah tempat bangunan didirikan. - guna memberikan kelonggaran pengembangan bentuk atap arsitektur tradisional Bali, ketinggian bangunan dihitung dari permukaan tanah sampai dengan perpotongan bidang tegak struktur bangunan dan bidang miring atap bangunan, serta dilarang memanfaatkan ruang diatas bidang perpotongan tersebut untuk melakukan kegiatan yang bersifat permanen. - bangunan-bangunan yang ketinggiannya boleh melebihi 16 meter adalah: bagian-bagian bangunan umum yang tidak perlu lantai untuk aktivitas manusia yaitu bangunan fasilitas peribadatan seperti pelinggih untuk pura, menara-menara dan kubah mesjid dan gereja, pagoda dan yang sejenis; bangunan khusus yang berkaitan dengan pertahanan kemananan dan keselamatan penerbangan, menara dan antene pemancar pertelekomunikasian dan menara jaringan transmisi tegangan tinggi; monumen, dan sebagainya yang mutlak membutuhkan persyaratan ketinggian lebih dari 16 meter, pembangunannya tetap memperhatikan keserasian terhadap lingkungan sekitarnya serta dikoordinasikan dengan instansi terkait. - bangunan umum dan bangunan khusus yang ketinggiannya boleh melebihi 16 meter diprioritaskan pengembangannya pada kawasan-kawasan di luar : kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah (sawah produktif), tempat suci dan kawasan suci, permukiman tradisional (permukiman yang tumbuh secara alami serta didukung oleh kehidupan budaya setempat yang kuat). 53

Sumber: http://www.denpasarkota.go.id/instansi/?cid==izm&s=kritik&xid=479 TANGGAPAN : Dasar Ketentuan : 1. Perda Kodya Dati II Denpasar Nomor 10 Tahun 1999, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar 2. Perda Kota Denpasar Nomor 6 Tahun 2001, tentang Ijin Bangun. 3. Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Denpasar, Nomor 41 Tahun 1995, tentang Garis Sempadan Bangunan di Kota Denpasar 4. Keputusan Walikota Denpasar Nomor 317 Tahun 2003, tentang Penataan Kawasan Pantai Kota Denpasar. Syarat- syarat : 1. Bangunan Perkantoran : KDB, maksimum 50 % dari luas lahan. KLB, maksimum 4 x KDB, dengan ketinggian tidak lebih dari 15 meter. Wajib menyediakan parker secara memadai dengan luas minimum adalah : Seluas 20 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai satu. Seluas 30 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai dua. Seluas 40 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai tiga. Bagi parkir didalam bangunan ( in door ) dan bertingkat diperkenankan hanya 1 (satu) lantai dibawah permukaan tanah, serta puncak bangunan harus menggunakan atap. 2. Bangunan Hotel : KDB, maksimum 40 % dari luas lahan. KLB, maksimum 4 x KDB, dengan ketinggian tidak lebih dari 15 meter. Wajib menyediakan parker secara memadai dengan luas minimum adalah : Seluas 20 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai satu. Seluas 30 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai dua. Seluas 40 % dari luas Persil untuk bangunan berlantai tiga. Bagi parkir didalam bangunan ( in door 0 dan bertingkat diperkenankan hanya 1 (satu) lantai dibawah permukaan tanah, serta puncak bangunan harus menggunakan atap. 54

3. Khusus untuk kawasan Pantai Sanur, dari Pantai Matahari Terbit sampai dengan Pantai Mertasari : Bangunan diatas 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 100 meter dari jalan setapak. Bangunan 2 (dua) lantai sempadan bangunan ditetapkan 50 meter dari jalan setapak. Bangunan tidak bertingkat memakai dinding tembok, sempadan bangunan ditetapkan 25 meter dari jalan setapak. Bangunan tidak bertingkat dan terbuka, sempadan bangunan ditetapkan 5 meter dari jalan setapak. Pagar halaman dibangun dengan jarak 1,5 (satu setengah) meter dari jalan setapak yang dapat dipergunakan sebagai telajakan. Dari proses Yadnya inilah melahirkan konsep Filsafat Ekosistem Dalam Hindu Dharma yaitu Tri Hita Karana. Menurut arti katanya, Tri Hita Karana berarti tiga sebab adanya kebaikan. Tri = tiga; Hita = kebaikan Karana = sebab (sumber). Ketiga sumber inilah yang melahirkan Sorga di alam nyata (Sekala) dan sorga bahkan samapai alam Bhatara dan dewa-dewa di alam tidak nyata (Niskala). Tri Hita Karana merupakan pedoman bagi penganut Agama Hindu di dalam mengembangkan hidup kemasyarakatannya. Ini berkembang menjadi ajaran tentang keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, sekaligus tentang ketergantungan satu sama yang lain dalam berbagai aspek kehidupan ini. Dalam pandangan Agama Hindu masyarakat itu sendiri diwarnai oleh sesuatu yang hidup oleh kehidupan itu sendiri, dan oleh yang menghidupi. Masing-masing sebab ini mempunyai jalur tertentu yang mengarah pada satu kaitan yang satu dengan yang lain saling berkaitan, sebagai satu-kesatuan. Karena tidak akan berakibat kebaikan bila jalur yang satu tidak mengindahkan yang lainnya. Kiranya sudah terjawab bagaimana mencapai Sorga Sekala & Niskala yaitu melaksankan Tri Hita Karana 55

VII.2 KESIMPULAN Perumahan adalah bangunan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan Perumahan layak merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan. Selain itu rumah dan perumahan merupakan cerminan dari jati diri manusia baik perorangan maupun kelompok dan kebersamaan dalam masyarakat. Perencanaan suatu perumahan memerlukan pemikiran dengan pandangan yang luas dalam pengaturan fisik maupun pengaturan sosialnya dengan pertimbangan teknik dan budaya yang berlangsung pada lingkungan setempat. Konsep Tri Hita Karana tentu masih relefan diterapkan di Bali pada kini maupun untuk masa yang akan datang dengan tidak mengabaikan perkembangan teknologi dan budaya yang akan berlangsung. Tri Hita Karana merupahkan konsep universal yang bisa berlaku secara regional, nasional maupun internasional 56