TINJAUAN KEADAAN METEOROLOGI PADA BANJIR BANDANG KOTA PADANG TANGGAL 24 JULI 2012

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH BADAI TROPIS HAIYAN TERHADAP POLA HUJAN DI INDONESIA

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

PERBANDINGAN VARIASI DIURNAL DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN HUJAN DI PADANG DAN DI KOTOTABANG

ANALISIS PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILATION (ENSO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTO TABANG SUMATERA BARAT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PERINGATAN DINI PUTING BELIUNG DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN HUJAN DI PADANG DAN DI KOTOTABANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

ISSN Jurnal Fisika Unand Vol. 6, No. 1, Januari 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

I. INFORMASI METEOROLOGI

KARAKTERISTIK OSILASI CURAH HUJAN DI SUMATRA BARAT BERDASARKAN TRANSFORMASI WAVELET

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

ANALISA CUACA TERKAIT BANJIR DI KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG (26 OKTOBER 2017)

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

ANALISIS KEJADIAN BANJIR BANDANG

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI DESA BONAN DOLOK, KABUPATEN SAMOSIR TANGGAL 7 MARET 2018

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. September Volume V - No.

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI KAB. KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 11 NOVEMBER 2017

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS KEJADIAN ANGIN KENCANG DAN HUJAN LEBAT DI KAB. MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT TANGGAL 09 AGUSTUS 2017

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS KEJADIAN HUJAN DISERTAI ANGIN KENCANG DI WILAYAH KOTA PONTIANAK DAN SEKITARNYA KALIMANTAN BARAT TANGGAL 04 DESEMBER 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DISERTAI ANGIN KENCANG DI WILAYAH RASAU JAYA, KAB. KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017

ANALISIS BANJIR BANDANG DI WILAYAH NON ZOM KABUPATEN NAGAN RAYA PROVINSI ACEH

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

ANALISIS KARAKTERISTIK ARUS PERMUKAAN LAUT DAN ANOMALI TERHADAP AKTIVITAS MJO DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

ANALISIS TERKAIT HUJAN SANGAT LEBAT (128,1 mm) di BALIKPAPAN

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS CURAH HUJAN KOTA PADANG PADA SAAT PERISTIWA MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) PERIODE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Buletin Meteorologi Penerbangan Edisi XXVII, Maret 2017 I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK GELOMBANG PLANETER EKUATORIAL TERHADAP POLA KONVEKTIFITAS DAN CURAH HUJAN DI KALIMANTAN TENGAH.

FENOMENA MADDEN-JULIAN OSCILLATION (MJO) Oleh Rainey Windayati 1) dan Dewi Surinati 2) ABSTRACT

Raindrop size distribution (RDSD) merupakan distribusi butiran hujan per. (Jameson dan Kostinski, 2001). RDSD memiliki banyak kegunaan diantaranya

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG

Transkripsi:

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 TINJAUAN KEADAAN METEOROLOGI PADA BANJIR BANDANG KOTA PADANG TANGGAL 4 JULI 1 Sri Wahyuni 1, Marzuki 1, Dwi Pujiastuti 1, Lusi Fitrian Sani 1, Aulya Rahayu 1 1) Jurusan Fisika Universitas Andalas E-mail :marzuki@fmipa.unand.ac.id ABSTRAK Keadaan meteorologi selama banjir bandang di Kota tanggal 4 Juli 1 telah dianalisa. Analisa berdasarkan kepada data curah hujan yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sicincin (BMKG), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sumatera Barat, satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), pergerakan awan dari Multi-functional Transport Satellite (MTSAT) dan data meteorologi dari National Centers for Environmental Prediction (NCEP) dannational Center for Atmospheric Research (NCAR). Penelitian ini memperlihatkan bahwa banjir bandang yang terjadi di pada tanggal 4 Juli 15 tidak disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Hujan yang terjadi hanya berkisar 13 mm/hari. Hujan ini tidak disebabkan oleh faktor global seperti Madden Julian oscillation (MJO), El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan monsun. Dengan demikian, hujan ini kemungkinan disebabkan oleh sirkulasi lokal (land-sea breeze). Sebelum terjadinya banjir bandang kemungkinan telah terbentuk bendungan alami di sekitar bukit pada kawasan banjir bandang. Dengan sedikit saja tambahan air, bendungan ini menjadi longsor yang menyebabkan banjir bandang. Kata kunci : banjir bandang, land-sea breeze, Madden Julian oscillation ABSTRACT Meteorological condition during the flash flood occurred on July 4, 1 has been analyzed. The analysis was based on the rainfall data from Indonesian Agency for Meteorological, Climatological and Geophysics, West Sumatra Agency for Water Management, Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) satellite, cloud propagation from Multi-functional Transport Satellite (MTSAT) and meteorology data from the National Centers for Environmental Prediction (NCEP) and National Center for Atmospheric Research (NCAR) reanalysis. It was found that the flash flood was not due to the heavy rain. The rainfall intensity during theflash flood was only about 13 mm/h. This rain was not from the global phenomena such as Madden Julian oscillation (MJO), El Niño Southern oscillation (ENSO) and monsoon. It may be formed by the local phemomenon such as land-sea breeze. A natural dam may have been created before the flash flood and it would be easily broken when the light rain occurred. Keywords : flash flood, land-sea breeze, Madden Julian oscillation I. PENDAHULUAN Banjir bandang (flash flood) merupakan suatu proses aliran air dalam jumlah besar yang terjadi dalam waktu yang singkat, mengalir dari hulu sungai ke hilir dengan kecepatan yang tinggi. Banjir ini biasanya terjadi karena hujan dengan intensitas tinggi (Rasmussen dan Houze, 1). Sebelum banjir, biasanya telah terbentuk bendungan alami akibat longsornya tanah dari lereng-lereng pegunungan disepanjang aliran sungai sehingga mengakibatkan volume air yang terus bertambah. Ketika hujan terjadi, volume air meningkat sehingga air yang mengalir dari hulu ke hilir mengalir lebih besar dan akan membawa lumpur dalam jumlah yang besar. Selain faktor hujan, keadaan geologi tanah penyusun lereng dipegunungan, perpohonan dan kemiringan juga mempengaruhi banjir bandang (Rusydy, 1). Sebagai kawasan dengan intensitas tinggi, Indonesia sering sekali mengalami banjir bandang. Dalam tahun 113 saja telah terjadi beberapa kali banjir bandang. Misalnya, banjir bandang yang terjadi di Kota Sumatera Barat pada tanggal 4 Juli 1, daerah Bojonegoro pada tanggal 4 Januari 13, Tasikmalaya pada tanggal 5 Juli 13, Papua Barat pada tanggal 13 November 13, dan Cianjur pada tanggal 3 Desember 13 (Wahyu, 14). Kerugian yang disebabkan oleh banjir bandang ini sangat besar misalnya untuk banjir bandang yang terjadi di Kota Sumatera Barat pada tanggal 4 Juli 1, kerugian ditaksir sekitar Rp. 4,66 miliar (Antara, 1). 45

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 Sebagaimana telah disebutkan di atas, pemicu banjir bandang secara umum adalah hujan dengan intensitas yang tinggi (Wahyu, 14). Hujan ini bisa bersifat lokal maupun global. Hujan lokal adalah hujan yang terbentuk akibat proses konveksi lokal yang diiringi dengan pergerakan angin darat dan angin laut. Hal ini menyebabkan adanya vairiasi diurnal curah hujan di Indonesia (Marzuki dkk., 9). Hujan yang bersifat global adalah hujan yang terjadi akibat proses konveksi dalam skala global. Untuk kawasan Indonesia, fenomena global yang sering terjadi adalah Madden Julian oscillation, munsun dan El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Penomena global ini menyebabkan adanya variasi intramusiman, musiman dan tahunan curah hujan (Kozu dkk., 5; Kozu dkk., 6; Marzuki dkk., 1, 13a, 13b). Selain itu, peningkatan curah hujan di Indonesia juga bisa disebabkan oleh siklon tropis (Sani dan Marzuki, 15). Walaupun secara umum Indonesia mengalami dua skala hujan yang disebutkan di atas, karena faktor topografi dan lain sebagainya berbeda-beda maka hujan yang menjadi pemicu banjir bandang juga dapat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai karakteristik hujan di setiap kejadian banjir bandang. Penelitian tugas akhir ini mengamati keadaan meteorologis pada banjir bandang di tanggal 4 Juli 1. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa banjir bandang dipengaruhi oleh banyak faktor dan dibatasi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hujan pada tanggal 4 Juli 1 di Kota. Penelitian dilakukan melalui pengamatan kondisi atmosfer antara lain tekanan, suhu, angin, pergerakan awan serta pola hujan yang terjadi sebelum dan sesudah terjadinya banjir bandang. Penelitian ini memanfaatkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), National Centers for Environmental Prediction (NCEP) dan the National Center for Atmospheric Research (NCAR) Reanalysis dan satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Selain itu, kondisi MJO dan ENSO pada saat terjadinya banjir bandang juga akan diteliti. II. METODE Hujan permukaan akan diamati menggunakan data curah hujan yang diambil dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sicincin dan Pengelohaan Sumber Daya Air (PSDA) Sumbar dengan rentang waktu seminggu sebelum dan sesudah kejadian banjir bandang (17 31 Juli 1). Data hujan ini diukur dengan menggunakan alat secara manual yang disebut Ombrometer sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar berukuran lebih kurang,5 milimeter. Distribusi hujan sebelum dan sesudah banjir bandang diamati menggunakan data satelit Tropical Rainfall Measuring (TRMM). Data yang digunakan adalah data versi 3B4. Selain itu, data citra awan IR (Infrared) digunakan untuk memberikan gambaran pergerakan awan secara global. Data ini didapatkan dari satelit MTSAT-1 yang dioperasikan oleh Japan Meteorology Agency (JMA). Data hujan dan awan didukung oleh data NCEP/NCAR Reanalysis. Data ini digunakan untuk menggambarkan dan mengamati keadaan angina, kelembaban dan parameter meteorology lainnya, yang dapat memicu terjadinya awan dan hujan. Data ini didapat dari National Oceanic and Atmospheric Adminisration (NOAA), Amerika Serikat. Faktor global yang mempengaruhi atmosfir Indonesia selama banjir bandang yang akan diteliti adalah Madden dan Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan osilasi pembentukan awan di daerah tropis yang berdurasi 3-6 hari (Madden dan Julian 1971). MJO diamati menggunakan indek yang dikembangkan oleh Matthew dan Hendon (4) dan didownload pada link http://monitor.cicsnc.org/mjo/. Index MJO didapatkan menggunakan fungsi ortogonal empirik (EOFs) terhadap data angin zonal 85 hpa dan hpa serta radiasi gelombang panjang atau outgoing longwave radiation (OLR). Faktor global lain yang diteliti adalah El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO berhubungan dengan naik turunnya temperatur air laut di sekitar Pasifik dari kondisi normal. Pada saat temperatur di Pasifik bagian timur naik, penomenanya disebut dengan El-nino dan jika terjadi sebaliknya maka disebut La-Nina. Kondisi ENSO selama banjir bandang dipantau menggunakan indek ENSO pada http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_ monitoring/ensostuff/detrend.nino34.ascii.txt. 46

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 Penomena lain yang akan diamati adalah Land sea breeze. Land sea breeze merupakan proses terjadinya angin darat dan angin laut yang disebabkan oleh sifat fisis antara permukaan darat dan laut. Pada siang hari permukaan daratan lebih cepat panas dibandingkan dengan permukaan lautan sehingga menyebabkan udara di atas permukaan daratan menjadi panas dan ringan kemudian bergerak ke lapisan yang lebih atas. Angin darat terjadi pada malam hari dengan kecepatan angin yang tidak terlalu besar dan terjadi perbedaaan pendinginan akibat adanya pemancaran radiasi gelombang panjang dari permukaan daratan dan lautan. Permukaan daratan lebih cepat menjadi dingin daripada permukaan lautan yang mempengaruhi udara diatas keduanya, sehingga udara diatas permukaan lautan lebih panas daripada udara diatas permukaan daratan. Dampak dari land-sea breeze ini adalah banyak hujan pada siang dan sore hari di daratan-daratan yang dikelilingi oleh pantai. Fenomena land-sea breeze sangat bergantung kepada karakteristik daerah sehingga disebut dengan faktor lokal. Selama banjir bandang, land sea breeze diamati melalui pergerakan angin dari data NCEP/NCAR Reanalysis dan data awan dari satelit MTSAT. Penomena monsun juga diteliti dalam penelitian ini. Monsun mirip dengan land-sea breeze, yaitu interaksi antara daratan dan lautan. Perbedaannya adalah monsun berskala lebih luas misalnya antara satu benua dengan satu samudra. Oleh karena itu, seringkali penamaan monsun mengacu kepada nama benua seperti Monsun Afrika Barat, Monsun Afrika Timur, Monsun Asia Selatan, Monsun Australia Utara, Monsun Asia Timur dantenggara.indonesia merupakan bagian dari monsun Asia (Prawirowardoyo, 1996). Gambar 1 OLR dan angin selama 1-6 Juli 1 ketinggian 1,5 km(85 mb) III. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Kondisi Global Atmosfir Indonesia Selama 1 6 Juli 1 3.1.1 Kondisi MJO MJO biasanya diikuti oleh pergerakan awan-awan konvektif dari samudera Hindia ke arah timur. Awan-awan ini berukuran sangat besar dan berdurasi harian (Marzuki dkk. 13c). Hal ini biasanya juga diikuti oleh pergerakan angin zonal yang lebih kuat dari kondisi normal. 47

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 Gambar 1 memperlihatkan pergerakan awan konvektif dan angin zonal selama 16 Juli 1. Dapat dilihat dengan jelas bahwa tidak ada awan-awan berskala super selama massa ini. Dari tanggal 14 Juli terlihat ada awan konvektif (OLR bernilai kecil) yang melalui Sumatra, tetapi awan-awan ini berukuran relatif kecil dan tidak mengenai Kota. Kondisi RH dan omega untuk periode ini dapat dilihat pada Gambar. Gambar Sama dengan Gambar tapi untuk kelembaban. Gambar 3 Plot Hovmoller dari data MTSAT selama 1-6 Juli 1 Untuk melihat lebih jelas kondisi awan pada tanggal 16 Juli, ditampilkan plot Hovmoller dari data satelit MTSAT pada Gambar 3. Konsisten dengan OLR, terlihat adanya 48

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 pergerakan awan konvektif dari Samudera Hindia menuju Sumatera, tetapi inti dari pada awan ini tidak sampai ke. Dari pergerakan awan dan angin (Gambar 1-3) terlihat bahwa kondisi MJO yang kuat pada beberapa hari sebelum dan sesudah banjir bandang (16 Juli 1) tidak teramati. Hal ini konsisten dengan indek MJO (Gambar 4). MJO berada pada fase 4 yang bearti bahwa posisinya adalah di atas Indonesia. Walaupun demikian, kekuatannya yang lemah (indek < 1) menyebabkan pengaruhnya terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia relatif kecil. Gambar 4 Indek MJO selama 1 Juni - 31 Juli 1 3.1. Kondisi ENSO Gambar 5 menunjukkan indek ENSO dari 1113. Pada bulan Juli 1, indek ENSO bernilai.1. Dengan demikian, status ENSO ketika terjadi banjir bandang di adalah sangat lemah atau boleh dikatakan dalam kondisi normal. ENSO dikatakan kuat jika indek > ±.5. Dengan demikian, curah hujan yang terjadi selama banjir bandang bukan merupakan bagian dari ENSO. 1.5 Indeks ENSO -.5-1 -1.5 Apr11 Oct11 May1 Nov1 Jun13 Waktu (Bulan/Tahun) Gambar 5 Indek ENSO dari 1113 3.1.3 Kondisi Monsun Periode monsun di Indonesia dapat dibagi menjadi empat yaitu pre-southwest(pre-sw), Southwest (SW), pre-northeast (pre-ne) dan monsun Northeast (NE). Hal ini mengacu kepada bulan April-Mei, Juni-September, Oktober-November, dan Desember Maret (Marzuki dkk. 13). Dengan demikian, banjir bandang Kota terjadi pada monsun SW yang artinya angin berhembus dari utara menuju selatan agak ke timur. Pola ini akan terlihat dengan jelas jika Gambar diperlebar hingga mencakupi India. Angin yang berhembus dari utara akan melewati daratan India yang menyebabkan udaranya kering. Hal ini berdampak kepada relatif sedikitnya curah hujan yang terjadi pada periode Juni-September di Indonesia, terutama Sumatera. 49

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 3. Kondisi Lokal Parameter Meteorologi pada 4 Juli 1 Pada subbab 3.1 telah dilihat bahwa faktor global bukanlah penyebab dominan terjadinya hujan pada tanggal 4 Juli di Kota. Pada bagian ini akan dilihat kondisi lokal parameter meteorologi pada tanggal 4 Juli. Kondisi lokal ini erat hubungannya dengan sirkulasi land sea breeze. Untuk mengamati ini idealnya digunakan data radar meteorologi, tetapi karena ketidaktersediaan data radar, maka untuk melihat kondisi lokal masih digunakan data satelit. Gambar 6 Distribusi Temperatur tanggal 4 Juli 1 Gambar 7 Kelembaban dan angin per 6 jam selama 4 Juli 1 pada ketinggian 1,5 km (85 mb) dari data NCEP/NCAR reanalysis. Gambar 6 memperlihatkan temperatur per 6 jam pengamatan dari data NCEP/NCAR. Resolusi waktu 6 jam adalah resolusi tertinggi yang dimiliki oleh data NCEP/NCAR. Waktu ditampilkan dalam UTC dimana WIB = UTC + 7. Secara umum tidak terlihat perubahan arah angin pada massa ini. Angin mengarah ke timur dan melemah (terblok) oleh bukit barisan ketika angin tersebut mencapai Sumatera. Temperatur tinggi teramati pada 1 UTC yang menunjukkan radiasi sinar matahari mencapai maksimumnya. Untuk mengingatkan kembali bahwa banjir bandang terjadi pada pukul 18. WIB. Pola temperatur ini juga sama dengan pola parameter meteorologi yang lain seperti kelembaban (Gambar 7) dan omega (Gambar 8). 41

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 Gambar 8 Omega dan angin per 6 jam selama 4 Juli 1 pada ketinggian 1,5 km (85 mb) dari data NCEP/NCAR reanalysis. Gambar 9 Distribusi Awan per-3 jam (MTSAT) 411

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 Walaupun terlihat adanya temperatur tinggi di sekitar Sumatera, hal ini perlu dikonfirmasi dengan data yang lain apakah awan konvektif dari kondisi ini mencapai atau tidak. Untuk melihat kondisi awan konvektif pada tanggal 4 Juli, ditampilkan kontur awan dari data satelit MTSAT pada Gambar 9. Data ditampilkan dalam 3 jam rata-rata. Konsisten dengan Gambar dan gambar 3, di sekitar Sumatera terlihat awan konvektif mulai dari pukul 1 UTC hingga UTC. Awan-awan ini dominan di utara Sumatera dan sedikit sekali yang sampai ke Kota (kotak putih). Pada 11 UTC (18 WIB) dimana banjir bandang terjadi, terlihat sebuah awan konvektif yang berukuran kecil di atas Sumatera. Pergerakan awan pada Gambar 9 menyerupai pola diurnal pergerakan awan akibat sirkulasi land sea breeze yang dilaporkan oleh Mori dkk. (4) dimana awan-awan konvektif mencapai puncaknya di daratan Sumatera pada siang dan senja hari. Awan konvektif yang dominan di bagian utara Sumatera menyebabkan hujan banyak terjadi di daerah ini (Gambar 1). Untuk kawasan, hujan teramati pada pukul, 1 dan 15 UTC. Hujan pada 1 UTC terlihat berintensitas sekitar 15 mm/h yang ditandai dengan kontur berwarna orange. Hujan inilah kemungkinan yang menjadi pemicu terjadinya banjir bandang. Latitude UTC 95 97 99 11 13 15 1 UTC 95 97 99 11 13 15 1 Latitude 3 UTC 95 97 99 11 13 15 15 UTC 95 97 99 11 13 15 Latitude 6 UTC 95 97 99 11 13 15 18 UTC 95 97 99 11 13 15 Latitude 9 UTC 95 97 99 11 13 15 Longitude 1 UTC 95 97 99 11 13 15 Longitude Gambar 1 Distribusi Intensitas hujan rata rata pada jam 1 UTC pada tanggal 4 Juli 1 per-3 jam (TRMM) Untuk memastikan intensitas curah hujan dari Gambar 1, digunakan pengamatan rain gauge. Dari beberapa stasiun yang dioperasikan oleh BMKG, pencatatan hujan pada tanggal 4 Juli mengalami gangguan. Dari 5 stasiun yang ada, hanya teluk bayur yang mempunyai data yaitu sekitar 13 mm. Rain gauge yang dioperasikan oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Sumatera Barat seperti stasiun yang ada di Bendung Koto Tua, Simpang Alai, Desa Ladang Padi, Gunung Nago dan Batu Busuk, juga mengalami mengalami gangguan pada saat banjir bandang. IV. KESIMPULAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa banjir bandang yang terjadi di pada tanggal 4 Juli 15 tidak disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Hujan yang terjadi hanya berkisar 13 mm/hari. Hujan ini tidak disebabkan oleh faktor global seperti MJO, ENSO dan monsun. Dengan demikian, hujan ini kemungkinan disebabkan oleh sirkulasi land-sea breeze 41

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 15 ISSN 3-8491 yang menjadi ciri khas Sumatera. Dengan intensitas yang cukup rendah ini, diduga sebelum terjadinya banjir bandang telah terbentuk bendungan alami di sekitar bukit pada kawasan banjir bandang. Dengan sedikit saja tambahan air, bendungan ini menjadi longsor yang menyebabkan banjir bandang. DAFTAR PUSTAKA Kozu, T. dan Nakamura, K., 1991, Rainfall Parameter Estimation from Dual-Radar Measurements Combining Reflectivity Profile and Path-Integrated Attenuation, Journal of Atmospheric and Oceanic Technology, Vol. 8, hal. 59 71. Kozu, T., Reddy, K. K., Mori, S., Thurai, M., Ong, J. T., Rao, D. N., dan Shimomai, T., 6, Seasonal and Diurnal Variations of Raindrop Size Distribution in Asian Monsoon Region, Journal of the Meteorology Society Of Japan, Vol. 84A, hal. 195 9. Marzuki, Kozu, T., Shimomai, T., Randeu, W. L., Hashiguchi, H., dan Shibagaki, Y., Diurnal variation of rain attenuation obtained from measurement of raindrop size distribution in equatorial, IEEE Trans. Ant. Propag., Vol. 57, (4), Pt.II, hal. 1191-1196 Marzuki, Kozu, T., Shimomai, T, Hashiguchi, H., Randeu, W. L., dan Vonnisa, M., 1, Raindrop Size Distribution of Convective Rain over Equatorial Indonesia During the First CPEA Campaign, Atmospheric Research, Vol. 96, hal. 645 655. Marzuki, M., Hashiguchi, H., Yamamoto, M. K., Mori, S., dan Yamanaka, M. D., 13a, Regional Variability of Raindrop Size Distribution over Indonesia, Annales Geophysicae, Vol. 31, hal. 1941 1948. Marzuki, Randeu, W. L., Kozu, T., Hashiguchi, H., dan Schonhuber M, 13b, Raindrop Axis Ratio, Fall Velocities and Size Distribution over Sumatra from D Video Disdrometer Measurement, Atmospheric Research, Vol. 119, hal. 3 37. Marzuki, Hashiguchi, H., Yamamoto, M. K., Yamamoto, M., Mori, S., Yamanaka, M. D., Carbone, R. E. dan Tuttle, J. D., 13c, Cloud Episode Propagation Over the Indonesian Maritime Continent from 1 years of Infrared Brightness Temperature Observations, Atmospheric Research, Vol. 1-11, hal. 6886 Mori, S., Hamada Jun-Ichi, Yudi Iman Tauhid, Manabu D. Yamanaka, Noriko Okamoto, Fumie Murata, Namiko Sakurai, Hiroyuki Hashiguchi, and Tien Sribimawati, 4, Diurnal Land Sea Rainfall Peak Migration over Sumatera Island, Indonesian Maritime Continent, Observed by TRMM Satellite and Intensive Rawinsonde Soundings. Mon. Wea. Rev., Vol. 13, hal. 1 39. Matthew C. Wheeler and Harry H. Hendon, 4: An All-Season Real-Time Multivariate MJO Index: Development of an Index for Monitoring and Prediction. Mon. Wea. Rev., 13, 1917 193. Prawirowardoyo, S., 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Rasmussen, K. L.dan Houze., A., 1,A Flash-Flooding Storm at the Steep Edge of High Terrain: Disaster in the Himalayas. Bull. Amer. Meteor. Soc., Vol. 93, Hal.1713 174.doi: http://dx.doi.org/1.1175/bams-d-1136.1 Roland, A. Madden and Paul R. Julian., 197.Description of Global-Scale Circulation Cells in the Tropics with a 4 5 Day Period. J. Atmos. Sci., 9, 119 113. Sani, L. F. dan Marzuki, 15, Pengaruh Badai Tropis Haiyan terhadap Pola Hujan di Indonesia, Jurnal Fisika Unand, Vol. 4 No., Jurusan Fisika Universitas Andalas,. Rusdy, Ibnu.., 1., Memahami Banjir Bandang (4 Juli 1), http://www.ibnurusydy.com/memahami-banjir-bandang, diakses November 13. Wahyu., 14. Banjir bandang Mendadak Penyebab dan Upaya Mengatasinya, http://green.kompasiana.com/iklim/14/1/16/banjir-bandang-mendadak-penyebabdan-upaya-mengatasinya 68345.html, diakses Januari 14. http://www.antaranews.com/berita/33743/kerugian-akibat-banjir-padang-sekitar-rp466-miliar 413