3.3.(1) Kawasan Pemberdayaan Desa Adat di

dokumen-dokumen yang mirip
1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai luas daratan ± 5.632,86 Km². Bali dibagi menjadi 8 kabupaten dan 1 Kota

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Kondisi Kepariwisataan Daerah Bali. satu Kotamadya, yang diantaranya: Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Deskripsi Kegiatan. Short List 5. Kelembagaan 5.10.(6)

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta dalam Pemanfaatan Ruang Perkotaan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup serta menstimulasikan sektor-sektor produktif lainnya (Pendit,

ANALISIS & PEMBAHASAN..(8)

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 Tentang : Reklamasi Pantai Utara Jakarta

PEMBANGUNAN WILAYAH PERMUKIMAN DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT studi kasus : kawasan permukiman Kalianak Surabaya

ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1995 TENTANG REKLAMASI PANTAI KAPUKNAGA, TANGERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pantai Sanur Kaja terletak di pesisir utara (Kaja) kawasan Sanur dan

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DI KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN ( MUSRENBANG )

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

penelitian 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta.

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

Pemetaan Tapak Kawasan Pariwisata Kabupaten Belitung. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

5. PIHAK-PIHAK TERKAIT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

BAB I PENDAHULUAN. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) adalah forum. Desa/Kelurahan (Musrenbang Desa/Kelurahan).

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. pengelolaan kebersihan lingkungan pantai di Bali dan Pantai Sanur Kaja.

I. UMUM. Sejalan...

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAMPINGAN DALAM PROSES PERENCANAAN PARTISIPATIF PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

Transkripsi:

3.3.(1) Kawasan Pemberdayaan Desa Adat di Sanur, Bali Pantai Matahari Terbit Tipe kegiatan: Perencanaan kota dan koordinasi perencanaan kota. Inisiatip dalam manajemen perkotaan: Pelibatan seluruh stakeholders dalam proses perencanaan. Tempat dan skala kegiatan: Suatu bagian dari Pantai Sanur, Bali. Pelaku utama: Masyarakat, pemilik tanah, pemerintah daerah dan konsultan pembangunan. Deskripsi kegiatan Suatu bagian dari lingkungan pantai di Kawasan Wisata Sanur, Bali, yaitu Pantai Matahari Terbit (PMT), berada dalam kondisi yang cukup memprihatinkan sehingga tidak menunjang aktifitas wisata di lingkungannya. Bagian pantai ini sekarang menjadi tempat ngaben dan melasti dan sekaligus menjadi tempat beroperasinya sejumlah warung rakyat yang seharusnya dapat menjadi asset wisata yang potensial, tetapi kondisinya tidak terpelihara dan tidak tertata dengan baik. Pantai ini menyisakan hutan bakau yang kotor karena pembuangan sampahnya tidak terkendali, mengalami abrasi yang cukup berat, memiliki lahan pesawahan kering yang kurang produktif, memiliki keterbatasan pandangan ke lautan akibat adanya tanggul penahan ombak yang terlalu tinggi, dan sukarnya nelayan untuk menurunkan atau menaikkan perahu. Di sisi lain, pantai ini adalah satusatunya kawasan pantai umum yang masih tersisa di Sanur (yang lainnya sudah dikuasai oleh hotel dan fungsi-fungsi komersial wisata lainnya). Suatu rencana diperlukan untuk mengembangkan pantai dengan tujuan untuk menjadikannya menjadi tertata dan memiliki prospek bagi kegiatan pariwisata yang Tempat pengabenan (pembakaran jenazah) di Desa Adat Sanur berbasiskan kegiatan budaya dan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat setempat, serta untuk menjaga pantai dari kemunduran lingkungan. Sekaligus dengan rencana penataan ingin dirumuskan konsep pengelolaan lingkungan lebih lanjut agar hasil penataan dapat dipertahankan keberlanjutannya. Secara lebih spesifik, rencana ini bertujuan (1) membuat sebagian PMT menjadi suatu kawasan suci untuk kegiatan ngaben dan melasti, (2) menyisihkan kawasan pantai umum terakhir di Sanur untuk kepentingan masyarakat melalui penggunaan lahan untuk pemberdayaan kegiatan masyarakat ekonomi lemah, (3) mengelola kawasan suci dalam meningkatkan kegiatan religius dan budaya adat dalam keterpaduan pembangunan lokal yang bersifat riil sebagai sarana pemberdayaan desa adat, dan (4) mengimplementasikannya dalam suatu manajemen yang profesional dan diterima masyarakat. Tujuan perencanaan ini dituangkan dalam suatu rencana penataan PMT, yang tersusun dari zona upacara keagamaan ngaben dan melasti, ruang terbuka untuk festival rakyat dan 18

tempat pedagang kecil, zona hutan bakau, pusat nelayan, lokasi untuk pelayanan umum dan kantor-kantor desa adat dan desa dinas, dan lokasi pasar kaget. Rencana ini sendiri merupakan bagian dari rencana yang lebih besar dari Kelompok Pemerhati Sanur untuk mengembalikan Sanur sebagai salah satu pusat kegiatan di Bali. Pembangunan PMT sendiri (beserta proses-proses perencanaan yang dijalankannya) diharapkan menjadi katalis penggerak penataan wilayah Pantai Sanur dan sekitarnya untuk mewujudkan Sanur sebagai daerah kunjungan wisata seperti dahulu. Perencanaan yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) Ide mengenai penataan kembali PMT dimunculkan oleh suatu LSM yang dikenal dengan nama Konsorsium Peduli Bali dan beberapa tokoh masyarakat, khususnya Bendesa Adat Sanur dan Pedanda Kaleran. Proses pengguliran inisiatif penataan dijalankan dengan bantuan fasilitator masyarakat (konsultan pembangunan) dalam mengkomunikasikan gagasan penataan pada berbagai pihak, yaitu tokoh-tokoh masyarakat Sanur dari unsur hotel, pemuka agama, pemuka masyarakat, prajuru adat, serta pada Bapak Walikota Denpasar pada tanggal 28 Desember 1998. Komunikasi mengenai gagasan penataan ini sekaligus merupakan suatu kesempatan untuk menampung keinginan dan kebutuhan pihakpihak tersebut terhadap masa depan PMT. Proses yang melibatkan para stakeholders di dalam perencanaan PMT dengan menggunakan pendekatan bottom-up dan top-down secara bersamaan telah dipilih untuk membuat rencana penataan karena berbagai kepentingan perlu dijembatani, yaitu (1) adanya sejumlah pemilik tanah dan kerancuan pemilikan tanah (tanah negara, tanah milik perorangan, tanah milik desa adat), (2) terjadinya perbedaan kepentingan antara pihak desa adat dan desa dinas (pemerintah) terhadap pengelolaan PMT, dan (3) adanya peraturan daerah yang mengatur pembangunan sepanjang pantai bagi struktur yang bersifat permanen. Di samping itu terdapat masalah adanya keterbatasan dana untuk menggulirkan rencana menjadi suatu yang nyata, yang dengan pendekatan perencanaan demikian telah mendapatkan celah penyelesaiannya. Secara keseluruhan, dengan pendekatan ini pada saat ini rencana pengembangan PMT telah sampai pada tahap mendapatkan commitment dari para pihak yang berkepentingan, sehingga proses selanjutnya untuk sampai pada implementasi akan menjadi mudah. Pelaksanaan kegiatan Proses perencanaan yang melibatkan berbagai kepentingan seperti tersebut di atas dijalankan dengan berbagai cara: rembug dengan warga masyarakat, menampung tanggapan langsung dari warga masyarakat, memberikan presentasi rencana penataan kepada instansi-instansi terkait (mulai dari Walikotamadya Denpasar, Bappeda Denpasar, dinas-dinas terkait, sampai dengan pejabat kecamatan dan desa di Sanur), dan rapat-rapat dengan berbagai pihak. Yang menjadi pihak yang menawarkan gagasan penataan dalam proses ini Pertemuan antar tokoh-tokoh adat di Desa Sanur Kaja dengan fasilitator yang membahas tentang usulan pengembangan Pantai Matahari Terbit (PMT) adalah Desa Adat Sanur dengan didampingi oleh Konsultan Pembangunan sebagai fasilitator yang menyiapkan materi-materi rencana dan merancang pertemuan-pertemuan yang diperlukan, karena inisiatip penataan berasal dari 19

desa adat yang didampingi konsultan pembangunan. Proses di atas dimulai dengan pengajuan oleh desa adat (dengan didampingi oleh fasilitator) kepada Gubernur untuk mendapatkan ijin mengelola PMT karena sebagian besar dari tanahnya adalah tanah negara. Ijin Pengelolaan melalui Surat Gubernur No. 593.5/14.170/B.T.PEM/tanggal 15 Oktober 1998 kemudian turun dan menjadi dasar bagi sosialisasi dan diskusi selanjutnya gagasan penataan ini pada instansi-instansi terkait lainnya (di bawahnya). Secara prinsip, pendekatan bottom-up dan top-down untuk membuat rencana penataan PMT dilakukan dengan mempertemukan gagasan-gagasan atau keinginan-keinginan yang berkembang di masyarakat dengan pandangan-pandangan para stakeholders lain yang terkait (pemilik hotel, pemilik tanah) dan dengan program-program pemerintah. Dalam prosesnya hal ini dijalankan dengan cara Pertemuan PPLH Sanur, LSM, Konsultan pendamping dengan kelompok ibu-ibu pembuat kompos menginterpretasikan gagasan-gagasan yang berasal dari masyarakat dan para stakeholders lain yang dirumuskan dari sejumlah rembug kedalam bentuk gambar-gambar gagasan (yang dibuat oleh konsultan pembangunan), dan kemudian dipresentasikan di kantor walikota untuk dipertemukan dengan program-program pemerintah. Hasilnya dibuatkan suatu program yang lebih terperinci yang kemudian dibahas kembali di kantor walikota yang diikuti oleh Bapak Walikota dengan dinas/instansi terkait, anggota masyarakat sanur dan konsultan pembangunan. Dari proses-proses demikian telah diambil sejumlah keputusan. Antara lain kelak apabila rencana telah diimplementasikan akan ada pembagian pendapatan antara desa adat dan desa dinas. Keputusan lain adalah untuk implementasi sebagian rencana, akan memanfaatkan program BUIP dan JPS. Apa yang diutarakan di atas pada hakekatnya menunjukkan suatu mekanisme koordinasi yang bersifat partisipatif untuk menghasilkan suatu rencana pembangunan. Karena pihak-pihak yang terlibat/berkepentingan dengan proses pembuatan rencana tersebut tidak semuanya saling memiliki ikatan-ikatan formal dengan yang lainnya, platform koordinasi bukan merupakan suatu struktur/lembaga yang formal tetapi dibangun dari komunikasi yang effektif antar pihak-pihak yang terlibat tentang rencana (penataan). Peranan konsultan pembangunan di sini menjadi penting untuk menampung gagasangagasan, merepresentasikannya dalam media yang dimengerti semua pihak dan menjembatani komunikasi antar berbagai pihak. Media rencana yang dipilih dalam bentuk poster-poster adalah sangat tepat karena mudah dipahami. Manfaat dan keuntungan kegiatan serta faktor-faktor pelaksanaannya Secara keseluruhan, manfaat dari adanya penataan kawasan PMT kelak adalah diperbaikinya lingkungan dan ditingkatkannya nilai kawasan itu untuk dapat mengakomodasi dan memetik keuntungan dari kegiatan wisata yang sudah sejak lama berlangsung di lingkungan sekitarnya. Sedangkan dari sisi proses perencanaannya, manfaat pendekatan perencanaan yang bersifat bottom-up dan top-down dan yang melibatkan seluruh stakeholders adalah dapat ditampungnya kepentingan mereka. Dengan ini ada beberapa manfaat lain yang dapat diperoleh. Pertama, rencana penataan beserta aspek-aspek pengelolaan PMT kelak apabila penataan berhasil diimplementasikan dapat diterima semua pihak (stakeholders, termasuk 20

pemerintah). Perebutan pengelolaan antara berbagai pihak berhasil diselesaikan dengan diserahkannya pengelolaan ini kepada desa adat. Kedua, kekakuan peraturan membangun pada daerah pantai dapat diselesaikan dengan pembangunan bersifat semi-permanen yang dapat dibongkar pasang. Ketiga, kerancuan kepemilikan tanah antara tanah milik negara, milik perorangan dan milik adat berhasil diselesaikan karena semua pihak yang berkepentingan/memiliki claim atas tanah di PMT dapat bertemu dan berunding. Dan keempat, aspek-aspek pembiayaan implementasi penataan sejak dini sudah dapat dipikirkan. Beberapa faktor telah berhasil membantu terbentuknya kemitraan (yang bersifat informal) para stakeholders di dalam proses perencanaan. Situasi obyek yang akan ditata, yaitu tempat untuk melasti dan untuk ngaben, dikaitkan dengan budaya masyarakat setempat, menjadi unsur pemersatu kepentingan. Semua pihak memiliki rasa memiliki yang relatip sama dan sama-sama berkepentingan bagi perbaikan situasinya. Adanya keinginan dari para pemilik warung dan nelayan di PMT untuk meningkatkan penghasilannya, dan mengerti bahwa rendahnya tingkat penghasilan mereka adalah karena kurang diminatinya PMT (berserta kegiatan mereka) sebagai obyek wisata. Beberapa dinas pemerintahan, Walikota dan Gubernur sudah mulai memperhatikan konsep pembangunan yang bertumpu pada masyarakat dan siap membantu. Adanya surat formal dari Gubernur mengenai pengelolaan tanah negara oleh desa adat seperti disebutkan di atas, menjadi pendorong kuat bagi perencanaan yang melibatkan semua pihak ini. Hal ini dilandasi oleh pengakuan secara formal atas keberadaan desa adat di Bali oleh Pemda Tingkat I Bali dalam bentuk Perda No. 6 Tahun 1986. Di samping faktor-faktor positip seperti tersebut di atas, terdapat hambatan-hambatan di dalam kemitraan yang dibentuk. Keterlibatan masyarakat Sanur dari pihak para pengusaha (pemilik hotel) agak sulit dicapai secara intensif karena hambatan-hambatan yang mereka miliki (keterbatasan kemampuan keuangan untuk memberikan kontribusi, motivasi terhadap profit yang tidak bisa dikurangi, hambatan waktu). Dari beberapa unsur pemerintahan-pun terdapat hambatan yang berhubungan dengan keterbatasan pemahaman mengenai pendekatan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat, di samping karena kebiasaan-kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan untuk berpikir (dan bertindak) secara topdown di dalam memecahkan masalah. Hal-hal yang dapat dipelajari Ada dua hal yang dapat dipelajari dari kasus ini. Yang pertama berhubungan dengan hal penataan itu sendiri; dan kedua berhubungan dengan pendekatan perencanaan yang dilakukan (yang menggunakan pendekatan bottom-up dan top-down dan melibatkan seluruh stakeholders). Rencana penataan PMT memberi pelajaran bahwa dalam setiap lingkungan binaan (kota atau desa) terdapat titik-titik kawasan yang sangat strategis untuk kawasan sekitarnya yang lebih luas. Peningkatan kondisi terhadapnya bisa memberikan kontribusi yang berarti terhadap perbaikan atau revitalisasi daerah sekitarnya yang lebih luas. Pendekatan-pendekatan pembangunan terhadapnya dengan sendirinya akan menjadi penting bagi replikasi pendekatan yang mungkin dilakukan di titik-titik lainnya di sekitarnya. 21

Sementara itu, pendekatan penataan yang bertumpu pada masyarakat (lebih tepat: stakeholders) seperti yang diterapkan di PMT memberikan sejumlah pelajaran: - Para stakeholders tidak perlu secara formal berada dalam suatu wadah bersama. Yang penting adalah diadakannya kesempatan (berupa forum-forum pertemuan, rapat, urun rembug) yang dapat menjadi platform mereka untuk melakukan perundingan. - Metoda dan alat-alat komunikasi yang tepat (poster-poster rencana penataan yang mudah dipahami, dan bukannya gambar-gambar tekniknya) adalah suatu hal yang penting untuk menjamin adanya pemahaman yang benar mengenai sesuatu yang diusulkan. Dan ini telah membantu kelancaran perundingan antara berbagai pihak untuk membuat rencana penataan. - Adanya peranan dari mediator, khususnya untuk memungkinkan bersambungnya pemahaman atas usulan dari berbagai pihak, yang diperankan oleh konsultan pembangunan adalah hal yang penting. Dalam hal ini keahlian khusus yang dimiliki konsultan pembangunan agar bisa terlibat menjadi suatu yang imperatif. - Pentingnya diidentifikasi suatu aspek penting dalam rencana yang potensial untuk menjadi kepentingan yang relatif sama dari semua pihak, sebagai titik masuk bagi unsur-unsur rencana lain. Kemungkinan-kemungkinan Replikasi Pendekatan perencanaan/pembangunan seperti di atas telah dipergunakan di beberapa tempat, antara lain di Mojosongo, Solo, dan di dalam pembangunan Komplek Citra Niaga di Samarinda. Dengan demikian, pendekatan di atas sebenarnya dapat direplikasikan di tempat-tempat lainnya. Secara umum replikasi dapat dilakukan di daerah lain apabila: Di daerah tersebut pihak pemerintah sudah memiliki pemahaman yang cukup mengenai pembangunan yang bertumpu pada masyarakat/stakeholders. Kemudian ada kemauan politis padanya untuk menjalankan pendekatan pembangunan ini dan menjadi bagian dari sistem stakeholders yang diperlukan. Di daerah yang bersangkutan terdapat konsultan pembangunan yang memiliki kemampuan tinggi untuk mendampingi para stakeholders dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang berasal dari berbagai pihak dan dari dirinya. Adanya keinginan bersama dari para stakeholders untuk melakukan pembangunan di daerahnya. Dalam hal ini semua pihak dengan didampingi oleh konsultan pembangunan dapat mengidentifikasi suatu aspek/unsur dari pembangunan tersebut yang menjadi kepentingan (concern) bersama, sebagai titik masuk bagi keputusan pembangunan yang lebih menyeluruh. Nara sumber: Referensi Lain : 1. Bpk. Ida Bagus Anom Buana Bendasa Adat Sanur, Jl. Danau Kerinci No. 21, Sanur Tilpon: (0361) 286991 2. Pedanda Kaleran Jl. Hang Tuah No. 3, Sanur Tilpon: (0361) 287194 3. Bpk. Ir. I Made Antonio Ismael, M.Arch. Jl. Kesari No. 1, Sanur. Telp.: (0361) 281958 22

23