BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. didasari oleh kebutuhan masyarakat Manding untuk hidup layak. Adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah singkat Usaha Kecil dan Menengah. pekerjaannya adalah petani penggarap dengan lahan yang sempit.

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kilometer dari Ibukota Kecamatan Imogiri. Batas administrasi Desa Kebonagung

BAB I PENDAHULUAN. untuk berkembang. Salah satunya dibuktikan oleh peningkatan jumlah wisatawan

PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN WILAYAH KECAMATAN TULAKAN KANTOR DESA NGUMBUL Jl.Raya Desa Ngumbul Kecamatan Tulakan Kode Pos : 63571

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara yang berpaham walfare state, Negara Republik Indonesia

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

BAB I PENDAHULUAN. barang dari kulit dan alas kaki (KBLI 15) yang naik sebesar 1,67 %. Selanjutnya,

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

BAB VI Kesimpulan dan Saran. Desa Wisata Kalibuntung lebih memilih produk wisata yang berdasarkan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEDOMAN WAWANCARA. Pertanyaan untuk tokoh masyarakat dan birokrasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: masyarakat, keamanan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang stabil,

PERATURAN DESA DAWAN KLOD NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB VI PENUTUP. kualitas maupun kuantitas komponen wisata. Secara garis besar kegiatan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. Bertolak dari kajian dan hasil analisis pada Bab sebelumnya maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KEPALA DESA SIPAYUNG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA SIPAYUNG NOMOR 04 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN PINTU KOTA KECAMATAN LEMBEH SELATAN KOTA BITUNG

BAB V KESIMPULAN & REKOMENDASI

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya memiliki kesamaan dalam beberapa hal. Rasa solidaritas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam potensi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN LURAH DESA ( PERLURDES ) NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PERJANJIAN KINERJA DINAS PARIWISATA, KEBUDAYAAN, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA TAHUN 2017

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN PEKON

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (I b M)

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA

PEMERINTAH DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT JL. Desa NO : 11 DESA BATUJAJAR BARAT KECAMATAN BATUJAJAR

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 54 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab 1 Pemerintahan Desa

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 SERI A NOMOR 24

KEPALA DESA SELOMARTANI KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DESA SELOMARTANI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dari penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Manding maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Manding didasari oleh kebutuhan masyarakat Manding untuk hidup layak. Adanya kebutuhan masyarakat memicu kerelaan masyarakat Manding untuk berpartisipasi mengembangkan desanya. Tahun 1947 adalah awal mula munculnya partisipasi masyarakat. Pada saat itu Manding mengalami kondisi yang sulit ditandai dengan tidak adanya lapangan pekerjaan, sempitnya lahan pertanian sehingga menyebabkan masyarakat Manding tidak berdaya. Keadaan tersebut membuat ketiga pemuda asal Manding yaitu Prapto Sudarmo, Wardi Utomo, dan Ratno Suharjo melakukan inovasi yaitu dengan menjadikan kerajinan kulit sebagai sumber mata pencaharian. Inovasi ini kemudian diikuti oleh mayoritas masyarakat Manding. Pengembangan Manding menjadi sentra industri kerajinan kulit tidak terlepas dari keterlibatan organisasi sebagai penggerak partisipasi. Keterlibatan organisasi diwujudkan dalam bentuk kegiatan pengembangan yang ditujukan bagi masyarakat yang mayoritas pengrajin. Adapun kegiatan pengembangan yang dilakukan organisasi disetiap masa kepengutusan antara lain; kegiatan

pengembangan pelatihan dan pembinaan, kegiatan pengembangan inovasi dan pemasaran, serta kegiatan pengembangan fasilitas. Tidak hanya keterlibatan organisasi yang menjadi kunci keberhasilan pengembangan Manding menjadi sentra kerajinan kulit. Pengrajin juga memegang peranan penting dalam keterlibatannya mengembangkan desa Manding. Keterlibatan pengrajin diwujudkan dalam bentuk kegiatan pengembangan antara lain; kegiatan pengembangan membentuk paguyubanserta kegiatan pengembangan inovasi kerajinan kulit. Seiring dengan berkembangnya zaman, partisipasi masyarakat Manding telah mengalami peningkatan meskipun sempat mengalami penurunan, yaitu mulai dari tingkat terapi, penentraman, kemitraan, pemberian informasi dan pendelegasian kekuasaan. Tangga partisipasi terendah yaitu terapi (therapy) berada pada masa kepengurusan Koperasi Eko Kapti dan Desa Kita yang ditandai dengan masyarakat menerima keputusan Disperindagkop Kabupaten Bantul dan Bank Indonesia yang membentuk koperasi dan masyarakat menjadi peserta pelatihan yang diselenggarakan oleh Disperindagkop Kabupaten Bantul dan Bank Indonesia. Tangga partisipasi tertinggi yaitu pengendalian warga (citizen power) berada pada masa kepengurusan Karya Sejahtera yang ditandai dengan Karya Sejahtera menciptakan inovasi penambahan jenis produk dan kerajinan tanpa keterlibatan pihak lain. Karya Sejahtera memiliki kewenangan penuh untuk merencanakan, mengelola dan mengembangan inovasi yang dicetuskannya. Manding sebagai Desa Wisata dengan potensi kerajinan juga telah memenuhi faktor-faktor pengembangan desa wisata diantaranya desa wisata

Manding telah memperkaya keragaman produk serta mendistribusikannya pada wilayah yang lebih luas. Selain itu kegiatan pengembangan yang dilakukan juga mendorong berkembangnya potensi lokal sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat. 6.2 SARAN Adapun saran yang dapat diberikan bagi pengembangan Desa Wisata, khususnya Desa Wisata Manding adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul, Disperindagkop Kabupaten Bantul serta pihak swasta diharapkan dapat mengalokasikan anggaran untuk pengembangan desa wisata melalui kegiatan pelatihan yang berkelanjutan. Kegiatan pelatihan yang sebaiknya dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat Manding antara lain pelatihan manajemen showroom, pelatihan kelembagaan, pelatihan pemasaran, pelatihan pemandu wisata, dan pelatihan bahasa. Dalam penyelenggaraan kegiatan pelatihan, pengelola desa wisata diharapkan tidak hanya melibatkan Pemerintah daerah saja melainkan juga pihak swasta. Selain itu kebijakan pengembangan desa wisata juga sebaiknya menggandeng pengelola desa wisata agar implementasinya berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya desa setempat. 2. Pengelola Desa Wisata sebaiknya menciptakan sistem pelibatan masyarakat secara merata melalui sirkulasi keterlibatan. Selama ini pengembangan desa

Manding menjadi sentra industri kerajinan kulit hanya melibatkan kelompok pengrajin yang terlibat sebagai pengrajin, pemilik showroom, penyedia sarana prasarana dan fasilitas seperti homestay, tempat parkir, WC maupun tempat pertemuan. Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan Manding sebagai desa wisata. Oleh karenanya, sistem pelibatan masyarakat perlu dibenahi. Salah satunya dengan melibatkan para petani dalam kegiatan atraksi wisata maupun penyedia fasilitas wisata. Serta diharapkan pengelola desa wisata mampu menggali potensi alam yang ada di Manding Kidul yaitu area persawahan yang luas untuk kemudian dikembangkan dan dijadikan sebagai daya tarik wisata alam. Pengembangan wisata alam yang ada di dusun Manding Kidul dapat berupa wisata sambil belajar yaitu menanam padi, membajak sawah, ataupun memanen padi yang sudah siap disemai. Dengan dibenahinya sistem pelibatan maka diharapkan para petani mampu memperoleh manfaat dari keberadaan Manding sebagai desa wisata. 3. Pengelola Desa Wisata diharapkan mampu memberikan pengarahan kepada generasi muda mengenai pentingnya organisasi sebagai salah satu penggerak partisipasi serta pentingnya pengembangan potensi lokal. Pengarahan mengenai pentingnya organisasi dapat dilakukan dengan cara melibatkan para pemuda dan pemudi dalam setiap musyawarah bersama yang dilakukan kepengurusan pengelola desa wisata. Tidak hanya itu, pengarahan juga dapat dilakukan melalui pelatihan kelembagaan seperti karang taruna. Sedangkan pengarahan mengenai pentingnya pengembangan

potensi lokal dapat dilakukan melalui pelibatan para pemuda dan pemudi dalam setiap kegiatan seperti kegiatan membuat kerajinan kulit maupun kegiatan kesenian (reog, jatilan, keprajuritan, tari-tarian, dll). Dengan diberikannya pengarahan, diharapkan para pemuda dan pemudi kelak memiliki kesiapan untuk menjadi generasi penerus yang melanjutkan tugas mengembangkan desa Manding. 4. Organisasi-organisasi masyarakat di tingkat lokal perlu membenahi dan memperbaiki kualitas diri dengan menerima masukan dari anggota, mau mendengarkan masalah dari anggota-anggota yang terlibat dalam kepengurusan, memperjuangkan kepentingan komunitas dalam diskusi dengan Pemerintah sehingga masyarakat memiliki daya tawar yang sama dengan Pemerintah. Selain itu agar tidak lagi terjadi matinya kepengurusan organisasi masyarakat, organisasi perlu untuk mengundang kelompokkelompok ahli atau akademisi untuk sharing pengalaman berorganisasi. Organisasi juga perlu untuk melakukan pendekatan dengan anggota terutama dalam hal sharing. Dengan demikian organisasi akan menjadi terlatih, mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat dan mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat yang terlibat dalam kepengurusan organisasi. 5. Masyarakat diharapkan mampu mengembangkan kewirausahaan dengan tidak hanya menjual berbagai kerajinan seperti sepatu, sandal, jaket, tas, ikat pinggang, dan tempat tisu melainkan juga aneka makanan dan minuman tradisional seperti mie lethek, tempe benguk, wedang uwoh, peyek tumpuk,

sate klatak, dan geplak. Penjualan aneka makanan dan minuman tradisional kepada para wisatawan yang berkunjung ke dusun Manding diharapkan mampu menambah pemasukan masyarakat.