Perilaku Geser pada Keadaan Layan dan Batas Balok Beton Bertulang Berlubang Memanjang

dokumen-dokumen yang mirip
INFO TEKNIK Volume 14 No. 1 Juli 2013 (65-73)

Perilaku Lentur pada Keadaan Layan dan Batas Balok Beton Bertulang Berlubang Memanjang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

Analisis Perilaku Lentur Balok Beton Bertulang Tampang T Menggunakan. Response-2000

KAJIAN DAKTILITAS DAN KEKAKUAN PERKUATAN BALOK T DENGAN KABEL BAJA PADA MOMEN NEGATIF

PENGARUH PENGGUNAAN WIRE ROPE SEBAGAI PERKUATAN LENTUR TERHADAP KEKUATAN DAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG TAMPANG T (040S)

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

Perkuatan Lentur Pelat Lantai Tampang Persegi dengan Penambahan Tulangan Tarik dan Komposit Mortar

Pengaruh Variasi Tebal Terhadap Kekuatan Lentur Pada Balok Komposit Menggunakan Response 2000

ANALISIS EKSPERIMEN LENTUR KOLOM BATATON PRACETAK AKIBAT BEBAN AKSIAL EKSENTRIS

STUDI EKSPERIMENTAL BALOK BETON BERTULANG BERSENGKANG TERTUTUP TEGAK DENGAN PENYAMBUNG KAIT DAN LAS

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS PERBANDINGAN PENGUJIAN LENTUR BALOK TAMPANG PERSEGI SECARA EKSPERIMENTAL DI LABORATORIUM DENGAN PROGRAM RESPONSE 2000

ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA dan LENDUTAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK. William Trisina NRP : Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir.,M.Sc.

ANALISIS LENTUR DAN GESER BALOK PRACETAK DENGAN TULANGAN SENGKANG KHUSUS ABSTRAK

Received Date: 26 Mei 2017 Approved Date: 20 Juli 2017

PENGUJIAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT UJI TEKAN

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

DAKTILITAS KURVATUR PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TERKEKANG CINCIN BAJA

LENDUTAN DAN POLA RETAK PELAT JEMBATAN BENTANG 5 METER DITINJAU DARI PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN DAN PENDEKATAN NUMERIK. Oleh: Hafiz Abdillah 4

PERILAKU STATIS DAN DINAMIS STRUKTUR BETON PRACETAK DENGAN SISTEM SAMBUNGAN

ANALISIS KUAT GESER STRUKTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN LUBANG HOLLOW CORE PADA TENGAH PENAMPANG BALOK NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN CARBON FIBER WRAP

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU GESER BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH KONFIGURASI SENGKANG PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON SERAT BERTULANG

UJI EKSPERIMENTAL KEKUATAN DRAINASE TIPE U-DITCH PRACETAK

ANALISIS PERILAKU GESER BALOK KASTELLA MODIFIKASI KOMPOSIT Andina Prima Putri 1), Iman Satyarno 2) dan Suprapto Siswosukarto 3) 1)

PENGARUH PERBANDINGAN PANJANG BENTANG GESER DAN TINGGI EFEKTIF PADA BALOK BETON BERTULANG

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Sistem Lantai Komposit dari Bahan Pracetak Support Beam, Curve Tile dan Beton Cor di Tempat

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

FAKTOR DAKTILITAS KURVATUR BALOK BETON BERTULANG MUTU NORMAL (PEMANFAATAN OPEN SOURCE RESPONSE2000)

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

INFO TEKNIK Volume 10 No. 1, Juli 2009 (34-42)

Letak Utilitas. Bukaan Pada Balok. Mengurangi tinggi bersih Lantai 11/7/2013. Metode Perencanaan Strut and Tie Model

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMODELAN NUMERIK METODE ELEMEN HINGGA NONLINIER STRUKTUR BALOK TINGGI BETON BERTULANG ABSTRAK

SEMINAR NASIONAL TEKNIK FST-UNDANA TAHUN 2017 Hotel On The Rock, Kupang, November 2017

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG TULANGAN GANDA ABSTRAK

PENGARUH PELUBANGAN PADA BADAN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN LENTUR

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

PENGARUH JUMLAH TULANGAN BAGI DAN ARAH SENGKANG PADA KEMAMPUAN GESER BALOK TINGGI

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 4, No. 2 : 25-34, September 2017

PERKUATAN LENTUR PELAT BENTANG 5 METER DENGAN PENAMBAHAN PLAT BAJA MENGGUNAKAN PEREKAT EPOXY

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BAJA RINGAN PROFIL U

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

TINJAUAN REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

ANALISIS LENDUTAN SEKETIKA DAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR PELAT DUA ARAH. Trinov Aryanto NRP : Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc.

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

KAPASITAS LENTUR DAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG YANG DIPASANG CARBON WRAPPING

STUDI EKSPERIMENTAL BALOK TUMPUAN SEDERHANA DENGAN TULANGAN GESER YANG DILAS. R. Risang Haryo C.D., Mashuri Amin D. Purwanto *), Sukamta *)

PENGGUNAAN CARBON FIBER REINFORCED PLATE SEBAGAI BAHAN KOMPOSIT EKSTERNAL PADA STRUKTUR BALOK BETON BERTULANG

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

PENGARUH TULANGAN CRT DAN TULANGAN BJTD PADA KOMPONEN LENTUR DENGAN MUTU BETON F C 24,52 MPA (182S)

ANALISA TEGANGAN DAN REGANGAN DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Januari Penulis

PENGARUH PASANGAN DINDING BATA PADA RESPON DINAMIK STRUKTUR GEDUNG AKIBAT BEBAN GEMPA

PENGARUH PANJANG SAMBUNGAN LEWATAN LEBIH DARI SYARAT SNI TERHADAP KUAT LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANG TULANGAN BAJA ULIR

PENGUJIAN KAPASITAS LENTUR DAN KAPASITAS TUMPU KONSTRUKSI DINDING ALTERNATIF BERBAHAN DASAR EPOXY POLYSTYRENE (EPS)

PERSYARATAN DESAIN KOMPONEN STRUKTUR LENTUR BETON BERTULANGAN TUNGGAL ANTARA SNI DAN SNI 2847:2013

PENELITIAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA PEMAKAIAN SIKAFIBRE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

ANALISA DAN PENGUJIAN KEKUATAN BALOK BETON BERTULANG BERLUBANG PENAMPANG PERSEGI TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Dosen Pembimbing

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN PENGUJIAN PERILAKU DARI VARIASI LUBANG PADA BATANG ELEMEN STRUKTUR BETON BERTULANG PENAMPANG PERSEGI TERHADAP BEBAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU BALOK BETON SANDWICH DALAM MENERIMA BEBAN LENTUR TESIS MAGISTER OLEH FIRDAUS

EVALUASI KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG SECARA EKSPERIMEN DAN ANALISIS NUMERIK

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

EVALUASI CEPAT DESAIN ELEMEN BALOK BETON BERTULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN RASIO TULANGAN BALANCED

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

PENGARUH VARIASI JARAK TULANGAN HORIZONTAL DAN KEKANGAN TERHADAP DAKTILITAS DAN KEKAKUAN DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI...

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 145 Perilaku Geser pada Keadaan Layan dan Batas Balok Beton Bertulang Berlubang Memanjang (Shear Behavior in the Serviceability and Ultimate Limit State of Hollow Core Reinforced Concrete Beam) WIKU A. KRASNA, DJOKO SULISTYO, BAMBANG SUPRIYADI ABSTRACT I cross-section of reinforced concrete reduces weight and concrete needs, but the reduction in strength is not considerably large. In addition, I section reinforced concrete beam is relatively complicated and takes much longer time for manufacturing. Another geometric cross-section which results in equivalent weight reduction with that of I cross-section concrete beam may be hollow square crosssections of reinforced concrete beams. This research was conducted to identify and compare the behavior of the shear and dynamic effects of hollow core reinforced concrete beam with an I cross-section beam that equivalent with its. The specimens being tested were four reinforced concrete beams, of 2000 mm length, consisted of a T beam with bottom flange as control beam (BK) possessing dimensions of b fa = 600 mm, b w = 125 mm, b fb = 200 mm, h = 300 mm, t f = 100 mm, and three hollow core T beams as tested beam (BB1, BB2 and BB3) possessing dimensions of b f = 600 mm, b w = 200 mm, b lubang = 75 mm h = 300 mm, t f = 100 mm. Static loading was applied by means of a hydraulic jack in a four-point loading system, were. Dynamic loading test was carried out by vibrating the beams to obtain the natural frequency, where the vibrating load were produced by a mechanical vibrator. Whilst the data on the static load carrying capacity was recorded at the first crack and at each initial additional crack until the ultimate fracture, those on dynamic loading was recorded on the solid block, at the first crack and at yield. The parameters being used was the magnitude of deflection, strain of the reinforcing steel and concrete, crack pattern and natural frequency. It can be concluded that the hollow core reinforced concrete beam can be used as an alternative to I section reinforced concrete beam. It was noticed that the difference in shear load carrying capacity between control beam (BK) and hollow beam (BB) was not considerably significant, where the difference between BK (299.3 kn) and BB1 (337.6 kn) is 12.79%, that with BB2 (350, 6 kn) or 17.14%, and that with BB3 (289.4 kn) or 3.31%. The natural frequency of BK is 58.594 Hz, 15.769% larger than the natural frequency of BB3 with 49.354 Hz. The natural frequencies of tested beam decreased with the increased of damage to the beam. Keywords : hollow core reinforced concrete T beam, T reinforced concrete beam with bottom flange, shear loding capacity, natural frequency. PENDAHULUAN Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam suatu struktur bangunan, bentuk penampang dari beton bertulang tidak lagi hanya berbentuk persegi, tetapi dibuat beberapa bentuk penampang balok beton. Beton bertulang dengan penampang I mengurangi bobot dan kebutuhan beton, namun pengurangan kekuatannya tidak terlalu besar. Berdasarkan pengamatan beton bertulang dengan penampang I pelaksanaan pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu lebih lama. Oleh karena itu dibuat bentuk lain dari penampang beton yang pengurangan bobotnya ekivalen dengan balok beton penampang I, yaitu dengan membuat beton bertulang berpenampang persegi berlubang memanjang (hollow core beam).

146 W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 Dalam penelitian ini pengujian dilakukan pada balok beton bertulang penampang T berlubang memanjang (hollow core rc beam), dan balok beton bertulang penampang T dengan flens bawah sebagai balok kontrol. Pengujian dilakukan untuk mengetahui perilaku dan kekuatan geser pada keadaan layan maupun batas, lendutan, pola retak, daktilitas dan frekuensi alami balok persegi, balok berlubang dan balok T dengan flens bawah. Tinjauan kekakuan, daktilitas, frekuensi alami dan arah pembebanan hanya dilakukan pada arah sumbu kuat. Dari penelitian diharapkan dapat memberikan solusi yang bermanfaat untuk mempermudah pemasangan dan pengerjaan baja tulangan dan bekesting, serta pemanfaatan balok beton berlubang memanjang sebagai pengganti balok beton tampang I atau balok penampang T dengan flens bawah. Sapramedi (2005) melalui penelitiannya pada balok beton berlubang memanjang menyatakan bahwa terjadi pengurangan nilai kuat geser (V c ) akibat lubang. Pengurangan nilai V c menuntut penulangan gesernya harus lebih banyak agar mampu menahan gaya geser yang terjadi. Gilang (2009) melakukan pengujian untuk mengetahui karakteristik kekuatan hollow core beam RC terhadap lentur dan geser. Pengujian dilakukan terhadap balok beton persegi solid dengan bentang 2 m, dimensi 150/300 (BS), dan balok beton berlubang memanjang bentang 2 m, dimensi 150/300 dengan lubang yang dibuat dari tiga buah pipa PVC diameter 50,8 mm (BRD). Penelitian geser lainnya dilakukan oleh Vecchio dan Collins (1988) yang memperkirakan respons geser balok beton bertulang dengan metode Modified Compresion Field Theory. Hasil pengujian balok berlubang yang dilakukan oleh University of Toronto dibandingkan tengan perhitungan teoritis Modified Compresion Field Theory menunjukkan bahwa rata-rata rasio kekuatan geser eksperimen - teroritis adalah 1,01 % dengan coefisien of variation (COV) sebesar 9,9%. Saleh (2000) melakukan pengujian eksperimental tentang deteksi kerusakan pada balok beton bertulang non-prismatis dengan pemberian beban dinamik. Penampang balok non-prismatis yang diteliti memiliki ukuran (230-150 x 100) dengan panjang 3000 mm. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap balok beton bertulang non-prismatis menunjukkan terjadi peningkatan kerusakan dengan bertambahnya beban yang diberikan. Kuat Geser Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI-03-2847-2002), perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada: (1) dengan =, = kuat geser nominal, = kuat geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser, Φ = faktor reduksi kekuatan bahan (0,75). Kuat geser balok beton bertulang merupakan penjumlahan dari kapasitas geser beton dengan kapasitas geser baja tulangan geser, yang dikalikan dengan faktor reduksi (Φ). Tahapantahapan dalam perumusan kuat geser ditetapkan sebagai berikut: a. Kapasitas geser beton yang hanya dibebani geser dan lentur (2) dengan V c = kuat geser (N), f c = kuat tekan beton (MPa), b w = lebar badan balok (mm), d = jarak dari tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm). b. Kapasitas geser tulangan geser (3) dengan V s = kuat geser tulangan geser (N), V u = kuat geser ultimit (N), Φ = faktor reduksi (0,75). (4) dengan A v = luas tulangan geser yang berada dalam jarak s (mm 2 ), A s = ½ A v = luas tulangan sengkang, f y = tegangan leleh baja tulangan (MPa), s = jarak spasi (mm). A v minimum sebesar: (5) Jarak antar tulangan geser maksimum tidak melebihi d/2 atau 600 mm.

W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 147 Analisis kuat geser pada balok beton berlubang (hollow core beam RC) adalah sama seperti analisis pada balok beton biasa, hanya saja penyebaran gaya geser pada balok berlubang memanjang bekerja dalam penampang sisi luar balok (Sapramedi, 2005). Sehingga kapasitas geser dari beton yang digunakan adalah: (6) dengan V c = kuat geser (N), f c = kuat tekan beton (MPa), b = lebar balok (mm), d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik (mm), m = lebar lubang (mm), n = tinggi lubang (mm). d m b GAMBAR 1. Penampang beton berlubang (hollow core beam) Daktilitas Daktilitas menurut Park & Paulay (1974) merupakan kemampuan suatu struktur untuk mengalami lendutan yang cukup besar pada saat beban maksimal tercapai sebelum mengalami keruntuhan (Gambar 2). n dengan µ = displacement ductility factor, δ y = lendutan saat leleh, δ u = lendutan ultimit. Kekakuan Struktur Menurut Timoshenko dan Gere (1987) kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu lendutan sebesar satu satuan, seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 8. k = P cr δ cr (8) dengan k = kekakuan (N/mm), P cr = beban kritis (N), δ cr = lendutan pada saat P cr (mm). Frekuensi Alami Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar, yang dapat dinyatakan dengan Persamaan 9 (Supriyadi, 2002). f = 1 2π k m (9) dengan f = frekuensi alami (siklus/s, atau Hz), k = kekakuan struktur (N/m atau kg/m), m = massa dari struktur (kg.s 2 /cm) Frekuensi alami dan bentuk pola-pola/mode normal dibedakan berdasarkan perletakanperletakan/tumpuan dari balok (Biggs, 1964). a. Perletakan sederhana (10) b. Perletakan jepit-jepit (11) c. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan ujung lainnya tertumpu sederhana GAMBAR 2. Hubungan pendekatan beban-lendutan (Paulay & Priestley, 1992) Besarnya daktilitas diidentifikasikan sebagai displacement ductility factor µ, yaitu: µ = δ u δ y (7) (12) d. Perletakan salah satu ujungnya jepit dan ujung lainnya bebas (13)

148 W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 dengan ω = frekuensi alami sudut, (rad/s), n = pola/mode ke-1,2,3, dst, l = panjang bentang (m), E = modulus elastisitas bahan (N/mm 2 ), I = Momen Inersia (mm 4 ), m = massa, (kg.s 2 /cm). METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beton jadi produksi PT. KARYA BETON SUDHIRA, baja tulangan merek dagang KS berdiameter S13 dan JKS berdiameter P6, kayu lapis dan kayu reng digunakan untuk membuat cetakan serta polyfoam sebagai pengisi lubang. Alat Penelitian Alat-alat yang dipakai untuk menguji balok beton terdiri dari rangka baja (loading frame), hydraulic jack dan hydraulic pump, load cell, data logger, LVDT (Linear Variable Differential Transducer), mechanical vibrator, amplifier sensor, accelerometer dan set komputer dengan Analog Convertor (PCL- 812G). Benda Uji Benda uji yang dibuat terdiri dari benda uji pendahuluan dan benda uji balok. Benda uji pendahuluan terdiri dari benda uji kuat tekan beton, benda uji kuat tekan mortar dan benda uji kuat tarik tulangan. Benda uji balok dibuat sebanyak 4 buah, yaitu 1 buah balok I sebagai kontrol (BK), 3 buah balok berlubang sebagai balok uji (BB). Pelaksanaan Penelitian 1. Pembuatan balok uji dengan mutu beton rencana fc = 25 Mpa, terdiri dari 4 buah balok panjang 2000 mm, 1 buah balok penampang T dengan flens bawah sebagai balok kontrol (BK) berukuran: b fa = 600 mm, b w = 125 mm, b fb = 200 mm, h = 300 mm, t f = 100 mm dan 3 balok pemampang T berlubang memanjang sebagai balok uji (BB1, BB2 dan BB3) berukuran: b f = 600 mm, b w = 200 mm, b lubang =75 mm h = 300 mm, t f = 100 mm (Standar Jembatan Bina Marga Bentang 5 sampai 25 meter dengan bentang 7 meter berdimensi 40/60, skala 1 : 2). 2. Pada balok benda uji dipasang tulangan geser sesuai dengan kebutuhan. Tulangan lentur dipasang lebih banyak, yaitu sebanyak 5 buah tulangan dan 4 buah tulangan perlu agar tidak terjadi keruntuhan lentur sebelum keruntuhan geser. 3. Pemasangan strain gauge untuk mengetahui regangan yang terjadi pada baja tulangan dan beton. Pemasangan dilakukan pada balok kontrol (BK) dan balok berlubang (BB). 4. Pemasangan strain gauge baja sebanyak tiga buah strain gauge pada baja tulangan geser masing-masing pada posisi dekat tumpuan (8 cm dari tumpuan), pada jarak 1 d (29 cm dari tumpuan), dan pada jarak 64 cm dari tumpuan (setelah titik pembebanan), serta satu buah pada tulangan lentur pada jarak 1d. Pada balok berlubang (BB) dipasang strain gauge pada beton di tepi lubang di dalam beton. 5. Pemasangan strain gauge beton pada balok berlubang (BB) dilakukan sebelum pengecoran balok dilakukan. Strain gauge ditempelkan terlebih dahulu pada tahu beton yang telah disiapkan sebelumnya, sedangkan pada balok kontrol (BK) dilakukan setelah pengecoran. Strain gauge ini diletakkan pada jarak 1d (29 cm dari tumpuan). Masing-masing balok terpasang dua buah strain gauge beton dengan konfigurasi T. 6. Pengujian pendahuluan terdiri dari pengujian kuat tarik baja berdasarkan SNI 07-2052-2002 dan pengujian kuat tekan beton berdasarkan SNI 03-1974-1990. 7. Pengujian benda uji balok dilakukan setelah beton berumur 28 hari untuk balok BK dan balok BB. Benda uji ditempatkan pada loading frame dengan tumpuan sendi dan rol pada kedua ujungnya. Set-up pengujian balok beton dapat dilihat pada Gambar 3. Data yang diperoleh dari pengujian meliputi lendutan selama pembebanan berlangsung, besarnya beban pada saat terjadi retak, besarnya beban maksimum, pola retak, frekuensi alami balok pada kondisi utuh, retak awal, dan yield.

W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 149 a. Tampang memanjang pengujian geser b. Tampang memanjang pengujian dinamik c. Tampang melintang GAMBAR 3. Set-up pengujian balok beton

150 W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Hasil pengujian 3 silinder beton diperoleh kuat tekan rata-rata sebesar 33,786 MPa. Hasil uji kuat tarik baja tulangan untuk tegangan leleh baja tulangan D13 dan P6 berturut-turut sebesar 428,532 MPa dan 340,179 MPa. Kapasitas Beban Pengujian balok berlubang memanjang pada penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen, yang hasilnya akan dibandingkan dengan perhitungan teoritis berdasarkan SNI- 03-2847-2002. Hasil pengujian dari balok kontrol (BK) dan balok berlubang (BB), ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 4. Kekakuan Kekakuan lentur balok didapat dari perbandingan beban dengan lendutan hasil eksperimen dengan pembebanan statis. Besarnya nilai kekakuan yang didapat disajikan dalam Tabel 2. Daktilitas Besarnya daktilitas dari benda uji dapat dilihat pada Tabel 3. No Benda Uji TABEL 1. Beban dan lendutan Nilai beban (kn) Lendutan (mm) Lebar retak (mm) Tipe keruntuhan Retak I Maks Retak I Maks Retak I Maks 1 BK 49,00 299,3 1,61 10,92 0,02 3 Tarik diagonal 2 BB1 48,70 337,6 1,94 22,98* 0,04 4 Geser 3 BB2 48,60 350,6 1,78 28,90 0,02 5 Geser 4 BB3 48,90 289,4 1,86 37,70 0,02 3 Tarik diagonal 5 Teoritis (SNI) 59,01 217,79 *) Pembacaan terakhir sebelum LVDT dilepas pada beban 299,60 kn SNI-03-2847-2002 GAMBAR 4. Kurva beban lendutan benda uji balok kontrol (BK) dan balok berlubang (BB)

W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 151 TABEL 2. Kekakuan lentur balok Beban (N) Lendutan (mm) Kekakuan (N/mm) Benda Uji Crack Yield Ultimit Crack Yield Ultimit Crack Yield Ultimit BB1 48700 283100 337600 1,94 12,35-25103,093 22923,076 - BB2 48600 298100 350600 1,78 9,98 28,90 27303,371 29869,739 12131,488 BB3 48900 266400 289400 1,86 10,43 37,78 26290,322 25541,706 7660,137 BK 49000 280200 299300 1,61 9,84 10,92 30434,783 28475,609 27408,425 TABEL 3. Nilai daktilitas benda uji Benda uji Lendutan (mm) Daktilitas Persantase (%) 10,92 1,109 0 12,35 -* - - BB2 9,89 28,9 2,922 163,48 BB3 10,43 37,78 3,622 226,60 Leleh Ultimit BK 9,84 BB1 Ket: *) LVDT dilepas pada beban 299,6 kn dengan nilai pembacaan terakhir 22,98 mm Pola Retak dan Keruntuhan dilihat pada Tabel.2. Pada BK dan BB3 keruntuhan yang terjadi adalah tarik diagonal. Hal ini terlihat pada retak yang terjadi, retak pada daerah geser dan lentur hampir sama besar dan banyaknya. Pada BB1 dan BB2 keruntuhan yang terjadi adalah geser, dapat terlihat retak geser yang terjadi sangat dominan dan lebar. Pola keruntuhan balok uji dapat dilihat pada Gambar 5. Pola retak balok kontrol (BK) maupun balok berlubang (BB1, BB2 dan BB3) sama, yaitu diawali dengan retak pada tengah bentang, kemudian dilanjutkan dengan retak geser pada daerah tumpuan. Pada BK retak awal terjadi pada beban 49 kn dengan lebar retak sebesar 0,02 mm, lendutan 1,61 mm, dimulai dari tengah bentang dan di dekat tumpuan. Beban maksimum 299,3 kn dengan lendutan 10,92 mm, lebar retak 3 mm. Untuk beban, lendutan dan lebar retak BB1, BB2 dan BB3 pada masing-masing keadaan dapat Frekuensi Alami Frekuensi alami hasil eksperimen beban dinamik baik balok control (BK) dan balok berlubang (BB3) dapat dilihat pada Tabel 4 serta Gambar 6 dan 7. a. Balok kontrol c. Balok berlubang 2 b. Balok berlubang 1 d. Balok berlubang 3 GAMBAR 5. Pola keruntuhan balok uji

152 W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 Sendi - rol TABEL 4 Frekuensi alami dan amplitudo hasil pengujian Utuh retak awal Yield Amp frek % frek Amp frek % frek Amp frek % frek Tumpuan Sendi-Rol BK 2,671 58,594 0 2,344 46,876 0 1,111 38,086 0 BB3 3,322 49,354-15,769 1,433 41,091-12,341 1,46 25,39-33,335 Tumpuan Sendi-Sendi BK 3,045 47,771 0 0,899 47,965 0 0,628 38,536 0 BB3 - - - 3,743 58,594 22,159 2,632 34,668-10,037 Ket: persentase diambil terhadap BK GAMBAR 6. Diagram frekuensi balok uji (tumpuan sendi-rol) GAMBAR 7. Diagram frekuensi balok uji (tumpuan sendi-sendi) Dari Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat bahwa balok uji BK maupun BB3 mengalami penurunan frekuensi alami. Hal ini disebabkan karena terjadinya kerusakan pada balok yang ditandai dengan bertambahnya retak yang terjadi.

W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 153 KESIMPULAN 1. Kapasitas geser balok kontrol (BK) dan balok berlubang (BB) tidak berbeda jauh. Selisih antara BK (299,3 kn) dengan BB1 (337,6 kn) sebesar 12,79%, dengan BB2 (350,6 kn) sebesar 17,14% dan dengan BB3 (289,4 kn) sebesar -3,31%. 2. Kapasitas geser balok uji hasil eksperimen mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan hasil perhitungan teoritis berdasarkan SNI-03-2847-2002. Balok kontrol BK memiliki kapasitas lebih besar 37,61%, BB1 sebesar 55,01%, BB2 sebesar 60,98% dan BB3 sebesar 32,88% dari pada perhitungan teoritis. 3. Perbandingan kekakuan balok kontrol (BK) dengan BB1 sebesar -17,52% pada retak awal dan -19,50% pada beban leleh. Dengan BB2 sebesar -10,29% pada retak awal, 4,89% saat beban leleh dan -55,74% pada ultimit. Dengan BB3 sebesar - 13,62% pada retak awal, -10,30% saat beban leleh dan -72,05% pada ultimit. 4. Daktilitas balok uji memiliki perbedaan yang cukup besar. Balok berlubang (BB) memiliki daktilitas yang lebih daripada balok kontrol (BK). BB2 memiliki daktilitas 163,48% dan BB3 226,60% lebih besar daripada BK. 5. Pada BB1 dan BB2 pola retak dan keruntuhan balok uji yang terjadi adalah keruntuhan geser. Hal ini ditandai dengan terbentuknya retak geser yang lebar dimulai dari tumpuan. 6. Pada BK dan BB3 tipe keruntuhan yang terjadi adalah tarik diagonal, ini ditandai dengan terbentuknya retak-retak pada daerah lentur dan geser yang jumlah dan lebarnya hampir sama. BK dan BB3 mendapatkan pembebanan dinamik. 7. Balok kontrol (BK) yang ekuivalen dengan balok berlubang (BB) baik material maupun dimensi tidak menjamin memiliki frekuensi alami yang sama. Untuk balok geser pada kondisi utuh tumpuan sendi-rol, BK 58,594 Hz dan BB3 49,354 Hz, kondisi retak awal BK 46,876 Hz, dan BB3 41,091Hz, kondisi yield BK 38,086 Hz dan BB3 25,39 Hz. Pada kondisi tumpuan sendi-sendi frekuensi alami BK 47,771 Hz, kondisi retak awal BK 47.965 Hz dan BB3 58,594 Hz, kondisi yield 38,536 Hz dan BB3 34,668 Hz. 8. Frekuensi alami balok uji mengalami penurunan akibat meningkatnya kerusakan seiring dengan penambahan bebannya. 9. Balok beton bertulang penampang persegi berlubang memanjang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti balok beton bertulang penampang I atau balok penampang T dengan flens bawah yang ekivalen. DAFTAR PUSTAKA Biggs, J.M. (1964). Structural dynamics. New York: McCraw-Hill Book company. Gilang (2009). Perilaku geser dan lentur pada balok beton bertulang berlubang lingkaran. Tugas Akhir, UGM, Yogyakarta Park, R., & Paulay T. (1974). Reinforced concrete structure. New York: Wiley Interscience Publication. Paulay, T. & Priestley, M.I.N. (1992). Seismic design of reinforced concrete and masonry building. Canada: John Wiley and Sons Inc. Saleh, Fadillawaty (2000). Deteksi lokasi kerusakan balok beton non-prismatis dengan perubahan mode kelengkungan. Tesis, UGM, Yogyakarta. Sapramedi, W.N. (2005). Analisis perilaku geser dan lentur pada balok beton bertulang berlubang lingkaran (hollow core RC beam). Tugas Akhir, UGM, Yogyakarta SNI 03-1747-1989 (1989). Metode, tata cara dan spesifikasi pembangunan jembatan. Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-2847-2002 (2002). Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, Badan Standarisasi Nasional. SNI 07-2052-2002 (2002). Baja tulangan beton. Badan Standarisasi Nasional. Supriyadi, B., et al. (2002). Pengaruh beban hidup dinamik pada struktur lantai gedung berbentang panjang. Laporan

154 W. A. Krasna et al. / Semesta Teknika, Vol. 13, No. 2, 145-154, November 2010 Penelitian Hibah Bersaing IX/2, LPM- UGM. Yogyakarta. Timoshenko, S. P., dan Gere, J. M. (1987). Mekanika bahan. Jakarta: Erlangga. Vecchio, Frank J. & Collins, Michael P. (1988). Predicting the Response of Reinforce Concrete Beams Subjected to Shear Using Modified Compresion Field Theory. ACI Structural Journal, May- June, 1988. PENULIS: Wiku A. Krasna * Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Jend. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. * Email: w_krasna@yahoo.co.id Djoko Sulistyo dan Bambang Supriyadi Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika no. 2, Yogyakarta.