FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ike Ate Yuviska(¹), Devi Kurniasari( 1 ), Oktiana (2) ABSTRAK

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Nama Peneliti : Adelina Romaito Nim : Tanggal wawancara : / /2015. A. Data Umum Identitas Balita Nama Balita : Umur : Jenis Kelamin :

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT PADA ANAK DI KELURAHAN PABBUNDUKANG KECAMATAN PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITIS PADA ANAK BALITADI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUKARAYA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL DENGAN PELAKSANAAN PERAWATAN PAYUDARA

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Oleh : Suyanti ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

Transkripsi:

JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza (1), Trisnawati (2) ABSTRAK Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan satu contoh penyakit infeksi yang menular pada pernafasan dan merupakan penyakit infeksi akut menular yang masih menjadi isu kesehatan global disemua negara. Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) di Provinsi Lampung tahun 2011 penyakit ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan yang banyak diderita oleh responden (19.0%) diikuti oleh pneumonia (0.9%).Berdasarkan hasildiagnosis tenaga kesehatan Bandar Lampung menempati urutan keempat terbesar prevalensi ISPA yaitu 8,9% ( 2 ). Tujuan penelitian Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ISPApada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013 sebesar 105 orang. Besar sampelnya 58 orang. Analisa data menggunakan chi square.. Hasil penelitian didapat Pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA yang kurang baik sebesar 41 orang (70,7%) dan bayi yang terkena ISPA sebesar 26bayi (63,4%). Hasil uju chi square didapat ada hubungan pengetahuan ibu tentangpencegahan ISPA dengan terjadinya ISPA pada bayi p value < ( 0,038 < 0,05). Status gizi bayi yang kurang sebesar 28 orang (48,3%) dan bayi yang terkena ISPA sebesar 20 orang (71,4%). Hasil uji chi square didapat ada hubungan status gizi pada bayi dengan terjadinya ISPA p value < (0,017 < 0,05). Keberadaan anggota keluarga yang merokok kategori ada sebesar 32 orang (55,2%) dan bayi yang terkena ISPA 23 bayi (71,9%). Hasil uji chi square didapat ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan terjadinya ISPA pada bayi p-value < (0,04 < 0,05). Diharapkan petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah dapat mensosialisasikan pentingnya pencegahan ISPA dengan cara melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Kata kunci : ISPA, Pengetahuan, Status Gizi, Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok PENDAHULUAN Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan salah satu contoh penyakit infeksi yang menular pada pernafasan dan merupakan penyakit infeksi akut menular yang masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (1). Riset WHO (World Health Organization) pada tahun 2010menyebutkan bahwa ± 13 juta balita di dunia meninggal akibat ISPA setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang (2). Berdasarkan hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) di Provinsi Lampung tahun 2011 penyakit ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan yang banyak diderita oleh responden (19.0%) diikuti oleh pneumonia (0.9%). Puskesmas Raja Basa Indah merupakan salah satu tempat pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Berdasarkan data SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas) Raja Basa tahun 2011, ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar yaitu sebesar 3.247 dengan 1244 kasus dialami oleh bayi. Tahun 2011 kasus ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar dan mengalami trend peningkatan tahun 2012 menjadi 4.836 dengan 1421 kasus dialami oleh bayi (5). 1.) Dosen Program Studi Kebidanan Universitas Malahayati B. Lampung 2.) Program Studi Kebidanan Universitas Malahayati B. Lampung

58 Ana Mariza, Trisnawati Berdasarkan hasil prasurvey pada periode Januari Februari 2013 didapatkan 50 bayi yang menderita ISPA. Kemudian dilakukan wawancarabebas terhadap 15 orang ibu yang membawa bayi yang menderita ISPA di Puskesmas Raja Basa Indah didapat 10 orang atau 66,6% tidak tahu pencegahan dan penyebab terjadinya ISPA pada bayi. Dari 15 ibu tersebut sebesar 9 orang (60%) tidak memberikan ASI secara eksklusif dan 6 orang (40%) mengatakan memberikan ASI secara eksklusif. Sebesar 12 orang ibu (80%) mengatakan ada anggota keluarga yang merokok dirumah. Berdasarkan data dan hasil prasurvey diatas peneliti tertarik untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ISPA pada bayi (1-12 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah tahun 2013 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian analitik dan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variable independen dan dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat (serentak) (5). Penelitian telah dilakukan pada tanggal 1 Maret s/d 28 Juli 2013. Penelitian dilakukan di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi (1-12 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah Bandar Lampung, berdasarkan data register yang tercatat di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah Bandar Lampung pada periode Januari Mei 2013 jumlah ibu yang memiliki bayi sebesar 105 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang membawa bayi ke Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung pada saat penelitian yaitu sebesar 68 responden. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan non random jenis accidental sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan,status gizi, keberadaan anggota keluarga yang merokok sebagai variabel bebas dan ISPA sebagai variabel terikat. Analisa univariat menggunakan distribusi frekuensi, analisis bivariat menggunakan chi square. HASIL PENELITIAN a. Analisis univariat Tabel 1 Hasil Analisis Univariat Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA No Variabel N % 1 Pengetahuan 41 17 70,7 29,3 2 Status Gizi 3 Keberadaan keluarga yang merokok Ada Tidak ada 4 Kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA 28 30 32 26 31 27 48,3 51,7 55,2 44,8 53,4 46,6 Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA tertinggi dalam kategori kurang sebesar 41(70,7%), distribusi frekuensi status gizi bayi tertinggi dalam kategori baik sebesar 30(51,7%), distribusi frekuensi keberadaan anggota keluarga yang merokok tertinggi dalam kategori ada yang merokok sebesar 32(55,2%).

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Ispa Pada Bayi (1-12 Bulan) 59 Di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung Tahun 2013 b. Analisis Bivariat Tabel 2 Hasil Analisis Bivariat Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA No Variabel 1 Pengetahuan 2 Status Gizi 3 Keberadaan keluarga yang merokok Ada Tidak ada Kejadian ISPA Total P- ISPA Tidak ISPA Value N % N % N % 26 5 20 11 23 8 63,4 29,4 71,4 36,7 71,9 30,8 15 12 8 19 9 18 36,6 70,6 28,6 63,3 28,1 62,2 41 17 28 30 32 26 OR (95% CI) 0,038 4,160 0,017 4,318 0,040 5,750 PEMBAHASAN 1. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian ISPA Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa dari responden dengan kategori pengetahuan baik, ada sebanyak 12 orang (70,6%) memiliki bayi tidak terkena ISPA. Sedangkan dari responden dengan kategori pengetahuan kurang baik ada sebanyak 26 orang (63,4%) memiliki bayi terkena ISPA. Hasil uji statistic chi square didapat nilai p value 0,038 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada hubungan pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA dengan terjadinya ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013. Nilai OR 4,160 yang berarti responden dengan kategori pengetahuan kurang baik berpeluang memiliki bayi terkena ISPA sebesar 4,160 kali dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Juniardi (3) tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA di Kelurahan Pagesangan Wilayah Kerja Pagesangan kota Mataram menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,003). Menurut Notoadmodjo (4), pengetahuan adalah sebuah tangga yang pertama dari segala ilmu yang dipergunakan untuk mencari keterangan-keterangan lebih lanjut tentang suatu masalah dengan jalan mengembangkannya untuk mencari sebab akibat. Berdasarkan teori diatas, menurut peneliti ada hubungan pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA dengan terjadinya ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013 kemungkinan pertama dapat disebabkan karena ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang ISPA akan membentuk pola pikir bahwa ISPA bukanlah penyakit yang berbahaya bagi bayi sehingga mempengaruhi perilaku ibu yang diwujudkan kedalam tindakan untuk tidak melakukan upaya pencegahan ISPA dengan menjaga kebersihan lantai dan tidak melarang anggota keluarga yang merokok dalam ruangan. Kemungkinan yang kedua adalah ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang baik terpapar pada stigma yang salah tentang ISPA, hal ini disebabkan karena pengalaman sebelumnya bahwa meskipun bayi mengalami ISPA tetapi dapat sembuh setelah diobati baik pengobatan tradisional maupun medis sehingga mempengaruhi pola pikir ibu yang diwujudkan kedalam tindakan untuk tidak mencari tahu factor yang dapat menyebabkan ISPA dan pencegahan terjadinya ISPA, sehingga ada kemungkinan penyakit ISPA dapat terulang kembali. Hasil wawancara bebas sebagian besar ibu mengatakan penyakit ISPA bukanlah suatu penyakit yang berbahaya karena bukan hanya bayi yang mengalami tetapi orang dewasa juga terkena. Ibu juga mengatakan ISPA pada bayi hanya disebabkan karena perubahan cuaca. Begitupun sebaliknya ibu dengan pengetauan baik tentang pencegahan ISPA dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut kedalam perilaku menjaga kebersihan lantai dan membuat lantai dari semen sehingga bayi

60 Ana Mariza, Trisnawati tidk terpapar pada factor predisposisi terjadinya ISPA pada bayi. Adanya responden dengan pengetahuan baik tetapi memiliki bayi yang terkena ISPA dan ibu dengan pengetahuan kurang baik tetapi bayi tidak terkena ISPA dapat disebabkan karena meskipun ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan ISPA akan tetapi pengetahuan bukanlah faktor satu-satunya yang mempengaruhi perilaku kesehatan dalam hal ini adalah pencegahan terjadinya ISPA. Menurut (L Blum) dalam Notoatmodjo (2012) (4), faktor determinan yang mempengaruhi status derajat kesehatan seseorang diantaranya adalah perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Begitu pentingnya pengetahuan dalam mempengaruhi perilaku ibu dalam upaya mencegah penyakit ISPA maka peran petugas kesehatan sangat signifikan dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA melalui sosialisasi dan penyuluhan secara intensif dan terperinci serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu-ibu tentang pengertian ISPA, pencegahan ISPA, dampak ISPA. Diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan dapat menumbuhkan kesadaran ibu untuk menerapkan pengetahuan tersebut kedalam aplikasi pencegahan ISPA. 2. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 diatas maka dapat diketahui bahwa dari responden dengan kategori status gizi baik, ada sebanyak 19 orang (63,3%) memiliki bayi tidak terkena ISPA. Sedangkan dari responden dengan kategori status gizi kurang baik ada sebanyak 20 orang (71,4%) memiliki bayi terkena ISPA. Hasil uji statistic chi square didapai nilai p value 0,017 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada hubungan status gizi dengan terjadinya ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah tahun 2013. Nilai OR 0,232 yang berarti responden dengan kategori status gizi kurang berpeluang memiliki bayi terkena ISPA sebesar 0,232 kali dibandingkan responden dengan kategori status gizi baik Hasil ini sejalan dengan penelitian Sulistyorini (7) tentang hubungan status gizi dengan kejadian ISPA di desa Sidomulyo Sidoerjo Penjaringan Sari Surabaya menunjukkan bahwa dari hasil uju statistic menunjukkan ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA (Chi square, 0,001 < 0,005). Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal, dari organorgan serta menghasilkan energi (8). Berdasarkan teori diatas, menurut peneliti ada hubungan status gizi pada bayi dengan terjadinya ISPA di wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013, kemungkinan pertama dapat disebabkan karena bayi yang status gizinya baik dapat mempertahankan tubuhnya dari berbagai penyakit dan dapat membunuh bakteri dan virus penyebab ISPA. Kemungkinan yang kedua bayi yang status gizinya kurang kekebalan tubuhnya menurun dan dapat terserang bakteri dan virus penyebab ISPA.Begitu pentingnya status gizi untuk mencegah penyakit dan kematian bayi maka peran petugas kesehatan sangat signifikan dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang status gizi melalui sosialisasi penyuluhan secara intensif dan terperinci serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh ibu-ibu tentang gizi yang baik, cara pemberian makanan pada bayi. Diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan dapat menumbuhkan kesadaran ibu untuk memberikan gizi yang baik kepada bayinya. 3. Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga Yang Merokok Dengan Kejadian ISPA Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa dari responden dengan kategori tidak ada anggota keluarga yang merokok, ada sebanyak 18 orang (62,2%) memiliki balita tidak terkena ISPA. Sedangkan dari responden dengan kategori ada anggota keluarga yang merokok ada sebanyak 23 orang (71,9%) memiliki balita terkena ISPA. Hasil uji statistic chi square didapat nilai p value 0,04 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan terjadinya ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013. Nilai OR 5.750 yang berarti responden dengan kategori ada anggota keluarga yang merokok berpeluang memiliki bayi terkena ISPA sebesar 5.750 kali

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Ispa Pada Bayi (1-12 Bulan) 61 Di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung Tahun 2013 dibandingkan responden dengan kategori tidak ada anggota keluarga yang merokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suyono (9) tentang hubungan faktor merokok dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan metode observational dengan pendekatan Case Control Study pada pasien rawat inap Puskesmas Bobotsari Kabupaten Purbalingga didapat hasil analisa uji X2 kemaknaan 95% ada hubungan yang bermakna faktor merokok dengan kejadian ISPA pada balita p value = 0,003. Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap. Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang tinggi dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA (1). Berdasarkan teori diatas, menurut peneliti ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan terjadinya ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung tahun 2013. Kemungkinan pertama disebabkan karena keterpaparan asap rokok merupakan salah satu jenis faktor pencetus terjadinya ISPA. Hal ini disebabkan asap rokok menyebabkan kadar oksigen dalam ruangan menurun dan menigkatkan kada CO sehingga bayi lebih banyak mengirup CO daripada oksigen. Keterpaparan asap rokok menyebabkan ISPA pada bayi sehingga menstimulasi saluran pernafasan untuk bereaksi dengan cara batuk, pengeluaran secret, demam yang merupakan manifestasi klinis ISPA. Begitupun sebaliknya jika anggota keluarga tidak merokok maka kualitas udara dalam ruangan baik karena lebih banyak oksigen daripada asap rokok yang menyebabkan bayi terpapar pada udara yang bersih dan sehat. Bayi merupakan kelompok paling rentan yang harus diperhatikan hal ini disebabkan karena harus menghadapi berbagai `musuh` yang mengancam jiwa. Virus, bakteri, dan berbagai bibit penyakit sudah siap menerjang masuk kedalam tubuh balita yang masih memiliki imunitas rendah. Begitu rentannya bayi mengalami infeksi, diperlukan peran serta petugas kesehatan untuk terus mensosialisasikan kriteria rumah sehat yang memenuhi syarat dan memodifikasi rumah yang telah ada secara terperinci dan jelas untuk menghindarkan bayi yang masih memiliki imunitas rendah dari terjadinya ISPA. KESIMPULAN 1. Pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA lebih tinggi adalah kategori kurang baik yaitu sebesar 41 orang (70,7%). 2. Status gizi lebih tinggi pada kategori status gizi baik sebesar 30 orang( 51,7%). 3. 3. Keberadaan anggota keluarga yang merokok lebih tinggi adalah kategori ada anggota keluarga yang merokok yaitu sebesar 32 orang (55,2%). 4. Kejadian ISPA lebih tinggi adalah kategori ISPA yaitu sebesar 31 orang (53,4%). 5. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA dengan terjadinya ISPA pada bayi 6. (p value 0,038 < 0,05 ). 7. Ada hubungan status gizi pada bayi dengan terjadinya ISPA pada bayi (p value 0,017 < 0,05). 8. Ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan terjadinya ISPA pada bayi 9. (p value 0,04<0,05) SARAN 1. Puskesmas Rajabasa Indah Bagi Puskesmas Rajabasa Indah agar dapat menyediakan sarana informasi berupa poster atau leaflet tentang berbagai penyakit khususnya ISPA di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung. Selain itu dapat melakukan kegiatan penyuluhan untuk memberikan penyuluhan imunisasi tentang ISPA kepada ibu ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung. 2. Ibu ibu yang memiliki bayi usia 1 12 bulan Agar ibu dapat meningkatkan kesadaraan diri untuk mencari informasi melalui internet atau petugas kesehatan tentang penyakit khusunya ISPA. Agar angka kejadian penyakit ISPA dapat diturunkan. 3. Peneliti selanjutnya Apabila melakukan penelitian serupa diharapkan penelitian yang dilakukan agar lebih sempurna.

62 Ana Mariza, Trisnawati DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI, Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Tahun 1999-2003. Jakarta: Dirjen PPM & Litbang. 2010. 2. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Riset Kesehatan Dasar 2011, Provinsi Lampung. 2011. 3. Juniardi. Hubungan Pendidikan Dengan Kejadian ISPA di Kelurahan Pagesangan Wilayah Kerja Pagesangan Kota Mataram. Dalam www.scribd.com. Diakses tanggal 12 Maret 2013. 2006 4. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rinika Cipta. 2012 5. Puskesmas Rajabasa Indah. SP2TP Puskesmas Rajabasa Indah. Bandar Lampung. 2012 6. Siswono. Gizi Pada Balita dalam www.gizionline.com. Diakses tanggal 23 Maret 2013. 2008 7. Sulistyorini. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA. Sidoarjo. 2006 8. Supriasa, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : EGC. 2007 9. Suyono. Hubungan Faktor Merokok dengan Kejadian ISPA. Purbolinggo. 2006.