KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

Oleh I Wayan Gede Pradnyana Widiantara I Nengah Suantra Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

A. Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN RISALAH LELANG SEBAGAI UPAYA HUKUM PENEGAKAN HAK-HAK KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

AKIBAT HUKUM KREDIT TANPA JAMINAN BAGI PIHAK DEBITUR

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA

PENGATURAN JANGKA WAKTU PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

IMPLEMENTASI KREDIT TANPA AGUNAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA PT BANK OVERSEAS CHINEESE BANKING CORPORATION (OCBC) NISP TBK CABANG DENPASAR

BATASAN RUMAH SUSUN YANG DIJADIKAN AGUNAN PADA BANK. J. Andy Hartanto Universitas Narotama, Surabaya

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA AKIBAT DEBITUR WANPRESTASI

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

EKSEKUSI TERHADAP SAHAM YANG DIGADAIKAN BERKAITAN DENGAN BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU GADAI DALAM SCRIPLESS TRADING SYSTEM

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

KEPASTIAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM SISTEM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA SECARA ELEKTRONIK PUTU EVI KOMALA DEWI NPM :

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

PERSYARATAN JAMINAN DAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PRAKTEKNYA PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DESA ADAT KUTA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI DI BANK BNI CABANG GATSU BARAT) *

O Pembingbing. 1. Ida Bagus Putra Atmadja 2. Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDTI TANPA AGUNAN PADA KOPERASI SERBA USAHA SURYA MAKMUR DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM DENGAN JAMINAN BENDA TIDAK BERGERAK PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) SRINADI DI KABUPATEN KLUNGKUNG

AKIBAT HUKUM TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA YANG SUDAH DIALIHKAN SEBELUM JAMINAN FIDUSIA DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PELAKSANAAN PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM KREDIT PERBANKAN

KEDUDUKAN BANK DALAM PEMBERIAN BANK GARANSI

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR TERHADAP KREDIT MACET DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Pembebanan Jaminan Fidusia

Oleh : Made Bagus Galih Adi Pradana I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB II LANDASAN TEORI

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB V PENUTUP A. Simpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Transkripsi:

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh : I Gede Widnyana I Made Walesa Putra Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: This paper, entitled "Excuting Authority by Creditors Against Debtors Fiduciary Assignment in terms of Default". This paper uses the juridical normative analysis methods and approaches to legislation. The presence of Act Number 42 of 1999 regarding fiduciary Guarantee, is expected to create a strong security institution and is able to provide legal certainty for the borrower. However, in implementing, appeared a problem arising in the granting of loans with a guarantee that the debtor did not meet the fiduciary obligations of the debtor do or default. Therefore, this paper describes the implementation of execution by creditors against debtors in terms of fidusisia guarantee default. Keywords:Execution, The Debtor, Fiduciary Assignment, Default ABSTRAK: Makalah ini berjudul Kewenangan Pelaksanaan Eksekusi oleh Kreditur Terhadap Jaminan Fidusia dalam hal Debitur Wanprestasi. Makalah ini menggunakan metode analisis yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan. Kehadiran Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia, diharapkan dapat menciptkan suatu lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak kreditur. Namun dalam pelaksanannya, muncul suatu permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia yaitu debitur tidak memenuhi kewajibannya atau debitur melakukan wanprestasi. Oleh karena itu makalah ini menjelaskan tentang kewenangan pelaksanaan eksekusi oleh kreditur terhadap jaminan fidusiia dalam hal debitur wanprestasi. Kata Kunci : Eksekusi, Debitur, Jaminan Fidusia, Wanprestasi I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lembaga perbankan memiliki peranan penting sebagai sumber pendanaan melalui kredit yang disalurkannya dalam proses pembangunan, sehingga sudah semestinya jika para pihak yaitu dalam hal ini pihak pemberi kredit (kreditur) dan penerima pinjaman(debitur) mendapatkan suatu perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dapat memberijan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Sri Soedwi Masjchoen Sofwan mengungkapkan tentang pentingnya 1

lembaga hak jaminan yaitu bahwa perkembangan ekonomi dan perdaganan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit maka memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1 Menurut ketentuan pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan agunan adalah Jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasiltas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syari ah. 2 Berdasarkan pengertian jaminan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 3 Sejalan dengan perkembangan perekonomian dewasa ini, adanya Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia( Selanjutnya disebut UUJF) ini, diharapkan dapat menciptkan suatu lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak kreditur. Kehadiran lembaga jaminan fidusia yang telah diatur dalam perundang-undangan maka akan memberikan kepastian hukum dan mampu memberikan jaminan yang kuat bagi kreditur selaku penerim a fidusia. Namun dalam pelaksanannya tidak terlepas dari permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia, ada kalanya disebabkan debitur tidak memenuhi kewajibannya atau dengan kata lain debitur melakukan wanprestasi. Dengan adanya tindakan wanprestasi yang dilakukan debitur selaku pihak pemberi fidusia, Di dalam UUJF, ketentuan pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) disebutkan mengenai kedudukan kreditur penerima jaminan fidusia manakala debitur melakukan wanprestasi yaitu jika debitur wanprestasi kreditur penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan 1 Moch, Isnaeni, 1966, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, Cet. II, Dharma Muda, Surabaya, hal.15. 2 Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. I, Prenada Media, Jakarta, hal.69. 3 J. Satrio, 1991, Hukum Jaminan: Hak-hak Jaminan Kebendaan, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.4-5. 2

terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutang atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dari latar belakang tersebut dapat dikemukakan permasalahan yaitu bagaimana kewenangan pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan fidusia oleh kreditur terhadap jaminan fidusia dalam hal debitur wanprestasi. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang pelaksanan eksekusi oleh kreditur terhadap jaminan fidusia dalam hal debitur melakukan wanprestasi. II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan. Penggalian data dilakukan dengan jalan studi kepustakaan, baik berupa buku-buku dan peraturan perundang-undangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi yang dilakukan dengan cara deskriptif, analisis dan argumentatif dengan menelaah peraturan perundang-undangan serta studi kepustakaan lainnya, kemudian dikaitkan dengan permasalah yang dibahas. 2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN Kewenangan Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Jaminan Fidusia Istilah eksekusi dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai pelaksanaan Putusan. Pengertian eksekusi jaminan kredit memilki pengertian yang berbeda dari eksekusi putusan hakim. Eksekusi jaminan kredit adalah pelaksanaan pelelangan objek jaminan kredit berdasarkan penetapan Kepala PUPN/BUPLN. Pelaksanaan eksekusi jaminan dilakukan oleh pihak kreditur dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi. 4 Debitur dikatakan wanprestasi apabila ia telah melalaikan kewajiban dalam hal pembayaran bunga, pembayaran angsuran kredit atau kredit dilunasi tidak pada waktunya dan kredit tidak dilunasi sama sekali. Dengan wanprestasinya debitur, menurut ketentuan undang-undang maka kreditur mempunyai hak untuk menuntut 4 Retnowulan Sutantio, 1997, Penelitian Tentang Pelindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, Bina Cipta, Jakarta, hal.2 3

pemenuhan piutangnya serta melakukan eksekusi terhadap benda jaminan milik debitur. Kewenangan eksekusi jaminan fidusia yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur penerima fidusia merupakan perwujudan dan kedudukan diutamakan daripada kreditur-kreditur lainnya yang disebutkan secara tegas dalam pasal 1 angka 2 dan Penjelasan Umum angka 3 UUJF. Kedudukan kreditur penerima fidusia adalah kreditur preferen, yaitu kedudukan istimewa dari seorang kreditur untuk didahulukan dalam hal memperoleh pelunasan utang manakala debitur wanprestasi. Berbeda dengan kedudukan kreditur yang mendapat jaminan umum berdasarkan pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Di dalam ketentuan UUJF pasal 29 menyebutkan secara tegas mengenai kewenangan kreditur untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia dalam hal debitur wanprestasi. Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia diatur di dalam pasal 29 ayat (1) huruf a, b, dan c. Berdasarkan pasal ini, eksekusi terhadap jaminan fidusia ditempuh dengan cara: a) Eksekusi title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia: Berdasarkan pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJF bahwa sertifikat Jaminan Fidusia merupakan tanda bukti adanya Jaminan Fidusia yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dan memuat irahirah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempuyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. b) Parate Executie(Eksekusi Langsung): Disebutkan dalam pasal 29 ayat (1) huruf b UUJF yang menggariskan pelaksanaan eksekusi apabila debitur wanprestasi, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. c) Eksekusi dibawah tangan: Berdasarkan pasal 29 ayat (1) huruf c UUJF menyatakan bahwa penjualan dibawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia. Dengan adanya pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan fidusia oleh kreditur, ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan (2) UUJF menyebutkan bahwa dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai dari nilai penjaminan maka kreditur selaku penerima fidusia 4

berkewajiban untuk mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia dan apabila ternyata hasil eksekusi dari objek jaminan fidusia milik debitur tersebut tidak mencukupi untuk pelunasan utangnya, maka debitur yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar. III. KESIMPULAN Kewenangan Pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan fidusia milik debitur berdasarkan ketentuan di dalam UUJF pasal 29 ayat (1) huruf a, b dan c ditempuh dengan cara:(a) Eksekusi title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia; (b) Parate Executie(Eksekusi Langsung); (c) Eksekusi dibawah tangan. Sedangkan mengenai hasil eksekusi melebihi nilai dari nilai penjaminan maka kreditur selaku penerima fidusia berkewajiban untuk mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia dan apabila ternyata hasil eksekusi dari objek jaminan fidusia milik debitur tersebut tidak mencukupi untuk pelunasan utangnya, maka debitur yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar, sebagaimana ditentukan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) UUJF. DAFTAR PUSTAKA Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. I, Prenada Media, Jakarta. J. Satrio,, 1991, Hukum Jaminan: Hak-hak Jaminan Kebendaan, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung. Moch, Isnaeni,, 1996, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, Cet. II, Dharma Muda, Surabaya. Retnowulan Sutantio,, 1997, Penelitian Tentang Pelindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, Bina Cipta, Jakarta. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-25, Pradnya Paramita, Jakarta. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit 5