PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

III. KERANGKA PEMIKIRAN Adaptasi petani terhadap Perubahan Iklim. Menurut Chambwera (2008) dalam Handoko et al. (2008)

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA (Tahun ke-2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LAHAN SAWAH

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

Beras dan perkembangannya.

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat dimanfaatkan untuk tiga kali pertanaman tanaman semusim dengan berbagai variasi komoditas, yang pemilihannya dapat disesuaikan pada permintaan pasar dengan tetap mempertimbangkan agroklimat dan budaya/kebiasaan petani setempat. Investasi pemerintah untuk membangun sawah irigasi cukup mahal, antara lain untuk pembangunan waduk, jaringan irigasi serta pemeliharaannya, namun sampai saat ini masih banyak ditemukan pemanfaatan sawah irigasi yang belum optimal (Anonim, 2004). Optimalisasi pemanfaatan sawah irigasi tidak saja melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dengan keragaman komoditas tetapi juga melalui upaya integrasi dengan komoditas lain seperti perkebunan, perikanan dan peternakan (Indeks Diversifikasi/ID). Pemerintah membangun saluran irigasi menyebar pada setiap propinsi. dan mengairi sawah dengan luasan berbeda. Di Pulau Jawa total luas lahan sawah irigasi teknis 1,53 juta ha (Anonim, 2006). Berdasarkan data tersebut, sawah irigasi teknis terluas terdapat di propinsi Jawa Timur (0,67 juta ton), kemudian diikuti Jawa Barat (0,40 juta ha) dan Jawa tengah (0,38 juta ha), sedangkan pada tingkat kabupaten sawah irigasi teknis terluas terdapat di kabupaten Karawang yaitu sebesar 81.698 ha (Anonim, 2005). Dalam satu tahun secara teori sawah irigasi setidaknya dapat dimanfaatkan untuk tiga kali pertanaman (IP) = 300) dengan berbagai variasi komoditas tanaman semusim, namun berdasarkan studi (Pasandaran, dkk, 2003) pemanfaatan lahan sawah irigasi di Jawa yang di hitung dengan IP hanya berkisar 171 179. Sedangkan studi pemanfaatan sawah irigasi di Kabupaten Karawang berkisar IP 180 IP 250 dengan variasi tanaman yang masih rendah (Anonim, 2006). Angka-angka tersebut menunjukan belum maksimalnya pemanfaatan lahan sawah irigasi tersebut sekaligus

2 menunjukkan masih adanya peluang peningkatan produksi melalui peningkatan indeks pertanaman. Sejarah pembangunan sawah irigasi tidak terlepas dari keinginan untuk berswasembada beras dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, berbagai sumber daya untuk mendukung hal tersebut telah diinvestasikan antara lain; (a) investasi pada penelitian dan pengembangan pertanian sehingga adanya terobosan teknologi biologi dan kimia yang terkenal dengan sebutan revolusi hijau; (b) investasi sarana dan prasarana irigasi dan perluasan areal pertanian, dan (c) kebijakan-kebijakan yang mendukung seperti perdagangan, harga dan subsidi (Badan Litbang, 2004). Indonesia dinyatakan berswasembada beras pada tahun 1985. Keberhasilan swasembada beras disebabkan antara lain oleh dukungan pemerintah yang memprioritaskan pembangunan pertanian disertai kebijakan makro yang mendukung, terobosan teknologi baru budidaya padi sawah dan kebijakan intensifikasi pertanian (BIMAS) yang mengatur penerapan teknologi secara sentralistik. Namun demikian, swasembada beras hanya dapat dipertahankan sampai tahun 1993. Intensifikasi melalui program BIMAS berakhir disebabkan meningkatnya kerusakan lingkungan disertai resistensi hama terhadap pestisida yang disebabkan konsumsi pestisida dan pupuk kimia yang berlebih (Badan Litbang, 2004). Beberapa program untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi padi telah dilakukan namun degradasi lahan terutama pada sawah produktif yang selama ini digunakan untuk intensifikasi usahatani padi berkembang sangat lambat (Tabel 1). Selama hampir tiga puluh dua tahun pola konsumsi makan masyarakat Indonesia yang mulanya sangat bervariasi bergeser kearah yang seragam dengan menempatkan nasi sebagai makanan pokok, sehingga kebijakan pemanfaatan sawah irigasi pun secara langsung maupun tidak langsung diarahkan pada usahatani padi, hal tersebut terus berlanjut, sehingga seakanakan telah menjadi budaya dimana petani selalu menanam padi, walaupun secara ekonomis hal tersebut tidak menguntungkan, bahkan kadang merugi. Kondisi tersebut apabila terus berlanjut akan makin menurunkan tingkat kesejahteraan petani.

3 Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas padi di Indonesia dari tahun 1995-2007 Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha) 1995 11.438.764 49.744.440 43,48 1996 11.569.729 51.101.506 44,17 1997 11.140.594 49.377.054 44,32 1998 11.730.325 49.236.692 41,90 1999 11.963.204 50.866.387 42,52 2000 11.793.475 51.898.852 44,01 2001 11.500.000 50.461.000 43,88 2002 11.521.166 51.489.694 44,69 2003 11.488.034 52.137.604 45,38 2004 11.922.974 54.088.468 45,36 2005 11.839.060 54.151.097 45,74 2006 11.786.430 54.454.937 46,20 2007 11.757.845 55.127.430 46,89 Laju pertumbuhan (%/th) 0,20 0,83 0,60 Sumber : BPS, 2007 Dilihat dari beberapa aspek, dimana pertanian Indonesia umumnya adalah pertanian keluarga skala kecil dengan rataan kepemilikan 0,35 ha (Anonim, 2005), maka peningkatan pendapatan yang dapat dilakukan berkaitan dengan usahanya adalah mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, dengan melakukan diversifikasi usaha. Keuntungan diversifikasi pertanian adalah (a) berdasarkan aspek ekonomi, diversifikasi bertujuan untuk memperkecil resiko usaha karena aspek harga dan faktor ekonomi lainnya; (b) dari segi teknik budidaya dapat berarti mengurangi risiko gagal produksi; (c) dari pemanfaatan sumber daya yang dimiliki diversifikasi berpeluang meningkatkan pemanfaatannya, baik sumber daya manusia (SDM) berupa peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, maupun sumber daya alam (SDA); (d) sistem budidaya pertanian sangat dipengaruhi oleh musim, diversifikasi pertanian dapat memperkecil pengaruh musim, disamping itu diversifikasi juga dapat memperkecil serangan hama penyakit, karena dengan diversifikasi yang dilakukan melalui pergiliran tanaman dapat memutus siklus hama dan penyakit; dan (e) diversifikasi konsumsi yang merupakan salah satu

4 program pemerintah di bidang pertanian disamping ketahanan pangan, memberikan peluang pasar kepada petani sawah irigasi agar memanfaatkan lahannya untuk berbudidaya sumber karbohidrat selain padi. System of rice intensification (SRI) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan (Deptan, 2007 dalam Simarmata, 2007). Gagasan SRI pada mulanya dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Fr Henri de Laulanie, S.J. Pengembangan SRI juga dilakukan melalui uji coba di berbagai negara Asia, termasuk Asia Selatan maupun Asia Tenggara. Di Indonesia gagasan SRI juga telah diuji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Penerapan gagasan SRI berdasarkan pada enam komponen penting : (1) Transplantasi bibit muda, (2) Bibit ditanam satu batang, (3) Jarak tanam lebar, (4) Kondisi tanah lembab (irigasi berselang), (5) Melakukan pendangiran (penyiangan), (6) Hanya menggunakan bahan organik (kompos). Hasil penerapan gagasan SRI di lokasi penelitian (Kabupaten Garut dan Ciamis), menunjukkan bahwa : (1) Budidaya padi model SRI telah mampu meningkatkan hasil dibanding budidaya padi model konvensional, (2) Meningkatkan pendapatan, (3) Terjadi efisiensi produksi dan efisiensi usahatani secara finansial, (4) Pangsa harga pasar produk lebih tinggi sebagai beras organik. Sekalipun demikian, konsep SRI masih belum dapat diterima serta masih menimbulkan polemik dan kontroversial dalam penerapannya hampir di semua tempat maupun di lembaga terkait, termasuk IRRI sebagai Lembaga Penelitian Padi Internasional (Wardana, dkk, 2005). Namun dengan meningkatnya harga pupuk dan pestisida kimia serta semakin rusaknya lingkungan sumberdaya telah mendorong petani di beberapa tempat mempraktekan sistem pendekatan SRI. Peluang pengembangan SRI ke depan juga didukung oleh tuntutan globalisasi dan konsumen internasional terhadap budidaya padi ekologis ramah lingkungan, kemudian dengan sistem penyuluhan yang mudah dimengerti, juga terkait

5 dengan kondisi peningkatan semua input produksi serta kebutuhan produk organik. Kendala pengembangan dalam skala luas, terkait dengan ketersediaan bahan-bahan organik, tenaga kerja tanam model SRI, serta kemauan dari petani sendiri (Djinis, dkk, 2008). 2. Perumusan Masalah Perkembangan diversifikasi usahatani dan pilihan pola tanam bersifat dinamis, sangat dipengaruhi faktor-faktor teknis, sosial ekonomi dan kebijakan. Kinerja dan perilaku petani dalam melakukan diversifikasi usahatani dan pilihan pola tanam adalah sangat kompleks. Menurut Pakpahan (1989), hubungan antara diversifikasi dengan keuntungan atau pendapatan petani bersifat kondisional. Disadari bahwa persyaratan aspek teknis adalah sangat menentukan (necessary condition), tetapi dukungan lingkungan sosial ekonomi dan kebijakan memegang peranan penting dan merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) yang menentukan. Diversifikasi pertanian di tingkat usahatani akan berkembang secara luas bila didukung oleh prakondisi aspek teknis, sosial ekonomi, dan kebijakan yang kondusif. Peningkatan curah hujan secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan air, baik air irigasi maupun air tanah. Peningkatan jumlah curah hujan cenderung meningkatkan pangsa areal padi atau menurunkan indeks diversifikasi. Selain faktor teknis, diduga pula bahwa faktor harga padi dan koefisien variasi harga relatif padi terhadap harga komoditas pesaing utama yang semakin tinggi akan menyebabkan peningkatan areal padi atau penurunan indeks diversifikasi. Untuk wilayah yang mempunyai pangsa pendapatan padi masih relatif dominan maka kenaikan pendapatan pertanian akan menyebabkan peningkatan areal padi atau penurunan tingkat diversifikasi. Tingkat pemanfaatan sawah yang belum maksimal, serta rendahnya peningkatan produktivitas lahan berpengaruh pada pendapatan petani. Oleh karena itu, kajian tingkat pendapatan petani sawah irigasi dengan diversifikasi pola tanam di kabupaten Karawang, Jawa Barat menjadi perlu untuk memberikan gambaran alternatif petani dalam penggunaan input dan faktor-

6 faktor produksi secara efisien, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani melalui perhitungan pemanfaatan lahan sawah irigasi baik IP maupun ID dan perhitungan tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam. Secara sistematis, permasalahan dalam peneltiian ini adalah : a. Bagaimana keragaan pola tanam di lahan sawah irigasi kabupaten Karawang? b. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam yang berlaku di kabupaten Karawang? c. Bagaimana alternatif strategi pemanfaatan lahan sawah irigasi dengan berbasis pada pemenuhan permintaan pasar dan pendapatan usahatani yang lebih stabil, dengan berbagai alternatif pola tanam yang rasional di Kabupaten Karawang? 3. Tujuan Kajian 1. Mengidentifikasi keragaan pola tanam di lahan sawah irigasi kabupaten Karawang 2. Merumusan tingkat pendapatan usahatani menurut pola tanam yang berlaku di kabupaten Karawang; 3. Menyusun strategi pemanfaatan lahan sawah irigasi dengan berbasis pada pemenuhan permintaan pasar dan pendapatan usahatani yang lebih stabil, dengan berbagai alternatif pola tanam yang rasional di Kabupaten Karawang.