I. PENDAHULUAN. Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa untuk. menghadapi persaingan di era globalisasi yang menuntut persaingan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2013 di SMA Negeri 1. Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

I. PENDAHULUAN. Rasionalitas atau kemampuan manusia untuk berpikir secara rasional adalah

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. dianamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan

1. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada siswa

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orangorang

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi merupakan bagian dari IPA. Pendidikan Ilmu. hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

I. PENDAHULUAN. tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2) makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE (5E) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS BIOLOGI SISWA KELAS X SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

1. PENDAHULUAN. Diantara banyak siswa menganggap mata pelajaran fisika adalah satu bidang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman

I. PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

I. PENDAHULUAN. artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang. segenap aspek organisme atau pribadi. Kegiatan pembelajaran seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

I. PENDAHULUAN. Sains khususnya biologi sangat penting perannya dalam mendorong kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia serta kemajuan bangsa, sehingga maju dan mundurnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

I. PENDAHULUAN. keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran dan menuntut kreativitas

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

1. PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ilmu kimia yang diperoleh siswa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. sampai ke liang lahat nanti (Sadiman, et al dalam Warsita, 2008:62). Belajar dapat

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar Biologi tidak selamanya berjalan efektif, karena

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas belajar melalui praktik atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

I. PENDAHULUAN. siswa ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Kualitas proses belajar berimplikasi tidak langsung pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

I. PENDAHULUAN. globalisasi yang berkembang sangat pesat diperlukan praktek pembelajaran

I. PENDAHULUAN. anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Laharja Ridwan Mustofa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa untuk menghadapi persaingan di era globalisasi yang menuntut persaingan antarmanusia. Nandang (2009: 1) mengutarakan bahwa era globalisasi yang berlangsung menuntut siswa untuk dapat menyelesaikan masalah yang bersifat spesifik dan juga mampu mengoptimalkan kemampuan kognitif (cognitive tools) serta berbagai kompetensi lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Haryono (2006: 1) mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains sangat penting dikembangkan dalam pendidikan karena merupakan kompetensi dasar untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa dan keterampilan dalam memecahkan masalah, sehingga dapat membentuk pribadi siswa yang kreatif, kritis, terbuka, inovatif, dan kompetitif dalam persaingan pada dunia global di masyarakat. Selain itu, beberapa alasan yang yang melandasi perlunya keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar dikemukakan oleh Semiawan, dkk (1987: 15) bahwa siswa lebih mudah memahami konsep rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh konkret atau melalui benda nyata, sehingga siswa belajar

2 secara aktif dan kreatif dalam mengembangkan keterampilan untuk memproseskan perolehan konsep. Lebih lanjut Semiawan, dkk (1987: 15) juga mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains sangat penting diterapkan dalam proses belajar mengajar agar anak dapat berlatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis, menumbuh-kembangkan keterampilan fisik dan mental, serta sebagai wahana untuk menyatukan pengembangan konsep siswa dengan pengembangan sikap dan nilai yang penting sebagai bekal terhadap tantangan di era globalisasi. Meskipun demikian, kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan, keterampilan proses sains belum dikembangkan di sekolah secara optimal. Nandang (2009: 1) mengungkapkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah belum mengoptimalkan berbagai keterampilan yang dimiliki siswa, hal ini salah satunya disebabkan oleh pembelajaran yang masih bersifat umum dan teoritik serta kurang menuntut siswa untuk menggunakan alat-alat pikirnya (tool-lessthought), sementara di masyarakat siswa dituntut untuk mampu menggunakan keterampilan secara optimal. Pernyataan di atas didukung dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru biologi kelas XI di SMA Negeri 1 Tumijajar pada November 2012 menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa di sekolah tersebut belum pernah diukur. Selain itu, metode yang sering digunakan guru dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi reproduksi adalah metode ceramah dan diskusi. Metode-metode

3 tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains (KPS). Hasil observasi juga menunjukkan bahwa pengembangan keterampilan proses sains baik dalam proses pembelajaran maupun evaluasi hasil belajar sangat jarang dilakukan, sehingga siswa kurang mampu mengembangkan keterampilan dalam menemukan dan menghubungkan konsep yang disampaikan khususnya pada materi sistem reproduksi. Mengingat pentingnya keterampilan tersebut, maka diperlukan model pembelajaran yang dapat memfasilitasi terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry). Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam mengembangkan keterampilan proses sains dikemukakan oleh Garton (dalam Komalasari, 2010: 73) bahwa inkuiri merupakan model pembelajaran yang juga berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga siswa mampu mengembangkan kreativitas dalam memahami konsep dan memecahkan masalah. Nur (dalam Haryono, 2006: 2) mengungkapkan bahwa model inkuiri terbimbing menekankan pada proses pencarian pengetahuan daripada transfer pengetahuan. Siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengoordinasikan

4 kegiatan belajar siswa. Keberhasilan penerapan model inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap keterampilan proses sains siswa (scientific process skills) telah dibuktikan oleh Hatminingsih (2011: ii) melalui penelitiannya yang menyimpulkan bahwa penggunaan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA pada materi sistem gerak manusia. Sejalan dengan hal tersebut, Blonder (dalam Bilgin, 2009: 1039) juga menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) memberikan dampak positif dalam membangun sikap dan keterampilan proses sains siswa. Hal serupa dikemukakan oleh Paidi (2007: 1) melalui hasil penelitiannya, yang mengungkapkan bahwa guided inquiry meningkatkan keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 1 Sleman pada mata pelajaran biologi hingga 22%. Bukti keberhasilan model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains siswa (scientific process skills) lainnya dikemukakan oleh Taraban (dalam Carlson, 2008: 12-13) yang menyatakan bahwa penerapan model tersebut di Texas juga menunjukkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan poses sains siswa di sekolah pada bidang biologi. Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Pokok Sistem Reproduksi (Eksperimental Semu pada Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2012/2013).

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. apakah penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XI pada materi pokok sistem reproduksi di SMA Negeri 1 Tumijajar tahun pelajaran 2012/2013? 2. bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa pada materi pokok sistem reproduksi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas XI pada materi pokok sistem reproduksi di SMA Negeri 1 Tumijajar tahun pelajaran 2012/2013. 2. pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa pada materi pokok sistem reproduksi.

6 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. bagi peneliti berguna sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan proses sains siswa (scientific process skills) melalui model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry). 2. bagi guru berguna sebagai gambaran mengenai penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) serta sebagai motivasi dalam memilih model pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains. 3. bagi siswa berguna untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui proses penemuan fakta, sehingga melatih siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains (scientific process skills) dalam rangka untuk memahami konsep-konsep biologi. 4. bagi sekolah berguna sebagai landasan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekolah melalui perbaikan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran yang melatih siswa untuk melakukan proses penemuan fakta dan konsep, sehingga mampu mengembangkan keterampilan proses sains siswa.

7 E. Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam penafsiran penelitian ini, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut: 1. model inkuiri terbimbing (guided inquiry) yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (1) orientasi (orientation); (2) eksplorasi (exploration); (3) membangun konsep (concept formation); (4) aplikasi (application); dan (5) penutup (closure) (Hanson, 2012: 1). 2. keterampilan proses sains yang diukur dalam penelitian ini meliputi beberapa keterampilan, yaitu: (1) mengobservasi (observing); (2) menafsirkan (interpreting); (3) memprediksi (predicting); (4) menyimpulkan (inferring); dan (5) mengomunikasikan (communicating) (Funk dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 140). 3. aktivitas belajar siswa yang diamati pada penelitian ini antara lain: (1) mengajukan pertanyaan; (2) bertukar informasi; dan (3) menyampaikan hasil diskusi (Diedrich dalam Nasution, 2004: 91). 4. subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Tumijajar semester genap tahun pelajaran 2012/2013. 5. materi pokok dalam penelitian ini adalah sistem reproduksi pada kelas XI semester genap dengan kompetensi dasar 3.7 Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses yang meliputi pembentukan sel kelamin, ovulasi, menstruasi, fertilisasi, kehamilan, dan pemberian ASI, serta

8 kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem reproduksi (Depdiknas, 2006: 456). F. Kerangka Pikir Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa karena merupakan kompetensi dasar untuk mengembangkan sikap ilmiah siswa dan keterampilan dalam memecahkan masalah, namun kenyataan yang terjadi justru berbeda. Fakta menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa belum dikembangkan dalam pembelajaran serta belum pernah diukur. Kesenjangan tersebut dimungkinkan terjadi karena guru menggunakan metode atau model pembelajaran yang kurang mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains seperti keterampilan mengamati, menginterpretasi, memprediksi, dan menghubungkan konsep. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan sains siswa adalah model inkuiri terbimbing (guided inquiry). Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah dan meningkatkan kemampuan dalam menemukan konsep. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan model inkuri terbimbing meliputi beberapa langkah kegiatan. Pada fase orientation, siswa berlatih untuk membangkitkan keingintahuan dan motivasi serta membangun informasi baru

9 dengan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge). Fase exploration, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempertajam daya observasi, melatih siswa menggumpulkan dan menganalisis data atau informasi berdasarkan permasalahan yang diajukan guru. Selanjutnya, fase concept formation menuntut siswa untuk menemukan hubungan antarkonsep (interpreting), memprediksi hal yang mungkin akan terjadi berdasarkan hasil pengamatan, serta mendorong siswa untuk berpikir kritis dan analitis untuk membangun kesimpulan (inferring). Fase application melatih siswa untuk mengaplikasikan konsep yang diperoleh ke dalam situasi tertentu hingga permasalahan di kehidupan nyata (real-world problems). Fase closure merupakan fase penutup yang menuntut siswa untuk mampu melaporkan hasil temuannya (communicating), merefleksi apa yang telah dipelajari, hingga mengonsolidasikan pengetahuannya. Dengan demikian, diharapkan keterampilan proses sains siwa dapat berkembang melalui langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) yang menunjang terciptanya keterampilan tersebut. Penelitian ini mengenai pengaruh penerapan model inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap keterampilan proses sains siswa (scientific process skills). Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry), sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan proses sains siswa. Hubungan antara kedua variabel tersebut digambarkan sebagai berikut:

10 X Y Keterangan: X = Variabel bebas (Model pembelajaran inkuiri terbimbing) Y = Variabel terikat (Keterampilan proses sains siswa) Gambar 1. Hubungan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat G. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini antara lain: H o = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok sistem reproduksi. H 1 = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok sistem reproduksi.