BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. bila arah pembangunan mulai memusatkan perhatian terhadap upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

Bab I PENDAHULUAN. belajar selama 12 tahun dimanapun mereka berada, baik di desa maupun di kota

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang secara formal

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

KATA PENGANTAR. Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I Pendahuluan. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan yang dilakukan pada seseorang dapat menciptakan kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk menghafal, dan bukan untuk berpikir secara kreatif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar berkulitas guna

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring ketatnya persaingan didunia pekerjaan, peningkatan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

BAB II. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional. Menurut Arikunto (2002:23) Penelitian kuantitatif adalah penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tua ingin anaknya menjadi anak yang mampu. menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I WONOSARI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik untuk mendapatkan pengetahuan ataupun dalam rangka mengembangkan diri. Seiring dengan pembangunan yang semakin pesat disertai perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin maju, dibutuhkan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan terampil, antara lain mampu memanfaatkan peluang yang ada, mengembangkan kecerdasan serta menggunakan potensi yang dimiliki secara produktif. Di Indonesia, pendidikan formal diperoleh di sekolah pada beberapa jenjang dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Program pendidikan di setiap jenjang akan memberi tuntutan dan tantangan yang berbeda dan semakin kompleks. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar tanggungjawabnya dalam mengerjakan tugas-tugas pendidikan, terutama terasa setelah memasuki jenjang perguruan tinggi. Pendidikan di perguruan tinggi sangat spesifik karena mempersiapkan mahasiswa dalam suatu keahlian tertentu, dan mempersiapkan mahasiswa untuk memiliki kualifikasi sehingga mampu terjun ke dunia kerja. Sebagaimana yang diketahui bahwa sistem pembangunan khususnya bidang pendidikan kurang merata dan lebih bersifat sentralisasi, yang lebih Universitas Kristen Maranatha

2 berpusat di ibu kota negara dan kota-kota besar khususnya di Pulau Jawa. Majunya pembangunan bidang pendidikan di kota-kota besar khususnya Pulau Jawa menyebabkan banyak terdapat perguruan tinggi dengan fasilitas lengkap yang dapat mendukung kualitas pendidikan yang mungkin belum tersedia di daerah-daerah sehingga sebagian besar calon mahasiswa memilih untuk melanjutkan pendidikannya di kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa. Para mahasiswa berasal dari luar Pulau Jawa yang memilih perguruan tinggi di Pulau Jawa pada umumnya akan mencari tempat kos sebagai tempat tinggal selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, karena tidak semua dari mereka memiliki keluarga yang tinggal dekat dengan tempat pendidikan yang mereka tempuh. Mereka akan mencari tempat kos yang dekat dan tidak terlalu jauh dengan kampus. Pertimbangannya antara lain agar dapat menghemat waktu dan tidak banyak mengeluarkan biaya untuk transportasi. Mahasiswa yang kos pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan mahasiswa lainnya yang tinggal bersama orang tua atau keluarga. Hal yang membedakan adalah bahwa mahasiswa yang kos lebih dituntut untuk mengerjakan segala aktivitasnya tanpa bantuan orang tua mulai dari makanan, pakaian, dan keperluan lainnya. Mereka harus mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal yang baru (kos) dan lingkungan pendidikan yang baru, dapat mengelola diri dan waktu dengan efektif dan efisien, dan diharapkan mampu untuk mandiri. Menurut Steinberg (2002), menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama pada masa remaja. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung

3 berada pada masa remaja akhir yang berada pada rentang usia 19 21 tahun. Mahasiswa yang mandiri memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, serta bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Menurut Steinberg (2002), kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab dalam ketidakhadiran atau jauh dari pengawasan langsung orang dewasa. Bagi mahasiswa kemandirian merupakan hal yang perlu dan penting untuk dimiliki. Seperti yang dikatakan oleh J. Drost Sj, seorang ahli pendidikan, mahasiswa yang mandiri mengetahui siapa dan apa dirinya, mengetahui apa yang dilakukannya karena menyadari arah tujuannya, mengetahui dan menerima keunggulan maupun kelemahan dirinya, serta menggunakan kemampuannya secara penuh. Juga mahasiswa yang pantang mundur, kendati ada kekurangan, mahasiswa yang dapat menerima dirinya dan orang lain apa adanya, serta mampu menghadapi kenyataan (Kompas, 29 April 2002). Taraf kemandirian pada mahasiswa berbeda-beda, ada yang menunjukkan kemandirian yang tinggi tetapi ada juga yang rendah. Setiap mahasiswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda sehingga proses kehidupan yang terjadi pun berbeda-beda yang pada akhirnya akan membentuk dirinya menjadi seseorang yang memiliki taraf kemandirian yang tinggi atau rendah. Melalui proses belajar, mahasiswa diharapkan semakin bertambah kemampuannya untuk bertingkah laku secara mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan akademik sehingga berprestasi.

4 Proses belajar yang dialami oleh mahasiswa menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Adanya perubahan itu tampak dalam prestasi akademik yang dihasilkan oleh mahasiswa terhadap pertanyaan, persoalan, atau tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar. Prestasi akademik merupakan hasil dari proses belajar yang aktif, yang dibantu oleh pengajaran dan aktivitas pendidikan (Gage & Berliner, 1979). Menurut Winkel (1987), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar seseorang dalam mencapai prestasi akademik yaitu faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri mahasiswa (terdiri atas lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan), dan faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa (terdiri atas inteligensi, motivasi belajar, perasaan, sikap, minat, dan kondisi fisik). Indikator yang dapat dipakai untuk melihat prestasi dari mahasiswa yaitu melalui prestasi akademik yang diperoleh selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Mereka dituntut untuk menunjukkan prestasi akademik yang optimal. Mahasiswa yang diterima masuk suatu perguruan tinggi di kota-kota besar di Pulau Jawa diasumsikan memiliki inteligensi yang dapat memnuhi persyaratan suatu perguruan tinggi, sehingga semestinya mahasiswa mampu mengikuti kegiatan perkuliahan yang ada di perguruan tinggi dan mampu meraih prestasi akademik yang cukup tinggi. Pada kenyataannya mahasiswa yang memiliki inteligensi tinggi belum tentu berhasil meraih prestasi akademik yang tinggi pula (Winkel, 1987).

5 Evaluasi terhadap prestasi akademik pada mahasiswa di perguruan tinggi dilakukan dengan cara ujian atau tes. Ujian atau tes disesuaikan dengan jenis mata kuliah dan tujuan kurikulum. Banyaknya ujian yang diselenggarakan minimal dua kali dalam satu semester yaitu Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), di samping tugas-tugas. Dari hasil UTS dan UAS serta tugastugas akan diperoleh IP dan IPK mahasiswa. Hasil evaluasi ini digunakan untuk menentukan jumlah beban studi yang boleh diambil mahasiswa yang bersangkutan pada semester berikutnya. Salah satu angkatan pada Fakultas Psikologi Perguruan Tinggi X yang telah melewati masa studi empat semester atau akhir dua tahun pertama perkuliahannya sejak terdaftar di perguruan tinggi X adalah mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh seorang pakar pendidikan Oemar Hamalik (1991), pada akhir dua tahun pertama sejak mahasiswa terdaftar pada perguruan tinggi, mahasiswa dinilai keberhasilan belajarnya dengan maksud untuk menentukan apakah seorang mahasiswa dinilai mampu mengikuti program pendidikan selanjutnya pada fakultas yang bersangkutan. Berdasarkan hasil survey kepada 27 orang mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung, diperoleh gambaran bahwa terdapat 59,26% (16 dari 27 orang) memperlihatkan ciri-ciri kemandirian yang tinggi. Mereka berusaha sendiri memecahkan masalahnya tanpa bantuan orang tua atau pun orang lain, tidak merasa kesulitan untuk melakukan sesuatu hal sendiri tanpa bantuan teman lain, dan berusaha melakukan tugas-tugas

6 perkuliahannya dengan tanggung jawab, mampu menghargai pendapat orang lain atau orang yang lebih dewasa namun tidak menjadikan pendapat orang lain tersebut sebagai hal yang paling benar dan mempertimbangkan kembali serta mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya, serta berani menolak ajakan atau keinginan teman-temannya jika keinginan teman-temannya bertentangan dengan prinsip yang ada dalam dirinya. Dari 16 mahasiswa tersebut, sebanyak 1 orang (6,25%) memiliki prestasi akademik (IPK) rendah ( 1,50 - < 2,00), 2 orang (12,50%) memiliki prestasi akademik (IPK) sedang ( 2,00 - < 2,50), 4 orang (25,00%) memiliki prestasi akademik (IPK) cukup ( 2,50 - < 3,00), dan 9 orang (56,25%) memiliki prestasi akademik (IPK) tinggi ( 3,00). Sedangkan 40,74% (11 dari 27 orang) memperlihatkan ciri-ciri kemandirian yang rendah. Mereka kurang berusaha dalam mengandalkan diri sendiri dan sering meminta bantuan kepada orang terdekat untuk memecahkan masalah mereka meskipun masalah yang mereka hadapi bukanlah masalah yang besar. Misalnya jika dihadapkan pada tugas-tugas perkuliahan yang tidak terlalu sulit, mereka kurang berusaha untuk mengerjakan sendiri dan tergantung pada teman lain untuk menyelesaikannya. Selain itu, jika mereka berbeda pendapat dengan teman di kampus, mereka segera menanyakan pendapat kepada teman terdekatnya tanpa berusaha sendiri menyelesaikannya. Selalu bertanya dan mengikuti saran orang lain (teman atau orang tua) tanpa mempertimbangkan sendiri terlebih dahulu dengan alasan karena kurang percaya diri dalam membuat keputusan sendiri, kurang berani menolak keinginan teman-temannya meskipun keinginan temannya tersebut bertentangan dengan prinsipnya. Misalnya ketika

7 diajak untuk tidak masuk kuliah, mengikuti saja ajakan temannya. Menjadikan pendapat orang lain sebagai sesuatu yang paling benar dan menjadikan pendapat tersebut sebagai keputusan mereka. Dari 11 mahasiswa tersebut, sebanyak 6 orang (54,55%) memiliki prestasi akademik (IPK) rendah ( 1,50 - < 2,00), 3 orang (27,27%) memiliki prestasi akademik (IPK) sedang ( 2,00 - < 2,50), 1 orang (9,09%) memiliki prestasi akademik (IPK) cukup ( 2,50 - < 3,00), dan 1 orang (9,09%) memiliki prestasi akademik (IPK) tinggi ( 3,00). Berdasarkan hasil kuesioner di atas, mahasiswa yang menunjukkan kemandirian tinggi memiliki prestasi akademik (IPK) tinggi dan mahasiswa yang menunjukkan kemandirian rendah memiliki prestasi akademik (IPK) rendah. Namun ada juga mahasiswa yang menunjukkan kemandirian tinggi memiliki prestasi akademik (IPK) rendah dan mahasiswa yang menunjukkan kemandirian rendah memiliki prestasi akademik (IPK) tinggi. Berdasarkan fakta di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini ialah : Apakah terdapat hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung?

8 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis Sebagai informasi mengenai hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa bagi bidang ilmu Psikologi Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemandirian dan prestasi akademik. 1.4.2 Kegunaan Praktis Sebagai informasi bagi mahasiswa tentang kemandirian, yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pencapaian prestasi.

9 Sebagai gambaran bagi dosen tentang kemandirian dan prestasi akademik mahasiswa, yang dapat dimanfaatkan dalam upaya mengembangkan kemandirian dan meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. 1.5 Kerangka Pikir Pada saat menempuh pendidikan formal di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan memperoleh keberhasilan dalam bentuk prestasi akademik yang diperoleh dari evaluasi berupa ujian atau tes. Ujian atau tes di perguruan tinggi terdiri atas Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), yang diakumulasikan menjadi IP atau IPK. Indeks Prestasi (IP) yaitu angka yang menunjukkan prestasi mahasiswa dalam satu semester, dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yaitu angka yang menunjukkan prestasi mahasiswa mulai dari semester pertama sampai dengan semester terakhir yang telah ditempuh secara kumulatif. Seorang mahasiswa dapat dikatakan memiliki prestasi belajar yang tinggi secara akademik apabila memperoleh IPK yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Menurut Gage & Berliner (1979), prestasi akademik merupakan hasil dari proses belajar yang dibantu dengan instruksi dan kegiatan belajar. Menurut Winkel (1987), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor pertama yaitu faktor yang berada di luar diri mahasiswa (eksternal), yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan. Mahasiswa yang berada dalam lingkungan keluarga yang mendukung pendidikannya dapat menunjang proses belajar sehingga prestasi

10 belajar yang dicapai tinggi. Sedangkan mahasiswa yang berada dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung pendidikannya dapat menghambat proses belajar sehingga prestasinya rendah. Lingkungan pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan kegiatan belajar-mengajar dan tercapainya tujuan pendidikan. Faktor lingkungan pendidikan menyangkut fasilitas belajar. Fasilitas belajar yang memadai dapat menunjang belajar mahasiswa dalam mencapai prestasi akademik, sedangkan fasilitas belajar yang kurang memadai kurang menunjang belajar mahasiswa dalam mencapai prestasi akademik (Winkel, 1987). Proses belajar tidak hanya berupa perubahan tingkah laku, kecakapan, sikap, perhatian, tetapi juga mengerahkan kegiatan serta menuntut pemusatan perhatian. Secara lebih khusus (dihubungkan dengan proses belajar yang berlangsung di tempat pendidikan), Reilley & Lewis (1983, dalam Sumadi Suryabrata, 1998) mengatakan bahwa seseorang dikatakan telah belajar atau mempunyai pengalaman belajar apabila perubahan tingkah lakunya terjadi akibat dari adanya instruksi. Menurut Winkel (1987), faktor kedua yaitu faktor yang ada di dalam diri mahasiswa itu sendiri (internal), yang terdiri atas inteligensi, motivasi belajar, perasaan, sikap, minat, dan kondisi fisik. Inteligensi merupakan suatu kemampuan untuk mencapai prestasi di tempat pendidikan, di dalamnya kemampuan berpikir memegang peranan. Dalam belajar, inteligensi berpengaruh terhadap tinggirendahnya prestasi yang dapat dicapai oleh mahasiswa. Mahasiswa yang mempunyai inteligensi tinggi memiliki peluang yang lebih besar untuk mencapai

11 prestasi yang tinggi. Sebaliknya, mahasiswa yang mempunyai inteligensi lebih rendah akan lebih kecil peluangnya untuk mencapai prestasi yang tinggi. Meskipun peranan inteligensi cukup penting, namun faktor-faktor lain juga banyak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Motivasi belajar diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri mahasiswa yang mendorong terjadinya kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu, agar tujuan yang dikehendaki tercapai. Mahasiswa yang memiliki motivasi kuat akan menginvestasikan banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar sehingga diharapkan dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sedangkan mahasiswa yang memiliki motivasi rendah akan memberi sedikit energi untuk belajar sehingga kemungkinan mencapai prestasi yang tidak optimal. Perasaan merupakan aktivitas psikis yang di dalamnya mahasiswa menghayati nilai-nilai dari suatu obyek. Perasaan senang akan berpengaruh terhadap semangat atau gairah belajar mahasiswa dalam mencapai prestasi akademik tinggi. Sebaliknya, perasaan tidak senang dapat memunculkan rendahnya semangat belajar sehingga prestasi yang diperoleh rendah. Sikap diartikan sebagai kecenderungan dalam diri mahasiswa untuk menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga/positif atau tidak berharga/negatif. Mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap pendidikannya dapat mencapai prestasi akademik yang tinggi. Sedangkan sikap yang negatif terhadap pendidikannya cenderung mencapai prestasi yang rendah.

12 Minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam diri mahasiswa dan rasa ketertarikan pada bidang atau hal tertentu dan rasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Mahasiswa yang berminat terhadap jurusan yang dipilihnya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak berminat terhadap jurusan tersebut. Sedangkan kondisi fisik menunjuk pada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani, dan keadaan alat-alat indra. Kondisi fisik juga mempengaruhi prestasi. Keadaan kesehatan yang prima menciptakan kondisi fisik yang menunjang dalam belajar sehingga prestasi belajar yang dicapai mahasiswa tinggi. Sedangkan keadaan kesehatan yang terus-menerus terganggu menciptakan kondisi fisik yang menghambat kegiatan belajar sehingga prestasi belajar yang dicapai mahasiswa rendah. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi proses belajar adalah kemandirian. Menurut Steinberg (2002), salah satu tugas perkembangan yang utama pada masa remaja adalah mencapai kemandirian. Demikian juga pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos, pencapaian kemandirian merupakan hal yang penting karena mereka mengalami masa harus berpisah dengan orang tuanya, sehingga mereka harus mampu untuk menjalani dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, dengan perkataan lain mereka harus mandiri. Kemandirian merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan mahasiswa karena kemandirian merupakan salah

13 satu tugas dari tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja sebagai persiapan untuk melangkah ke masa dewasa. Steinberg (2002) membedakan kemandirian ke dalam tiga aspek. Aspek pertama, kemandirian secara emosi (emotional autonomy). Emotional Autonomy terdiri atas empat bagian. Bagian pertama adalah de-idealized, yakni mahasiswa dapat mengubah pandangan idealnya terhadap orang tua. Bagian kedua adalah see their parents as people, yakni mahasiswa melihat orang tua mereka sebagai individu biasa yang dapat memiliki sikap berbeda dengan orang lain. Bagian ketiga adalah nondependency, yakni mahasiswa lebih bersandar pada kemampuannya sendiri, daripada membutuhkan bantuan orang tua. Bagian keempat adalah individuated, yakni mahasiswa merasa terlepas dan membentuk area pribadi dalam hubungannya dengan orang tua mereka. Mahasiswa yang memiliki Emotional Autonomy tinggi mengalami proses belajar, seperti menentukan pendapatnya sendiri mengenai masa depan yang berkaitan dengan bidang akademik tanpa selalu meminta pendapat kepada orang tua karena belum tentu pendapat orang tua mereka selalu benar, memahami keterbatasan yang dimiliki orang tua dan kekeliruan orang tua dalam mengambil keputusan berkaitan dengan pendidikan mereka, menyelesaikan sendiri masalahmasalah yang berkaitan dengan perkuliahan tanpa terlebih dahulu meminta bantuan kepada orang tua, menentukan ada hal-hal yang tidak perlu diketahui oleh orang tua mengenai kegiatan pendidikan sehari-hari, maka mahasiswa dapat memodifikasi relasi mereka dengan orang tua sementara ikatan emosi mereka tidak terputus. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki Emotional Autonomy rendah

14 mengalami proses belajar, seperti kurangnya kemampuan dalam menentukan pendapatnya sendiri, kurang memahami keterbatasan yang dimiliki orang tua, kurang mampu menyelesaikan sendiri permasalahannya, kurang mampu menentukan hal-hal yang tidak perlu diketahui oleh orang tua. Aspek kedua adalah kemandirian dalam perilaku (behavioral autonomy). Behavioral autonomy terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama adalah perubahan dalam kemampuan mengambil keputusan (changes in decision-making abilities), yakni mahasiswa menjadi lebih baik dalam berpikir hipotetis, sehingga dapat mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang yang mungkin terjadi atas pilihan yang dibuatnya, sampai pada akhirnya mereka menjadi lebih mampu untuk bertindak secara mandiri. Bagian kedua adalah perubahan dalam konformitas dan kerentanan terhadap pengaruh orang lain (changes in susceptibility to influence), yakni mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, sehingga pendapat dan saran bisa diperoleh selain dari orang tua, seperti peer (teman sebaya) dan orang dewasa lainnya. Bagian ketiga adalah perubahan kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan (changes in feelings of self-reliance), yakni perubahan dalam kepercayaan diri berfokus pada penilaian mahasiswa mengenai dirinya, yaitu sejauh mana kemandirian dan kemampuan mereka dalam mengambil keputusan. Mahasiswa yang memiliki Behavioral Autonomy tinggi mengalami proses belajar, seperti mengambil keputusan untuk belajar lebih giat apabila ada materi perkuliahan yang kurang dimengerti, menentukan sendiri bidang studi di perguruan tinggi tanpa tergantung dari pengaruh teman-teman ataupun orang tua,

15 menyelesaikan sendiri tugas-tugas perkuliahan meskipun tugas-tugas tersebut tergolong sulit, maka mahasiswa dapat mengambil keputusan secara bebas dan melaksanakan keputusannya. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki Behavioral Autonomy rendah mengalami proses belajar, seperti kurang mampu mengambil keputusan berkaitan dengan kegiatan belajar, kurang mampu menentukan bidang studi di perguruan tinggi, kurang mampu menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan, maka mahasiswa kurang dapat mengambil keputusan secara bebas. Aspek yang terakhir adalah kemandirian nilai (value autonomy). Ada tiga bagian yang mendasari perkembangan value autonomy pada mahasiswa. Bagian pertama adalah become increasingly abstract in the way they think about these sorts of issues, mahasiswa menjadi lebih abstrak dalam cara berpikir tentang segala hal. Bagian kedua adalah beliefs become increasingly rooted in general principles that have an ideological basis, mahasiswa memiliki kepercayaan yang berakar pada prinsip-prinsip umum yang mempunyai dasar ideologi. Bagian ketiga adalah beliefs become increasingly founded in the young person s own values, mahasiswa memiliki kepercayaan untuk menggunakan nilai-nilai dalam dirinya tanpa tergantung pada sistem nilai yang ditentukan oleh orang tua atau figur otoritas lain. Mahasiswa yang memiliki Value Autonomy tinggi mengalami proses belajar, seperti dapat berpikir bahwa mereka akan berhasil dalam bidang akademik apabila lebih rajin belajar, menentukan untuk tidak mencontek dan mengerjakan sesuai dengan kemampuan meskipun teman-teman mereka mencontek pada saat kuis atau ujian, mempertahankan pendapat yang mereka

16 yakini benar mengenai perkuliahan meskipun orang tua tidak sependapat, maka mahasiswa dapat menggunakan prinsip-prinsip yang dimiliki dalam mengambil keputusan. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki Value Autonomy rendah mengalami proses belajar, seperti kurang dapat berpikir mengenai keberhasilan dalam bidang akademik, mengikuti teman-teman yang mencontek pada saat kuis atau ujian, kurang dapat mempertahankan pendapat sendiri, maka mahasiswa kurang dapat menggunakan prinsip-prinsip yang dimiliki dalam mengambil keputusan. Untuk lebih jelas mengenai dinamika kerangka pikir dapat dilihat pada skema berikut :

17 Faktor Internal : - Inteligensi - Motivasi Belajar - Perasaan - Sikap - Minat - Kondisi Fisik Kemandirian Mahasiswa Fakultas Psikologi Emotional Autonomy Proses Prestasi yang Kos Behavioral Autonomy Belajar Akademik Value Autonomy Faktor Eksternal : - Lingkungan Keluarga - Lingkungan Pendidikan Bagan I Skema Kerangka Pikir

18 Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa : Mahasiswa memiliki taraf kemandirian yang berbeda-beda Mahasiswa memiliki taraf prestasi akademik yang berbeda-beda Kemandirian memiliki kaitan dengan proses belajar 1.6 Hipotesis Penelitian Terdapat hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2003 Perguruan Tinggi X yang kos di Bandung.