-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan Kehutanan haruslah berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Keberadaan hutan berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak. Sebagai modal kehidupan, hutan harus memberi manfaat nyata bagi penghidupan dan kemakmuran, baik manfaat ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam pemanfaatan hutan ini harus disadari bahwa hutan juga memiliki batas-batas kerentanan daya dukung tertentu. Dalam kedudukannya sebagai sistem penyangga kehidupan, hutan harus dipertahankan dan dijaga daya dukungnya. Keberlanjutan manfaat pembangunan sektor-sektor lain di luar kehutanan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh daya dukung sistem penyangga kehidupan ini. Oleh karena itu maka hutan harus dikelola secara seimbang dan dinamis untuk jangka panjang, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Aceh memiliki kekhususan yang berbeda dibandingkan dengan daerahdaerah lain di Indonesia, terutama dalam hal kewenangan mengurus urusan pemerintahan. Kewenangan Pemerintah Aceh sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh meliputi urusan yang bersiafat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama. Khusus menyangkut urusan pemerintahan yang bersifat nasional, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 sudah memuat secara terperinci urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh, selebihnya adalah urusan Pemerintah Aceh. Dengan demikian Qanun ini merupakan aturan pelaksanaan dari urusan pemerintahan di bidang Kehutanan yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh. Sumberdaya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku indurti, sumber pendapatan, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan
-2- kerja. Selama belum ada barang substitusi yang bisa menggantikan hasil hutan, kebutuhan akan hasil hutan akan berkorelasi positif dengan pertambahan penduduk dan kenaikan tingkat kesejahteraan. Kenyataan ini bisa menjadi peluang untuk mengembangkan produk-produk dari hutan, tetapi juga bisa menjadi tantangan bagi kelestarian hutan. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapatkan nilai tambah serta membuka peluang kerja dan kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Supaya keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannya tetap terjaga, maka pengaturan, pembinaan, pengembangan dan pengawasan terhadap industri pengolahan hasil hutan menjadi sangat penting. Untuk menjamin penyelenggaraan kegiatan pengelolaan hutan dan usaha pemanfaatan hutan berlangsung secara benar, maka pengawasan dan evaluasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh serta penegakan hukum harus menjadi jaminan kepastian usaha. Untuk itu maka kompetensi sumberdaya manusia dan kemandirian kelembagaan Kehutanan sangat penting untuk senantiasa ditingkatkan baik melalui penyediaan sarana dan prasarana maupun penganggaran yang memadai. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan profesionalitas adalah penyelenggaraan kehutanan dilakukan dengan didasarkan pada keahlian dan keilmuan kehutanan. Huruf b Yang dimaksud dengan manfaat dan berkelanjutan adalah penyelenggaraan kehutanan harus memberi manfaat optimal bagi kehidupan dan pembangunan secara terus-menerus.
-3- Huruf c Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah penyelenggaraan kehutanan dilakukan dengan membuka ruang bagi penyampaian aspirasi dari berbagai pihak. Huruf d Yang dimaksud dengan keadilan adalah penyelenggaraan kehutanan dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan unsur lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Huruf e Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah penyelenggaran kehutanan dilakukan sesuai dengan norma, standar dan prosedur yang berlaku. Pasal 3 Yang dimaksud dengan manfaat yang optimal dan serbaguna secara lestari adalah bahwa hutan harus dikelola sesuai dengan fungsinya sehingga dapat memberi manfaat bagi sebesar-besar kemakmuran secara berkelanjutan. Pasal 4 Yang dimaksud dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah semua hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 12. Pemanfaatan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara yang belum diatur dalam Qanun ini dan peraturan perundang-undangan yang lain, dapat diatur oleh gubernur sesuai dengan kewenangannya. Pengertian dikuasai oleh negara bukan berarti dimiliki, melainkan suatu amanah untuik melakukan kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenang dalam hukum publik yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2). Ayat (3)
-4- Ayat (4) Pasal 5 Pasal 6 Yang dimaksud dengan fungsi pokok kawasan hutan adalah fungsi utama yang diemban kawasan itu. Pengertian Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas tertentu yang ditetapkan mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Pasal 7 Yang dimaksud dengan perubahan peruntukan Kawasan Hutan adalah perubahan status dari Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan fungsi adalah perubahan fungsi pokok Kawasan Hutan tertentu menjadi fungsi pokok Kawasan Hutan yang lain, misalnya dari Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi, dan sebagainya. Yang dimaksud berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, tata air serta
-5- berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat untuk kehidupan generasi sekarang dan yang akan datang. Pasal 8 Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah penggunaan Kawasan Hutan untuk keperluan yang tidak bersifat permanen tanpa merubah status dan fungsi pokok kawasannya. Pasal 9 Yang dimaksud dengan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang. Luas Hutan Kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13
-6- Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Yang dimaksud dengan arahan fungsi hutan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh adalah fungsi pokok hutan yang sudah ditetapkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23
-7- Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Yang dimaksud dengan pemanfaatan secara lestari adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan memenuhi syarat dan prinsipprinsip usaha berkelanjutan. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33
-8- Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48
-9- Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Pasal 58 Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62
-10- Pasal 63 Yang dimaksud dengan zona atau blok tertentu adalah zona atau blok yang tidak terlarang untuk melakukan kegiatan pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan. Pasal 64 Yang dimaksud dengan pemungutan hasil hutan adalah kegiatan memungut hasil hutan berupa kayu atau bukan kayu melalui pengambilan dan pengangkutan yang dilakukan secara manual dalam volume dan waktu tertentu. Pasal 65 Pasal 66 Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 Pasal 70 Pasal 71 Pasal 72
-11- Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75 Pasal 76 Pasal 77 Pasal 78 Pasal 79 Pasal 80 Pasal 81 Pasal 82 Pasal 83 Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Pasal 87
-12- Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90 Pasal 91 Pasal 92 Pasal 93 Pasal 94 Pasal 95 Pasal 96 Pasal 97 Pasal 98 Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102
-13- Pasal 103 Pasal 104 Pasal 105 Pasal 106 Pasal 107 Pasal 108 Pasal 109 Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112 Pasal 113 Pasal 114 Pasal 115
-14- Pasal 116 Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kaut dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika secara nyata memenuhi unsur: a. masyarakatnya masih dalam bentuk komunal atau paguyuban (rechtsgemeenschap}; b. ada kelembagaan dalam bentuk pranata pemerintahan adat; c. norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. ada pranata hukum adat dan peradilan adat yang masih ditaati; e. ada wilayah hukum adat yang jelas dan dikuasai secara komunal; f. masih mengandalkan pemungutan hasil hutan di wilayahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari; dan g. ditetapkan pengakuannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 117 Pasal 118 Pasal 119 Pasal 120
-15- Pasal 121 Pasal 122 Pasal 123 Pasal 124 Pasal 125 Pasal 126 Pasal 127 Pasal 128 Pasal 129 Pasal 130 Pasal 131 Pasal 132 Pasal 133 Pasal 134 Pasal 135
-16- Pasal 136 Pasal 137 Pasal 138 Pasal 139 Pasal 140 Pasal 141 Pasal 142 Pasal 143 Pasal 144 Pasal 145 Pasal 146 Pasal 147 Pasal 148 Pasal 149 Pasal 150
-17- Pasal 151 Pasal 152 Pasal 153 Pasal 154 Pasal 155 Pasal 156 Pasal 157 TAMBAHAN LEMBARAN ACEH NOMOR...