BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjamin, melindungi dan menjaga kemaslahatan kemaslahatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENUTUP. hukum, baik itu dari bahan hukum Islam dan bahan-bahan hukum Positif. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

BAB IV. Islam juga berlaku bagi tindak pidana yang dilakukan oleh penduduk da>r alsala>m

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKALAN NO.236/PID.B/2014/PN.BKL TENTANG PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI HUKUM TENTANG KEJAHATAN TERHDAP ASAL-USUL PERNIKHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB II PEMIDANAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan perundang-undangan.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. politik, sosial, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahanan tersebut kerap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ISLAM. Hukum pidana adalah sistem aturan yang mengatur semua perbuatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PENENTUAN HAPUSNYA PENUNTUTAN PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV. Sehingga, tidak bisa disamakan dengan sistem-sistem lainnya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB V PENUTUP. sebelumnya, serta arahan dari pembimbing maka dalam bab ini penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. itu tersebut sebagai narapidana ke dalam Lembaga Permasyarakatan, tugas negara

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB IV ANALISIS KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 9 TAHUN 2004 DALAM PANDANGAN FIQH SIYASAH

KAIDAH FIQH. Sama saja antara orang yang merusak milik orang lain baik dengan sengaja, tidak tahu, ataupun lupa

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas baik jasmaniah

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehariannya. Dalam al-qur an dan al-hadist telah menjelaskan bahwa Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakikatnya ketika dilahirkan telah melekat

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara,

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PERJUDIAN TOGEL MELALUI MEDIA INTERNET

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan dan keserasian antara aspek-aspek material dan spiritual. Untuk

KAIDAH FIQH. Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

BAB IV ANALISA HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN PENGGANDAAN UANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

BAB II MENURUT FIKIH JINAYAH

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

A. Analisis Tentang Fenomena Pemasangan Identitas KH. Abdurraman Wahid (Gus Dur) pada Alat Peraga Kampanye PKB di Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim

BAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambaran Peristiwa Tindak Pidana Pencurian Oleh Penderita

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

Negeri Gresik Nomor 04/Pen Pid Sus Anak/2014/PN Gsk. sebelum memutuskan suatu perkara.

Ma had Tarbawi Al-Hurriyyah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Islam, hadis menempati posisi kedua setelah al-qur an sebagai

Kaidah Fiqh PADA DASARNYA IBADAH ITU TERLARANG, SEDANGKAN ADAT ITU DIBOLEHKAN. Publication: 1434 H_2013 M

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. diantara ajaran tersebut adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Allah swt Berfirman. dalam surat Al-Mujadallah ayat 11.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian dan kemampuan menuju kedewasaan serta pembentukan manusia

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Definisi Operasional. membudayakan manusia. Melalui pendidikan segala potensi sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat ialah tentang kejahatan. Kejahatan adalah suatu

Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan

Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Untuk menjamin, melindungi dan menjaga kemaslahatan kemaslahatan hidup manusia, Islam menetapkan sejumlah aturan, baik berupa perintah atau larangan yang bersifat mengikat bagi semua umatnya. Dalam hal-hal tertentu, aturan-aturan tersebut disertai dengan ancaman hukuman duniawi (disamping tentunya hukum ukhrawi) manakala dilanggar. Perangkat aturan ini disebut hukum Islam. 1 Ajaran agama Islam senantiasa memberikan berbagai acuan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal aspek perbuatan yang mengandung unsur sanksi bagi pelaku yang melanggarnya. Dalam hukum Islam, tindak pidana dinamakan jarimah, yang didefinisikan oleh Imam Al-Mawardi sebagai berikut: م ظ و ر ات ش ر ع ي ة ز ج ر اهلل ع ن ه ا ب د ا و ت ع ز ي ر. 1 Jamal D. Rahman., (et.al.), Wacana Baru Fiqih Sosial 70 Tahun K.H.Ali Yafie, (Bandung: Mizan, 1997), cet. ke-1, h. 9. 1

2 Segala larangan syara (melakukan hal-hal yang dilakukan dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta zir. Penerapan sanksi harus dilakukan secara adil sesuai dengan petunjuk Allah swt. yang disebutkan yang disebutkan dalam firman-nya yang berbunyi: إ ن آ أ ن ز ل ن ا إ ل ي ك ٱل ك ت اب ب ٱ ل ق ل ت ح ك م ب ي ٱلن اس ب آ أ ر اك ٱلل ه و ال ت ك ن ل ل خ آئ ن ي ص ي ي ا ٥٠١ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karna (membela) orang-orang yang khianat. 2 (QS An-Nisa : 4/105) Maka dari itulah dalam agama Islam, orang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu perbuatan yang melanggar, harus dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Sanksi yang dijatuhkan itu bukan dimaksudkan membalas kesalahan pelaku semata. Tujuan lainnya adalah untuk menjerakan dan mencegah pelaku dari melakukan kesalahan dilain waktu (prevensi khusus). Di samping juga memberi pelajaran dan mencegah masyarakat agar jangan sampai melakukan perbuatan 2 Departemen Agama RI., Al-Qur an dan Terjemahnya Juz 1-30, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), h. 139.

3 serupa. Melihat betapa sanksi yang dikenakan kepada orang yang telah melanggaran peraturan (prevensi umum). 3 Hukum pidana Islam juga mengenal adanya penghapusan pertanggungan pidana, yaitu karena hal-hal yang bertalian dengan perbuatan itu sendiri atau karena hal-hal yang berkaitan dengan diri pelaku. Yakni adanya suatu pada perbuatan yang menyebabkan perbuatan itu menjadi boleh dan adanya suatu sifat pada diri pelaku sehingga sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Pada kedua hal ini pelaku tidak dapat dibebani dengan pertanggungan jawaban pidana dan tidak ada keputusan hakim. 4 Disamping itu ada keadaan-keadaan tertentu yang mengakibatkan hukumanhukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim tidak dapat dilaksanakan lagi, sekalipun perbuatan tersebut sebenarnya dilarang. Adapun sebab-sebab yang dimaksud adalah meninggalnya pelaku, hilangnya anggota yang dikenai qishash, perdamaian perdamaian pada jarimah qishash-diyat, pengampunan pada jarimah qishash, diyat dan ta zir, diwarisi qishash dan daluarsa. Dalam hukum pidana Islam, tindak pidana terbagi menjadi tiga macam, yaitu pidana hudud, pidana qishas diyat dan pidana ta zir, kaitannya dengan pengampunan hukuman, pembagian ini berfungsi untuk memisahkan pidana yang tidak mengenal pengampunan dan pidana yang bisa diampunkan. Untuk pidana 3 M. Abdul Kholik, Prospek Hukum Islam Dalam Pembaharuan Hukum Nasional, Jurnal Umum IV, (8 Mei 1997), h. 107. 209. 4 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), h.

4 hudud, hukum Islam telah menentukan bahwa salah satu kewajiban penguasa negara atau khususnya kepala negara menurut Imam al-mawardi sebagaimana dikutip oleh Hasbie As Shiddiqie, adalah menegakkan hukum-hukum Allah swt. agar orang tidak berani melanggar hukum-hukum Allah swt. yang batas-batasnya telah Allah tetapkan dan menjaga hak-hak hamba-nya dari kebinasaan dan kerusakan. 5 Oleh karena itu hukuman ini tidak bisa diampunkan oleh penguasa negara, di samping karena hukuman had ini adalah murni hal Allah swt. Telah ditegaskan bahwa pidana hudud tidak mengenal pengampunan oleh korban atau penguasa negara. Hukum pidana Islam juga mengenal adanya penghapusan pertanggungjawaban pidana, yaitu karena hal-hal yang bertalian dengan perbuatannya itu sendiri atau karena hal-hal yang bertalian dengan diri pelaku. Yakni adanya suatu keadaan pada perbuatan yang itu menjadi boleh dan adanya suatu sifat pada diri pelakukan sehingga ia tidak dapat dijatuhi hukuman. Pada kedua hal ini pelaku tidak dapat dibebani dengan pertanggungjawaban pidana dan tidak ada keputusan hakim. Islam mengajarkan bahwa perkara hudūd yang telah sampai kepada yang berwenang tidak boleh lagi diampuni. Dalam kitab Al-Muwaṭṭa, Imam Malik menceritakan bahwa sekelompok orang telah menangkap seorang pencuri untuk dihadapkan kepada Khalifah Usman, namun di tengah jalan mereka bertemu dengan Zubair yang kemudian memberikan syafa at kepada pencuri tersebut. 5 TM Hasbie ash Shiddiqie, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1969), h. 110.

5 Awalnya mereka menolak dan meminta Zubair untuk melakukannya di hadapan Usman, namun Zubair mengatakan bahwa apabila sebuah masalah hudud telah sampai kepada penguasa, Allah melaknat orang yang memberi dan meminta ampunan. 6 Dalam pidana qishash-diyat, Allah swt. telah mengatur bahwa korban atau walinya punya hak untuk menuntut atau mengampuni. Allah swt. berfirman di dalam al-qur an: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. 7 (QS. Al-Baqarah: 178). Dalam hal ini, Allah swt. telah memberikan wewenang kepada ahli waris terbunuh, tetapi tidak boleh melampaui batas dalam melaksanakan pembalasan darah tersebut. Yang dimaksud wewenang di sini adalah justifikasi untuk menuntut qishash. Dari sinilah timbul suatu prinsip hukum Islam bahwa dalam hal pembunuhan di mana pelaku pembalas bukanlah negara melainkan ahli waris dari 6 Imam Malik, Al-Muwata Kitab Hudud Bab Tarku Al Afwa Fi Qta i As Sariq Iza Rafi a As Sultan, (t.t.: Dar al Hayyi al arabi, 1951), h. 484. 7 Departemen Agama RI., Al-Qur an dan Terjemahnya Juz 1-30, (Jakarta: Departemen Agama, 1984), h. 43.

6 orang yang terbunuh, oleh karena itu negara sendiri tidak berhak untuk memberikan ampunan. Akan tetapi jika korban tidak cakap di bawah umur atau gila sedang ia tidak punya wali, maka kepala negara bisa menjadi walinya dan bisa memberikan pengampunan. Jadi kedudukannya sebagai wali Allah swt. yang memungkinkan dia mengampuni, bukan kedudukannya sebagai penguasa negara. Untuk pidana ta zir sendiri para fuqaha berbeda pendapat, apakah penguasa negara bisa memberikan pengampunan terhadap semua macam pidana ataukah hanya sebagian saja. Menurut sebagian fuqaha, pada pidana hudud dan qishash yang tidak lengkap, yaitu yang hanya dikenakan hukuman ta zir, tidak boleh diampunkan, sedangkan menurut fuqaha lain, semua macam pidana ta zir bisa diampunkan, jika bisa mewujudkan kemaslahatan. 8 Sedangkan dalam masalah pidana ta zir, hukum Islam mengatur bahwa penguasa diberi hak untuk membebaskan pembuat dari hukuman dengan syarat tidak mengganggu korban. Korban juga bisa memberikan pengampunan dalam batas-batas yang berhubungan dengan hak pribadinya. Namun karena pidana ini menyinggung hak masyarakat, hak pengampunan yang diberikan oleh korban tidak menghapuskan hukuman sama sekali, hanya sebatas meringankan. Jadi dalam pidana ta zir, penguasalah yang berhak menentukan hukuman dengan pertimbangan kemaslahatan. 8 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), h. 260.

7 Hukum Islam tidaklah mutlak melarang pemaafan hukuman atau grasi oleh Presiden. Grasi diperbolehkan dalam batas-batas yang sangat sempit dan demi pertimbangan kemaslahatan masyarakat. Hanya hukuman-hukuman yang ringan yang tidak membahayakan kepentingan umumlah yang boleh diampuni oleh kepala negara. Dan untuk pidana pembunuhan tidaklah ada hak kepala negara untuk mengampuni hukuman. Grasi adalah anugerah, dan dalam terminologi hukum, grasi diartikan sebagai keringanan hukuman yang diberikan kepala negara kepada terhukum setelah mendapat keputusan hakim atau pengampunan secara individual. 9 Grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana oleh Presiden. Menurut penjelasan UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi, pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis dan tidak terkait dengan penilaian putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif Presiden untuk memberikan ampunan. Selanjutnya dijelaskan bahwa kendati pemberian grasi dapat merubah, meringankan, mengurangi atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana. 10 Grasi yang diatur dalam UU Nomor 3 tahun 1950 tentang Grasi, grasi tidak menghilangkan putusan hakim yang bersangkutan, tetapi pelaksanaannya 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ketiga, h. 371.

8 dihapuskan atau dikurangi. Oleh karena itu, grasi dapat berupa (a) tidak mengeksekusi seluruhnya, (b) hanya mengeksekusi sebagian, (c) mengganti jenis pidananya/komutasinya. 11 Ketentuan grasi sebenarnya bukan merupakan upaya hukum, karena grasi adalah wewenang Kepala Negara untuk memberikan ampun kepada warganya yang dijatuhi pidana. Grasi merupakan hak prerogatif presiden dan tercantum di dalam UUD 1945. Pasal 14 UUD 1945 menentukan: presiden memberi grasi, abolisi, dan rehabilitasi. 12 Karena bukan merupakan upaya hukum ketentuan grasi tidak terdapat baik di dalam KUHAP, UU pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 48 tahun 2009) maupun di dalam UU Mahkamah Agung (UU No. 5 tahun 2004), tetapi diatur di dalam perundangan-undang tersendiri, UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi Dan UU No. 5 tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 22 Tahun 2002. Dengan adanya UU No. 22 tahun 2002 Tentang Grasi, kesempatan mendapatkan pengampunan dari presiden atau grasi dibatasi, batasannya adalah lama hukuman dan hukuman mati. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang grasi menyebutkan bahwa putusan pidana yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, penjara seumur hidup dan penjara paling rendah 2 tahun. Dengan ini terlihat 11 Ahmad Bahiej, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 49. h.134. 12 Hamzah & Irdan Dahlan, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana. (Jakarta: 1987),

9 bahwa yang berhak mendapatkan grasi adalah pidana-pidana berat, yang dalam prakteknya justru menghambat jalannya eksekusi, apalagi bagi terpidana mati, banyak terpidana mati yang terkatung-katung nasibnya hanya karena menunggu grasi dari Presiden. Grasi dikenal dalam seluruh sistem hukum diseluruh dunia. Sebagaimana diketahui, grasi diberikan oleh presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara. Maka meskipun ada nasehat atau pertimbangan dari Mahkamah Agung, grasi oleh presiden pada dasarnya adalah bukan suatu tindakan hukum, melainkan suatu tindakan non hukum berdasarkan hak prerogratif seorang kepala negara. Dengan demikian grasi bersifat pengampunan berupa mengurangi pidana (starfvermiderend) atau memperingan pidana atau penghapusan pelaksanaan pidana yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Jadi grasi (dalam bahasa latin Gratia ) adalah semacam anugerah (di Belgia disebut Genade ) dari Kepala Negara dalam rangka memperingan atau membebaskan pidana si terhukum. Namun juga grasi itu bisa ditolak oleh presiden. Undang-Undang tidak menentukan pertimbangan seperti apa yang harus digunakan Presiden untuk memberikan grasi, Undang-Undang hanya menyebutkan bahwa Presiden memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung, yang menjadi pasti dengan adanya UU No. 22 tahun 2002 adalah pembatasan terhadap hukuman yang dapat diajukan grasi. Pembahasan mengenai grasi memang tidak biasa dibicarakan karena kebanyakan orang menganggap kewenangan presiden ini tidak ada masalah.

10 Dalam buku-buku mengenai hukum pidana, masalah ini juga tidak memiliki banyak tempat, karena grasi ini bukan merupakan bentuk upaya hukum, hanya terkadang disinggung dalam bab pelaksanaan hukuman, khususnya hukuman mati yang prosedurnya harus melalui pengajuan grasi, selain itu dalam bab-bab lain persoalan ini sama sekali tidak disinggung. Berangkat dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka terlihat jelas persamaaan dan perbedaaan antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif tentang bagaimana bentuk peniadaan hukuman, terhadap pelaku pidana. Oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk menggali lebih terperinci dan mendalam sebab-sebab terjadinya pengampunan atau grasi dalam hukum pidana islam dan hukum positif yang dengan judul: Grasi Sebagai Sebab Pengampunan Pidana (Tinjauan Hukum Pidana Islam Dan Hukum Positif ) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana persamaan dan perbedaaan antara hukum pidana Islam dan hukum positif tentang grasi? 2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam dan hukum positif tentang pengaturan penerapan grasi?

11 C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaaan antara hukum pidana Islam dan hukum positif tentang grasi. 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam dan hukum positif tentang pengaturan penerapan grasi. D. Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan yaitu: 1. Bahan informasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum. 2. Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan menambah khazanah ilmu pengetahuan para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, tentang grasi sebagai sebab pengampunan pidana (tinjauan hukum pidana Islam dan hukum positif ). 3. Sebagai bahan referensi bagi mereka yang ingin melakukan penelitian serupa dengan obyek yang lain tentang grasi sebagai sebab pengampunan pidana (tinjauan hukum pidana Islam dan hukum positif ).

12 E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu mendefinisikan istilah-istilah yang berkenaan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. 13 Grasi adalah anugerah, dan dalam terminologi hukum, grasi diartikan sebagai keringanan hukuman yang diberikan kepala negara kepada terhukum setelah mendapat keputusan hakim atau pengampunan secara individual. 14 Yang penulis maksudkan tentang grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana oleh presiden. 2. Pidana adalah suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. 15 Yang penulis maksudkan dalam hal ini hanya ranah sanksi saja. 3. Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisa, dan penyajian data yang 13 UU No. 20 tahun 2002 Pasal 1. 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ketiga, h. 371. 15 http:/ pengertian-pidana-menurut-para-ahli.html./, diakses pada hari Selasa, tanggal 21 januari 2014.

13 dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. 16 Yang penulis maksudkan tentang tinjauan adalah pandangan tentang pidana Islam dan hukum positif terhadap grasi. 4. Hukum pidana Islam adalah larangan-larangan syara yang di ancam oleh Allah swt. dengan hukuman had dan ta zir dimana hukum tersebut berdasarkan Al-qur an dan sunnah. 17 Yang penulis maksudkan pandangan atau pendapat hukum Islam terhadap grasi sebagai pengampunan pidana yang bersumber dari al-qur an, hadis, dan pendapat para ulama tentang grasi. 5. Hukum positif adalah peraturan yang berlaku pada waktu sekarang ini untuk orang yang tertentu dan di daerah yang tertentu pula. 18 Yang dimaksud penulis di sini adalah pengaturan tentang grasi yang sedang berlaku di Indonesia sebagai pengampunan pidana yang bersumber dari undang-undang tentang grasi. F. Metode Penelitian 1. Jenis Dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu dengan mengkaji dan menelaah bahan literatur, yang dijadikan subyek atau bahan hukum yang ada 16 http:/ perbedaan-mekanisme-proses-tinjauan-analisis-dan-evaluasi/, diakses pada hari Selasa, tanggal 21 Januari 2014. 17 Rahmat Hakim, Hukum Pidana islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 12. 18 J.C.T.Simongkir, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 61.

14 kaitannya dengan grasi sebagai sebab pengampunan pidana (tinjauan hukum pidana islam dan hukum positif ), yang bersifat studi komparatif. 2. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini mengenai grasi sebagai sebab pengampunan pidana (tinjauan hukum pidana islam dan hukum positif). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dibagi 3 bagian, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer terdiri dari : 1) Al-Qur an Surah Al-Baqarah: 178, Al-A raf: 199, dan An-Nisa: 85. 2) Hadits Sunan Abu Daud dan Ad-Daruquthni 3) UUD 1945 Pasal 14 4) Undang - undang No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi 5) Undang - undang grasi No. 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder adalah 1) Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana oleh Hamzah dan Irdan Dahlan 2) Ilmu Kenegaraan Dalam Fiqih Islam oleh TM. Hasbie Ash-Shiddiqie

15 3) Fiqh Islam Wa Adillatuhu oleh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili 4) Hukum Pidana oleh Ahmad Bahiej 5) Hukum Pidana Islam Asas-Asas Hukum Pidana Islam oleh Ahmad Hanafi 6) Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq 7) Kekuasaan Presiden Dalam UUD 1945 Sangat Besar oleh M. Ridhwan Indra dan Satya Arinanto. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier ialah terdiri dari: 1) Kamus Hukum 2) Kamus Besar Bahasa Indonesia 3) Ensiklopedia Islam 4) Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia 5) Terminologi Hukum pidana 6) Internet 3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi literature, yaitu dengan mengkaji, mempelajari, dan meneliti bahan-bahan kepustakaan yang menjadi sumber data dan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.

16 4. Analisi Bahan Hukum Data yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk uraian-uraian secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah memahami penelitian ini agar sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu dijabarkan melalui sistematika penulisan sebagai berikut: Pada bab I adalah bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang yang menjadi dasar permasalahan. Agar permasalahan yang timbul menjadi jelas, maka pembahasan selanjutnya adalah rumusan masalah. Untuk memperoleh data-data yang dapat diolah untuk dianalisis dalam rangka menjawab permasalahan, maka pembahasan selanjutnya adalah uraian mengenai penelitian yang dituju. Setelah itu uraikan pula tentang definisi operasional yang menyangkut pengertian-pengertian, dilanjutkan dengan metode penelitian. Kemudian yang terakhir adalah tentang sistematika penulisan. Kemudian bab II berisi tentang beberapa pengertian grasi, dasar hukum grasi, kewenangan pemberian grasi dalam pidana Islam dan hukum Islam. Pada bab III Merupakan analisis perbandingan tentang grasi sebagai grasi sebagai sebab pengampunan pidana, Persamaan dan perbedaan hukum pidana Islam dan hukum positif tentang grasi.

Dan diakhir bab IV adalah penutup, berisikan simpulan dan saran. 17