BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. An eye for an eye, and a tooth for a tooth. Jika seseorang menghilangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

Lampiran Draff wawancara dengan Dosen Ilmu Pemerintahan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara. Pada dasarnya hukuman yang ditentukan dalam setiap tindak pidana yang akhirnya ingin mencapai tujuan hukum yang sebenarnya. Dalam arti, esensi memaksa hukum berdasar pada tiga aspek tujuan yaitu:, keadilan hukum, kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. Menurut Hart dalam Ruman(2012 :348, Vol 3 No 2 ) Prinsip umum keadilan dalam kaitannya dengan hukum menuntut bahwa para individu di hadapan yang lainnya berhak atas kedudukan relatif berupa kesetaraan atau ketidaksetaraan tertentu. Kaidah pokok yang berkaitan dengan prinsip tersebut di atas adalah perlakukan hal-hal serupa dengan cara yang serupa ; kendatipun kita perlu menambahkan padanya dan perlakukanlah hal-hal yang berbeda dengan cara yang berbeda. Selanjutnya menurut Kaelan (2013:594-595) sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan UUD 1945, jelas bahwa negara hukum yang dimaksud yang berarti negara bukan hanya sebagai polisi lalulintas atau penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan menindak ada pelanggar hukum. Pengertian negara hukum dalam arti formal baik dalam arti forma yang melindungi seluruh warga dan seluruh tumpah darah, juga dalam pengertian negara hukum material, yaitu negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kecerdasan seluruh warganya. Kemanfaatan hukum sangat berkorelasi dengan tujuan pemidanaan terutama sebagai prevensi khusus agar terdakwa tidak mengulangi kembali melakukan perbuatan melawan hukum, dan prevensi umum setiap orang berhatihati untuk tidak melanggar hukum karena akan dikenakan sanksinya. Oleh karena itu putusan hakim harus memberi manfaat bagi dunia peradilan, masyarakat umum dan perkembangan ilmu pengetahuan. 1

2 Berdasarkan tujuan kemanfaatan hukum bahwa hukum menghendaki adanya perlindunga terhadap kepentingan umum. Dengan demikian adanya keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum menjadikan hukum mencapai kemanfaatan terhadap kepentingan umum. Yusra Dhoni (2006 : 71-72, Vol 3 No 2) Kepastian hukum digambarkan adanya kesesuaian antara apa yang diatur dengan kompensasi jika ada pelanggaran terhadap aturan tersebut. Kepastian hukum berbicara mengenai keadilan dan moral. Selain itu berbicara kepastian hukum, pasti berbicara dengan penegakan hukum, serta siapa yang memberi kepastian hukum itu sendiri. Berdasarkan tujuan hukum tersebut maka kepastian hukum mewujudkan adanya penegakan hukum yang semestinya. Penegakan hukum menjadi solusi untuk menerapkan kemaslahatan terhadap pelaku tindak pidana bagi orang lain, dengan kata lain hukum menjamin adanya penegakan hukum yang pasti bagi para pelakunya. Dari adanya kepastian hukum ini maka lahirlah hukum positif yaitu hukum yang sedang berlaku atau sedang berjalan pada suatu negara. Dengan berlakunya hukum positif di Indonesia melahirkan berbagai bentuk hukum, yang salah satunya adalah pidana mati. Pidana mati merupakan hukuman yang terberat dari jenis-jenis ancaman hukuman yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bab 2 pasal 10, karena pidana mati adalah hukuman yang dilaksanakan dengan merampas jiwa seseorang yang melanggar ketentuan undang-undang. Terjadi pro kontra mengenai pidana mati di Indonesia oleh para pakar hukum jika dipandang

3 dari segi HAM. Pendapat yang menyatakan bahwa hukuman mati tidak melanggar HAM karena pelaku telah melanggar HAM korban dan HAM masyarakat. Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa pidana mati melanggar HAM beralasan bahwa dicabutnya hak hidup seseorang yang sebetulnya hak itu sangat dihargai dan tiada seorangpun yang boleh mencabutnya. Oleh karena itu hukuman mati harus dihapuskan dalam perundang-undangan yang ada. Didalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya Hak Asasi Manusia. Menurut pasal 28A UUD 1945 mengatakan setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Rahma Sugihartati (2011 : 11, Vol 11), Polemik dan kontroversi tentang pelaksanaan hukuman mati sesungguhnya bukan hal yang baru. Setiap kali di media massa diberitakan pelaksanaan eksekusi mati terhadap seseorang ataubeberapa orang terpidana, segera saja reaksi pro dan kontra muncul ke permukaan. Seperti pernah terjadi beberapa tahun terakhir, polemik tentang hukuman mati kembali muncul tatkala di media massa diberitakan pelaksanaan eksekusi mati terhadap Ny.Sumiarsih dan Sugeng yang telah di fonis bersalah sebagai pelaku pembunuhan terencana terhadap sebuah keluarga di kota Surabaya. Hukuman mati telah lama ada di Indonesia, dan kelihatannya akan tetap menjadi topik debat klasik di antara para ilmuwan filsafat dan para pakar hukum. Masing-masing kelompok, baik yang menentang maupun yang mendukung hukuman mati mendasarkan pendapatnya pada argumen yang kuat. Namun menurut pendapat saya hukuman mati seharusnya tidak perlu lagi diterapkan di Indonesia, karena hukuman mati gagal membuat jera masyrakat dan tidak efektif dibandingkan dengan jenis hukuman lainnya. Sebaiknya hukuman mati tidak lebih baik daripada hukuman penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera.

4 Seperti halnya dengan para tersangka kasus pidana narkotika yang telah di eksekusi mati pada tanggal 29 april 2015 yang dilaksanakan di Nusa Kambangan. Eksekusi dilaksanakan meski muncul protes dari masyarakat internasional dalam beberapa waktu terakhir. Penerapan hukuman mati ini dapat merusak hubungan antara negara Indonesia dengan negara lain seperti Filipina yang dimana warga negara Filipina yang bernama Mary Jane Veloso yang mengklaim bahwa dirinya hanyalah seorang kurir narkoba bukan sebagai bandar narkoba sebagaimana yang telah divonis pengadilan Indonesia kepada Mary Jane. Meskipun Jaksa Agung mengatakan pemerintah Indonesia tidak ingin membuka sengketa dengan negara lain, eksekusi ini semata-mata hanya untuk mencegah orang-orang menyelundupkan atau memperdagangkan narkoba tetapi dilain pihak hal ini menjadi pemicu rusaknya hubungan internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain. Gugatan ini terkait dengan pandangan Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurangi oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh negara, atas nama hukum atau dalam situasi darurat. Sebagai hak yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun. Dari sudut pandang lain adalah adanya perubahan konsep dari hukuman sebagai pembalasan menjadi hukuman sebagai pendidikan dan bermasyarakat. Penjara tidak disebut sebagai rumah tahanan, tapi lembaga permasyarakatan dengan asumsi para tahanan akan dididik untuk dapat kembali ke masyarakat, termasuk mereka yang melakukan kejahatan yang dipandang layak dijatuhi hukuman mati. Termasuk beberapa kasus kesalahan

5 dalam penjatuhan hukuman mati terhadap mereka yang tidak bersalah atau menjadi tumbal/kambing hitam hukum atau penghukuman terhadap mereka yang bertobat yang seharusnya bisa diganti dengan hukuman seumur hidup juga menjadi pertimbangan. Berdasarkan ketentuan konstitusi di Indonesia, bahwa negara memang melindungi hak hidup orang banyak. Akan tetapi, pada kenyataannya ketentuan itu belum berlaku sepenuhnya terutama kepada tindak pidana mati yang terjadi di Indonesia. Dilema penegakan hukum di Indonesia atas dasar memperhatikan hak asasi manusia, terkesan menjadikan penegakan hukum tersebut belum mencapai pada titik yang pasti. Dengan demikian pro dan kontra bila diterapkannya hukuman mati di Indonesia menjadi perdebatan yang sangat serius antara para pakar hukum seperti penegak hukum dengan para penggiat Hak Asasi Manusia. Karena di pihak yang lain dalam konteks Hak Asasi Manusia, setiap orang harus memperoleh hak-hak yang harus dijunjung penuh. Dengan begitu, negara dalam sekaligus harus memperhatikan dua aspek yaitu penegakan hukum dan perlindungan. Mengacu pada Pasal 28i (1) dan pasal 28i (4) amandemen kedua UUD 1945 maka dapat disimpulkan bahwa pandangan tentang hak-hak individu yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui apa yang dikenal Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan di atas, yang menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurang oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi

6 apapun termasuk oleh negara, atas nama hukum, agama atau dalam situasi darurat. Perubahan nilai dasar hukum di atas seharusnya membawa konsekuensi adanya amandemen terhadap seluruh undang-undang yang masih memasukkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman karena sudah bertentangan dengan konstitusi. Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan penelitiaan mengenai bagaimana persepsi para praktisi hukum mengenai hukuman pidana mati di Indonesia melihat banyaknya terjadi pro kontra dalam hukuman mati ini. B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan sejumlah masalah yang berhasil ditarik dari uraian latar belakang yang akan diteliti dalam lingkup permasalahan yang lebih luas dibandingkan perumusan masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dalam penelitian ini mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Pandangan para praktisi hukum mengenai hukuman mati di Indonesia 2. Kerelevansian hukuman mati di Indonesia 3. Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia 4. Pro kontra hukuman mati C. Batasan Masalah

7 Pembatasan masalah mutlak dilakukan dalam setiap penelitian, agar penelitian lebih terarah. Adapun dalam penelitian ini narasumber yang akan diteliti adalah advokat, hakim dan akademisi hukum, yang mana kategori untuk akademisi hukum ialah akademisi hukum yang telah pernah menjadi saksi ahli dalam hukum. Untuk lebih memudahkan penulisan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Pandangan para praktisi hukum mengenai hukuman mati di Indonesia 2. Kerelevansian hukuman mati diterapkan sebagai suatu sistem hukum di Indonesia D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang dikemukan diatas, maka dapat diambil pokok-pokok masalah sebagai berikut : 1.Bagaimana pandangan para praktisi hukum tentang hukuman mati di Indonesia? 2. Bagaimana kerelevansian hukuman mati diterapkan sebagai suatu sistem hukum di Indonesia? E. Tujuan penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan penelitian yakni sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan para praktisi hukum tentang hukuman mati di Indonesia.

8 2. Untuk mengetahui kerelevansian hukuman mati diterapkan sebagai suatu sistem hukum di Indonesia. F. Manfaat penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi penulis : untuk menambah wawasan penulis tentang Hukuman Mati dilihat dari persepsi praktisi hukum 2. Bagi mahasiswa : sebagai referensi dan penambah wawasan mengenai hukuman mati dilihat dari persepsi praktisi hukum serta jenis jenis kasus yang dikenai hukuman pidana mati 3. Bagi masyrakat : sebagai salah satu sumber masukan untuk saling menjaga keharmonisan dalam tatanan masyrakat agar tidak terjadi pelanggaranpelanggaran hukum dalam masyrakat khususnya hukuman mati 4. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian dan literature diperpustakaan Universitas Negeri Medan yang berguna bagi pembaca