PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam peta dunia, maka akan tampak jelas wilayah negara Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan saat ini dimana moralitas masyarakat telah dihegomoni oleh perkembangan budaya negatif yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

Reni Jayanti B ABSTRAK

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

ABSTRAKSI PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGAGANTI DALAM PERKARA KORUPSI PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang dirumuskan oleh Saparinah Sadli sebagai tingkah laku yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, melebihi

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN ( Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Transkripsi:

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh : RIRIN SELASA NINGSIH NIM: C 100 020 185 NIRM: 02. 6. 106. 01000. 5. 0185 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2007

ABTRAKSI PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA Pembimbing I Pembimbing II (H. Hartanto, SH, M.Hum) (Natangsa Surbakti, SH, M. Hum) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (DR. Aidul Fitriciada Ashari, S.H, M.Hum)

A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menaggulangi bahaya psikotropika, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Di dalam Undang-undang psikotropika digunakan sarana penal untuk menanggulangi penyalahgunaan psikotropika. Sarana penal tersebut berupa sanksi pidana. Adapun perumusan sanksi pidana di dalam Undang-undang Psikotropika pada umumnya menggunakan perumusan secara kumulatif yaitu antara pidana penjara dan pidana denda yang cukup besar. Dalam pelaksanaan sanksi pidana denda berlakulah ketentuan umum di dalam KUHP yaitu Pasal 30 dan 31 KUHP. Menurut Pasal 30 KUHP. Apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan pengganti paling sedikit adalah satu hari dan paling lama adalah enam bulan, dan jika ada pemberatan denda dapat menjadi 8 bulan. Di samping itu Pasal 31 KUHP juga tidak mengatur mengenai diperbolehkannya dilakukan tindakan-tindakan lain yang dapat memaksa terpidana membayar dendanya. dana tidak sanggup membayar denda atau bahkan sengaja memilih tidak B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu pada alasan dan tujuan ancaman sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika, pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika dan

hambatan-hambatan serta pendukung dalam pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika. C. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengapa atau apa alasan diperlukannya ancaman sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika? 2. Bagaimanakah pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika? 3. Faktor-faktor apakah yang menghambat dan yang mendukung pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui alasan dan tujuan diperlukannya ancaman sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika. 2) Untuk mengetahui pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika. 3) Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika.

2. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum, dan memberikan referensi atau bahan bacaan bagi pihakpihak yang terkait. 2) Manfaat Praktis Memberi masukan dan informasi bagi instansi terkait untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika. E. Kerangka Pemikiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika adalah salah satu undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar KUHP. Tindak pidana di bidang psikotropika digolongkan sebagai delik kejahatan. Dilihat dari akibat kejahatannya, pengaruhnya sangat merugikan bagi bangsa dan negara, dapat menggoyahkan ketahanan nasional, karena itu terhadap pelakunya diancam dengan pidana yang tinggi dan berat yaitu maksimal pidana mati dan ditambah pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miyar rupiah). 1 Pada dasarnya pemberian pidana mempunyai pengertian dalam arti umum (in abstracto) dan dalam arti kongkrit (in concreto). Pemberian pidana dalam arti umum itu karena asas legalitas yang berbunyi 1 Gatot Supramono, 2004, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djmbatan, hal. 65.

Nullum crimen, nulla poena, sine preavia lege (poenalli). Pemberian pidana atau pemidaan dalam arti kongkrit yakni pada terjadinya perkara pidana bukanlah tujuan akhir. Pidana sebenarnya hanya merupakan sarana belaka untuk mewujudkan tujuan hukum pidana. 2 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian hukum yang doktrinal yang bersifat normatif dan metode penelitian yang bersifat nondoktrinal baik yang bersifat kuantitatif atau kualitatif. 2. Lokasi Penelitian Di dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Surakarta, Kejaksaan Negeri Surakarta, Rumah Tahanan Surakarta dan Lembaga Pemasyarakatan Sragen. 3. Sumber Data Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sumber data primer adalah keterangan para pihak yang langsung berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini adalah berkas putusan yang didapat dari Pengadilan Negeri 2 Sudarto 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, hal. 42.

Surakarta, Berkas-berkas dari Kejaksaaan Negeri Surakarta, Rumah Tahanan Surakarta, Lembaga Pemasyarakatan Sragen serta keterangan-keterangan dari jaksa, petugas Rumah Tahanan, petugas Lembaga Pemasyarakatan dan terpidana. b. Sumber data sekunder ini dapat dibedakan menjadi: 1) Data sekunder pribadi yang terdiri dari dokumen-dokumen pribadi, serta data-data yang tersimpan di lembaga tempatnya bekerja, 2) Data sekunder yang sifatnya publik, yang berupa data arsip, data pada instansi pemerintah, data yang dipublikasikan. 3) Data sekunder di bidang hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Studi Lapangan Merupakan penelitian secara langsung yang dilakukan oleh peneliti di dalam memperoleh data primer. b. Wawancara (Interview) Merupakan teknik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan wawancara/tanya jawab dangan jaksa, petugas Rumah Tahanan, petugas Lembaga Pemasyarakatan dan terpidana.

c. Studi Kepustakaan Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara pengmpulan bahan-bahan bacaan, termasuk Peraturan Perundang-undangan, dokumen yang ada kaitannya dengan masalah di atas. 5. Analisis Data Dalam penelitian ini dipakai analisis dengan pendekatan secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data yang sudah diperoleh akan disusun dengan bentuk penyusunan data kemudian dilakukan reduksi/pengolahan data, menghasilkan sajian data dan seterusnya diambil kesimpulan/ verifikasinya.. 3 G. Tinjauan Tentang Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Hukum pidana Indonesia menggunakan istilah Strafbaar Feit, untuk menyebutkan sebagai tindak pidana. Para sarjana tetap mempertahankan istilah yang telah dipilihnya sendiri, misal Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau berpendapat bahwa perbuatan itu adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan. Utrecht memakai 3 H.B. Soetopo, 1998, Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-dasar Teoritis dan Praktis, Pusat Penelitian UNS, hal. 3

istilah peristiwa pidana. 4 Menurut Hezewinkel Suring strafbaar feit secara umum adalah suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dijabarkan dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana pada umumnya mempunyai dua unsur, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur-unsur subjektif itu adalah: 5 1. Kesengajaan dan ketidaksengajaan (dolus atau culpa), 2. Maksud yang voornemen pada suatu percobaan atau poging, 3. Macam-macam maksud atau oogmerk, 4. Perencanaan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, 5. Perasaan takut atau vress. Sementara untuk unsur-unsur objektif dari tindak pidana adalah: 1. Sifat melanggar hukum atau wenderrechtelijkheid, 2. Kualitas dari si pelaku, 3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 4 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP, hal. 39 5 P.A.F Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hal. 193

Simon menyebutkan adanya unsur-unsur objektif dan unsurunsur subjektif dari strafbaar feit. 6 Yang disebut unsur objektif adalah: a. Perbuatan orang b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu, c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu. Yang disebut unsur subjektif adalah: a. Orang yang mampu, b. Adanya kesalahan (dolus atau culpa) kesalahan ini ada kaitannya dengan akibat dari perbuatan atau keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan. H. Tindak Pidana Psikotropika 1. Pengertian Psikotropika Psikotropika berasal dari bahasa Yunani, kata Psyche yang berarti jiwa dan tropen yang berarti mengubah, sehingga psikotropika bisa diartikan sebagai obat-obatan atau zat-zat yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap kejiwaan. 7 Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika mengatakan bahwa: Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh 6 Zamhari Abidin. S, 1986, Pengertian dan Asas Hukum Pidana Dalam Schema dan Synopsis, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 22. 7 Andi Hamzah dan R.M. Surachman, 1994, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Jakarta: Sinar Grafika, hal 8.

selektif pada susunan saraf yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 2. Tindak Pidana Psikotropika Secara harafiah, istilah tindak pidana psikotropika berasal dari kata tindak pidana dan psikotropika. Tindak pidana di bidang psikotropika diancam dengan hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 59 sampai Pasal 66. I. Pidana Denda 1. Pengertian Pidana Denda Kata denda berarti hukum yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang/lainnya karena melanggar aturan undang-undang lain yang hidup di tengah-tengah masyarakat. 8 Denda sebagai sanksi pidana berarti bahwa denda harus dibayar seseorang sebagai akibat telah melakukan tindak pidana. 2. Dasar Pengaturan Pidana Denda Dasar pengaturan pidana denda diatur dalam Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Denda tersebut boleh dibayar oleh siapa saja, artinya pidana denda dapat dibayar keluarga atau orang lain. 8 Sudarsono, 2002, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 16.

J. Hasil Penelitian 1. Alasan-alasan Pengancaman Sanksi Pidana Denda Alasan pengancaman sanksi pidana denda yaitu karena pidana denda mempunyai nilai ekonomi, yang dari adanya pembayaran pidana denda maka akan menambah pemasukan keuangan negara. Selain itu adanya pertimbangan bahwa sanksi pidana denda akan dapat dibayar karena membaiknya secara tajam tingkat kemampuan finansial dan kesejahteraan masyarakat di bidang materi selain itu dari pemberian sanksi pidana denda juga muncul daya kerja prevensi umum. 2. Tujuan Pengancaman Sanksi Pidana Denda Tujuan pengancaman sanksi pidana denda yaitu sebagai pembalasan, penghapusan rasa bersalah, menjerakan bagi pelaku tindak pidana. Pidana denda juga untuk menakut-nakuti orang lain yang akan melakukan tindak pidana. Di samping itu pidana denda juga digunakan sebagai cara untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut. Kemudian diharapkan dapat dilakukan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan psikotropika serta dapat diberantasnya peredaran gelap psikotropika. 3. Pelaksanaan Sanksi Pidana Denda Pada Tindak Pidana Psikotropika

Pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika tidak berjalan dengan optimal karena ada terpidana yang tidak melaksanakan pidana denda tersebut dan konsekuensinya adalah menjalani pidana kurungan pengganti denda. Kondisi yang demikian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai penghambat pelaksanaan sanksi pidana denda. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sanksi pidana denda yaitu hambatan dibidang perundang-undangan dan hambatan di bidang ekonomi. Di samping itu, juga ada faktor pendukung dalam pelaksanaan sanksi pidana denda. Faktor pendukung dalam pelaksanaan sanksi pidana denda tersebut berkaitan dengan hal-hal yaitu: (a) dalam penjatuhan pidana denda; (b) dalam bidang teknis dan administrasi; dan (c) dalam bidang ekonomi. K. Kesimpulan 1. Kesimpulan a) Alasan pengancaman sanksi pidana denda karena pidana denda mempunyai nilai ekonomi, dapat menambah pemasukan keuangan negara yang juga adanya daya kerja prevensi umum dari pidana denda. Sementara itu, secara umum tujuannya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kebahagiaan warga masyarakat/penduduk.

b) Dalam penjatuhan pidana denda pada tindak pidana psikotropika hakim tidak harus menjatuhkan putusan sesuai dengan batas maksimal atau batas minimal dari ancaman pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Namun hakim harus memeriksa kebenaran suatu perkara dan putusannya harus mencerminkan keadilan. c) Pelaksanaan pidana denda pada tindak pidana psikotropika tidak berjalan dengan optimal karena banyak narapidana yang tidak melaksanakan pidana denda tersebut. Dalam hal jangka waktu pembayaran pidana denda pun tidak berjalan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 273 KUHAP. Dalam praktek jangka waktu pembayaran pidana denda dimulai dari adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sampai dengan sebelum berakhirnya masa menjalani pidana penjara. d) Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika yaitu: tidak adanya kebijakan lain yang berkaitan dengan bagaimana pelaksanaan sanksi pidana denda. Disamping itu, tingginya ancaman pidana dalam Undangundang Psikotropika membuat terpidana tidak mampu untuk membayarnya. e) Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan sanksi pidana denda pada tindak pidana psikotropika yaitu: Penjatuhan jumlah sanksi

pidana denda yang sesuai dengan kemampuan finansial terpidana Dalam bidang teknis administrasi pelaksanaan sanksi pidana denda sifatnya sederhana. Jangka waktu yang diberikan untuk melaksanakan sanksi pidana denda juga relatif singkat. Petugaspetugas yang terkait dalam pelaksanaan sanksi pidana denda juga memberikan pelayanan yang baik. 2. Saran a) Dalam peraturan perundang-undangan : - Perlu diadakan ketentuan khusus yang menyimpang dari Pasal 30 KUHP yang mengatur mengenai pelaksanaan sanksi pidana denda yang tidak dibayar atau mengenai pidana pengganti denda. - Perlu diadakan pula ketentuan yang secara tegas mengatur mengenai batas waktu pelaksanaan pembayaran pidana denda tersebut. b) Besarnya sanksi pidana denda yang dijatuhkan kepada terpidana harus dipertimbangkan dengan besarnya pendapatan terpidana atau kemampuan finansial, supaya terpidana dapat membayarnya.