I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya, yaitu sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup. Di kawasan Merapi hubungan antara manusia dan alam begitu dekat dan lekatnya, yang ditandai dengan bebasnya masyarakat masuk keluar hutan dan padatnya permukiman penduduk yang berbatasan langsung dengan hutan Merapi. Merapi juga lekat dengan komponan ekonomi, dimana pariwisata dan aktifitas ekonomi masyarakat sangat pesat berkembang seperti kawasan Kaliurang, Selo, dan Kinahrejo. Merapi juga sangat kaya dengan kekayaan budaya dan kearifan tradisional masyarakat yang secara lestari dipergunakan sebagai prinsip dasar melestarikan Merapi, seperti upacara adat labuhan dan ruwatan mata air dan sebagainya. Komponen lingkungan hidup adalah Merapi sebagai kawasan yang terdiri atas hutan negara, hutan rakyat, sumber air, dan wilayah penyangga untuk mencegah erosi bagi kawasan di bawahnya (hilir). Komponen tersebut membentuk sebuah ekosistem Merapi yang khas serta saling mempengaruhi dan terkait satu sama lain, sehingga apabila salah satu komponen mengalami gangguan akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem secara keseluruhan.
Dengan demikian, dalam mengelola kawasan Merapi haruslah memberikan perhatian terhadap berbagai komponen tersebut sebagai sebuah kawasan ekosistem yang tidak dibatasi oleh garis batas administratif politis dan sektor tertentu (Anonim, 2000). 1.1.2. Kawasan Hutan Wisata Hutan wisata adalah kawasan hutan yang yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan wisata buru, yaitu : 1. Hutan yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati, hewani maupun keindahan alamnya, baik keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan disebut taman wisata. 2. Hutan yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakan perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi disebut taman buru ( Anonim, 1967 ). Pembinaan hutan wisata berada dibawah Unit unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Departemen Kehutanan Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam ( PHPA ) seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam ( BKSDA ) dan Taman Nasional. Namun pengelolaan juga diserahkan kepada Perum Perhutani sebagai salah satu dari BUMN Departemen Kehutanan.
Adapun sasaran dari hutan wisata adalah : 1. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi masyarakat luas dengan menikmati keindahan, keunikan serta kenyamanan suasana lingkungan yang alamiah. 2. Menyediakan tempat bagi sarana pengembangan ilmu pengetahuan flora, fauna, ekologi hutan serta pembinaan rasa cinta alam bagi generasi muda. 3. Memperluas kesempatan berusaha untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. 4. Meningkatkan pendapatan perusahaan. 5. Menunjang usaha pemerintah dan memajukan pembangunan sektor pariwisata ( Simon, 1988 ). Hutan Wisata Kaliurang merupakan salah satu hutan wisata alam yang cukup potensial untuk dikembangkan. Hutan ini terletak dilereng selatan Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman Propinsi DIY kawasan Gunung Merapi pada areal seluas 8.702,83 hektar. 1.1.3. Flora dan Fauna di Kawasan Hutan Wisata Kaliurang Hutan wisata merupakan salah satu wisata alam yang cukup potensial untuk dikembangkan karena hutan wisata dapat menggabungkan fungsi ekonomis dan konservasi sumber daya air serta hutan. Potensi aneka ragam flora dan fauna
merupakan potensi alam yang cukup untuk memberikan daya tarik dan minat bagi wisatawan. Jenis - jenis flora dan fauna yang terdapat di kawasan hutan wisata Kaliurang meliputi: 1. Pohon - pohonan (31 jenis ) 2. Tanaman obat (21 jenis ) 3. Burung (24 jenis ) 4. Mamalia (1 jenis ) 5. Ikan ( 5 jenis ) 6. Reptil ( 25 jenis ) 7. Binatang buas ( harimau ). Pelestarian hutan dapat terjadi apabila manusia mampu menjaga ekosistem lingkungan antara lain perlindungan terhadap komunitas flora dan fauna. Untuk mempertahankan keanekaragaman jenis yang tinggi, pengelolaan hutan wisata harus baik (Anonim, 1994). 1.1.4. Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Hutan Wisata Pembangunan pariwisata memiliki masalah ekologi yang khusus. Sumber daya lingkungan yang di eksploitasi untuk pariwisata harus mempunyai daya tarik dan keindahan yang menonjol agar menarik banyak pengunjung. Dengan dimanfaatkan hutan wisata untuk kepentingan rekreasi, maka akibatnya hutan menjadi kurang terlindungi. Kepunahan spesies di Indonesia terutama disebabkan oleh degradasi habitat (deforestasi, perubahan peruntukan lahan),bencana (kebakaran), eksploitasi secara tidak bijaksana (perburuan/pemanenan
liar) dan masuknya spesies asing invasif serta perdagangan satwa liar (Anonim, 2003). Komunitas flora dan fauna di hutan wisata menjadi rentan terhadap gangguan manusia. Perkembangan objek wisata dapat mengalami penurunan atau fase kematian/kepunahan karena berbagai penyebab internal dan eksternal. Penyebab internal misalnya karena dibuka jalan bagi pengunjung yang dapat masuk dengan leluasa ke dalam hutan dan pembangunan sarana dan prasana yang tidak tepat guna dan ramah lingkungan. Penyebab eksternal misalnya karena gangguan keamanan, atau dibukanya tempat wisata lain yang lebih menarik minat wisatawan. Peningkatan pembangunan sarana secara intensif dilakukan untuk mengakomodasi jumlah kunjungan yang terus meningkat antara lain pendirian hotel - hotel, tempat - tempat peristirahatan, restoran - restoran, dll. Paling kritis dan menentukan, karena peningkatan jumlah wisatawan dan pembangunan fasilitas seringkali menyebabkan dampak-dampak sosial dan lingkungan yang negatif. Penebangan hutan untuk produksi kayu yang berlebihan. Kerusakan hutan dan penurunan sumber daya hutan akibat penebangan liar tidak hanya terjadi di kawasan hutan produksi tetapi sudah masuk ke dalam kawasan hutan lindung dan taman nasional serta kawasan konservasi lainnya (Anonim, 2006). Dengan demikian, pembangunan fasilitas untuk keperluan pariwisata membutuhkan perencanaan yang cermat dan tepat, jangan sampai pembangunan pariwisata meyebabakan kerusakan pada ekosistem ( Supardi, 2003 ).
1.1.5. Kawasan Konservasi Kawasan konservasi adalah suatu kawasan yang terdiri atas lahan di suatu tempat dengan luas tertentu, yang memiliki lahan dan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang perlu dilindungi, dan dimanfaatkan secara bijaksana. Salah satu bentuk kawasan hutan yang diperlukan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata (Anonim,1967). Kawasan konservasi dapat menguntungkan secara finansial bagi instansi ataupun masyarakat luas bila dikembangkan sebagai objek wisata. Misalnya, pemandangan alami yang khas di suatu daerah konservasi dengan flora dan fauna yang langka. Tentu saja ada batas batas terkendali dalam pemanfaatannya, misalnya pada kondisi lingkungan, sarana dan prasarana. Apabila keduanya, yakni konservasi dan pariwisata diatur dengan baik, maka akan memperoleh manfaat yang menguntungkan bagi kepedulian masyarakat terhadap pentingnya konservasi alam dan perlindungan margasatwa (Arief, 2001 ). Tujuan konservasi adalah sebagai berikut: 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan 2. Pengawetan beranekaragam jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya (Anonim, 1967).
1.1.6. Budidaya dan Manfaat Tanaman Bambu Karena mudah tumbuh dan banyak terdapat di mana-mana, bambu nyaris dianggap tanaman biasa saja. Dianggap tidak punya kelebihan apa-apa, selain untuk keperluan sehari-hari tadi. Padahal, di negara-negara lain, bambu telah dibudidayakan secara serius dan dijadikan sumber devisa yang sangat penting. Budidaya tanaman bambu benar-benar diperhatikan, serta pemanfaatannya dimaksimalkan, akan mampu mendongkrak nilai ekonomis bambu itu sendiri, sekaligus meningkatkan penghasilan masyarakat pengguna bambu. Misalnya, di Cina, bambu telah berhasil mencapai taraf tinggi di bidang sumber daya ekonomi, lingkungan, dan kebudayaan masyarakat luas. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan - potongan ruasnya, disamping tunas-tunas rumpunnya. Bambu mempunyai perakaran yang kuat, oleh karena rimpangnya bercabang-cabang. Kesatuan akar atau rimpang ini sukar dipisahpisahkan. Oleh karena itu bila buluhnya habis dipotong, rimpang ini dibiarkan tinggal di dalam tanah (Maradjo dkk. 1976). Bambu memiliki fungsi ekologis yang sangat baik terutama dalam watershed management dan memiliki beberapa keunggulan dibanding kayu, yaitu mempunyai rasio penyusutan yang kecil serta dapat melengkung/elastis tahan terhadap tekanan dan memiliki daya rentang yang tinggi. Bambu juga berguna sebagai tumbuhan pengikat karbondioksida, kanopi bambu mampu meningkatkan kapasitas air tanah
dan dapat mencegah erosi, juga dapat menyaring udara, dan mempunyai pesona daya tarik wisata yang tinggi (Sumardja, 2000 ). Terdapat lebih dari 20 jenis alat-alat musik bambu yang dibagi dalam 3 kelompok sesuai dengan metode-metode yang digunakan untuk menghasilkan suarasuara antara lain idiophone (instrument pukul) dengan alat musiknya angklung, calung, gambang dll. Aerophone (instrument tiup), alat musiknya hatong, suling, taleot dll serta chordophones (instrument petik/tali) alat musiknya celempung dll. Species bambu yang digunakan untuk pembuatan alat musik ini adalah jenis bambu Schizostachyum blumei, Gigantochloa apus (Widjaja, 2000). Bertolak dari uraian diatas, dan begitu banyak manfaat dari tanaman bambu itu sendiri, maka kondisi hutan perlu dijaga dan pelestarian terhadap tanaman bambu khususnya tanaman bambu betung yang berada di kawasan Hutan Kaliurang perlu diadakan, oleh karena itu diadakan penelitian tentang pola distribusi dan ekologi tanaman bambu di kawasan Hutan Kaliurang. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana pola distribusi tanaman bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne di kawasan Hutan Wisata Kaliurang? 2. Bagaimana pengaruh faktor - faktor lingkungan terhadap distribusi tanaman bambu betung?
1.3 Tujuan Permasalahan 1. Untuk mengetahui pola distribusi tanaman bambu betung pola distribusi tanaman bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne di kawasan Hutan Wisata Kaliurang. 2. Untuk mengetahui faktor - faktor lingkungan yang mempengaruhi distribusi bambu betung. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi tentang tanaman bambu betung sehingga dapat dijadikan kajian untuk kepentingan konservasi dan dalam pengelolaan Hutan Wisata Kaliurang. 2. Masyarakat diharapkan dapat menjaga dan melestarikan keberadaan tanaman bambu betung yang terdapat di kawasan Hutan Wisata Kaliurang. 3. Memberikan informasi tentang distribusi dan manfaat bambu betung yang terdapat di kawasan Hutan Wisata Kaliurang.